46
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Habitat
Vegetasi
Profil vegetasi habitat kalawet pada beberapa tipe hutan di LAHG CIMTROP Taman Nasional Sebangau disajikan dalam Tabel 3. Jumlah jenis dan
kerapatan pohon, diameter batang dbh diameter at breast high, tinggi pohon, dan basal area serta indeks nilai penting INP dan keragaman jenis indeks
Shannon-Wiener H’ bervariasi di antara tipe hutan dan tingkat stratifikasi vegetasi. Tipe hutan yang ada di LAHG sebagai lokasi pengamatan vegetasi
dalam penelitian ini adalah tipe hutan rawa gambut campuran MSF mixed swamp forest
, tipe hutan tegakan rendah LPF low pole forest, dan tipe hutan tegakan tinggi TIF tall interior forest Shepherd et al. 1997; sedangkan stratifikasi
vegetasi dibedakan atas tingkat pohon dbh ≥20 cm, tiang dbh 10-19 cm,
pancang dbh 10 cm dan tinggi 1,5 m; dan semai tinggi 1,5 m.
1. Keragaman dan Kerapatan Pohon
Sebaran jumlah jenis dan kerapatan pohon pada beberapa tingkat stratifikasi vegetasi di masing-masing tipe hutan disajikan dalam Tabel 3 dan Gambar 21,
sedangkan kerapatan setiap jenis pohon disajikan dalam Lampiran 1 sampai Lampiran 6.
Jumlah jenis tingkat pohon terbanyak di tipe MSF 51 jenis menyebar pada tiga plot T0C 32 jenis, T02 30 jenis, dan TA1 28 jenis; diikuti tipe LPF 28 jenis
menyebar pada dua plot T05 24 jenis dan T08 9 jenis, dan terendah di tipe TIF 19 jenis. Demikian halnya pada tingkat tiang, terbanyak di tipe MSF 51 jenis 21,
32, dan 26 jenis, diikuti tipe LPF 43 jenis 28 dan 25 jenis, dan terendah di tipe TIF 16 jenis. Pada tingkat pancang, jumlah jenis terbanyak di tipe MSF T0C 65
jenis, T02 61 jenis, dan TA1 43 jenis, diikuti tipe LPF T05 42 jenis dan T08 28 jenis, dan terendah di tipe TIF 32 jenis; sedangkan pada tingkat semai, jumlah
jenis terbanyak masih di tipe MSF T0C 45 jenis, T02 39 jenis, dan TA1 34 jenis, diikuti tipe TIF 31 jenis, dan terendah di tipe LPF T05 28 jenis dan T08 25
jenis.
47
Tabel 3 Profil vegetasi di LAHG CIMTROP di Taman Nasional Sebangau
Tipe hutan MSF
LPF TIF
Peubah T0C T02 TA1 T05 T08 T14
Pohon dbh
≥20 cm
: Jumlah jenis pohon
32 30
28 24
9 19
Kerapatanpohonha 310 380 335 290 155 325 Dbh cm
29,80 ± 10,28
26,32 ± 5,00
30,53 ± 9,02 30,86 ± 11,82
26,10 ± 6,13
38,82 ± 15,31
Tinggi m 24,92
± 3,89 25,66
± 3,94 27,31
± 5,10 19,91
± 4,2 19,00
± 2,75 28,92 ± 5,76 Indeks
H’ 3,312 3,099 2,819 2,812 1,552 2,614
Tiang dbh 10-19 cm :
Jumlah jenis
tiang 21 32 26 28 25 16
Kerapatan tiangha 155 375 205 285 320 210 Dbh cm
12,65 ± 2,72
12,82 ± 3,17
13,35 ± 2,89
12,37 ± 2,38
12,66 ± 2,67
13,62 ± 2,87
Tinggi m 16,77
± 3,04 16,73
± 3,81 17,56
± 4,20 13,51
± 3,13 14,69
± 2,34 17,14
± 2,74 Indeks
H’ 2,919 3,273 3,101 3,115 3,034 2,381
Pancang dbh 10 cm :
Jumlah jenis
pancang 65 61 43 42 28 32 Kerapatan pancangha
20.080 20.640 16.320 18.000 20.160 9.280
Indeks H’
2,887 2,821 2,805 2,621 2,531 2,418
Semai tinggi
≤1,5 m :
Jumlah jenis
semai 45 39 34 25 28 31 Kerapatan semaiha
143.500 124.500 161.500 92.500 122.000 150.000 Indeks
H’ 2,591 2,555 2,296 2,184 2,330 2,214
48
10 20
30 40
50 60
J um
la h j
eni s
p ohon
Tipe hutan
pohon 51
28 19
tiang 51
43 16
MSF LPF
TIF
50 100
150 200
250 300
350
K er
a pat
an p ohon
ha
Tipe hutan
pohon 342
223 325
tiang 245
303 210
MSF LPF
TIF
Gambar 21 Jumlah jenis dan kerapatan pohon di LAHG, Taman Nasional Sebangau
Jumlah jenis tingkat pohon hampir sama dengan jumlah jenis tingkat tiang
di tipe hutan MSF dan TIF; sedangkan di tipe LPF, jumlah jenis tingkat tiang lebih banyak daripada tingkat pohon. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
adanya beberapa jenis pohon yang mati setelah mencapai pertumbuhan tertentu di LPF. Hal ini didukung oleh Shepherd et al. 1997 yang menyatakan terdapat
indikasi pertumbuhan pohon yang abnormal di LPF, dimana banyak pohon yang
49
tumbuh hanya mencapai tinggi 15 m, kemudian mati, sehingga jenis tingkat pohon lebih sedikit.
Pada Tabel 3, terlihat bahwa kerapatan pohon tertinggi di tipe MSF 310, 380, dan 335 pohonha, diikuti tipe TIF 325 pohonha, dan terendah di tipe LPF
290 dan 155 pohonha. Pada tingkat tiang, kerapatan tertinggi masih di tipe LPF 320 dan 285 tiangha, diikuti tipe MSF 155, 375, dan 205 tiangha, dan
terendah di tipe TIF 210 tiangha. Pada tingkat pancang, kerapatan tertinggi di tipe LPF 18.000 dan 20.160 pancangha, dikuti MSF 20.080, 20.640, dan
16.320 pancangha, dan terendah di tipe TIF 9.280 pancangha. Untuk tingkat semai, kerapatan tertinggi berturut-turut di tipe TIF 150.000 semaiha, diikuti
MSF 143.500, 124.500 dan 161.500 semaiha, dan terendah di tipe LPF 92.500 dan 122.000 semaiha.
Kerapatan tingkat pohon di MSF dan TIF lebih tinggi dibanding kerapatan tingkat tiang, sedangkan pada tipe LPF kerapatan tingkat tiang lebih tinggi
dibanding kerapatan tingkat pohon Gambar 21. Hal ini mungkin disebabkan oleh pertumbuhan pohon yang tidak normal di LPF, dimana banyak pohon yang
mati setelah mencapai tingkat pertumbuhan 15 m Shepherd et al. 1997. Berdasarkan kerapatan pohon, vegetasi di tipe MSF sedikit lebih tinggi dari
TIF, tetapi berbeda dalam hal keragaman atau jumlah jenis spesies, dbh dan tinggi pohon. Keragaman spesies di MSF lebih tinggi dari TIF, tetapi dbh dan tinggi
pohon lebih tinggi di TIF. Hampir semua peubah vegetasi di LPF lebih rendah dibandingkan MSF dan TIF, kecuali kerapatan tingkat tiang yang lebih tinggi dari
tipe hutan lainnya. Kerapatan pohon kecil pancang yang dua kali lebih banyak di MSF dari pada TIF, menunjukkan bahwa tingkat gangguan atau logging di MSF
lebih tinggi dibandingkan TIF. Semakin tinggi kerapatan pohon kecil, mengindikasikan semakin tinggi intensitas gangguan hutan tersebut Simbolon
Mirmanto 2000. Penelitian sebelumnya 19931994 mendapatkan kerapatan pohon
dbh 7 cm di tipe MSF 1.693 pohonha, LPF 2.507 pohonha, dan TIF 1.567 pohonha; sedangkan untuk pohon kecil dbh 7 cm, tinggi
≥1 m di tipe MSF 99.470ha, tipe LPF 44.200ha, dan tipe TIF 28.200ha Shepherd et al.
1997. Simbolon Mirmanto 2000 dalam penelitiannya di hutan rawa gambut
50
Sebangau, mendapatkan jumlah spesies, kerapatan pohon, dan basal area pohon dengan dbh 5 cm, berturut-turut 90-100 spesies, 3.071 pohonha, dan 29,1 m
2
ha; di TN Tanjung Puting 141 spesies, 1.653 pohonha, dan 46,8 m
2
ha, dan di Desa Lahei, Kapuas 70 spesies, 1.557 pohonha, dan 45,6 m
2
ha. Keragaman spesies pohon pada setiap plot dan atau tipe hutan di LAHG
juga dapat diketahui dari nilai indeks Shannon-Wiener H’. Nilai indeks H’ bervariasi mengikuti jumlah spesies pohon pada setiap plot, baik pada kategori
pohon maupun tiang. Nilai Indeks H’ yang tinggi menunjukkan keragaman spesies yang tinggi pula. Nilai indeks H’ tertinggi di tipe MSF plot T0C 3,312,
diikuti plot T02 3,099, plot TA1 2,819, tipe LPF plot T05 2,812, tipe TIF 2,614 dan terendah di LPF plot T08 1,552 untuk tingkat pohon; dan pada
tingkat tiang, nilai tertinggi di tipe MSF plot T02 3,273, diikuti tipe LPF plot T05 3,115, tipe MSF plot TA1 3,101, tipe LPF plot T08 3,034, tipe MSF
plot T0C 2,919 dan terendah di TIF 2,381. Jenis tumbuhan tingkat pohon yang paling banyak tumbuh di LAHG adalah
hangkang Palaquium leiocarpum, diikuti jenis tumih Combretacarpus rotundatus,
jelutung Dyera costulata, jinjit Calophyllum canum, jangkang putih Xylopia fusca, terantang Campnosperma coriaceum, dan meranti batu
Shorea uliginosa Lampiran 7. Untuk tingkat tiang, jenis yang paling banyak
tumbuh masih jenis hangkang seperti pada tingkat pohon, diikuti jenis jinjit Calophyllum canum
, tarantang Campnosperma auriculatum, pampaning Castanopsis foxworthyii,
bengaris Kompassia malaccensis, lampuak Neoscortechinia philippinensis,
medang telur Ixora havilandii, dan pasir-pasir Stemonurus scorpioides
Lampiran 8. Jenis hangkang tingkat pohon terdapat cukup dominan di tipe MSF dan TIF, dan tidak ada di LPF, tetapi pada tingkat
tiang, jenis hangkang dominan di LPF. Sebaliknya, jenis tumih dominan di LPF tetapi tidak terdapat di TIF dan sedikit di MSF plot T0C dan T02. Selain itu,
pada Lampiran 7 dan Lampiran 8 menunjukkan beberapa jenis pohon yang hanya ditemukan di tipe hutan tertentu.
2. Diameter dan Tinggi Pohon