Latar Belakang Embriogenesis Somatik Sagu (Metroxylon Sagu Rottbol) Metode Kultur Cair Untuk Pengembangan Teknologi Perbanyakan Benih Bermutu

Selain sistem kultur suspensi, teknik kultur cair lain adalah sistem perendaman periodik yang dikenal dengan sistem perendaman sesaat SPS atau temporary immersion system TIS. Embriogenesis somatik pada tanaman sagu telah dikembangkan oleh Tahardi et al. 2002 menggunakan sistem kultur media padat dengan eksplan berupa jaringan pucuk meristem anakan muda sucker. Namun, dalam perkembangannya terutama untuk tujuan produksi skala lebih besar, sistem kultur media padat tersebut masih memiliki beberapa kendala khususnya dalam skala lebih massal. Biaya produksi embriogenesis somatik tanaman sagu metode kultur media padat memerlukan biaya yang cukup besar. Hal ini mendorong dikembangkannya penelitian embriogenesis somatik sagu yang lebih efisien sebagai terobosan teknologi baru untuk produksi sagu dalam jumlah yang lebih massal dengan waktu yang relatif lebih singkat. Oleh karena itu, kultur embriogenesis somatik tanaman sagu menggunakan metode kultur cair penting dikembangkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses produksi benih tanaman sagu unggul. Alur dan skema penelitian yang dilakukan dalam rangkaian kegiatan penelitian disertasi ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.

1.2 Perumusan Masalah

Tanaman sagu merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang berpotensi tinggi untuk meningkatkan sumber bahan pangan nasional. Tanaman sagu dapat menghasilkan karbohidrat tertinggi per luasan lahan yang sama dibandingkan dengan tanaman sumber karbohidrat lainnya seperti padi, jagung atau umbi-umbian. Kebun tanaman sagu dapat menghasilkan pati sebesar 20 – 40 tonhatahun setelah memasuki masa panen sekitar delapan tahun dari awal penanaman Bintoro et al. 2013. Tanaman sagu mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai sumber makanan pokok staple food dan bioenergi penghasil bioetanol. Adanya perkembangan zaman yang mempengaruhi gaya atau pola makan, hampir semua penduduk Indonesia mengonsumsi beras. Kondisi ini mungkin disebabkan karena beras lebih mudah dikelola karena lebih cepat panen dan mudah proses pemanenannya oleh petani. Sebagian penduduk Indonesia di beberapa daerah, nenek moyangnya mengonsumsi jagung, umbi-umbian, talas dan sagu sebagai makanan pokok. Hal ini berdampak pada peningkatan kebutuhan beras secara nasional semakin besar seiring dengan pertumbuhan penduduk yang cepat. Oleh karena itu, penting untuk dikembangkan diversifikasi pangan selain beras. Sagu mempunyai potensi paling besar untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia Bintoro et al. 2013. Tepung sagu dapat diolah menjadi aneka ragam makanan seperti kue, roti, mie maupun beras analog sebagai pengganti beras padi yang dapat dikembangkan dengan peningkatan teknologi pengolahan tepung pati sagu. Teknologi embriogenesis somatik tanaman sagu dapat mendorong percepatan dalam upaya pengembangan tanaman sagu unggul. Jenis-jenis tanaman sagu unggul dengan produktivitas dan rendemen pati tinggi dan berumur lebih pendek merupakan tanaman sagu harapan masa depan untuk membantu meningkatkan ketahanan pangan nasional dan energi. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kultur embriogenesis tanaman sagu, maka penting diteliti pengembangan kultur embriogenesis somatik tanaman sagu metode kultur cair. Hal ini terkait adanya perbedaan pada masing- masing metode kultur media padat maupun media cair teknik suspensi dan TIS. Perbedaan utama kondisi kultur antara metode media padat, suspensi dan TIS adalah frekuensi dan lama kontak eksplan dengan media. Eksplan pada kultur media padat mengalami kontak dengan media secara terus-menerus namun eksplan tetap diam berada pada tempat semula sehingga tingkat penyerapan media dan oksigen pada setiap bagian eksplan tidak sama. Pada kultur suspensi, eksplan terendam dalam media secara terus-menerus dan mengalami pengocokan sehingga tingkat penyerapan media dan oksigen lebih merata dibandingkan dengan kultur media padat. Kultur TIS merupakan modifikasi kultur suspensi dengan mengatur interval dan lama perendaman media sehingga tingkat sirkulasi oksigen aerasi, penyerapan media lebih baik dibandingkan dengan kultur media padat dan tidak mengalami perendaman media secara terus-menerus seperti pada kultur suspensi. Aplikasi kultur TIS telah dikembangkan pada tanaman kelapa sawit khususnya untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kalus dan embrio somatik Sumaryono et al. 2008. Pendewasaan embrio somatik tanaman sagu telah berhasil dilakukan pada kultur metode TIS untuk menentukan interval dan lama perendaman yang optimal Riyadi dan Sumaryono 2009. Namun, metode kultur suspensi pada tanaman kelapa sawit maupun sagu belum dikembangkan secara optimal. Kultur suspensi pada tanaman sagu penting dikembangkan untuk tujuan produksi benih yang lebih massal. Hasil uji lapang benih kelapa sawit asal kultur TIS di kebun Mesuji milik PT Bina Sawit Makmur – PT Sampoerna Agro Tbk menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dan telah berbunga dan berbuah normal dengan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dari kecambah. Abnormalitas buah dan bunga sawit asal kultur TIS yang terbentuk sangat kecil yaitu 0.05 dengan sex ratio mencapai 86. Tanaman kelapa sawit kontrol asal kecambah menghasilkan sex ratio 42 Hasil penelitian intern PPBBI – PT Sampoerna Agro dan tidak dipublikasikan. Sex ratio bunga kelapa sawit dijadikan dasar penghitungan produktifitas buah sawit. Hasil penelitian uji-lapangan kelapa sawit asal kultur TIS ini dapat dijadikan referensi untuk pengembangan kultur embriogenesis somatik metode kultur cair pada tanaman sagu.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian embriogenesis somatik tanaman sagu metode kultur cair ini terutama ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dalam produksi benih tanaman sagu bermutu. Beberapa teknik kultur media cair diteliti dan dikembangkan pada berbagai tahapan kultur in vitro mulai dari proliferasi kalus, induksi embriogenesis somatik tidak langsung, diferensiasi kalus membentuk embrio somatik, pendewasaan, perkecambahan embrio somatik, pembesaran planlet, aklimatisasi planlet sagu asal kultur embrio somatik dalam upaya akhir memproduksi benih sagu unggul yang siap tanam. Untuk mengetahui tingkat keragaman genetik benih yang dihasilkan, maka dilakukan penelitian analisis kemiripan atau kesamaan genetik benih sagu menggunakan metode RAPD. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan teknologi metode kultur cair dengan penggunaan media beserta zat pengatur tumbuh ZPT untuk mendukung proses perkembangan embriogenesis somatik tanaman sagu Alitir yang efisien mulai dari tahap induksi embrio somatik sampai dengan pembesaran planlet dan teknik aklimatisasi benih beserta analisis tingkat kemiripan atau kesamaan genetik benih yang dihasilkan. Secara rinci, penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yaitu : 1. Mengembangkan teknologi embriogenesis somatik tanaman sagu pada media cair, khususnya melalui kultur suspensi suspension culture dan sistem perendaman sesaat SPS atau temporary immersion system TIS. 2. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan embrio somatik tanaman sagu pada tiga sistem kultur yang meliputi media padat, media cair metode suspensi dan media cair TIS. 3. Mempelajari dan menentukan perkembangan meristem bipolar primordia tunas dan akar embrio somatik menggunakan analisis histologi. 4. Mengembangkan regenerasi embrio somatik tanaman sagu dalam skala semi massal. 5. Mendapatkan embrio somatik dan benih tanaman sagu. 6. Menentukan tingkat kesamaan genetik genetic similarity benih sagu asal kultur embriogenesis somatik. 7. Menentukan metode kultur paling efisien untuk produksi benih sagu teknologi kultur embriogenesis somatik.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Pengembangan kultur suspensi dalam proses embriogenesis somatik pada tanaman khususnya pada sagu. 2. Membuktikan tentang keberhasilan kultur cair khususnya metode suspensi dalam proses embriogenesis somatik. 3. Memberikan gambaran perbedaan hasil kultur pada tiga metode kultur yaitu: media padat, cair sistem suspensi dan cair sistem TIS. 4. Dapat dijadikan sebagai acuan pengembangan kultur cair pada tanaman lainnya, khususnya famili Palmae Arecaceae. 5. Berpotensi untuk dikembangkan dalam skala lebih besar scalling up untuk produksi benih tanaman unggul.

1.5 Kebaruan Penelitian

1. Teknologi kultur suspensi dalam proses embriogenesis somatik tanaman sagu. 2. Didapatkan embrio somatik, planlet dan benih sagu dari metode kultur cair khususnya sistem suspensi. 3. Membuktikan adanya informasi tingkat kesamaan genetik genetic similarity pada populasi benih sagu asal embrio somatik. 4. Potensi pengembangan teknologi kultur in vitro di laboratorium untuk produksi benih tanaman sagu dengan skala yang lebih besar 100 ribu benihlaboratoriumtahun dengan embrio somatik.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terdiri atas enam percobaan yaitu: 1 embriogenesis somatik tidak langsung tanaman sagu, 2 diferensiasi kalus membentuk embrio somatik pada tiga metode kultur: kultur suspensi, TIS dan media padat, 3 perkecambahan embrio somatik pada tiga metode kultur, 4 pembesaran kecambah menjadi planlet pada tiga metode kultur, 5 aklimatisasi planlet, dan 6 analisis kesamaan