Karakterisasi Jagung Srikandi Kuning

87

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakterisasi Jagung Srikandi Kuning

Jagung yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung Srikandi Kuning. Jagung ini tergolong dalam High Quallity Protein Maize HQPM, yaitu jagung dengan kualitas protein yang tinggi. Jagung ini dipilih karena kualitas proteinnya yang tinggi dan saat ini penanaman jagung ini sedang digalakkan oleh Departemen Pertanian. Bentuk jagung Srikandi Kuning dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Biji Jagung Srikandi Kuning kering pipil Jagung Srikandi yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas jagung Srikandi Kuning kering panen yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan jagung pipil kering yang diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor. Jagung kering panen adalah jagung tua dengan kadar air yang masih tinggi yaitu sekitar 25-35, sedangkan jagung kering pipil adalah jagung kering panen yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 14. Penggunaan kedua jenis jagung ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kandungan gizi pada jagung Srikandi Kuning yang belum dan sudah dikeringkan. Hal ini penting diketahui karena jagung kering panen 88 relatif sulit ditemukan di luar musim panen, sehingga jika tidak terdapat perbedaan kandungan gizi antara keduanya, jagung kering pipil dapat digunakan untuk menggantikan jagung kering panen. Hasil pengukuran terhadap kandungan gizi jagung dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Kandungan gizi Jagung Srikandi Kuning Kandungan berat kering Parameter Jagung kering panen Jagung pipil kering Kadar air 29,84 9,86 Kadar abu 1,45 1,61 Kadar protein kasar 11,10 10,50 Kadar lemak kasar 6,73 5,67 Kadar Karbohidrat 80,57 81,58 Hasil uji T Lampiran 6 dengan selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kandungan gizi jagung Srikandi Kuning kering panen dan kering pipil, sehingga jagung kering pipil dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menggantikan jagung kering panen pada tahap penelitian selanjutnya. Jagung kering pipil dengan kadar protein yang lebih rendah daripada jagung kering panen masih dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi. Ini berdasarkan hasil penelitian pembuatan mi jagung sebelumnya yang dilakukan oleh Juniawati 2003 dengan menggunakan jagung non-HQPM varietas Arjuna sebagai bahan baku. Berdasarkan data pada Tabel 9, diketahui bahwa kadar protein jagung Srikandi Kuning yang digunakan adalah 10,50, nilai ini sedikit lebih tinggi dibandingkan nilai yang dicantumkan oleh Anomin d yaitu 10,38. Perlakuan pengeringan menyebabkan terjadinya penurunan kadar protein jagung, namun nilainya tidak berbeda nyata dengan kandungan protein pada jagung yang tidak dikeringkan. Parameter lain yang diukur adalah dimensi biji jagung yang meliputi panjang, lebar, dan tebal biji jagung. Panjang biji yang diukur adalah jarak dari ujung tipcap ke ujung biji jagung. Sedangkan lebar yang diukur adalah 89 jarak terlebar pada sisi jagung. Hasil pengukuran dimensi biji jagung dapat dilihat pada tabel 10. Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa panjang jagung Srikandi Kuning berkisar antara 10,7-11,5 mm. Sedangkan tebalnya berkisar antara 8,6- 9 mm. Lebar jagung ini berkisar antara 4,1- 4,3 mm. Tabel 10. Hasil pengukuran terhadap dimensi jagung Panjang mm Lebar mm Tebal mm Ulangan 1 11,5 9 4,1 Ulangan 2 10,7 8,6 4,2 Ulangan 3 11,3 8,7 4,3 B. Kajian Pembuatan Tepung Jagung Juniawati 2003 telah melakukan penelitian tentang penepungan jagung dan pembuatan mi instan jagung berbahan dasar tepung jagung. Proses penepungan yang dilakukan Juniawati 2003 masih kurang efektif karena langkah pengerjaan yang terlalu panjang, selain itu metode yang dikembangkan juga kurang aplikatif karena alat yang digunakan yaitu multi mill cukup sulit ditemukan di pasaran. Oleh karena itu, pada penelitian ini coba dikembangkan metode penepungan jagung dengan menggunakan penggiling batu. Alat ini dipilih karena relatif lebih mudah ditemukan. Penggiling batu yang digunakan merupakan penggiling kedelai yang biasa digunakan dalam pembuatan tahu. Secara garis besar proses penepungan jagung terdiri atas tahap pencucian, perendaman, penggilingan, penyaringan, pengendapan, dekantasi, sentrifugasi, dan pengeringan. Proses penepungan diawali dengan pencucian biji jagung. Proses ini perlu dilakukan untuk memisahkan biji jagung dari kotoran yang dapat menjadi sumber kontaminasi. Tahap selanjutnya adalah perendaman. Perendaman diperlukan untuk melunakkan tekstur biji jagung sehingga memudahkan penggilingan. Biji jagung direndam dalam air bersih dengan perbandingan 1:2 selama enam dan dua belas jam. Pada penelitian ini juga diujikan penggilingan biji jagung yang 90 tidak direndam. Waktu perendaman divariasikan untuk mengetahui waktu yang optimum, dimana biji jagung dapat digiling dengan hasil gilingan yang cukup halus dengan rendemen yang dihasilkan cukup besar. Biji jagung selanjutnya digiling dengan menggunakan penggiling batu. Alat ini terdiri atas feeder, dua cakram batu, motor penggerak cakram, dan saluran pengeluaran. Cakram pada alat ini terdiri atas cakram statis dan cakram dinamis. Prinsip kerja alat ini adalah menghancurkan sampel dengan gaya gesek antara sampel dengan permukaan cakram. Sampel dimasukkan melalui feeder dan langsung masuk ke dalam celah diantara kedua cakram, di sini sampel dihaluskan. Selama penggilingan, harus dialirkan air secara kontinyu. Aliran air ini berfungsi untuk mendorong sampel sehingga tidak terjadi tumpukan sampel di satu titik. Selain itu, air juga berfungsi sebagai media pelarut bagi pati yang dilepaskan selama penggilingan. Hasil dari proses penggilingan ini kemudian disaring dengan kain batis. Penyaringan berfungsi untuk memisahkan pati dengan hancuran lembaga, tip cap, dan endosperm yang masih kasar. Bagian yang lolos saringan kemudian diendapkan untuk mendapatkan endapan tepung jagung. Pengendapan dilakukan sampai terbentuk dua lapisan yaitu lapisan endapan tepung jagung dan lapisan air yang jernih. Untuk mengetahui waktu perendaman yang optimum, dilakukan pengamatan setiap satu jam. Hasil pengamatan pada satu jam pertama menunjukkan bahwa mulai terbentuk endapan tetapi air masih keruh. Pada jam kedua, terbentuk tiga lapisan, lapisan terbawah adalah endapan pati, lalu lapisan suspensi pati, dan paling atas lapisan air jernih. Pada jam ketiga, masih terdapat tiga lapisan, tetapi lapisan air jernih semakin tebal, namun mulai tercium bau asam, yang menandakan mulai terjadinya kerusakan tepung jagung. Kerusakan tepung ini terjadi akibat fermentasi suspensi pati yang kaya nutrisi oleh khamir yang dapat berasal dari biji jagung itu atau dari udara. Berdasarkan hasil ini, diketahui bahwa waktu optimum pengendapan adalah dua jam. Tahap selanjutnya adalah pemisahan endapan tepung dari lapisan air sehingga diperoleh tepung jagung basah. Sebagian dari tepung basah ini kemudian dikeringkan dengan oven bersuhu 45 o C hingga kadar air 10. Pengeringan ini bertujuan untuk meningkatkan 91 daya simpan tepung jagung. Tepung jagung tidak dikeringkan semua agar tidak diperlukan penambahan air dari luar pada saat pembuatan adonan mi. Dari semua tahapan proses tersebut, dilakukan pengamatan terhadap hasil penggilingan dan rendemen tepung basah yang dihasilkan berdasarkan perbedaan waktu perendaman. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Pengamatan terhadap hasil penggilingan biji jagung Waktu Perendaman jam Hasil Penggilingan Rendemen Kasar 20,0 6 Halus 25,3 12 Halus 25,4 Berdasarkan data pada Tabel 11, diketahui bahwa tanpa perendaman pun biji jagung telah dapat digiling, namun hasil gilingannya masih kasar sehingga rendemen yang dihasilkan lebih sedikit. Perendaman selama enam jam sudah cukup untuk melunakkan tekstur biji jagung sehingga hasil penggilingannya halus dan rendemen yang dihasilkan lebih tinggi. Perendaman selama dua belas jam memberikan hasil yang hampir sama dengan perendaman selama enam jam dengan rendemen yang sedikit lebih tinggi. Waktu perendaman enam jam cukup optimum karena dengan waktu perendaman yang lebih singkat diperoleh hasil yang cukup baik. Rendahnya rendemen tepung yang diperoleh disebabkan belum semua pati terendapkan, yang ditunjukkan dengan adanya lapisan kedua yang berupa suspensi pati pada saat pengendapan. Namun jika waktu pengendapan ditambah akan menyebabkan kerusakan pati. Oleh karena itu, setelah tahap pengendapan, dilakukanlah sentrifugasi terhadap lapisan suspensi pati tersebut. Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama lima menit. Dengan adanya sentrifugasi, rendemen tepung jagung basah dapat ditingkatkan hingga mencapai 58. Kesetimbangan massa pada proses penepungan jagung dapat dillihat pada Gambar 8. 92 Jagung srikandi Perendaman 6 jam air bersih 2x kg kering panen 100 kg Penggilingan basah air bersih kontinyu Penyaringan endosperm keras, perikarp, sebagian lembaga. Pengendapan Dekantasi air dan komponen larut air Sentrifugasi air dan komponen larut air Tepung Jagung Basah Bobot = 58 Kg kadar air 50 Pengeringan air 25,72 Kg Tepung Jagung Kering Bobot = 32,22 Kg kadar air 10 Gambar 8. Diagram kesetimbangan massa proses penepungan jagung

C. Karakterisasi Tepung Jagung