2.3 Penyebaran dan Perkembangan
Luas areal tanaman sagu dunia diperkirakan lebih dari 6 juta ha dengan luas areal tanaman sagu di Indonesia mencapai 5.2 juta ha, di Papua Nugini 1.02
juta ha, dan sisanya di Malaysia, Thailand, Filipina dan lainnya Flach 1997; Bintoro et al. 2013. Sebagian besar + 90 areal sagu di Indonesia merupakan
tegakan alami terutama di Papua dan Maluku. Populasi tanaman sagu di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, kepulauan Riau dan Mentawai merupakan pertanaman
semi-budidaya Flach 1997; Kanro et al. 2003. Data luas areal sagu mutakhir mencapai 5.2 juta ha dengan menambahkan adanya perkembangan areal sagu
yang dikembangkan oleh Perusahaan Perkebunan seperti PT Sampoerna Agro, PT ANJ, Perhutani, PT Tiga Pilar Bintoro et al. 2013.
Kriteria tanaman sagu unggul adalah: produksi pati tinggi, umur genjah, kulit batang tipis dan pati berwarna putih Flach 1997. Produksi pati sagu di
berbagai daerah di Indonesia sangat beragam dari 150 sampai 700 kg dengan rata- rata 300 kg pati basah per pohon Haryanto dan Pangloli 1992. Hal ini
disebabkan oleh keragaman genetik yang berada di beberapa daerah dan pulau yang tersebar di Indonesia Abbas et al. 2009. Apabila genotipe sagu unggul
produksi tinggi dapat mencapai 700 kg pati basah per pohon mampu diperbanyak secara klonal maka produktivitas sagu dapat meningkat secara nyata.
Kelebihan lain dari kultur in vitro adalah perbanyakan dapat dilakukan secara massal dalam waktu yang relatif singkat. Untuk tanaman sagu, benih yang
dihasilkan juga relatif kecil sehingga pengirimannya akan lebih mudah dan murah.
2.4 Manfaat dan Potensi
Secara turun-temurun sagu telah dimanfaatkan sebagai makanan pokok sebagian penduduk Indonesia bagian timur terutama Maluku, Kepulauan Sulawesi
Utara Sangihe dan Talaut dan Papua Flach 1997; Bintoro et al. 2013. Dengan kemajuan teknik pengolahan, sagu dapat digunakan sebagai makanan olahan lain
seperti mie, kue, biskuit dan aneka makanan kering lainnya Kanro et al. 2003. Dalam perkembangannya, pati sagu tidak hanya digunakan sebagai bahan
makanan namun dapat juga digunakan sebagai bahan baku berbagai industri seperti untuk sirup fruktosa, farmasi, bioplastik, bahan perekat adhessive gel,
bioetanol bio energi dan produk turunan lainnya Flach 1997; Bintoro et.al 2013. Manfaat lain dari bagian-bagian tanaman sagu adalah sebagai berikut: daun
digunakan untuk atap, pelepah digunakan untuk dinding atau pagar rumah, kulit batang digunakan sebagai bahan kayu bakar, seratnya dapat digunakan sebagai
pakan ternak. Dengan semakin luasnya potensi pengembangan pemanfaatan sagu, maka
sagu berpotensi besar pada kegiatan industri sehingga akan meningkatkan nilai ekonomi petani sagu. Terkait dengan ketersediaan pangan, maka peningkatan
budidaya dan pengolahan sagu dapat membantu pada peningkatan ketahanan pangan nasional sesuai program pemerintah. Selain itu, dengan menipisnya
cadangan minyak fosil maka sagu dapat digunakan sebagai sumber bio energi berupa bio fuel yang dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin-mesin pabrik
indutri maupun transportasi.
2.5 Embriogenesis Somatik Tanaman
Pengembangan teknologi embriogenesis somatik berdasarkan pada teori totipotency
yang dikemukakan oleh Schleiden 1838 dan Schwann 1839 yang menyatakan bahwa satu sel tumbuhan atau tanaman mampu tumbuh dan
berkembang menjadi individu baru yang sempurna dalam kondisi yang sesuai. Definisi embriogenesis somatik tanaman adalah suatu proses perkembangan sel
somatik baik haploid maupun diploid yang membentuk individu tumbuhan baru melalui tahap perkembangan embrio yang spesifik tanpa melalui fusi gamet.
Pemberian istilah embrio somatik pertama kali disampaikan oleh Tolkin 1964 yang menggambarkan pembentukan organisme dari suatu sel atau kumpulan sel
somatik. Embrio somatik dapat dicirikan dari strukturnya yang bipolar, yaitu mempunyai dua calon meristem akar dan meristem tunas Purnamaningsih 2002;
Deo et al. 2010. Tahap perkembangan embrio somatik dimulai dari fase globular, jantung atau hati heart, torpedo, dan kotiledon cotyledone untuk tanaman
dikotil Mandal dan Gupta 2002 sedangkan untuk tanaman monokotil tahap perkembangan embrio somatiknya adalah globular, elongated, scutellar dan
coleoptilar Godbole et al. 2002. Secara rinci, proses perkembangan embrio
somatik mulai dari stadium muda globular sampai menjadi stadium dewasa yaitu cotyledone untuk tanaman dikotil dan coleoptilar untuk tanaman monokotil
ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut George 1996.
Gambar 2.1 Tahapan embriogenesis somatik pada tanaman dikotil dan monokotil George 1996 dalam Jha dan Ghosh 2005.