20 40
60 80
100 120
140
12 C 12
G0.1K2 C
G0.1K2 12 C
12 G0.1K2
C G0.1K2
12 C 12
G0.1K2 C
G0.1K2
Juml a
h k
e ca
m b
a h
a ta
u e
m b
ri o
so m
a ti
k bu
a h
Perlakuan metode kultur dan media
Kecambah Total ES
bc cdef
bcde b
a b
bcd def
b bcd
ef BC
BC D
C
AB AB
A A
ABC BC
ABC ABC
f bc
cdef bcde
b a
b bcd
def b
bcd ef
BC BC
D
C
AB AB
A A
ABC BC
ABC ABC
f Suspensi
TIS Media padat
berperan dalam memacu arah pertumbuhan atau perkembangan embrio somatik Hou et al. 2013; Song et al. 2014. Penambahan ZPT GA
3
0.1 mg L
-1
+ kinetin 2 mg L
-1
dapat memacu perkecambahan embrio somatik dan sebaliknya dapat menekan pertumbuhan embrio somatik sekunder Gambar 5.3.
Keterangan:
½C: setengah makro tanpa ZPT.
C: makro penuh tanpa ZPT
½G0.1K2: setengah makro + GA
3
0.1 mg L
-1
+ kinetin 2.0 mg L
-1
. G0.1K2: makro penuh
+ GA
3
0.1 mg L
-1
+ kinetin 2.0 mg L
-
1
.
Huruf kapital atau non kapital yang sama pada diagram yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji j
arak berganda Duncan pada α = 0.05.
Gambar 5.3 Rataan jumlah kecambah beserta embrio somatik sekunder total
tanaman sagu saat panen pada semua perlakuan umur 6 minggu. Metode kultur TIS mampu menghasilkan kecambah paling banyak
dibandingkan dengan kultur lainnya. Hal ini terjadi karena proses fisiologi yang terjadi dalam lingkungan mikro TIS yang lebih mendukung proses
perkecambahan embrio somatik. Adanya proses pengaturan interval lama perendaman media terhadap embrio dewasa akan menyebabkan proses
metabolisme sel-sel lebih efisien untuk proses perkemcambahan. Selain itu, terjaminnya suplai gas O
2
setiap saat dapat mendorong percepatan dan jumlah kecambah yang dihasilkan karena proses metabolisme dapat berlangsung lebih
baik sehingga aktifitas enzim-enzim dalam sel-sel embrio somatik dewasa lebih efisien dalam proses perkecambahan. Hal ini juga didukung adanya proses
penyerapan nutrisi dan ZPT yang lebih merata pada semua permukaan embrio dewasa yang akan digunakan menjadi energi untuk proses perkecambahan embrio
somatik dewasa menjadi kecambah atau planlet muda.
5.3.3 Lama Waktu Perkecambahan Embrio Somatik dan Warna Dominan
Sebagian besar kecambah embrio somatik sagu mempunyai kecenderungan warna dominan yang sama pada semua perlakuan. Hampir semua
kecambah sagu yang dihasilkan mempunyai warna hijau-kekuningan pada bagian permukaan Tabel 5.1. Warna yang sama juga dijumpai pada kecambah embrio
somatik tanaman Angelica dahurica var. Formosana Hou et al. 2013 dan Taxus chinensis
var. Mairei Song et al. 2014. Perubahan warna terutama dipengaruhi oleh intensitas sinar yang diterima embrio somatik, umur dan perkembangan
embrio somatik yang sedang berlangsung.
Lama waktu perkecambahan embrio somatik sagu sebagian besar tidak sama pada semua perlakuan yang diuji. Secara umum, penggunaan konsentrasi
setengah garam makro media ditambah dengan GA
3
0.1 mg L
-1
+ kinetin 2 mg L
-1
menghasilkan proses perkecambahan embrio somatik sagu Alitir yang lebih baik lebih cepat dibandingkan dengan media lainnya.
Secara detail, lama waktu perkecambahan embrio somatik sagu yang cepat dicapai oleh perlakuan metode kultur suspensi, media padat dan TIS dengan
konsentrasi setengah garam makro media ditambah dengan GA
3
0.1 mg L
-1
+ kinetin 2 mg L
-1
yaitu 2.3, 2.8 dan 3.3 minggu secara bertutut-turut. Meskipun paling cepat proses perkecambahannya, namun tingkat keseragaman atau
keserentakan perkecambahannya lebih rendah dibandingkan dengan kultur TIS. Proses perkecambahan pada metode kultur TIS menunjukkan lebih serentak
dibandingkan dengan metode kultur suspensi maupun media padat Tabel 5.1. Tabel 5.1 Lama waktu perkecambahan dan warna dominan kecambah tanaman
sagu saat panen umur enam minggu. Perlakuan
Lama waktu perkecambahan
minggu Warna dominan
Metode kultur
Media Suspensi
½ makro 5.0 e
Hijau-kekuningan Suspensi
½ makro + G0.1K2 2.3 a
Hijau-kekuningan Suspensi
Makro penuh 4.5 cd
Hijau-kekuningan Suspensi
Makro penuh + G0.1K2 4.5 cd
Hijau-kekuningan TIS
½ makro 4.5 cd
Hijau-kemerahan TIS
½ makro + G0.1K2 3.3 ab
Hijau-kemerahan TIS
Makro penuh 4.5 cd
Hijau-kekuningan TIS
Makro penuh + G0.1K2 4.8 cde
Hijau-kekuningan Media padat ½ makro
5.0 de Hijau-kekuningan
Media padat ½ makro + G0.1K2 2.8 a
Hijau-kekuningan Media padat Makro penuh
4.0 b Hijau-kekuningan
Media padat Makro penuh + G0.1K2 4.3 c
Hijau-kekuningan
Keterangan:
G0.1K2 : GA
3
0.1 mg L
-1
+ kinetin 2.0 mg L
-1
Angka dalam kolom diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada α = 0.05.
5.3.4 Visualisasi Kecambah Embrio Somatik
Secara umum, visualisasi kecambah sagu yang terbentuk pada semua perlakuan terlihat sama Gambar 5.4. Kecambah yang dihasilkan dari semua
perlakuan mempunyai organ yang lengkap yaitu calon tunas dan akar yang normal. Hal ini membuktikan bahwa kecambah embrio somatik sagu dapat
berkecambah dengan normal secara in vitro dan mempunyai potensi besar untuk tumbuh dan berkembang menjadi planlet Hou et al. 2013.
Terdapat sedikit perbedaan yang tampak yaitu ukuran dan warna kecambah. Kecambah hasil dari kultur suspensi memiliki ukuran yang lebih besar
dibandingkan dengan hasil kultur TIS maupun media padat. Warna kecambah
hasil kultur media padat tampak paling hijau lebih tua dibandingkan dengan kecambah asal kultur TIS maupun suspensi Gambar 5.4.
Gambar 5.4 Perkecambahan embrio somatik tanaman sagu pada ketiga metode kultur umur 6 minggu: a. Eksplan embrio somatik fase dewasa,
b. Perkembangan awal kecambah pada kultur media padat, c. Perkembangan awal kecambah pada Kultur suspemsi, d.
Perkembangan awal kecambah pada kultur TIS, e. Kecambah saat panen pada kultur media padat, f. Kecambah saat panen pada
kultur suspensi, g. Kecambah pada kultur suspensi setelah disaring, dan, h. Kecambah saat panen pada TIS. Bar ballpoint = 1
cm. Kec. = kecambah embrio somatik.
5.4 Kesimpulan
Proses perkecambahan embrio somatik sagu berhasil dilakukan pada ketiga metode kultur. Metode kultur TIS menghasilkan kecambah paling banyak
dibandingkan dengan metode kultur suspensi dan media padat. Penggunaan media setengah konsentrasi garam makro dengan penambahan ZPT berupa GA
3
0.1 mg L
-1
dikombinasikan dengan kinetin 2 mg L
-1
dapat mendorong perkecambahan paling baik dibandingkan perlakuan lainnya. Secara keseluruhan, perlakuan
terbaik dicapai pada metode kultur TIS dengan media setengah konsentrasi garam makro dengan penambahan ZPT berupa GA
3
0.1 mg L
-1
dikombinasikan dengan kinetin 2 mg L
-1
yang menghasilkan kecambah sebanyak 51 buahbejana. Suspensi
TIS Media padat
Media padat
TIS Suspensi
a b
c
e d
f
g
h
Kec Kec
Kec
Kec
6 PEMBESARAN KECAMBAH EMBRIO SOMATIK SAGU Metroxylon sagu Rottbol DENGAN MENGGUNAKAN
TIGA METODE KULTUR
Abstrak
Pembesaran kecambah asal embrio somatik merupakan tahapan akhir yang sangat menentukan terbentuknya planlet yang jagur dan siap untuk diaklimatisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi kinetin yang efektif dan efisien dalam proses pembesaran kecambah asal embrio somatik tanaman sagu
pada tiga metode kultur. Bahan tanam penelitian yang digunakan adalah kecambah embrio somatik tanaman sagu asal kultur meristem pucuk dari tunas
anakan sagu jenis Alitir. Kecambah embrio somatik dikulturkan pada media MS yang dimodifikasi dengan atau tanpa penambahan ZPT berupa GA
3
0.5 mg L
-1
dan kinetin 1.0 – 2.0 mg L
-1
sebagai perlakuan pada media tumbuh dengan lama kultur 6 minggu. Metode kultur yang digunakan terdiri atas tiga macam yaitu:
kultur suspensi, temporary immersion system TIS dan media padat sebagai perlakuan metode kultur. Total perlakuan terdiri atas 9 kombinasi perlakuan
dengan empat ulangan pada masing-masing unit perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dan terefisien dicapai oleh kultur TIS
dengan penambahan GA
3
0.5 mg L
-1
dan kinetin 1.0 mg L
-1
yang menghasilkan rerata bobot segar 0.9 gbejana, Rataan tinggi tunas atau planlet 11.5 mm, rerata
jumlah daun 1.7 helai, rerata kelas warna hijau daun 1.8 dan rerata jumlah planlet berakar 7.5.
Kata kunci:
embrio somatik sekunder, kinetin, pertumbuhan vegetatif, planlet.
6.1 Pendahuluan
Pembesaran kecambah embrio somatik sangat penting untuk tumbuh dan berkembang menjadi planlet sebelum siap diaklimatisasi menjadi benih. Proses
pertumbuhan dan perkembangan kecambah atau planlet ini memerlukan lingkungan mikro yang sesuai untuk pertumbuhan yaitu meliputi intensitas cahaya
yang cukup, temperatur dan kelembaban yang sesuai. Intensitas cahaya untuk pertumbuhan planlet biasanya diatur sebesar 20 – 30 µMol foton det
-1
m
-2
Tahardi et al. 2002; Sumaryono et al. 2008. Tingkat keberhasilan kultur embriogenesis somatik sampai pembesaran
planlet ditentukan oleh penggunaan media tumbuh dan zat pengatur tumbuh ZPT yang tepat. Aplikasi ZPT harus disesuaikan dengan jenis tanaman dan
tahapan kultur Asemota et al. 2007. Tahap kultur pembesaran kecambah menjadi planlet biasanya membutuhkan ZPT berupa gibberelic acid seperti GA
3
yang dikombinasikan dengan golongan sitokinin seperti BA, kinetin, TDZ, dan lainnya. Penggunaan kombinasi ZPT tersebut harus memperhatikan konsentrasi
yang digunakan tergantung jenis tanaman yang dikulturkan Riyadi et al. 2005; Song et al. 2011; Tahami et al. 2014.
Penggunaan ZPT pada suatu tanaman ditentukan oleh jenis tanaman, fase pertumbuhan dan perkembangan serta tujuan kultur. Untuk proses pertumbuhan
dan pembesaran planlet biasanya membutuhkan ZPT dari golongan sitokinin dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan pada saat proses
embriogenesis somatik tahap awal Song et al. 2011. Pada tahap ini, biasanya penggunaan auksin sudah dikurangi bahkan tidak menggunakan sama sekali
Riyadi et al. 2005; Tahami et al. 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan konsentrasi
kinetin dikombinasikan dengan GA
3
yang optimal pada proses pembesaran kecambah embrio somatik sagu menajdi planlet pada tiga metode kultur yaitu:
media padat, TIS dan suspensi.
6.2 Bahan dan Metode 6.2.1 Tempat Penelitian dan Bahan Tanaman
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biak Sel Mikropropagasi, Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia yang dimulai pada
tanggal 17 Januari sampai dengan 9 Maret 2015. Bahan tanaman yang digunakan berupa kecambah hasil perkecambahan embrio somatik sagu jenis Alitir asal
Merauke, Papua.
6.2.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap RAL faktorial. Data-data hasil pengamatan pada setiap peubah diuji statistik
menggunakan analisis keragaman ANOVA. Perbedaan antar-perlakuan ditentukan dengan uji jarak berganda Duncan atau Duncan Multiple Range Test
DMRT pada taraf uji α = 0.05. Analisis statistik untuk data-data setiap peubah
menggunakan program SPSS versi 19. Perlakuan yang diuji terdiri atas dua faktor perlakuan yaitu faktor metode kultur dan konsentrasi kinetin. Masing-masing unit
percobaan diulang sebanyak empat kali. Faktor perlakuan metode kultur terdiri atas 3 taraf yaitu: suspensi, TIS dan media padat. Faktor konsentrasi kinetin terdiri
atas 3 taraf, yaitu: 0, 1 dan 2 mg L
-1
yang masing-masing dikombinasikan dengan GA
3
0.5 mg L
-1
kecuali pada 0 mg L
-1
kontrol sehingga terdapat 9 kombinasi perlakuan yang diuji. Metode kultur suspensi menggunakan tabung Erlenmeyer
250 mL, temporary immersion system TIS merk Rita volume 1000 mL dan media padat menggunakan botol jar.
Proses kultur sagu ini diatur dalam kondisi yang sama dan homogen yang meliputi sumber eksplan, kondisi laminar air flow, peralatan kultur spatula,
pinset, jarum, dll dan kondisi ruangan tempat kultur. Hal ini untuk membuat kondisi yang homogen dan menjaga dari kontaminasi dari faktor eksternal.
Sebanyak 10 kecambah asal embrio somatik tanaman sagu jenis Alitir dimasukkan dalam bejanawadah yang berisi media sebanyak 170 mL kecuali
media padat sebanyak 40 mLjar yang disesuaikan dengan masing-masing perlakuan.
6.2.3 Pelaksanaan Kegiatan Penelitian
Kecambah sagu Alitir hasil kultur perkecambahan embrio somatik diseleksi dan dijadikan sebagai eksplan untuk percobaan pembesaran planlet
sesuai dengan perlakuan yang diuji. Tingkat keasaman medium diatur pada pH 5.7 selanjutnya ditambahkan Gelrite 3 g L
-1
khusus pada media padat, sedangkan media untuk TIS ditambahkan antibiotik berupa Rifampicin dan Tetracyclin
dengan konsentrasi masing-masing 15 mg L
-1
untuk menjaga kontaminasi dari
2 4
6 8
10
1 2
1 2
1 2
Bob ot
seg a
r p
la n
le t
d a
n E
SS g
Perlakuan metode kultur dan konsentrasi kinetin mg L
-1
a
b
b b
b b
b b
b
Suspensi TIS
Media padat
bakteri. Selanjutnya media tersebut beserta zat antibiotik yang terkandung disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121
C dengan tekanan 1 kg cm
-2
selama 20 menit.
Kecambah sagu Alitir dikulturkan di dalam ruang terang di bawah lampu TL dengan intensitas cahaya 30 μmol foton m
-2
s
-1
dan lama penyinaran 12 jam dengan suhu ruangan 26 + 1
C selama 6 minggu. Kultur suspensi ditempatkan pada shaker dengan kecepatan 100 rpm. Kultur TIS diatur dengan timer merk
AUTONIC yang mengatur interval perendaman setiap 12 jam selama tiga menit per perendaman media.
Peubah yang diamati pada penelitian ini terdiri atas aspek pertumbuhan dan perkembangan. Secara rinci, terdapat beberapa peubah yang diamati yaitu:
bobot segar dan pertumbuhan planlet yang meliputi tinggi tunas, jumlah daun, kelas warna hijau daun dan jumlah planlet berakar.
6.3 Hasil dan Pembahasan 6.3.1 Pertumbuhan Bobot Segar
Secara umum, perolehan bobot segar total kultur planlet + embrio somatik somatik sekunder atau ESS yang tinggi diperoleh pada metode kultur
suspensi dibandingkan dengan kultur TIS maupun media padat. Pertumbuhan biomassa kultur pembesaran kecambah atau planlet sagu ini tidak hanya berasal
dari pertumbuhan dan perkembangan kecambah menjadi planlet saja, tapi juga dari embrio somatik sekunder yang terbentuk. Bahkan beberapa perlakuan
diperoleh biomassa embrio somatik sekunder yang cukup besar Gambar 6.1. Dengan demikian, perolehan bobot segar yang tinggi tidak mesti menunjukkan
pertumbuhan dan perkembangan planlet yang tinggi. Namun, pertumbuhan bobot segar tersebut masih tergantung dari besarnya pertumbuhan embrio somatik
sekunder yang terbentuk.
Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada α
= 0.05.
Gambar 6.1 Bobot segar total kultur planlet + ESS hasil kultur pada pembesaran kecambah atau planlet sagu umur 6 minggu.