Karakterisasi Tepung Jagung Kajian Pembuatan Mi Basah Jagung

92 Jagung srikandi Perendaman 6 jam air bersih 2x kg kering panen 100 kg Penggilingan basah air bersih kontinyu Penyaringan endosperm keras, perikarp, sebagian lembaga. Pengendapan Dekantasi air dan komponen larut air Sentrifugasi air dan komponen larut air Tepung Jagung Basah Bobot = 58 Kg kadar air 50 Pengeringan air 25,72 Kg Tepung Jagung Kering Bobot = 32,22 Kg kadar air 10 Gambar 8. Diagram kesetimbangan massa proses penepungan jagung

C. Karakterisasi Tepung Jagung

Hasil penggilingan basah jagung biasanya disebut sebagai pati. Namun hasil yang diperoleh dari penggilingan basah pada penelitian ini disebut tepung jagung karena penampakan dan kandungan gizinya yang lebih menyerupai penampakan dan kandungan gizi tepung jagung pada umumnya. Hal ini terjadi karena pemisahan komponen pati dan non pati hanya dilakukan dengan penyaringan, sehingga masih terdapat komponen non pati dalam produk akhir. 93 Tabel 12. Kandungan gizi berbagai tepung jagung dan pati jagung . Tepung jagung Parameter berat kering Kering Basah Pati jagung Tepung jagung metode Juniawati 2003 Kadar air 10 50 10,21 10,9 Kadar abu 0,72 0,72 0,05 0,4 Kadar protein kasar 7,06 7,06 0,56 5,8 Kadar lemak 6,56 6,56 0,68 0,9 Kadar karbohidrat 85,48 85,46 88,5 82,0 Sumber : PT. Suba Indah Tbk 2004 Juniawati 2003 Gambar 9. Tepung jagung kering Kandungan abu, protein kasar, dan lemak kasar pada tepung jagung lebih rendah dibandingkan pada jagung. Sedangkan kandungan karbohidrat tepung jagung lebih tinggi dari pada kandungan karbohidrat pada jagung. Penurunan kandungan beberapa zat gizi disebabkan adanya kehilangan sebagian komponen jagung seperti endosperm keras, lembaga, dan perikarp yang masih kasar pada tahap penyaringan dan adanya komponen larut air yang terbuang pada saat dekantasi dan sentrifugasi. Perhitungan kandungan karbohidrat dilakukan by difference, sehingga penurunan zat gizi lain akan meningkatkan kadar karbohidrat dalam sampel. 94 Tepung jagung kering yang dihasilkan memiliki derajat Hue 101,1 yang berarti tepung ini memiliki warna kuning. Warna kuning tepung jagung berasal dari pigmen xantofil yang terdapat pada biji jagung. Tingkat kecerahan tepung jagung ditunjukkan dengan nilai L. Semakin tinggi nilai L yang terukur semakin pucat warna aktual yang terlihat. Nilai L tepung jagung yang diukur adalah 90,91. Ini berarti tepung jagung ini memiliki warna yang sangat pucat.

D. Kajian Pembuatan Mi Basah Jagung

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi basah jagung terbagi dua yaitu bahan baku utama dan bahan tambahan. Bahan baku utama yang digunakan adalah tepung jagung basah dan tepung jagung kering. Bahan tambahan yang digunakan adalah garam, baking powder, dan minyak sawit. Garam digunakan sebagai komponen pemberi rasa, memperkuat tekstur, mengikat air, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mi Budiyah, 2004. Selain itu, garam dapur dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga adonan tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan Astawan, 2004. Konsentrasi garam yang ditambahkan adalah 0,6 dari total adonan. Baking powder merupakan Na 2 CO 3 :K 2 CO 3 2:1 mix. Baking powder dapat memperhalus tekstur mi yang dihasilkan. Konsentrasi baking powder yang ditambahkan adalah 0,2 dari total adonan. Proses pembuatan mi basah jagung terdiri atas tahap pencampuran bahan, pengukusan pertama, pengulian, pressing, slitting, perebusan, perendaman dalam air dingin, dan pelumuran dengan minyak sawit. Proses pengolahan mi basah jagung berbeda dengan pengolahan mi basah terigu karena setelah pencampuran bahan baku dilakukan pengukusan. Pengukusan diperlukan agar adonan dapat dibentuk dan dicetak menjadi mi. Hal ini terjadi karena 60 protein endosperm jagung terdiri atas zein, sedangkan pada terigu protein endospermnya terdiri atas gliadin dan glutenin. Gliadin dan glutenin merupakan jenis protein yang mempunyai sifat dapat membentuk massa yang elastic-cohesive bila ditambahkan air dan diuleni. Pembuatan mi basah jagung diawali dengan pencampuran tepung basah jagung dengan garam dan baking powder. Campuran ini kemudian 95 dikukus selama lima menit. Pengukusan menyebabkan pati dalam tepung basah mengalami gelatinisasi. Proses gelatinisasi diawali dengan pengembangan granula pati karena molekul-molekul air berpenetrasi ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul amilosa dan amilopektin. Pengembangan granula pati berpengaruh terhadap massa adonan. Setelah pengukusan, ditambahkan tepung jagung kering ke dalam campuran ini lalu diuleni. Pengukusan menyebabkan dapat terbentuknya massa yang elastis dan kohesif setelah pengulenan. Tahap selanjutnya adalah pressing untuk pembentukan lembaran. Pengepresan lembaran dilakukan bertahap dengan melewatkan adonan di antara roll pengepres dengan ketebalan tertentu hingga diperoleh ketebalan yang diinginkan yaitu 2 mm. Lembaran ini kemudian dipotong menjadi untaian mi. Agar untaian mi yang terbentuk tidak mudah patah, jumlah pati yang dipregelatinisasi harus cukup karena pati inilah yang berfungsi sebagai pengikat. Pati yang sudah dipregelatinisasi dapat berfungsi sebagai pengikat karena gelatinisasi menyebabkan amilosa keluar dari granula pati dan amilosa memiliki kemampuan untuk mudah berasosiasi dengan sesamanya Krugar dan Murray, 1979. Untuk mengetahui pengaruh rasio antara pati yang terpregelatinisasi dan tidak terhadap kemudahan pembuatan dan tekstur mi dilakukan percobaan pembuatan mi dengan berbagai perbandingan antara pati yang terpregelatinisasi dan tidak. Perbandingan yang diujikan adalah 50:50, 55:45, 60:40, 65:35, 70:30, 75:25, dan 80:20. Untuk mengetahui perbandingan yang terbaik dilakukan pengamatan secara visual terhadap kelengketan adonan di mesin mi dan tekstur untaian mi yang dihasilkan. Pengujian tekstur dilakukan secara manual. Perbandingan yang memberikan hasil yang paling optimum digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya. Hasil pengamataan dapat dilihat pada Tabel 13. 96 Tabel 13. Perbandingan antara tepung basah dan tepung kering waktu pengukusan 5 menit Tepung terpregelatinisasi Tepung tidak terpregelatinisasi Hasil pengamatan Formula 1 50 50 Adonan tidak lengket di mesin mi, mi mudah patah Formula 2 55 45 Adonan tidak lengket di mesin mi, mi mudah patah Formula 3 60 40 Adonan tidak lengket di mesin mi, mi mudah patah Formula 4 65 35 Adonan tidak lengket di mesin mi, mi mudah patah Formula 5 70 30 Adonan tidak lengket di mesin mi, mi tidak mudah patah Formula 6 75 25 Adonan lengket di mesin mi, mi tidak mudah patah Formula 6 80 20 Adonan lengket di mesin mi, mi tidak mudah patah Data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa peningkatan jumlah pati yang dipregelatinisasi melebihi 70 menyebabkan adonan menjadi lengket di mesin mi. Peningkatan kelengketan ini terjadi karena semakin banyak jumlah amilosa yang keluar dari granula pati. Dan jika jumlah pati yang terpregelatinisasi kurang dari 70 mi yang dihasilkan mudah patah. Hal ini 97 terjadi karena, jumlah amilosa yang keluar dari granula tidak cukup untuk membentuk massa yang kohesif, sehingga mudah patah. Perbandingan yang paling optimum adalah 70:30. Pada level ini, adonan tidak lengket di mesin mi dan mi yang dihasilkan tidak mudah patah. Tahapan penelitian selanjutnya dilakukan dengan menggunakan perbandingan tersebut. Gambar 10. Mi basah jagung mentah Untaian mi yang sudah diperoleh harus segera dimatangkan dengan cara perebusan. Penundaan perebusan dapat menyebabkan untaian mi menjadi keras dan kering akibat dari proses retrogradasi. Retrogradasi merupakan istilah bagi perubahan kondisi larutan pati dari terdisosiasi menjadi terasosiasi selama proses pendinginan yang menyebabkan penurunan kelarutan molekul pati Wong, 1989 . Perebusan ini juga berfungsi untuk menyempurnakan gelatinisasi pati. Gelatinisasi lebih lanjut akan menyebabkan amilosa berdifusi ke luar dari granula pati, dan setelah dingin amilosa akan membentuk matriks yang seragam sehingga kekuatan ikatan antar granula meningkat Budiyah, 2004. Waktu perebusan merupakan salah satu titik kritis yang harus diperhatikan. Untuk mengetahui waktu yang optimum dilakukan percobaan perebusan mi dalam air mendidih 100 o C dengan waktu perebusan yang berbeda-beda. 98 Tabel 14. Pengaruh waktu perebusan terhadap tingkat kematangan mi Waktu perebusan Hasil Pengamatan 1 menit Mi yang dihasilkan masih keras, belum matang sempurna 1,5 menit Mi yang dihasilkan sudah matang 2 menit Mi yang dihasilkan sudah matang namun terlalu lunak Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa waktu perebusan yang optimum adalah 1,5 menit. Waktu perebusan yang terlalu singkat menyebabkan mi tidak matang sempurna, sedangkan jika terlalu lama mi menjadi terlalu lunak. Mi yang telah direbus, direndam dengan air dingin selama sepuluh detik. Perendaman ini diperlukan untuk mengurangi kelengketan antar untaian mi. Selanjutnya mi ditiriskan dan dilumuri dengan minyak. Jumlah minyak yang digunakan adalah 2 dari bobot mi. Pelumuran ini berfungsi agar untaian mi tidak lengket satu sama lain selama penyimpanan serta untuk memperbaiki penampakan mi agar mengkilap Mugiarti 2001; Bogasari, 2005. Gambar 11. Mi basah jagung matang

E. Kajian Perbaikan Karakteristik Mi basah Jagung