69 pada mi, meningkatkan daya cerna pati, dan mempengaruhi daya rehidrasi
mi. Tahap akhir pembuatan mi basah matang adalah pemberian minyak
sawit. Pelumuran dengan minyak sawit dilakukan agar untaian mi tidak lengket satu sama lain serta untuk memperbaiki penampakan mi agar
mengkilap Mugiarti 2001; Bogasari, 2005.
F. MI JAGUNG
Mi jagung merupakan mi dengan bahan baku utama pati atau tepung jagung. Mi jagung belum banyak diperdagangkan, namun penelitian mengenai
mi ini telah banyak dilakukan. Jenis mi jagung yang banyak dikembangkan adalah mi instan dengan pertimbangan jenis mi ini memiliki daya simpan yang
lebih tinggi. Proses pembuatan mi jagung hampir sama dengan mi terigu. Menurut
Juniawati 2003, proses pembuatan mi jagung instan terdiri dari pencampuran bahan, pengukusan pertama, pengulian, pencetakan, pengukusan kedua, dan
pengeringan. Proses pengolahan mi jagung berbeda dengan pengolahan mi terigu karena setelah pencampuran bahan dilakukan pengukusan. Apabila
tidak dilakukan pengukusan maka adonan tidak dapat dicetak menjadi mi. Hal ini disebabkan protein total endosperm dalam jagung 60 terdiri atas zein
Vasal, 2001. Pada gandum, protein total endospermnya terdiri dari gliadin dan glutenin. Gliadin dan glutelin merupakan jenis protein yang mempunyai
sifat membentuk massa yang elastis-cohesive bila ditambah air dan diuleni. Pada protein gandum, walaupun gluten merupakan senyawa yang tidak
larut air karena satu asam aminonya merupakan residu yang kepolarannya netral, tetapi cukup hidrofilik untuk bersatu dengan pati mengabsorpsi air
dalam adonan. Tendensi yang kuat dari glutamin residu yang memiliki ikatan hidrogen memberikan kontribusi yang besar terhadap viskoelastik properti
dari gluten. Gluten juga memiliki jumlah sisi rantai nonpolar yang relatif banyak. Keadaan ini memberikan efek ketidaklarutan gluten dalam air dan
memberikan sifat kohesif dengan menggunakan ikatan hidrofobik Bushuk dan Wrigley, 1971.
70 Pengukusan pertama ditujukan untuk membentuk massa adonan yang
lunak, kohesif, dan cukup elastis namun tidak lengket sehingga mudah dicetak ke dalam bentuk lembaran dan mi. Massa adonan yang lunak dan kohesif,
mudah dibuat lembaran, mudah dicetak, menghasilkan mi dengan tekstur yang halus dan tidak mudah patah terdapat pada perbandingan tepung dengan air
1:1 Juniawati, 2003. Lama waktu pengukusan tergantung pada jumlah adonan yang dimasak Juniawati, 2003.
Mi yang telah dicetak tidak dapat langsung dikeringkan karena pada pengukusan pertama, proses gelatinisasi belum sempurna atau mi yang
dihasilkan belum matang sehingga diperlukan pengukusan kedua. Pengukusan pertama memang tidak ditujukan untuk membuat mi matang namun untuk
menghasilkan massa adonan yang dapat dicetak. Apabila pengukusan pertama ditujukan juga untuk mematangkan mi maka pengukusan harus lebih lama.
Pengukusan yang lebih lama akan meningkatkan gelatinisasi pati yang menyebabkan adonan lengket sehingga sulit dicetak Juniawati, 2003.
Proses pematangan mi atau gelatinisasi lebih lanjut dilakukan pada pengukusan kedua. Pada saat pengukusan kedua akan terjadi penyerapan air
dan gelatinisasi pati. Gelatinisasi lebih lanjut akan menyebabkan amilosa berdifusi ke luar dari granula dan ketika sudah dingin akan membentuk
matriks yang seragam sehingga kekuatan ikatan antar granula meningkat. Oleh karena itu, mi hasil pengukusan kedua setelah dikeringkan apabila dimasak
tidak hancur Juniawati, 2003. Proses pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar air sehingga
mi kering dan dapat disimpan lama. Pengeringan mi jagung dilakukan dengan menggunakan oven pada kisaran suhu 60-75
o
C selama 1-1.5 jam. Pengeringan dianggap cukup jika mi mudah dipatahkan Juniawati, 2003.
Selain di Indonesia, pembuatan mi berbahan baku jagung juga telah dikembangkan di India oleh Sowbhagya, Chakrabhavi Mallappa, Ali, dan
Syed Zakiuddin Anonim
c
, 2005. Tahapan proses pembuatan mi jagung yang mereka kembangkan adalah sebagai berikut :
1. Jagung dibuat menjadi grit
2. Grit jagung direndam dalam larutan sulfur dioksida
71 3.
Grit dikeringkan dan digiling menjadi tepung 4.
Tepung jagung diayak dengan ayakan 60 mesh 5.
Tepung ditambah garam dan air 6.
Campuran dikukus untuk membentuk tekstur tepung 7.
Campuran ditambah dengan air panas untuk menghasilkan adonan yang homogen
8. Adonan yang sudah homogen diekstrusi sehingga membentuk untaian
mi 9.
Untaian mi dikukus dan dikeringkan Anonim
c
, 2005 Grit yang digunakan adalah grit yang rendah lemak 1,0 . Grit
jagung direndam dalam metabisulphite atau potassium metabisulphite, dengan konsentrasi yang equivalen dengan konsentrasi 0.05-0.3 SO selama kurang
lebih 8 – 20 jam pada suhu 30-60
o
C. Jumlah garam yang ditambahkan 1-2
dan jumlah air yang ditambahkan 15-20. Campuran ini dikukus. Setelah pengukusan campuran ditambah air panas sehingga pati tergelatinisasi sesuai
dengan tingkat yang diinginkan dan terbentuk untaian mi dengan kohesi yang lebih baik. Adonan ini kemudian di ekstrusi. Mi hasil ekstrusi ini kemudian
dikukus pada suhu 60-90
o
C selama 30-120 menit. Perendaman dalam larutan sulfur dioksida diketahui dapat
menyebabkan matrix protein mengalami pembengkakan gradual dan akhirnya akan menyebabkan pati terlepas dari matriks protein Anonim
c
, 2005. Terlepasnya pati dari matriks protein menyebabkan perbaikan daya ikat
bahan-bahan yang dimasak. Pati yang terlepas akan berinteraksi satu sama lain sehingga menyebabkan meningkatnya stabilitas produk yang dimasak selama
rekonstitusi dan membantu mengurangi kehilangan padatan produk. Karakteristik mi yang dihasilkan adalah waktu pemasakan 10 menit, cooking
loss 7.4-9.3 , firmness 36.8-39.3 , Elastic recovery 12.1-12.5, dan
kandungan amilosa 30.3-31.2 . Waktu pemasakan mi yang dihasilkan belum memenuhi standar waktu pemasakan mi instan yang hanya 4 menit
Anonim
c
, 2005.
72
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT