82 Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi,
dibilas dengan akuades, dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH- Na2S2O3. Gas NH3 yang dihasilkan dari reaksi dalam alat
destilasi ditangkap oleh 5 ml H3BO3 dalam erlenmeyer yang telah ditambahkan 3 tetes indikator campuran 2 bagian merah
metil 0.2 dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2 dalam alkohol. Kondensat tersebut kemudian dititrasi dengan
HCl 0.02 N yang sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu-abu. Penetapan blanko dilakukan
dengan menggunakan metode yang sama seperti penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar N =ml HCl spl– ml HCl blk x N HCl x 14.007 x 100 mg sampel
Kadar protein b.b = N x faktor konversi 6.25
a.5 Kadar karbohidrat by difference
Kadar karbohidrat b.b = 100 - P + KA + A + L
Keterangan : P = kadar protein
KA = kadar air
A = abu
L = kadar lemak
b. Analisa Fisik
b.1 Analisa warna menggunakan metode Hunter Hutching,1999 Sampel ditempatkan pada wadah yang transparan.
Pengukuran menghasilkan nilai L dan derajat Hue. L menyatakan parameter kecerahan warna kromatis, 0: hitam sampai 100:
putih. Derajat Hue menunjukkan warna yang terllihat. Nilai hue dikelompokkan sebagai berikut :
83
o
Hue 342-18 : Red purple
o
Hue 162-198 : Green
o
Hue 18-54 : Red
o
Hue 306-342 : Purple
o
Hue 54-90 : Yellow red
o
Hue 270-306 : Blue purple
o
Hue 90-126 : Yellow
o
Hue 198-234 : Blue green
o
Hue 234-270 : Blue
o
Hue 126-162 :Yellow green
b.2 Analisis resistensi terhadap tarikan dan persen elongasi menggunakan Rheoner
Probe yang digunakan adalah probe yang dapat menjepit
kedua ujung mi yang akan diukur resistensi terhadap tarikan dan ekstensibilitasnya. Beban yang digunakan 0.1 volt 5 gF0,25
cm, test speed 1 mms, jarak antar penjepit 24 mm, dan chart speed
40 mmmenit. Sampel yang telah direhidrasi diletakkan pada probe dan dijepit sedemikian rupa pada kedua ujungnya.
Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kekuatan gF dan waktu s.
Cara perhitungan : ¾
Resistensi terhadap tarikan Resistensi terhadap tarikan = tinggi kurva cm x 5 gf
0,25 cm ¾
Persen elongasi b = lebar kurva mm x 1,5
c = a
2
+ b
2 ½
, dimana a = ½ x jarak penjepit mm Δ L = 2 xc – 24
elongasi = Δ L 24 x 100
b.3 Analisis profil tekstur menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2
Probe yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter
35 mm. Pengaturan TAXT-2 yang digunakan adalah sebagai berikut: pre test speed 2.0 mms, test speed 0.1 mms, rupture
84 test distance
75, mode measure force in compression dan force 100g.
Seuntai sampel dengan panjang yang melebihi diameter probe
diletakkan di atas landasan lalu ditekan oleh probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara
kekuatan dan waktu. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan absolute
+ peak, dan nilai kelengketan ditunjukkan dengan absolute
- peak. Satuan kedua parameter ini adalah gram force gF. Profil tekstur mi dapat dilihat dengan membandingkan
kemiringan kurva yang dihasilkan. Kurva yang landai menunjukkan bahwa mi relatif kompressibel, sedangkan kurva
yang curam menunjukkan bahwa mi relatif rigid. b.4 Pengukuran kehilangan padatan akibat pemasakan
Oh et al., 1985 Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram
mi dalam 150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan, mi ditiriskan dan disiram air, kemudian ditiriskan
kembali selama 5 menit. Mi kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 100°C sampai beratnya konstan, lalu
ditimbang kembali. KPAP dihitung dengan rumus berikut: KPAP = 1 - berat sampel setelah dikeringkan x 100
berat awal 1- kadar air contoh b.5 Pengukuran dimensi
Pengukuran dimensi dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Sampel diletakkan di antara penjepit, kemudian
dibaca skala yang ditunjukkan. b. 6 Rendemen
Rendemen = a – b x 100 a
85 Keterangan : a
= bobot awal kg b
= bobot akhir kg b.7 Derajat Gelatinisasi
Penentuan derajat gelatinisasi diawali dengan pembuatan kurva standar yang menggambarkan hubungan antara derajat
gelatinisasi dan absorbansi. Sampel yang digunakan untuk pembuatan kurva standar adalah sampel yang tergelatinisasi 0-
100. Sampel yang tergelatinisasi 100 diperoleh dengan merebus 30 g tepung jagung dalam 100 ml air hingga menjadi
bening. Sedangkan sampel yang tidak tergelatinisasi merupakan suspensi tepung dalam air. Lalu dibuat campuran dari kedua
sampel tersebut untuk memperoleh sampel dengan derajat gelatinisasi pati 20, 40, 60, dan 80. Perbandingan antara
pati yang tergelatinisasi 100 dan tidak tergelatinisasi adalah 20:80 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 20, 40:60
untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 40, 60:40 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 60, dan 80:20 untuk sampel
dengan derajat gelatinisasi 80. Tahap selanjutnya adalah pembacaan absorbansi masing-
masing sampel. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml lalu ditambahkan 47,5
ml akuades. Campuran ini kemudian di-stirer selama satu menit dan ditambahkan 2,5 ml KOH 0,2 N dan di-stirer kembali selama
lima menit. Campuran ini kemudian dipipet sebanyak 10 ml dan disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm.
Supernatan yang diperoleh dipipet dan dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi A dan B masing-masing sebanyak 0,5
ml. Kemudian ditambahkan 0,5 ml HCl 0,5 N ke dalam kedua tabung reaksi. Sebanyak 0,1 ml iodin ditambahkan ke dalam
tabung reaksi B. Lalu ke dalam kedua tabung reaksi ditambahkan akuades masing-masing sebanyak 9 ml untuk tabung A dan 8,9
ml untuk tabung B. Kedua tabung ini kemudian dikocok dan
86 dibaca absorbansinya menggunakan spektofotometer dengan
panjang gelombang 625 nm. Larutan pada tabung A merupakan blanko pembacaan larutan pada tabung B.
Kurva standar dibuat dengan memplotkan derajat gelatinisasi pada sumbu X dan absorbansi pada sumbu Y.
Kemudian dihitung persamaan linear yang menggambarkan hubungan antar keduanya. Persamaan linear yang diperoleh
berupa : Y = a + bX
dimana y merupakan absorbansi, x merupakan derajat gelatinisasi, sedangkan a dan b merupakan konstanta.
Absorbansi sampel diukur dengan metode yang sama seperti di atas. Dan derajat gelatinisasinya dihitung dengan
menggunakan persamaan linear yang diperoleh dari kurva standar.
87
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakterisasi Jagung Srikandi Kuning
Jagung yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung Srikandi Kuning. Jagung ini tergolong dalam High Quallity Protein Maize HQPM,
yaitu jagung dengan kualitas protein yang tinggi. Jagung ini dipilih karena kualitas proteinnya yang tinggi dan saat ini penanaman jagung ini sedang
digalakkan oleh Departemen Pertanian. Bentuk jagung Srikandi Kuning dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Biji Jagung Srikandi Kuning kering pipil Jagung Srikandi yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas jagung
Srikandi Kuning kering panen yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan jagung pipil kering yang diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Bogor. Jagung kering panen adalah jagung tua dengan kadar air yang masih tinggi yaitu sekitar 25-35, sedangkan jagung kering pipil adalah
jagung kering panen yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 14. Penggunaan kedua jenis jagung ini bertujuan untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan kandungan gizi pada jagung Srikandi Kuning yang belum dan sudah dikeringkan. Hal ini penting diketahui karena jagung kering panen