Pengembangan Produk Pangan Berbahan Dasar Jagung Quality Protein Maize (Zea mays L.) dengan Menggunakan Teknologi Ekstrusi

(1)

SKRIPSI

PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI EKSTRUSI

Oleh

GUMILAR SANTIKA ATMADJA F24102032

2006

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

Gumilar Santika Atmadja. F24102032. Pengembangan Produk Pangan Berbasis Jagung Quality Protein Maize (Zea mays L.) dengan Menggunakan Teknologi Ekstrusi. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir Deddy Muchtadi, MS dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.

RINGKASAN

Tujuan penelitian ini adalah menentukan formula produk ekstrusi berbahan dasar jagung Quality Protein Maize dengan faktor perlakuan suhu pemansan awal alat ekstruder dan komposisi formula bahan, sehingga menciptakan produk ekstrusi dengan karakteristik organoleptik yang optimal serta dapat diterima oleh konsumen.

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama persiapan bahan baku yang dilakukan sebelum proses ekstruksi. Kedua penentuan formula dilakukan dengan menggunakan software statistik yaitu Design Expert version 7. Penentuan karakteristik produk yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu berdasarkan uji fisik produk yang terdiri dari uji kekerasan, derajat pengembangan dan uji organoleptik, kemudian dianalisis statistik dengan menggunakan SPSS 12 serta Design Expert version 7. Formula terpilih ditentukan oleh proses optimasi dengan mengunakan program Design Expert version 7. Setelah mendapatkan produk terpilih, produk dianalisis proksimat, derajat gelatinisasi dan uji fisik (kekerasan dan derajat pengembangan) pada produk terpilih. Bahan yang utama pada penelitian ini adalah jagung Quality Protein Maize, dengan bahan campuran kacang hijau varietas betet yang berasal dari Balai Penelitian Biji-Bijian dan Umbi, Malang.

Beberapa perlakuan yang diujikan pada pembuatan produk ekstrusi yaitu memformulasikan produk dengan menggunakan software statistik DX7 (version 7 of Design-Expert software). Faktor perlakuan pada penelitian ini adalah komposisi dari bahan jagung dan kacang hijau dengan komposisi 0% – 100% serta suhu yang digunakan pada mesin ekstruder 60 °C - 70 °C. Selanjutnya menentukan respon atau parameter kualitas produk seperti fisik, kimia dan organoleptik dari produk tersebut.

Hasil analisis sidik ragam oleh SPSS12 menunjukkan bahwa uji hedonik dari tekstur, hedonik kelengketan, kekerasan produk dan derajat pengembangan signifikan (p< 0.05) artinya bahwa semua parameter produk berbengaruh nyata terhadap formula yang dibuat. Sementara analisis sidik ragam yang dilakukan program Design Expert version 7 dari respon hedonik tekstur, hedonik kekerasan dan derajat pengembangan yaitu berbeda nyata (p<0.05) artinya bahwa formula yang dibuat berpengaruh nyata terhadap ketiga respon tersebut kecuali kekerasan produk tidak berpengaruh nyata (p>0.05), sehingga ketiga respon tersebut dapat digunakan untuk proses optimasi.

Hasil optimasi didapatkan produk dengan komposisi 50% jagung dan 50% kacang hijau dengan pemanasan awal pada suhu 60 ºC yang diolah pada putaran ulir 1400 rpm sebagai produk terpilih. Dengan memiliki karakteristik skor hedonik untuk tekstur 6 (suka) skor hedonik untuk kelengketan 5 (agak suka) kekerasannya 0.231 Kgf dan mempunyai derajat pengembangan 487%. Semua karakteristik tersebut mempunyai tingkat desirability 0.811, artinya produk


(3)

tersebut dapat mencapai nilai skor tekstur 5.53, skor kelengketan 4.9 dan derajat pengembangan 487.028% sebesar 80.1% terhadap seluruh respon tersebut dapat dilaksanakan. Hasil analisis proksimat dan nilai energi pada produk ekstrusi terpilih pada formula jagung : kacang hijau = 50: 50 adalah; protein: 15.50%; lemak: 1.00%; karbohidrat : 76.61%; abu : 2.54%, air : 4.35% dan memiliki nilai energi sebesar 391.49 kkal/g. Analisis fisik meliputi kekerasan, derajat pengembangan dan derajat gelatinisasi berturut-turut adalah 2.13 Kgf, 500% dan 67.22%.


(4)

PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI EKSTRUSI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

GUMILAR SANTIKA ATMADJA F24102032

2006

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(5)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI EKSTRUSI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

GUMILAR SANTIKA ATMADJA F24102032

Dilahirkan pada tanggal 22 Januari 1983 di Ciamis Tanggal Lulus : November 2006

Menyetujui, Bogor, November 2006

Mengetahui, Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi M.S

Pembimbing I

Dr. Ir Feri Kusnandar M.Sc Pembimbing II

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 22 Januari 1983. Penulis merupakan putra pertama dari pasangan Hermana dan N Kartiah. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1987 di TK Al Hidayah kemudian pada tahun 1989 melanjutkan pendidikan di SDN Imbanagara 1 dan menyelesaikan studinya di SMPN 1 Cimaragas.

Pada tahun 1995-1998 penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Cimaragas dan pada rentang waktu tahun 1998-2002 penulis menamatkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Banjar. Tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI. Selain itu penulis juga ikut mengenyam pendidikan non formal di Lembaga Bahasa Inggris LIA BBS selama 1 semester.

Selama menjalani pendidikan, penulis ikut terlibat aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Penulis pernah menjadi anggota PASKIBRA selama di SMP. Selama di SMU penulis aktif dikegiatan kerohanian, menjadi anggota Ikatan Remaja Mesjid. Selama kuliah penulis pernah terlibat aktif di beberapa kegiatan organisasi diantaranya : IAAS, Food Processing Club (FPC), Brigade Santri Al Inayah 2, Organisasi Mahasiswa Daerah dan aktif di kegiatan kepanitiaan serta menjadi peserta pada berbagai seminar, baik seminar nasional maupun Internasional.

Dan sebagai salah satu syarat kelulusan kuliah dan memperoleh gelar sarjana Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis melakukan penelitian yang tertuang dalam skripsi ini.


(7)

i KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengembangan Produk Pangan Berbasis Jagung Quality Protein Maize (Zea mays L.) dengan Menggunakan Teknologi Ekstrusi”. Penelitian ini dilaksanakan atas kerjasama antara Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dengan Departemen Pertanian dalam rangka Riset Unggul Nasional. Adapun kegiatan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak, karena penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan studi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dorongan, terutama pada :

1. Ibu dan Bapak tercinta atas ketegaran dan dukungannya mendidik penulis hingga saat ini, juga kepada seluruh keluarga besar dan adik tercinta Nenden Srinadanti mudah-mudahan Allah mengaruniakan kebarokahan bagi kita. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS, atas bimbingan dan motivasinya

yang diberikan, baik selama menjadi pembimbing saya maupun ketika dalam menyelesaikan tugas akhir.

3. Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc, atas bimbingan dan motivasinya serta kesempatan yang diberikan selama penulis menyelesaikan penelitian ini.

4. Ibu Dr. Ir. Dede R. Adawiyah M.Si sebagai dosen penguji dan masukkannya dalam skripsi saya.

5. Bapak Juanedi, Bapak Deni, Mbak Febri, Mbak Rinrin, Mbak Emi, dan seluruh karyawan PT.Fits Mandiri serta seluruh staf SEAFAST atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan selama melakukan kegiatan penelitian.

6. Bapak Sobirin, Bapak Rojak, Bapak Wahid, Bapak Sidik, Bapak Koko, Bapak Edi, Ibu Rubiah dan Teh Ida seluruh karyawan Departemen Ilmu dan


(8)

Teknologi Pangan atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan selama melakukan kegiatan penelitian.

7. Ust Jaenuri doa, serta Dandan, Khasbi, Arip, dan teman-teman seperjuangan di Alinayah 2 sekarang Assalam dorongan dan nasihatnya selama mencari ilmu di gudang ilmu (IPB) ini.

8. Rekan-rekan ITP angkatan 39 pada umumnya, khususnya Eko, Fahrul, Iqbal, Heru, Fajar, Samsul yang selalu memotivasi saya dan temen-temen sebimbingan Tina, Nui, dan Risna, juga buat sahabat-sahabatku kelompok B1 Evrin, Fatimah dan Alina atas nasihat-nasihat merekalah saya menjadi termotivasi untuk selalu memperbaiki diri dan anak-anak golongan B terima kasih atas kebersamaannya.

9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya, mudah-mudahan Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun mudah-mudahan keterbatasan ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiah laporan ini, dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, 21 November 2006


(9)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung ... 3

B. Kacang Hijau ... 12

C. Pati ... 14

D. Ekstrusi ... 19

E. Perubahan Bahan Selama Proses Ekstrusi ... 24

F. Makanan Snack ... 27

G. Design Expert Version 7 ... 27

H. Reponse Surface Methodology……… 28

III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat ... 30

B. Metodologi Penelitian ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Bahan ... 43

B. Penentuan Komposisi Bahan dan Suhu Awal Proses ... 43

C. Penentuan Formula Awal ... ... 44

D. Pembuatan Produk Ekstrusi... 46

E. Analisis Uji Organoleptik ... 47

F. Analisis Uji Fisik... 59


(10)

H. Analisis Derajat Gelatinisasi ... 70

I. Analisis Kimia ... 71

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(11)

SKRIPSI

PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI EKSTRUSI

Oleh

GUMILAR SANTIKA ATMADJA F24102032

2006

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

Gumilar Santika Atmadja. F24102032. Pengembangan Produk Pangan Berbasis Jagung Quality Protein Maize (Zea mays L.) dengan Menggunakan Teknologi Ekstrusi. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir Deddy Muchtadi, MS dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.

RINGKASAN

Tujuan penelitian ini adalah menentukan formula produk ekstrusi berbahan dasar jagung Quality Protein Maize dengan faktor perlakuan suhu pemansan awal alat ekstruder dan komposisi formula bahan, sehingga menciptakan produk ekstrusi dengan karakteristik organoleptik yang optimal serta dapat diterima oleh konsumen.

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama persiapan bahan baku yang dilakukan sebelum proses ekstruksi. Kedua penentuan formula dilakukan dengan menggunakan software statistik yaitu Design Expert version 7. Penentuan karakteristik produk yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu berdasarkan uji fisik produk yang terdiri dari uji kekerasan, derajat pengembangan dan uji organoleptik, kemudian dianalisis statistik dengan menggunakan SPSS 12 serta Design Expert version 7. Formula terpilih ditentukan oleh proses optimasi dengan mengunakan program Design Expert version 7. Setelah mendapatkan produk terpilih, produk dianalisis proksimat, derajat gelatinisasi dan uji fisik (kekerasan dan derajat pengembangan) pada produk terpilih. Bahan yang utama pada penelitian ini adalah jagung Quality Protein Maize, dengan bahan campuran kacang hijau varietas betet yang berasal dari Balai Penelitian Biji-Bijian dan Umbi, Malang.

Beberapa perlakuan yang diujikan pada pembuatan produk ekstrusi yaitu memformulasikan produk dengan menggunakan software statistik DX7 (version 7 of Design-Expert software). Faktor perlakuan pada penelitian ini adalah komposisi dari bahan jagung dan kacang hijau dengan komposisi 0% – 100% serta suhu yang digunakan pada mesin ekstruder 60 °C - 70 °C. Selanjutnya menentukan respon atau parameter kualitas produk seperti fisik, kimia dan organoleptik dari produk tersebut.

Hasil analisis sidik ragam oleh SPSS12 menunjukkan bahwa uji hedonik dari tekstur, hedonik kelengketan, kekerasan produk dan derajat pengembangan signifikan (p< 0.05) artinya bahwa semua parameter produk berbengaruh nyata terhadap formula yang dibuat. Sementara analisis sidik ragam yang dilakukan program Design Expert version 7 dari respon hedonik tekstur, hedonik kekerasan dan derajat pengembangan yaitu berbeda nyata (p<0.05) artinya bahwa formula yang dibuat berpengaruh nyata terhadap ketiga respon tersebut kecuali kekerasan produk tidak berpengaruh nyata (p>0.05), sehingga ketiga respon tersebut dapat digunakan untuk proses optimasi.

Hasil optimasi didapatkan produk dengan komposisi 50% jagung dan 50% kacang hijau dengan pemanasan awal pada suhu 60 ºC yang diolah pada putaran ulir 1400 rpm sebagai produk terpilih. Dengan memiliki karakteristik skor hedonik untuk tekstur 6 (suka) skor hedonik untuk kelengketan 5 (agak suka) kekerasannya 0.231 Kgf dan mempunyai derajat pengembangan 487%. Semua karakteristik tersebut mempunyai tingkat desirability 0.811, artinya produk


(13)

tersebut dapat mencapai nilai skor tekstur 5.53, skor kelengketan 4.9 dan derajat pengembangan 487.028% sebesar 80.1% terhadap seluruh respon tersebut dapat dilaksanakan. Hasil analisis proksimat dan nilai energi pada produk ekstrusi terpilih pada formula jagung : kacang hijau = 50: 50 adalah; protein: 15.50%; lemak: 1.00%; karbohidrat : 76.61%; abu : 2.54%, air : 4.35% dan memiliki nilai energi sebesar 391.49 kkal/g. Analisis fisik meliputi kekerasan, derajat pengembangan dan derajat gelatinisasi berturut-turut adalah 2.13 Kgf, 500% dan 67.22%.


(14)

PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI EKSTRUSI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

GUMILAR SANTIKA ATMADJA F24102032

2006

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(15)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI EKSTRUSI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

GUMILAR SANTIKA ATMADJA F24102032

Dilahirkan pada tanggal 22 Januari 1983 di Ciamis Tanggal Lulus : November 2006

Menyetujui, Bogor, November 2006

Mengetahui, Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi M.S

Pembimbing I

Dr. Ir Feri Kusnandar M.Sc Pembimbing II

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 22 Januari 1983. Penulis merupakan putra pertama dari pasangan Hermana dan N Kartiah. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1987 di TK Al Hidayah kemudian pada tahun 1989 melanjutkan pendidikan di SDN Imbanagara 1 dan menyelesaikan studinya di SMPN 1 Cimaragas.

Pada tahun 1995-1998 penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Cimaragas dan pada rentang waktu tahun 1998-2002 penulis menamatkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Banjar. Tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI. Selain itu penulis juga ikut mengenyam pendidikan non formal di Lembaga Bahasa Inggris LIA BBS selama 1 semester.

Selama menjalani pendidikan, penulis ikut terlibat aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Penulis pernah menjadi anggota PASKIBRA selama di SMP. Selama di SMU penulis aktif dikegiatan kerohanian, menjadi anggota Ikatan Remaja Mesjid. Selama kuliah penulis pernah terlibat aktif di beberapa kegiatan organisasi diantaranya : IAAS, Food Processing Club (FPC), Brigade Santri Al Inayah 2, Organisasi Mahasiswa Daerah dan aktif di kegiatan kepanitiaan serta menjadi peserta pada berbagai seminar, baik seminar nasional maupun Internasional.

Dan sebagai salah satu syarat kelulusan kuliah dan memperoleh gelar sarjana Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis melakukan penelitian yang tertuang dalam skripsi ini.


(17)

i KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengembangan Produk Pangan Berbasis Jagung Quality Protein Maize (Zea mays L.) dengan Menggunakan Teknologi Ekstrusi”. Penelitian ini dilaksanakan atas kerjasama antara Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dengan Departemen Pertanian dalam rangka Riset Unggul Nasional. Adapun kegiatan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak, karena penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan studi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dorongan, terutama pada :

1. Ibu dan Bapak tercinta atas ketegaran dan dukungannya mendidik penulis hingga saat ini, juga kepada seluruh keluarga besar dan adik tercinta Nenden Srinadanti mudah-mudahan Allah mengaruniakan kebarokahan bagi kita. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS, atas bimbingan dan motivasinya

yang diberikan, baik selama menjadi pembimbing saya maupun ketika dalam menyelesaikan tugas akhir.

3. Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc, atas bimbingan dan motivasinya serta kesempatan yang diberikan selama penulis menyelesaikan penelitian ini.

4. Ibu Dr. Ir. Dede R. Adawiyah M.Si sebagai dosen penguji dan masukkannya dalam skripsi saya.

5. Bapak Juanedi, Bapak Deni, Mbak Febri, Mbak Rinrin, Mbak Emi, dan seluruh karyawan PT.Fits Mandiri serta seluruh staf SEAFAST atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan selama melakukan kegiatan penelitian.

6. Bapak Sobirin, Bapak Rojak, Bapak Wahid, Bapak Sidik, Bapak Koko, Bapak Edi, Ibu Rubiah dan Teh Ida seluruh karyawan Departemen Ilmu dan


(18)

Teknologi Pangan atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan selama melakukan kegiatan penelitian.

7. Ust Jaenuri doa, serta Dandan, Khasbi, Arip, dan teman-teman seperjuangan di Alinayah 2 sekarang Assalam dorongan dan nasihatnya selama mencari ilmu di gudang ilmu (IPB) ini.

8. Rekan-rekan ITP angkatan 39 pada umumnya, khususnya Eko, Fahrul, Iqbal, Heru, Fajar, Samsul yang selalu memotivasi saya dan temen-temen sebimbingan Tina, Nui, dan Risna, juga buat sahabat-sahabatku kelompok B1 Evrin, Fatimah dan Alina atas nasihat-nasihat merekalah saya menjadi termotivasi untuk selalu memperbaiki diri dan anak-anak golongan B terima kasih atas kebersamaannya.

9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya, mudah-mudahan Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun mudah-mudahan keterbatasan ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiah laporan ini, dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, 21 November 2006


(19)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung ... 3

B. Kacang Hijau ... 12

C. Pati ... 14

D. Ekstrusi ... 19

E. Perubahan Bahan Selama Proses Ekstrusi ... 24

F. Makanan Snack ... 27

G. Design Expert Version 7 ... 27

H. Reponse Surface Methodology……… 28

III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat ... 30

B. Metodologi Penelitian ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Bahan ... 43

B. Penentuan Komposisi Bahan dan Suhu Awal Proses ... 43

C. Penentuan Formula Awal ... ... 44

D. Pembuatan Produk Ekstrusi... 46

E. Analisis Uji Organoleptik ... 47

F. Analisis Uji Fisik... 59


(20)

H. Analisis Derajat Gelatinisasi ... 70

I. Analisis Kimia ... 71

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(21)

v DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bentuk jagung dari beberapa jenis jagung: kiri ke kanan: flint,

dent, dan yellow flour...

Gambar 2. Penampang melintang dan penampang membujur biji jagung ..

Gambar 3. Bagian-Bagian Penting Alat Ekstruder

Tunggal... Gambar 4. Single Extruder... Gambar 5. Skema alur metode penelitian ... Gambar 6. Jagung Quality Protein Maize ……….. Gambar 7. Skema alur pembuatan produk ekstrusi ... Gambar 8. Produk ekstrusi dengan formula 100% jagung QPM dan 0% kacang hijau... Gambar 9. Kurva Skor Tekstur Terhadap Produk... Gambar 10. Kurva Skor Kelengketan Terhadap Produk ... Gambar 11. Kurva Derajat Pengembangan Terhadap Produk... Gambar 12. Kurva Desirebility Produk Terhadap Formulasi ... Gambar 13. Produk Terpilih Formula Jagung : Kacang Hijau = 50 : 50 ... Gambar14. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 100 : 0, dengan

suhu pemanas 60 °C ... Gambar 15. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 50 : 50, dengan

suhu pemanas 60 °C ... Gambar 16. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 100 : 0, dengan

suhu pemanas 62.5 °C ... Gambar 17. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 75 : 25, dengan suhu

pemanas 67.5 °C ... Gambar 18. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 100 : 0, dengan suhu

pemanas 65 °C ... 4 7 23 31 32 33 35 48 53 57 67 68 69 105 105 106 106 107


(22)

Gambar 19. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 50 : 50, dengan suhu pemanas 65 °C ... Gambar 20. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 75 : 25, dengan suhu

pemanas 67.5 °C ... Gambar 21. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 100 : 0, dengan suhu

pemanas 70 °C... Gambar 22. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 50 : 50, dengan suhu

pemanas 70 °C ... Gambar 23. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 0 : 100, dengan suhu pemanas 60 °C ... Gambar 24. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 25 : 75, dengan suhu

pemanas 62.5 °C ... Gambar 25. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 0 : 100, dengan suhu

pemanas 65 °C ... Gambar 26. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 25 : 75, dengan suhu

pemanas 67.5 °C ... Gambar 27. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 0 : 100, dengan suhu

pemanas 70 °C ... 107

108

108

109

109

110

110

111


(23)

vii 3 6

9

11 22 30 45 49 56 67 64 71 71 DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jenis atau Tipe Jagung dan Sifat-sifatnya ...

Tabel 2. Bagian-bagian anatomi biji jagung ... Tabel 3. Komposisi kimia rata-rata biji jagung dan bagian-bagiannya

... Tabel 4 Deskripsi singkat varietas unggul jagung Srikandi Putih-1 dan Sri- kandi Kuning-1, dilepas tahun 2004... Tabel 5. Klasifikasi Ekstruder Ulir Tunggal ... Tabel 6. Spesifikasi Alat Ekstruder... Tabel 7.Formula Awal Produk Ekstrusi... Tabel 8. Hasil uji hedonik tekstur... Tabel 9. Hasil uji hedonik kelengketan... Tabel 10. Hasil uji kekerasan ... Tabel 11. Hasil uji derajat pengembangan produk ... Tabel 12. Analisis Proksimat Bahan Baku dan Pati ... Tabel 13. Analisis Proksimat Produk Terpilih...


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Worksheet uji organoleptik ...

Lampiran 2. Form uji organoleptik snack (1)... Lampiran 3. Form uji organoleptik snack (2)... Lampiran 4. Data hasil penilaian tekstur... Lampiran 5. Data hasil penilaian kelengketan... Lampiran 6. Prosedur pengujian organoleptik ... Lampiran 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Untuk Tekstur ……….... Lampiran 8. Hasil Analisis Sidik Ragam Untuk Kelengketan ……… Lampiran 9. Hasil Analisis Sidik Ragam Untuk Kekerasan………. Lampiran 10. Hasil Analisis Sidik Ragam Untuk Derajat Pengembangan..

Lampiran 11. Ringkasan penelitian ... Lampiran 12. Hasil ringkasan model analisis DX 7 skor tekstur ... Lampiran 13. Hasil annova analisis DX 7 skor tekstur ... Lampiran 14. Model matematika dari skor tekstur ... Lampiran 15. Hasil ringkasan model analisis DX 7 skor kelengketan ... Lampiran 16. Hasil analisis annova DX 7 skor kelengketan dengan ftware

DX 7... .

Lampiran 17. Model matematika dari skor kelengketan... Lampiran 18. Hasil ringkasan model analisis DX 7 kekerasan... Lampiran 19. Hasil annova analisis DX 7 kekerasan (tekstur) ... Lampiran 20. Hasil Analisis Respon Derajat Pengembangan …... Lampiran 21. Model matematika dari derajat pengembangan...

75 84 85 86 87 88 89 70 91 92 94 95 96 97 98 99 99 101 92 102 103


(25)

ix Lampiran 22. Hasil proses optimalisasi ... ...

Lampiran 23. Gambar produk formula 100 : 0, suhu 62.5 °C dan formu- la 50 : 50, suhu 60 °C ... Lampiran 24. Gambar produk formula 100 : 0, suhu 62.5 °C dan formu-

la 75 : 25, suhu 67.5 °C ... Lampiran 25. Gambar produk formula 100 : 0, suhu 65 °C dan formu-

la 50 : 50, suhu 65 °C ... Lampiran 26. Gambar produk formula 75 : 25, suhu 67.5 °C dan formu-

la 100 : 0, suhu 70 °C ... Lampiran 27. Gambar produk formula 50 : 50, suhu 70 °C dan formu-

la 0 : 100, suhu 60 °C ... Lampiran 28. Gambar produk formula 25 : 75, suhu 62.5 °C dan formu-

la 0 : 100, suhu 65 °C ... Lampiran 29. Gambar produk formula 25 : 75, suhu 67.5 °C dan formu-

la 0 : 100, suhu 70 °C ...

104

105

106

107

108

109

110


(26)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ketahanan pangan kurang stabil, dimana persediaan bahan pangan di Indonesia khususnya beras jumlahnya tidak tetap. Ketika jumlah produksi beras turun dan ketergantungan bangsa Indonesia terhadap beras begitu tinggi, maka pemerintah Indonesia harus mengimpornya dari luar negeri. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras dan bahan pangan impor lainnya dengan mencari alternatif bahan pangan lainnya yang dapat tumbuh di Indonesia. Kegiatan tersebut dikenal dengan usaha diversifikasi pangan.

Salah satu bahan pangan alternatif yang berpotensi dikembangkan adalah jagung. Jagung memiliki nilai gizi yang cukup memadai dan di beberapa daerah di Indonesia digunakan sebagai makanan pokok. Selain itu jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit, bahan utama bagi industri produk ekstruksi. Bahkan pada saat ini ada varietas jagung yang mempunyai kandungan protein yang tinggi, sehingga berpotensi untuk dijadikan sumber protein selain kacang-kacangan.

Pengembangan produk berbasis jagung merupakan salah satu upaya dalam pelaksanaan diversifikasi pangan. Namun dalam upaya pengembangannya terdapat beberapa kendala, antara lain akses transportasi ke beberapa sentra produksi jagung yang sulit dan kendala cuaca yang sering menyebabkan pengeringan jagung terhambat terutama di musim hujan (Hardinsyah et al., 2002). Untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan teknologi pengolahan yang cepat dan tepat.

Teknologi pengolahan yang cepat, efisien serta mempunyai hasil samping produk yang kecil adalah teknologi ekstrusi. Melalui teknologi ekstrusi tersebut diharapkan produk yang dihasilkan menjadi salah satu produk pangan yang memiliki kualitas protein yang baik, sehingga dapat menjadikan sebagai sumber protein.


(27)

2 Beberapa jenis pangan telah yang dikembangankan yaitu pangan yang siap saji atau ready to serve, pangan siap masak (ready to cook), dan pangan siap makan (ready to eat). Pada dasarnya kata cereal identik dengan produk yang diolah dan cocok dikonsumsi oleh manusia dengan atau tanpa pemasakan dahulu di rumah dan juga biasanya dimakan pada saat sarapan pagi (Fast, 1990).

Dengan adanya teknologi ekstrusi, para peneliti di dalam bidang ilmu dan teknologi pangan yang berada di Indonesia melakukan suatu penelitian tentang pangan ready to eat untuk bahan pangan dan jenis makanan yang cocok dan sesuai dengan kebudayaan Indonesia sendiri. Melalui pengembangan produk ekstrusi berbahan dasar jagung Quality Protein Maize diharapkan dapat dihasilkan produk yang bermutu, aman, relatif murah, serta dapat berkontribusi pada pengembangan bahan pangan yang ada di dalam negeri, sehingga dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formulasi produk ekstrusi berbahan dasar jagung Quality Protein Maize dengan faktor perlakuan suhu dan komposisi formula bahan, sehingga menciptakan produk ekstrusi dengan karakteristik produk ekatrusi yang optimal serta dapat diterima oleh konsumen.

C. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bermanfaat dalam mendorong pengembangan dan penerapan teknologi ekstrusi dalam upaya diversifikasi pangan berbasis jagung Quality Protein Maize.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. JAGUNG

1. Tanaman Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L) adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Graminaceae) yang sudah populer di seluruh dunia. Menurut sejarahnya tanaman jagung berasal dari Amerika dan menyebar ke daerah subtropis dan tropis termasuk Indonesia (Warisno, 1998). Berdasarkan bentuk biji dan kandungan endospermanya, jagung dibedakan atas dent, flint, pop, flour, sweet, pod. Bentuk beberapa jagung tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Jenis-jenis jagung dan sifat-sifatnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis atau tipe jagung dan sifat-sifatnya

Jenis jagung Sifat-sifat

Jagung gigi kuda (Zea mays identata)

Biji berbentuk gigi, pati yang keras menyelubungi pati yang lunak sepanjang tepi biji tetapi tidak sampai ke ujung.

Jagung mutiara (Zea mays indurata)

Biji sangat keras, pati yang lunak sepenuhnya diselubungi pati yang keras, tahan terhadap serangan hama gudang.

Jagung bertepung (Zea mays amylacea)

Endosperm hampir seluruhnya berisi pati yang lunak, biji mudah dibuat tepung, biji yang sudah kering permukaannya berkerut.

Jagung berondong (Zea mays evertia)

Butir biji sangat kecil, keras seperti pada tipe mutiara, proporsi pati lunak lebih kecil dibandingkan pada tipe mutiara

Jagung manis (Zea mays saccharata)

Endosperm berwarna bening, kulit biji tipis, kandungan pati sedikit, pada waktu masak biji berkerut

Jagung berlilin (Zea mays ceratina)

Biji berwarna buram, endosperm lunak, pati mengandung amilopektin, merupakan sumber energi terbaik untuk makanan ternak

Jagung polong (Zea mays tunicata)

Tiap butiran biji diselubungi oleh kelobot, membentuk tongkol yang juga diselubungi kelobot, merupakan keajaiban genetik, dan jagung ini tidak digunakan untuk produksi


(29)

4 Gambar 1. Bentuk jagung dari beberapa jenis jagung: kiri ke kanan: flint, dent,

dan yellow flour. (Anonima, 2006)

Menurut Suprapto (1992), jagung yang banyak yang ditanam di Indonesia adalah tipe mutiara (flint) dan setengah mutiara (semiflint), seperti Jagung Arjuna (mutiara), Jagung Harapan (setengah mutiara), Pioneer-2 (setengah mutiara), Hibrida C-1 (setengah mutiara), dan lain-lain. Selain jagung tipe mutiara dan setengah mutiara, di Indonesia terdapat juga jagung tipe berondong (pop corn), jagung gigi kuda (dent corn), dan jagung manis (sweet corn).

Klasifikasi botani tanaman Jagung adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae

Keluarga : Grasminales (Graminaeae) Genus : Zea

Spesies : Zea mays L

2. Sejarah dan Perkembangan Jagung Di Indonesia

Jagung dikenal oleh masyarakat Indonesia pada waktu awal abad ke 16 yang dibawa dari benua Amerika khususnya daerah tropis, oleh Portugis dan Spanyol berlayar melalui Eropa, India dan Cina. Sejak itulah


(30)

produksi jagung mengalami peningkatan sampai pertengahan abad 20 (Sarono, Subiyanti dan Cherng-liang , 2001).

Produksi jagung nasional meningkat setiap tahun, namun hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan domestik sekitar 11 juta ton per tahun, sehingga masih mengimpor dalam jumlah besar yaitu hingga 1 juta ton (Subandi et al., 2003). Sebagian besar kebutuhan jagung domestik untuk pakan atau industri pakan (57%), sisanya sekitar 34% untuk pangan, dan 9% untuk kebutuhan industri lainnya. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, produksi jagung nasional juga berpeluang besar untuk memasok sebagian pasar jagung dunia yang mencapai sekitar 80 juta ton per tahun (Mejaya, Marsum dan Marcia, 2005).

Di Indonesia, jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Kini dalam setahun luas areal panen jagung sekitar 3,3 juta ha. Hasil survei yang dilakukan tahun 1999, sekitar 80% dari areal pertanaman jagung di Indonesia ditanami varietas unggul yang terdiri atas jagung bersari bebas (komposit) dan hibrida masing-masing 56% dan 24%, sedang sisanya 20% varietas lokal (Mejaya et al., 2006). Pada tahun 2000, sekitar 75% dari areal pertanaman jagung di Indonesia telah ditanami varietas unggul terdiri atas 28% jenis hibrida dan 47% jenis komposit, sisanya 25% varietas komposit lokal (Mejaya et al., 2006).

Daerah-daerah di Indonesia yang menjadi penghasil utama tanaman jagung yaitu di pulau Jawa, Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus untuk Jawa Timur dan Madura, tanaman jagung dibudidayakan cukup intensif karena selain tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk pertumbuhan tanaman jagung, di daerah tersebut, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok (Warisno, 1998).

3. Morfologi Jagung

Jagung tongkol lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji jagung, dan rambut. Kelobot merupakan kelopak atau daun buah yang berguna sebagai pembungkus dan pelindung biji jagung. Jumlah kelobot


(31)

6 dalam satu tongkol jagung pada umumnya 12-15 lembar. Semakin tua umur jagung, semakin kering kelobotnya. Tongkol jagung merupakan simpanan makanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol. Panjang tongkol jagung bervariasi antara 8-12 cm (Effendi dan Sulistiati, 1991).

Pada umumnya satu tongkol jagung mengandung 300-600 biji jagung. Biji jagung berbentuk bulat dan melekat pada tongkol jagung. Susunan biji jagung pada tongkolnya berbentuk spiral. Biji jagung selalu terdapat berpasangan, sehingga jumlah baris atau deret biji selalu genap. Warna biji jagung bervariasi dari putih, kuning, merah, dan ungu sampai hitam. Rambut merupakan tangkai putik yang sangat panjang yang keluar ke ujung kelobot melalui sela-sela deret biji. Rambut mempunyai cabang-cabang yang halus, sehingga dapat menangkap tepung sari pada saat pembuahan (Effendi dan Sulistiati, 1991).

4. Anatomi Biji Jagung

Menurut Hoseney (1998), jagung terdiri dari empat bagian pokok yaitu embrio, endosperma, aleuron, dan kulit (perikarp) dapat dilihat pada (Gambar 2). Bagian-bagian anatomi jagung dapat dilihat pada Tabel 2. Perikarp merupakan lapisan pembungkus seluruh biji (kernel) dan berfungsi sebagai pelindung bagi bagian dalam biji. Bagian terakhir ini terdiri dari dua lapis sel yaitu spermoderm dan periperm yang mengandung lemak.

Tabel 2. Bagian-bagian anatomi biji jagung Bagian anatomi Jumlah (%)

Pericarp Endosperma

Lembaga Tipcap

5 82 12 1 Sumber: Inglett (1970)


(32)

Bagian terbesar dari biji jagung yaitu endosperma. Lapisan pertama dari endosperma yaitu lapisan aleuron yang merupakan pembatas antara endosperma dengan kulit (perikarp). Lapisan aleuron merupakan lapisan yang menyelubungi endosperma dan lembaga. Lapisan aleuron terdiri dari 1-7 lapis sel sedangkan untuk jagung hanya terdiri dari satu lapis sel, demikian juga untuk gandum.

Gambar 2. Penampang melintang dan penampang membujur biji jagung (Hoseney, 1998)

Endosperma jagung terdiri dari dua bagian yaitu endosperma keras (horny endosperm) dan endosperma lunak (floury endosperm). Bagian keras tersusun dari sel-sel yang lebih kecil dan tersusun rapat, demikian


(33)

8 mengandung pati yang lebih banyak dan susunan pati tersebut tidak serapat pada bagian keras (Muchtadi dan Sugiyono, 1990).

Lembaga terletak pada bagian dasar sebelah bawah dan berhubungan erat dengan endosperma. Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu skutelum dan poros embrio. Skutelum berfungsi sebagai tempat penyimpanan zat-zat gizi selama perkecambahan biji (Muchtadi dan Sugiyono, 1990). Tudung pangkal biji (tip cap) merupakan bekas tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap dapat tetap ada atau terlepas dari biji selama proses pemipilan jagung (Hoseney, 1998).

5. Komposisi Kimia Biji Jagung

Jagung mengandung lemak dan protein yang jumlahnya tergantung umur dan varietas jagung tersebut. Pada jagung muda, kandungan lemak dan proteinnya lebih rendah bila dibandingkan dengan jagung yang tua. Selain itu, jagung juga mengandung karbohidrat yang terdiri dari pati, serat kasar, dan pentosan (Muchtadi dan Sugiyono, 1990).

Pati jagung terdiri atas amilosa dan amilopektin sedangkan gulanya berupa sukrosa. Lemak jagung sebagian besar terdapat pada lembaganya. Asam lemak penyusunnya terdiri atas lemak jenuh yang berupa palmitat dan stearat serta asam lemak tak jenuh seperti oleat, linoleat dan linolenat. Kandungan asam lemak terbanyak pada jagung adalah asam lemak tidak jenuh yaitu linoleat dengan jumlah 59.7% dari total asam lemak. Kemudian asam lemak terbanyak ke dua adalah asam lemak jenuh yaitu oleat dengan jumlah 25.2 % (White dan Lawrence, 2003). Vitamin yang terkandung dalam jagung terdiri atas tiamin, niasin, riboflavin, dan piridoksin. Komposisi kimia dari biji jagung dapat dilihat pada Tabel 3.

Protein terbanyak dalam jagung adalah zein dan glutelin. Zein diekstrak dari gluten jagung. Zein merupakan prolamin yang tak larut dalam air. Ketidaklarutan dalam air disebabkan karena adanya asam amino hidrofobik seperti leusin, prolin, dan alanin. Ketidaklarutan dalam air juga disebabkan karena tingginya proporsi dari sisi rantai grup hidrokarbon dan


(34)

tingginya persentase grup amida yang ada dengan jumlah grup asam karboksilat bebas yang relatif rendah (Lorenz dan Karel, 1991).

Zein merupakan protein dengan BM rendah yang larut pada etilalkohol dan alkohol-alkohol tertentu seperti isopropanol. Walaupun tidak umum digunakan, zein juga larut dalam pelarut organik seperti asam asetat glasial, fenol, dan dietilen glikol. Zein memiliki dua jenis komponen yaitu α-zein (larut pada 95% etanol) dan ß-zein (larut dalam 60% etanol). Pada α-zein, kandungan asam amino histidin, arginin, proline, dan metionin lebih banyak dibandingkan yang terkandung pada ß-zein (Laztity, 1986).

Tabel 3. Komposisi kimia rata-rata biji jagung dan bagian-bagiannya Jumlah (%)

Komponen Pati Protein Lemak Serat Lain-lain Endosperma 86.4 8.0 0.8 3.2 0.4

Lembaga 8.0 18.4 33.2 14.0 26.4

Kulit 7.3 3.7 1.0 83.6 4.4

Tip cap 5.3 9.1 3.8 77.7 4.1

Lorenz dan Karel (1991)

Glutelin merupakan protein berberat molekul tinggi yang larut dalam alkali. Fraksi glutelin adalah protein endosperma yang tersisa setelah ekstraksi protein larut garam dan alkohol (zein). Fraksi glutelin juga terdiri dari beberapa protein struktural seperti protein membran atau protein komplek dinding sel. Glutelin memiliki jumlah asam amino lisin, arginin, histidin, dan triptofan yang lebih tinggi daripada zein tetapi kandungan asam glutamatnya lebih rendah (Laztity, 1986).

Selain dua protein utama tersebut, protein jagung juga mengandung protein sitoplasma yang berperan dalam metabolisme aktif. Protein tersebut yaitu albumin, globulin, dan beberapa enzim. Protein ini merupakan protein yang larut air atau larutan garam. Protein yang termasuk dalam kelompok ini antara lain nukleoprotein, glikoprotein, protein membran, dan lain-lain (Laztity, 1986). Pemakaian jagung sebagai


(35)

10 bahan dalam pembuatan ekstruksi bertujuan agar diperoleh tekstur produk yang baik, dimana sebagian besar produk ekstruksi dari jagung mempunyai tekstur yang renyah atau mudah mengalami puffing (Muchtadi, Haryadi dan Basuki, 1988).

6. Jagung Jenis Quality Protein Maize

Balai Penelitian Tanaman Serealia telah menyeleksi dua jagung berprotein tinggi atau lebih populer disebut jagung QPM, masing-masing dilepas dengan nama Srikandi Kuning-1 dan Srikandi Putih-1. Hasilnya berkisar antara 7,9-8,1 ton per hektar, setara dengan hasil jagung hibrida. Selain untuk pangan, jagung juga banyak digunakan untuk pakan. Data menunjukkan sekitar 60% jagung di Indonesia digunakan sebagai bahan baku industri, 57% di antaranya untuk pakan. (Anonima, 2004).

Hal ini merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi pengembangan jagung di dalam negeri. Departemen Pertanian terus mendorong upaya peningkatan produksi jagung, baik melalui program intensifikasi maupun perluasan areal tanam. Badan Litbang Pertanian terus pula berupaya menghasilkan teknologi yang diperlukan untuk meningkatkan produksi jagung, sebagaimana halnya teknologi produksi untuk komoditas pertanian lainnya (Anonima, 2004).

Badan Litbang Pertanian senantiasa berupaya menghasilkan varietas unggul jagung yang sesuai dengan permintaan, baik dari segi produksi maupun nutrisi. Jenis jagung yang telah berkembang di petani selama ini sebenarnya masih memiliki beberapa kelemahan, terutama dari segi nutrisi. Padahal aspek nutrisi juga perlu mendapat perhatian yang lebih besar bila dikaitkan dengan upaya perbaikan gizi masyarakat. Kandungan lisin dan triptofan jagung umumnya rendah, masing-masing hanya 0,28% dan 0,06% dari total protein biji. Angka ini kurang dari separuh konsentrasi yang disarankan oleh Badan Kesehatan se-Dunia (WHO) dan Badan Pangan dan Pertanian se-Dunia (FAO) (Anonima, 2004).


(36)

Jika jagung berkadar lisin dan triptofan rendah digunakan untuk pakan maka protein ternak juga akan kekurangan kedua zat yang penting bagi perbaikan gizi. Melalui kerja sama dengan Pusat Penelitian Jagung Internasional, Centro Internacional de Mejoramiento de Maiz Yiel Trigo (CIMMYT), Badan Litbang Pertanian mengintroduksi bahan genetik jagung berprotein tinggi atau lebih populer disebut jagung QPM (Quality Protein Maize). Setelah melalui serangkaian penelitian oleh Balitsereal yang berkedudukan di Maros, Sulawesi Selatan, dua di antara sejumlah galur jagung QPM yang diintroduksi itu telah dilepas oleh Departemen Pertanian pada tahun 2004 ini, masing-masing dengan nama Srikandi Kuning-1 dan Srikandi Putih-1 (Anonima, 2004).

Tabel 4. Deskripsi singkat varietas unggul jagung Srikandi Putih-1 dan Srikandi Kuning-1, dilepas tahun 2004.

Kakteristik Sri Kandi Kuning 1 Sri Kandi Putih 1

Tinggi Tanaman (cm) 185 195

Umur panen (hari) 105 – 110 105 – 110

Bobot 1000 biji (g) 275 325

Warna Biji Kuning Putih

Potensi Hasil (ton/ ha) 7.9 8.1

(Anonimb, 2004).

Varietas Srikandi Kuning-1 berdaya hasil 7,9 ton per hektar dan bijinya berwarna kuning, sesuai dengan namanya. Berbiji putih, varietas Srikandi Putih-1 mampu berproduksi 8,1 ton per hektar. Kedua varietas unggul ini tahan penyakit hawar daun, karat, dan hama penggerek batang. Deskripsi singkat dari kedua jagung tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Dibandingkan dengan Srikandi Kuning-1, biji Srikandi Putih-1 lebih besar masing-masing dengan bobot 275 g dan 325 g per 1.000 biji. Kadar protein biji Srikandi Kuning-1 dan Srikandi Putih-1 masing-masing 10,3% dan 7,8% dengan kandungan lisin dan triptofan 0,46% dan 0,09% untuk Srikandi Kuning-1 serta 0,36% dan 0,07% untuk Srikandi Putih-1 (Anonima, 2004). Jagung QPM juga mempunyai kandungan amilosa 29.52% (b/k) dari kadar pati jagung QPM sebesar 77.95%. Sementara


(37)

12 kandungnan amilosa 54.94% (Tabel 12). Dari kandungan amilosa dan amilopektin tersebut dapat dinyatakan bahwa jagung QPM dapat digunakan sebagi produk ekstrusi. Postur tanaman jagung Srikandi Kuning-1 relatif lebih pendek dari Srikandi Putih-1 dan keduanya dapat dipanen pada umur 105-110 hari yaitu mulai dari penanaman benih jagung sampai bulir jagung pada tongkol jagung dalam keadaan matang. Srikandi Kuning-1 dapat dikembangkan di dataran rendah maupun dataran tinggi (1.000 m dpl), sedangkan Srikandi Putih-1 sesuai untuk dataran rendah dan medium dengan ketinggian tempat kurang dari 700 m dpl (Anonima, 2004).

Sementara jagung varietas hibrida adalah suatu turunan F1 dari persilangan dua varietas. Varietas dengan galur atau galur dengan galur. Hal tersebut bertujuan untuk menghasilkan varietas jagung yang mempunyai hasil panen yang lebih tinggi dari varietas awal (Baco et al., 2000).

B. KACANG HIJAU

Kacang hijau (Vigna radiata (L). Wilezek) termasuk dalam famili Leguminoceae, sub famili Papilionidae, dan genus Vigna (Allen dan Allen, 1981). Kacang hijau merupakan salah satu tanaman yang cukup penting di Indonesia. Posisi kacang hijau menduduki tempat ketiga setelah kedelai dan kacang tanah. Klasifikasi botani tanaman kacang hijau adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae

Keluarga : Leguminoceae (Fabaceae) Genus : Vigna

Spesies : Vigna radiatus

Perhatian masyarakat di Indonesia terhadap kacang hijau masih kurang, karena disebabkan oleh hasil yang dicapai per hektarnya masih rendah. Kebanyakan petani menanam kacang hijau memiliki produktivitas panen yang rendah yaitu 500 kg per Ha (Suprapto, 1998). Di samping itu,


(38)

panen kacang ini harus dikerjakan beberapa kali. Biji kacang hijau berukuran 2.5 – 5 x 3 – 4 mm2, berbentuk elips sampai bulat. Warna biji hijau, coklat, abu-abu, dan hijau kehitaman. Dua jenis kacang hijau yang terkenal adalah Golden Gram dan Green Gram (Kay, 1979). Kacang hijau merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang dapat dijadikan sebagai sumber protein yang cukup baik dan memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi.

Komposisi gizi kacang hijau terdiri dari karbohidrat (56,7%), protein (24%), lemak (1.3%), mineral (3.5%), serat (4.1%), Ca (124 mg), P (326 mg) dan Fe (7.3 mg) per 100 gram. Kandungan karbohidrat kacang hijau terdiri dari 38.8% pati yang tersusun atas 28.8% amilopektin dan 71.2% amilosa (Kay, 1979). Menurut Kay (1979), tepung kacang hijau sangat kaya akan protein terutama lisin, sehingga cocok untuk sumber protein. Asam amino terbanyak adalah leusin yang diikuti arginin dan lisin.

Varietas yang digunakan pada penelitian ini adalah varietas betet merupakan verietas yang termasuk varietas kacang hijau dengan produktivitas yang cukup tinggi yaitu sekitar 1200-1600 kg/ha. Karakteristik yang lain yaitu batangnya berwarna hijau dengan tinggi 45 cm. Varietas ini berbunga pada umur 35 hari dan dapat dipanen pada umur 60 hari yang terhitung mulai dari penanaman benih (Suprapto, 1998).

Proses penyosohan yang bisa dilakukan pada kacang hijau adalah dengan melembabkan biji terlebih dahulu dengan perendaman pada air. Selanjutnya digiling basah dengan Grinder lalu dikeringkan pada oven. Perlakuan penyosohan menyebabkan penurunan kadar lemak, serat kasar, kalsium dan karoten namun menaikkan kadar karbohidrat dan protein (Thirumaran dan Sralthan, 1987).

Kacang-kacangan pada umumya mengandung zat toksik seperti flavonoid, alkaloid dan asam amino non protein. Zat tersebut dapat mengganggu pencernaan protein dengan cara menghambat kerja enzim pencernaan protein (inhibitor enzim), membentuk kompleks dengan protein yang sulit dicerna atau pun menghambat pencernaan asam-asam amino pada usus. Namuan zat tersebut dapat dinetralkan dengan perlakuan perendaman,


(39)

14 pemanasan, fermentasi dan dengan zat kimia seperti asam, basa atau sodium bikarbonat (Anonim, 1973).

Penambahan kacang hijau pada pembuatan produk ekstruksi diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein produk ekstruksi. Suplementasi kacang hijau dan jagung dapat meningkatkan kandungan lisin, sehingga tujuan perbaikan mutu dapat tercapai (Muchtadi et al., 1988). Selain itu kacang hijau dapat dijadikan pangan alternatif selain kacang kedelai karena kandungan proteinnya mendekati kedelai dan juga mempunyai kandungan lisin yang lebih tinggi. Pertimbangan lain yaitu kacang hijau termasuk bahan pangan domestik yang sebagian besar produksinya masih diproduksi di dalam negeri.

C. PATI

a. Karakteristik Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, dan umbi-umbian. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976).

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin, dan protein serta lemak (Banks dan Greenwood, 1975). Umumnya pati mengandung 12 – 30% amilosa, 75 – 80% amilopektin dan 5 – 10% meliputi lemak dan protein. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat dikatakan pati biji-bijian mengandung protein yang lebih besar dibandingkan pati batang dan pati umbi (Greenwood, 1979). Kandungan amilosa pada umumnya untuk jagung adalah 24% dan jumlah amilopektin 76%. Sementara kandungan


(40)

amilosa dan amilopektin pada kacang hijau berturut-turut adalah 28.2% dan 71.8% (Muchtadi dan Sugiono, 1973).

Pati mempunyai sifat dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi, sehingga dibawah mikroskop akan terlihat hitam putih. Sifat ini disebut sifat birefringence. Pada waktu granula mulai pecah sifat birefrengence ini akan hilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati dalam air panas membengkak sedemikian rupa, sehingga tidak kembali ke bentuk normalnya disebut birefrengence end point temperature atau disingkat BEPT (Winarno, 1997).

Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak berasa. Secara mikroskopik terlihat granula pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat. Granula pati bervariasi dalam bentuk tidak beraturan demikian juga umurnya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron ini tergantung sumber patinya. Untuk pati jagung memiliki diameter berkisar antara 21 – 96 μm, kentang 15 – 10 μm, ubi jalar 15 – 55 μm, tapioka 6 – 36 μm, gandum 3 – 38 μm, dan beras 3 – 9 μm (Fennnema, 1976). Sementara untuk diameter pati kacang hijau berkisar antara 6 – 16 μm (Muchtadi dan Sugiono, 1973).

b. Granula Pati

Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butiran) yang berbeda-beda. Penampakan mikroskopik dari granula pati seperti bentuk, ukuran, keseragaman letak hilum seperti bersifat khas untuk setiap jenis pati, oleh karena itu dapat digunakan untuk identifikasi, dan demikian juga sifat birefringencenya masing-masing pati berbeda.

Secara mikroskopik, dalam granula pati campuran molekul berstruktur linier dan bercabang tersusun membentuk lapisan-lapisan tipis yang berbentuk cincin atau lamela, dimana lamela tersebut tersusun terpusat mengelilingi titik awal yang disebut hilus atau hilum (Bouwkamp, 1985). Penampakan cincin atau lamela pada granula pati adalah akibat dari pengendapan lapisan molekul pati yang terjadi pada


(41)

16 waktu yang berlainan dan tidak sama kadarnya (Hodge et al., 1976). Menurut Hodge et al., (1976) ikatan paralel yang terbentuk antara molekul linier yang berdekatan atau dengan cabang yang terluar dari molekul bercabang. Ikatan ini dihubungkan dengan ikatan hidrogen, menghasilkan daerah kristalisasi atau misela. Daerah yang kurang padat yang disebut daerah amorf yang mudah dimasuki air. Misela menyebabkan granula pati memiliki sifat birefringence, yaitu sifat yang dapat merefleksikan atau memantulkan cahaya terpolarisasi, sehingga akan tampak seperti susunan kristal hitam putih di bawah mikroskop (Whistler et al., 1984).

Letak hilum dalam granula pati ada yang ditengah dan ada yang ditepi. Granula pati dari golongan tanaman Graminae (beras, jagung, dan gandum) mempunyai hilum yang terletak ditengah, sedangkan pada granula pati kentang dan sagu mempunyai letak hilum di tepi. Bentuk butir pati secara fisik berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf (Banks dan Greenwood, 1975). Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan enzim sedangkan amorf sifatnya labil terhadap asam kuat dan enzim. Bagian amorf dapat menyerap air dingin sampai 30% tanpa merusak struktur pati secara keseluruhan (Hodge dan Osman, 1976). Sampai saat ini diduga amilopektin merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap sifat-sifat kristal dari granula pati (Banks et al., 1975).

c. Amilosa

Amilosa merupakan homoglikan D-glukosa dengan ikatan α-(1,4) dari struktur cincin piranosa, yang membentuk rantai lurus umumnya dikatakan sebagai linier dari pati. Meskipun sebenarnnya jika amilosa dihidrolisa dengan β-amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil hidrolisis yang sempurna (Banks et al., 1975). β-amilase menghidrolisa amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan α-(1,4) dari ujung non pereduksi rantai amilosa menghasilkan maltosa (Muchtadi at al., 1988).


(42)

Suatu karakteristik dari amilosa dalam suatu larutan adalah kecenderungan membentuk struktuk koil yang sangat panjang dan fleksibel yang selalu bergerak melingkar. Struktur ini yang mendasari terjadinya interaksi iod-amilosa membentuk warna biru, dan ini dapat ditentukan kadarnya dengan mengunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 – 660 nm (Manner, 1979 di dalam La Ega, 2002). d. Amilopektin

Amilopektin seperti amilosa juga mempunyai ikatan α-(1,4) pada rantai lurusnya, serta ikatan β-(1,6) pada titik percabangannya. Ikatan percabangan tersebut berjumlah sekitar 4% – 5% dari seluruh ikatan yang ada pada amilopektin (Hodge dan Osman, 1976 ; Fennema, 1976).

Biasanya amilopektin mengandung 1000 atau lebih unit molekul glukosa untuk setiap rantai. Berat molekul bervariasi tergantung sumbernya. Amilopektin pada pati umbi-umbian mengandung sejumlah kecil ester fosfat yang terikat pada atom karbon yang ke 6 dari cincin glukosa (Greenwood dan Munro, 1979).

Dalam produk makanan amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makanan yang berasal dari pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah. Kebalikannya pati yang mengandung amilosa yang tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal karena proses mekarnya terjadi secara terbatas (Muchtadi at al., 1988).

e. Gelatinisasi

Menurut Winarno (1995) peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55 °C – 65 °C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa tetapi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan tersebut dinamakan gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi.


(43)

18 Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen ini berfungsi untuk mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air, sehingga selanjutnya terjadi pembengkakan granula pati (Greenwood dan Murno, 1979). Winarno (1995) menambahkan karena jumlah gugus hidroksil dari molekul pati sangat besar maka kemampuan menyerap air juga sangat besar. Terjadinya peningkatan viskositas disebabkan oleh air yang sebelumnya berada di luar granula pati dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini berada dalam granula dan tidak dapat bergerak bebas lagi. Kenaikan dan penurunan viskositas selama gelatinisasi dapat diikuti dengan menggunakan Brabender amilograph.

Mekanisme gelatinisasi terdiri dari tiga tahap (Fennema, 1996). Tahap pertama air berpenetrasi secara bolak-balik ke dalam granula, kemudian pada suhu 60 – 85 °C granula akan mengembangkan dengan cepat dan polimer yang lebih pendek akan larut, sehingga pati kehilangan sifat birefrigentnya. Keperluan air pada suhu awal gelatinisasi tergantung pada jenis patinya. Proses pembengkakan granula oleh pemanasan akan menyebabkan perubahan yang nyata dalam viskositas dan sifat reologi dari pasta. Hal tersebut merupakan karakteristik dari masing-masing jenis pati (Damardjati, 1987). Sedangkan pada pati mentah, jika dimasukan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Pembengkakan granula tersebut dapat kembali ke pada kondisi semula (Winarno, 1997).

Pada tahap kedua, jika suhu tetap naik, maka molekul-molekul pati akan terdifusi keluar granula (Fennema, 1996). Selama gelatinisasi suspensi yang tadinya menyerupai susu menjadi berkurang daya tembus sinarnya dan berubah menjadi transparan. Pembengkakan menyebabkan hilangnya birfringence dan menstimulasi terbentuknya larutan yang kental. Meskipun pati telah kehilangan birefringence dan telah terjadi


(44)

pembengkakan maksimum, tetapi tingkat pengentalan belum sempurna, karena penambahan panas akan meningkatkan kekentalan.

Pada tahap ketiga pengembangan granula-granula terjadi secara cepat akibat dari molekul-molekul pati yang terdispersi keluar granula (McCormick et al., 1991). Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati. Semakin kental larutan, suhu tersebut semakin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun (Winarno, 1997). Schoch (1969) mengemukakan mekanisme pembentukan gel dan retrogradasi diakibatkan oleh terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus OH terutama pada rantai amilosa dengan molekul amilosa yang lain. Pada proses oksidasi gugus OH ini mencegah ikatan hidrogen mengisi rantai polimer dan gel yang dihasilkan mempunyai konsistensi lembek dan tekstur yang lunak dibandingkan pati alami.

Pati dengan amilopektin yang tinggi akan lebih sukar membentuk gel, karena percabangan amilopektin akan mencegah terjadinya ikatan antar molekul yang dibutuhkan utuk pembentukan gel, sedangkan pati dengan amilosa tinggi pembentukan ikatan antar molekul lebih mudah,, sehingga terbentuklah struktur dua dimensi yang disebut gel (Osmon, 1972). Terjadinya struktur dua dimensi akan mengakibatkan air bebas akan terperangkap dalam jaringan tersebut.

Selain konsentrasi, pembentukan gel dipengaruhi oleh pH larutan. Pembentukan gel optimum pada pH 4 – 7. pada pH yang terlalu tinggi pembentukan gel berlangsung dengan cepat tetapi juga cepat menurun. Sedangkan bila pH terlalu rendah, gel terbentuk secara lambat dan apabila pemanasan diteruskan viskositas akan kembali turun.

D. EKSTRUSI 1. Proses Ekstrusi

Ekstrusi bahan pangan adalah suatu proses dimana bahan pangan dipaksa mengalir di bawah pengaruh suatu lebih kondisi operasi seperti pencampuran (mixing), pemanasan dengan suhu tinggi dan pemotongan (shear) melalui suatu cetakan yang dirancang untuk membentuk hasil


(45)

20 ekstrusi yang bergelembung kering (puff dry) dalam waktu singkat. Fungsi pengekstrusi meliputi gelatinisasi atau pemasakan, pemotongan molekuler, pencampuran, sterilisasi, pembentukan dan penggelembungan atau pengeringan (puffing atau drying) (Muchtadi et al., 1988).

Sementara fungsi dari ekstrusi meliputi gelatinisasi/pemasakan, pemotongan molekuler, pencampuran, sterilisasi, pembentukan, dan pengembungan (puffing atau drying). Kombinasi satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut di atas merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam proses ekstrusi. Proses keseluruhan pada ekstrusi tidak dapat dipisahkan karena adanya sejumlah interaksi yang saling berkaitan antara kondisi yang akan terjadi sebelum dan sesudah ekstrusi (Muchtadi et al., 1988).

Alat pemasak ekstruder umumnya terdiri atas tiga bagian yaitu bagian pengisian, kompresi dan pengemasan. Mekanisme alat tersebut sangat sederhana dimana bahan dimasukan ke dalam bagian pengisi, pada tahap ini udara didorong keluar dan bahan dimampatkan hingga masif, dan mengisi seluruh ruangan screw dan barrel. Kemudian bahan didorong ke dalam bagian kompresi. Di tempat ini bahan mendapat tekanan cukup tinggi. Tekanan timbul karena terjadi penyempitan ruangan, sehingga energi mekanis dan gaya geser terhadap bahan meningkat. Keadaan demikian berakibat pada suhu bahan mulai naik. Di bagian dalam alat pemanasan, kecepatan geser (shear rate) sangat tinggi yang disertai kenaikan suhu yang cepat. Suhu mencapai maksimum sebelum bahan disemprotkan melalui lubang kecil atau lubang pelepas di ujung selubung (die). Kenaikan suhu yang cukup tinggi dapat menyebabkan bahan mengalami perubahan fisiko kimia (Dixon, 1981).

Bahan yang telah mengalami pemasakan didorong keluar melalui die. Pada saat terlepasnya bahan di ujung die, bahan mengalami perubahan tekanan yang demikian besar dalam waktu yang singkat. Keadaan demikian menyebabkan bahan menjadi mekar, kering dengan tekstur produk yang berongga. Pemotongan dan pembentukan makanan dilakukan segera pada saat bahan keluar dari ujung die (Muchtadi et al, 1988).


(46)

Dalam proses ekstrusi, adanya aliran adonan adalah karena pengaruh tekanan shear. Tekanan shear tersebut tergantung pada kecepatan shear dan viskositas bahan. Pada bahan pangan, karena mengandung senyawa-senyawa biopolimer seperti pati dan protein, sifat alirannya mengikuti kaedah non-newtonian (Harper, 1981). Selanjutnya disebutkan ekstrusi biopolimer sangat dipengaruhi oleh komposisi dan jenis biopolimernya.

Menurut Harper (1981), agar diperoleh kerenyahan dan pengembangan produk yang relatif lebih baik, ekstrusi bahan yang berasal dari pati-patian dilakukan pada suhu optimum 170°C dengan tekanan 438 kPa (70 psi) sampai 5516 kPa (800 psi). Kecepatan ulir digunakan sebaiknya 300 rpm dalam waktu sekitar 10 detik. Tekanan pada proses ekstrusi bervariasi antara 70-800 psi atau lebih, sesuai dengan keperluan. Tekanan ini dipengaruhi oleh bentuk ulir pada ekstruder, jumlah dan tipe kepala ekstruder, kecepatan berputarnya ulir dan arus listrik (Smith, 1981). Bahan yang digunakan pada proses ekstrusi berbentuk butiran kecil yang berukuran 1-3 mm. untuk bahan yang berbentuk tepung, hasilnya kurang memuaskan karena jika ukuran partikel terlalu halus produk yang dihasilkan hangus dan partikel bahan tidak mengalami pemadatan yang sempurna serta kurang mengembang (Ang et al., 1980). Hasil pemasakan proses ekstrusi adalah gelatinisasi pati, denaturasi protein, serta inaktivasi enzim yang terdapat pada bahan mentah (Harper, 1981). Proses ini diikuti oleh pengembangan eksotermik yang dibentuk pada cetakan (Smith, 1981).

Kadar air bahan baku memegang peranan penting pada proses ekstrusi, karena menentukan sifat plastisitas dan elastisitas produk, yang merupakan ukuran mutu hasil olahan. Biasanya kadar air bahan baku berkisar antara 10% - 40% (Harper, 1981).

2. Ekstruder

Ekstruder adalah alat untuk melakukan proses ekstrusi (Harper, 1981). Alat ekstrusi dapat digolongkan menurut penggunaannya yang


(47)

22 umum seperti pengekstrusi pasta dan collet (snack, makanan kecil). Jenis alat ekstrusi dapat digolongkan menurut kelembaban selama processing. Ekstrusi dapat dibagi menjadi tiga golongkan berdasarkan kadar air bahan yang dimasukan. Ketiga jenis ekstruder tersebut adalah low ekstruder dengan kadar air bahan sampai 20%, intermediet ekstruder dengan kadar air bahan 20-30%, dan high ekstruder dengan kadar air bahan 30-40% (Muchtadi et al., 1988). berdasarkan jumlah ulirnya, ekstruder terbagi atas ekstruder berulir tunggal dan ekstruder berulir ganda.

Ekstruder berulir tunggal banyak digunakan dalam pengembangan produk baru seperti makanan ringan, makanan bayi, makanan ternak, breakfast cereal, atau produk modifikasi pati (Mercier dan Feillet, 1975). Selain itu, juga digunakan untuk menghasilkan produk pasta, cookies, atau permen (Linko et al., 1981).

Harper (1981) membagi ekstruder berulir tunggal yang biasa digunakan dalam industri pangan ke dalam lima kelompok, yaitu : (1) ekstruder pasta yang biasa digunakan dalam pembuatan macaroni ; (2) ekstruder pembentuk dengan tekanan dengan tekanan tinggi untuk membentuk adonan dan memadatkan adonan yang telah digelatinisasi ; (3) ekstruder pemasak dengan shear rendah untuk adonan dengan kadar air tinggi ; (4) ekstruder collet untuk membuat pangan berbentuk butiran yang bergelembung kering ; (5) ekstruder pemasak dengan shear tinggi serupa dengan ekstruder collet, hanya pemakaiannya lebih luas untuk cereal bergelembung, dan pakan ternak.

Menurut Smith (1981) ekstruder berulir tunggal dibagi atas tiga bagian yaitu Low Shear, Medium Shear, High Shear. Jenis-jenis ekstruder tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.


(48)

Tabel 5. Klasifikasi Ekstruder Ulir Tunggal

Kategori Low Shear Medium Shear High Shear Kadar Air Produk (%) 25 – 75 15 – 30 5 – 8 Densitas produk (g/ 100ml) 32 – 80 16 – 51 3.2 – 20 Suhu barrel maksimum (°C) 20 – 65 55 – 145 110 – 180 Tekanan barrel maksimum

(kg / cm2)

6 – 63 21 – 42 42 – 84

Kecepatan ulir (rpm) 100 200 200

Produk khas Produk pasta

daging

Roti, makanan ternak

Snack, breakfast

cereal (Smith, 1980)

Ekstruder ulir tunggal tidak memiliki sumber panas berupa steam (uap panas) untuk memanaskan jaket pemanas, dan semua produk dipanaskan dengan gaya friksi secara mekanik atau gaya gesek (Harper, 1981). Ekstruder tunggal ini bisa memproses bahan-bahan baku yang mempunyai kadar airnya 10% - 40%, tergantung pada campuran dari formula bahan.

Gambar 3. Bagian-Bagian Penting Alat Ekstruder Ulir Tunggal

Gambar 3. Bagian-Bagian Penting Alat Ekstruder Tunggal (Muchtadi et al., 1988)

Ekstruder kering adalah salah satu ekstruder single screw (dengan ulir tunggal) yang tidak memperhatikan pengkondisian pada bahan awal. Semua panas yang dihasilkan pada ekstruder kering adalah berasal dari


(49)

24 energi mekanik yang disalurkan kepada bahan mentah melalui ulir, panas yang terperangkap di dalam barrel dan dinding barrel ekstruder (Buhler, 2006).

Pada bagian ulir yang bertekanan masuk ke dalam tengah barrel terdapat besi yang menekan dan mengisi ruangan pada barrel. Hal tersebut akan meningkatkan gesekan sepanjang ulir dan menyebabkan berputarnya produk ke bawah saluran pada barrel. Perputaran tersebut dikombinasikan dengan gesekan yang dibentuk antara bahan yang melewati daerah celah yang kosong diantara besi (plate) yang menekan dan permukaan dalam pada barrel, hal tersebut akan meningkatkan suhu di dalam barrel. Selama proses ekstrusi selama 20 sampai 30 detik, bahan dimasak dengan suhu yang tinggi dan gesekan yang kuat, sehingga struktur biopolimer pada bahan terdenaturasi membentuk pasta kental yang bergerak keluar menuju die (Buhler, 2006).

Ketika bahan keluar pada die ekstruder, tekanan secara langsung muncul di dalam produk, menyebabkan air dalam produk berubah menjadi steam (udara panas) dan membuat produk mengembang. Ekstruder yang digunakan pada penelitian kali ini dapat dilihat pada Gambar 3.

E. PERUBAHAN BAHAN SELAMA PROSES EKSTRUSI

Selama proses ekstrusi berlangsung, terjadi perubahan-perubahan sifat bahan baku, seperti perubahan fisiko kimia, nilai gizi dan organoleptiknya, khususnya pada karbohidrat dan protein. Perubahan sifat–sifat lemak kurang mendapat perhatian karena kadar lemak bahan baku yang diolah ekstrusi umumnya sangat kecil. Namun, pengaruh lemak terhadap hasil ekstrusi sangat besar (Faubion et al., 1982). Perubahan struktur akibat pengolahan secara ekstrusi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu, kadar air, amilosa dan lemak dalam butiran pati.

a. Ekstrusi Pati

Dalam pengolahan produk-produk ekstrusi sering dilakukan penambahan pati dalam bentuk tepung, baik itu pati segar maupun pati


(50)

yang telah mengalami berbagai modifikasi. Pati yang masih segar cenderung untuk mengembang atau mekar dengan mudah, sehingga menghasilkan produk ekstrusi yang mempunyai struktur lebih terbuka, porus dan bestruktur garing (Muchtadi et al., 1988).

Pada proses ekstrusi, komponen pati mengalami gelatinisasi. Tingkat gelatinisasinya tergantung pada sumber bahan baku dan kondisi proses ekstrusi. Gelatinisasi pati disebabkan oleh suhu, tekanan dan gesekan. Tingkat gelatinisasi meningkat pada kadar air bahan yang rendah, dan gesekan yang semakin tinggi serta waktu dan suhu proses yang semakin tinggi (Smith, 1981). Pati yang mengalami gelatinisasi akan mudah cepat terdekstrusi akibat tekanan dan gaya geser yang cukup tinggi (Williams, 1977).

Pati mempunyai peranan penting bagi produk-produk ekstrusi, selain karena berpengaruh pada tekstur juga pada daya awetnya. Pengaruh itu terutama disebabkan rasio amilosa dengan amilopektin dalam pati. Amilopektin diketahui bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing), sehingga produk ekstrusi yang berasal dari pati-patian dengan kandungan amilopektin yang tinggi akan berifat ringan, porus, garing, dan renyah. Sedangkan pati dengan amilosa tinggi seperti pati yang berasal dari umbi-umbian cenderung menghasilkan produk yang keras dan pejal karena proses pengembangan terbatas (Muchtadi et al., 1988).

Tekstur garing atau renyah pada produk ekstrusi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Jika kita ibaratkan ekstruder merupakan suatu reaktor dengan aliran tidak terputus (kontinyu) serta mempunyai kelembaban yang rendah. Molekul-molekul makanan yang besar seperti karbohidrat dan protein mengalami denaturasi dan menyusun diri sepanjang aliran laminar yang terjadi di dalam ulir pengekstrusi dan cetakan. Pada suhu semakin tinggi, molekul-molekul ini membentuk ikatan silang menjadi struktur yang telah berubah yang dapat mengembang bila dikeluarkan dari cetakan. Suatu sifat molekul terdenaturasi yang linier akan menambah kemampuannya untuk disusun dan dibentuk menjadi struktur yang berlapis (Muchtadi et al., 1988).


(51)

26 Pengikatan silang antara molekul-molekul yang berdapingan mempengaruhi daya tahan strukrtur yang telah dibentuk degradasi lainnya selama proses atau bila produk tersebut dikonsumsi. Ikatan hidrogen dan hidrofobik yang lemah dapat pecah dengan mudah oleh air, sedangkan ikatan kovalen dan ionik yang lebih kuat mengebabkan produk lebih tahan terhadap perpecahan, sehingga mampu mempertahankan teksturnya. Kerusakan molekul-molekul makan yang besar disebabkan oleh pemotongan dapat mengurangi kemampuan untuk mengembang, menaikan kelarutannya dalam air dan membentuk tekstur yang lebih lunak. Tekstur yang dibentuk dari proses ekstrusi dipengaruhi oleh kondisi pemotongan di dalam ulir pengekstrusi dan di dalam cetakan, jenis bahan mentah juga membutuhkan waktu dan suhu untuk menyusun molekul-molekul dengan ikatan-ikatan kimia yang saling bersilang (Muchtadi et al., 1988).

b. Protein

Proses ekstrusi dengan suhu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein. Akibat denaturasi, ikatan peptide lebih mudah dihidrolisis oleh proteolitik, sehingga kelarutan protein akan tinggi (Smith, 1981). Setelah proses ekstrusi protein tidak berbentuk butiran lagi karena pecah dan berdifusi dengan pati selama pemanasan. Dari hasil pengamatan mikroskopis terlihat protein mempengaruhi kerenyahan karena terbentuknya matriks protein. Dari hasil penelitian Faubion dan Hoseney (1982), terlihat dengan pengembangan produk menjadi rendah. Namun demikian pengaruh protein tergantung pada tipe dan konsentrasinya. Semakin besar ukuran diameter cetakan, indeks kelarutan protein meningkat sedangkan nilai nutrisi protein menurun (Linko et al., 1981). Menurut Bjorck dan Asp (1982) faktor yang dapat menurunkan kandungan protein adalah semakin tinggi suhu pemasakan dan akibat dari penurunan kadar air pada saat pemasakan (proses ekstrusi).

Perubahan nilai gizi melalui proses ekstrusi mendapat perhatian para ahli karena nilai gizi protein nabati dapat ditingkatkan melalui proses ekstrusi. Zat-zat anti gizi seperti tripsin inhibitor, saponim dan urease


(52)

dapat dihilangkan jika diproses dengan ekstrusi (Smith, 1981). Protein yang menyususn enzim dari inhibitor tersebut akan mengalami denaturasi selama pemanasan.

c. Lemak

Umumnya peranan lemak dalam proses ekstrusi kurang dapat perhatian para peneliti. Hal ini mungkin disebabkan karena bahan baku makanan ekstrusi pada umumnya memiliki kadar lemak yang rendah. Kandungan lemak yang tinggi dapat mempengaruhi pengembangan produk yang dihasilkan. Lemak akan berikatan dengan molekul amilosa atau amilopektin, sehingga dapat mengambat pengembangan (puffing) dan mengurangi sifat renyah dari produk (Muchtadi et al., 1988). Namun lemak akan berkurang pada proses pemasakan karena adanya peningkatan suhu pemasakan.

d. Vitamin

Penurunan kadar vitamin terutama vitamin B dan vitamin C yang peka terhadap pemanasan pasti terjadi pada proses ekstrusi (Winarno, 1997). Salah satu metode yang baik untuk memproduksi produk ekstruder dengan kaya vitamin adalah dengan cara fortifikasi vitamin setelah produk ekstrusi tersebut selesai dibuat (Bjorck dan Asp, 1982).

F. MAKANAN SNACK

Nama dari snack adalah nama lain dari produk makanan ringan yang sering dikonsumsi pada saat waktu luang. Sedangkan makanan ringan menurut SNI 01-2886-2000 adalah produk pangan yang dibuat melalui proses ekstrusi dari bahan baku tepung dan atau pati produk pangan dengan penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan. Berbagai jenis snack yang berkembang yaitu snack manis (Sweet Snacks), snack asin (Salted Snacks), Snack yang dikenal menyehatkan (Trends in Healthy Snacking) , Snack yang


(53)

28 dikenal oleh anak-anak dan remaja (Trends in Kids and Teen Snacks) (Anonimd, 2006).

G. DESIGN EXPERT VESRSION 7 (Design of Experiment Softwarwe)

Program ini adalah suatu program rancangan penelitian yang bertujuan untuk membantu dalam suatu rancangan penelitian. Program ini sering digunakan untuk mengolah data statistik sekaligus mempermudah rancangan metodologi atau perlakuan pada penelitian, sehingga menemukan suatu produk atau kondisi proses yang optimal.

Program Design Expert version 7 ini adalah suatu program yang mempunyai berbagai metode rancangan percobaan dan analisis untuk data statistik. Metode rancangan penelitian tersebut terdiri dari desain faktorial, Response surface Methods (RSM), Mixture design techniques, dan Combined designs. Desain faktorial merupakan suatu rancangan percobaan untuk mengidentifikasi faktor perlakuan yang penting sekali dan berpengaruh pada suatu penelitian. Response surface Methods (RSM) yaitu suatu metode rancangan percobaan untuk menemukan rancangan proses yang ideal. Mixture design techniques yaitu untuk mencari formulasi yang optimal pada berbagai formula yang dibuat, D-optimal Combine design yaitu suatu metode pada program DX 7 yang bertujuan untuk menggabungkan (combine) variabel-variabel proses, campuran komponen dan faktor yang berpengaruh dalam satu desain, sehingga dapat menghasilkan suatu kondisi proses dan formula yang optimal (Anonim c, 2005).

Metode rancangan percobaan D-Optimal Combine yaitu gabungan antara RSM (Response Surface Methodology) dengan Optimal Combine. Pada rancangan RSM D-Optimal Cobine ini berfungsi untuk menemukan kondisi proses ideal dan formula yang optimal. Untuk mecapai kondisi tersebut harus memperkirakan respon produk atau parameter produk yang menjadi ciri yang penting serta dapat meningkatkan mutu produk. Respon yang dipilih tersebut akan dijadikan input data yang selanjutnya diproses oleh program rancangan RSM D-Optimal Cobine, sehingga membentuk gambaran dan kodisi proses yang optimal (Anonim c, 2005).


(54)

H. RESPONSE SURFACE METHODOLOGY

Response Surface Methodology (RSM) adalah suatu metode statistik yang digunakan oleh peneliti untuk membantu dalam memecahkan beberapa masalah yang berhubungan dengan proses yang ilmiah atau ketehnikan. Aplikasi RSM telah banyak digunakan dalam berbagai penelitian di dunia industri. RSM juga digunakan dalam berbagai bidang penelitian seperti dalam bidang kimia, tehnik, biologi, agronomi, tekstil, industri pangan, pendidikan, psikologi dan lain sebagainya (Myers, 1971).

Pada racangan penelitian yang menggunakan metode RSM faktor perlakuan pada penelitian dibuat menjadi variabel yang dapat mempengaruhi karakteristik hasil penelitian. Semua karakteristik yang dapat menentukan keberhasilan penelitian disebut respon. Prinsip dari RSM adalah penggunaan perhitungan matrik matematika untuk menenetukan persamaan matematika setiap respon (Myers, 1971).


(55)

30 III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung jenis QPM (Quality Protein Maize) varietas Srikandi Putih 1 dengan umur panen 105 – 110 hari dan kacang hijau varietas betet dengan umur panen 60 hari yang diperoleh dari Balai Penelitian Biji-bijian dan Umbi-umbian Malang serta jagung hibrida varietas A4 sebagai pembanding. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kimia produk diperoleh dari stok laboratorium di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB dan toko kimia di sekitar Bogor.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mesin Ekstruder buatan lokal dengan spesifikasi alat pada Tabel 7 dan dilihat pada Gambar 4, baskom, oven, hammer mill, cawan alumunium, plastik Polypropilene tebal dengan ketebalan 2.8 ×10-2 mm, silica gel, cawan porselen, desikator, neraca analitik, labu kjeldahl, pipet mohr, pipet tetes, botol akuades, batu didih, tissue, petroleum eter, kertas saring, kapas bebas lemak, alat sokhlet, labu lemak, gelas ukur, gelas pengaduk, tabung reaksi, spektrofotometer UV-Vis, Texture Analyzer, sentrifus dan alat-alat untuk uji organoleptik.

Tabel 6. Spesifikasi Alat Ekstruder

Jenis Ekstruder Single extruder

Barrel material Stainless less

Motor Teco 25 HP for Screw

Vema 1 HP for knife

Baldor 0.25 HP for material feeding Kapasitas 65 sampai 75 kg/jam

Elemen pemanas Heater 1250 watt (60 °C - 80 °C) Panel SS 430 automatic


(56)

Gambar.5 Single Ekstruder

Gambar 4. Single Extruder B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari enam tahap, yaitu tahap persiapan bahan, penentuan rancangan penelitian, formulasi (penentuan formula awal), pembuatan produk awal, analisis mutu produk awal, pengujian statistik dengan menggunakan uji Anova, Duncan, dan Response Surfase Methodology D-Optimal Combine, pemilihan produk yang terbaik dan tahap analisis fisik serta kimia produk terbaik. Tahapan penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Tahap persiapan bahan baku meliputi persiapan bahan baku utama yaitu jagung Quality Protein Maize dan kacang hijau varietas betet. Persiapan bahan baku utama yaitu jagung kering dengan kadar air 12% digiling, sehingga menjadi grits sedangkan untuk kacang hijau dilakukan perendaman, penyosohan, pengeringan dan penggilingan.


(57)

32

Gambar 5. Skema alur metode penelitian Persiapan Bahan Baku

Ditentukan faktor perlakuan penelitian

Penentuan formula awal (formulasi) menggunakan Design Expert V.7

Dibuat produk ekstrusi hasil formula yang direkomendasikan oleh program Design Expert V.7

Data diuji statistik dengan uji Anova, dan uji Duncan

Data diuji Anova untuk proses optimasi oleh program Design Expert V.7

Dianalisis hasil (Out put) data analisis dari program Design Expert V.7

Diuji organoleptik (uji hedonik skor tekstur dan kelengketan) dan fisik (uji tekstur dan derajat pengembangan)

Dioptimasi dengan program Design Expert V.7 dan pemilihan formula optimal

Produk terpilih

Dianalisis kimia, fisik dan derajat pengembangan pada produk yang terpilih (optimal)


(58)

a. Proses Persiapan Bahan Baku

Tahap persiapan bahan meliputi sortasi dari bahan utama yaitu jagung dan kacang hijau, kemudian penggilingan bahan utama, sehingga bahan berbentuk grits dengan menggunakan alat hammer mill. Jagung digiling dengan menggunakan hammer mill, sehingga berbentuk grits. Sementara kacang hijau sebelum dihancurkan oleh hammer mill, terlebih dahulu direndam dengan air selama satu malam, sehingga aleuronnya mudah terkelupas, kemudian digiling basah menggunakan alat penggiling grinder. Setelah itu dilakukan pemisahan kulit ari. Untuk kacang hijau yang sudah terpisah dengan kulit ari dilanjutkan kepada proses pengeringan menggunakan oven dengan suhu 50 °C selama 6 jam. Kacang hijau kering digiling dengan Hammer mill, sehingga didapatkan butiran (grits) kacang hijau. Jagung Quality Protein Maize yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Jagung Quality Protein Maize b. Penentuan Komposisi Formula dan Suhu Awal Proses

Faktor utama yang menjadi dasar serta sekaligus menjadi faktor perlakuan dan menjadi kendala (batasan) pada penelitian ini adalah komposisi bahan atau formula bahan yang dicampur dan suhu awal proses. Komposisi bahan untuk jagung yang dilakukan yaitu mulai 0% sampai


(59)

34 formula dibuat dalam satu kilogram. Sedangkan untuk faktor pengaturan suhu pemanas atau heater ekstruder dibatasi yaitu berkisar antara 60 ºC – 70 ºC.

c. Penentuan Formula Awal (Formulasi)

Proses formulasi yaitu menggunakan program Design Expert version 7 dengan metode rancangan percobaan RSM (Response Surface Methodology) D-optimal combined. Metode ini akan diperoleh suatu formula optimal yang sesuai dengan optimasi yang diinginkan pada penelitian kali ini. Sebelum mendapatkan formula terpilih atau optimal program DX 7 ini secara otomatis memformulasikan formula awal yang digunakan sebagai dasar dari proses optimasi, maka dihasilkan empat belas formula. Rentang atau jarak antar formula awal yang dihasilkan yaitu disesuaikan secara otomatis dengan batasan yang diberikan pada saat input variabel yang tersedia pada pada program Design Expert version 7.

Kempat belas formula tersebut dipilih oleh program Design Expert version 7 secara acak sesuai dengan metode statistik atau rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini. Rancangan penelitian ini menggunakan metode RSM D-Optimal Combine.

d. Pembuatan Produk Ekstrusi

Pertama kali semua bahan baik jagung dan kacang hijau ditimbang sesuai dengan hasil formulasi awal yang dilakukan oleh program Design Expert 7. Di samping itu mempersiapkan mesin ekstruder yaitu dengan mengatur suhu aktual pada pemanas ekstruder sesuai dengan suhu setiap formula yang disarankan yaitu antara 60 °C – 70 °C. Setelah suhu mesin untuk proses sesuai dengan diharapkan, adonan dimasukan ke dalam hoper (tempat masuknya bahan) lalu bahan atau adonan diproses di dalam ulir ekstruder.

Berikut Gambar alur proses pembuatan produk ekstrusi pada penelitian ini.


(60)

Gambar 7. Skema alur pembuatan produk ekstrusi

e. Pengujian Pada Setiap Produk Hasil dari Formulasi

Parameter mutu produk sekaligus menjadi respon data bagi data statistik yang digunakan untuk menentukan rancangan model matematika. Juga sekaligus memilih produk yang optimal. Respon atau parameter mutu produk yang diujikan pada penelitian ini adalah nilai hedonik terhadap tekstur dan kelengketan, kekerasan produk, dan derajat pengembangan.

Kacang Hijau var betet

Direndam dengan air (satu malam) Digiling dengan

grinder

Dipisahkan kulit kacang hijau Dikeringkan kacang

hijau tanpa kulit Jagung QPM kering dengan

kadar air 12% (d/b)

Dibersihkan

Digiling dengan hammer mill 10 mesh

FORMULASI

Proses Ekstrusi

Produk


(61)

36 1. Uji Hedonik Tekstur dan Uji Hedonik Kelengketan Produk

Produk-produk yang dihasilkan setelah proses produksi pada formulasi awal sejumlah 14 formula tanpa ulangan yang dapat dilihat pada Tabel 7, dilanjutkan dengan uji organoleptik. Formula yang dibuat dan diuji organoleptik sejumlah 14 formula. Uji organolepik dilakukan dengan menggunakan uji hedonik tekstur dan hedonik kelengketan dengan menggunakan taraf kesukaan 7, mulai dari sangat tidak suka (1) sampai dengan sangat suka (7) dan dilakukan oleh 32 orang panelis semi terlatih, work sheet yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Sheet yang dipakai untuk organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Contoh yang diuji adalah produk ekstrusi dengan tidak ditambahi bumbu atau flavour.

2. Uji Kekerasan Produk

Uji Kekerasan produk dilakukan dengan menggunakan Texture Analyzer dengan 3 kali ulangan, pada setiap sampel produk. Salah satu sampel diletakkan di bawah lengan penekan dengan berat beban 25 kg. Produk berbentuk silinder, dan diletakkan pada posisi horizontal dengan posisi produk tepat pada tengah-tengah probe (ujung penekan) dengan probe berbentuk spherical dan ditekan secara vertikal. Ketika bahan ditekan selama beberapa saat, sehingga terbentuk grafik pada layar komputer. Melalui grafik selanjutnya dilakukan perhitungan tingkat kekerasan bahan. Tingkat kekerasan/tekstur produk dinyatakan dalam kg/mm/g atau kgf.

Texture Analayzer (TA.X2i) untuk pengukuran kekerasan produk ekstrusi dengan pengaturan alat :

Pre Test Speed : 1 mm/s Test Speed : 1 mm/s Post Speed : 10 mm/s Distance : 7.5 mm


(1)

Gambar 16. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 100 : 0, dengan suhu pemanas 62.5 °C

Gambar 17. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 75 : 25, dengan suhu pemanas 67.5 °C


(2)

Gambar 18. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 100 : 0, dengan suhu pemanas 65 °C

Gambar 19. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 50 : 50, dengan suhu pemanas 65 °C


(3)

Gambar 20. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 75 : 25, dengan suhu pemanas 67.5 °C

Gambar 21. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 100 : 0, dengan suhu pemanas 70 °C


(4)

Gambar 22. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 50 : 50, dengan suhu pemanas 70 °C

Gambar 23. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 0 : 100, dengan suhu pemanas 60 °C


(5)

Gambar 24. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 25 : 75, dengan suhu pemanas 62.5 °C

Gambar 25. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 0 : 100, dengan suhu pemanas 65 °C


(6)

Gambar 26. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 25 : 75, dengan suhu pemanas 67.5 °C

Gambar 27. Produk Formula Jagung : Kacang Hijau = 0 : 100, dengan suhu pemanas 70 °C