Hasil dan Pembahasan .1 Persentase Benih Hidup

Gambar 7.2 Pertumbuhan dan perkembangan planlet sagu sampai menjadi benih: a. Planlet sagu bahan aklimatisasi, b. Benih umur 10 minggu dalam sungkup pada berbagai perlakuan media, c. Benih dengan perkembangan akar yang baik, d. Kondisi benih siap ditransfer ke polibeg, e. Benih setelah ditransfer dalam polibeg, f. Awal pertumbuhan di dalam pre-nursery, g. Perkembangan lanjut saat masa akhir di pre-nursery setelah 6 minggu, h. Perkembangan di main-nursery, dan i. Benih yang sudah kokoh dan siap ditransplanting di lapang atau kebun setelah 6-8 minggu. Anak panah menunjukkan akar yang menembus keluar. Bar garis = 10 cm.

7.4 Kesimpulan

Planlet tanaman sagu hasil kultur embriogenesis somatik terlah berhasil diaklimatisasi menjadi benih siap tanam di lapangan atau kebun. Teknik aklimatisasi yang dikembangkan dengan menggunakan semua formula komposisi media yang telah diterapkan telah berhasil untuk proses aklimatisasi planlet sagu menjadi benih siap tanam di kebun. Komponen media bahan organik berupa cocopeat berperan penting pada tingkat keberhasilan proses aklimatisasi planlet menjadi benih. Perlakuan terbaik atau terefisien dicapai pada komposisi media top soil : pasir : pupuk kandang : cocopeat = 1:1:0:1 yang menghasilkan persentase hidup bibit tertinggi yaitu sebesar 50.8. i g h a b c d e f 8 STUDI ANALISIS KESAMAAN GENETIK TANAMAN SAGU Metroxylon sagu Rottbol ASAL EMBRIOGENESIS SOMATIK DENGAN METODE RAPD Abstrak Tingkat kesamaan genetik benih asal kultur embriogenesis somatik merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menjamin kualitas benih unggul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan tingkat kesamaan genetik genetic similarity benih asal kultur embriogenesis somatik tanaman sagu. Bahan tanam penelitian yang digunakan adalah daun muda tanaman sagu asal kultur embriogenesis somatik jenis Alitir. Metode analisis molekuler genetik yang dipakai untuk mengetahui dan menetukan tingkat keragaman ataupun kesamaan genetik menggunakan teknik RAPD. Total primer yang digunakan terdiri atas enam macam, yaitu: 1. OPA-01 CAGGCCCTTC, 2. OPA-04 AATCGGGCTG, 3. OPB-06 TGCTCTGCCC, 4. OPB-10 CTGCTGGGAC, 5. OPC-05 GATGACCGCC, dan 6. OPC-06 GAACGGACTC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pita semua primer hasil ampilifikasi PCR menunjukkan polimorfisme yang sangat rendah atau hampir tidak ada. Hal ini mengidentifikasikan tingkat keragaman genetik semua benih sagu sangat rendah yang berarti memiliki tingkat similaritas atau kesamaan genetik sangat tinggi. Kata kunci: benih , daun, keragaman genetik, PCR, primer.

8.1 Pendahuluan

RAPD Random Amplified Polymorphic DNA merupakan salah satu metode analisis molekuler yang berbasis DNA untuk menganalisis tingkat keragaman genetik tanaman atau populasi tanaman. RAPD dapat digunakan untuk membedakan atau menyeleksi tingkat keragaman tanaman Angelica acutiloba var. acutiloba dan sugiyamae termasuk hasil turunannya Matsubara et al. 2013. Penentuan galur-galur tanaman Bombyx mori L. maupun hibrida yang terbentuk, metode RAPD juga digunakan untuk menyeleksi dan membedakan galur maupun hibrida yang terbentuk Talebi et al. 2011. Penentuan dan seleksi kelapa sawit terkait infeksi Ganoderma di beberapa kebun kelapa sawit di daerah Malaysia Selangor, Perak, Johor dan Melaka, RAPD juga digunakan untuk mengidentifikasi dan membedakan kelapa sawit dari beberapa daerah tesebut Zakaria et al. 2005. Dibandingkan dengan tanaman tahunan lain seperti kelapa sawit dan karet, publikasi hasil penelitian dari tanaman sagu sangat terbatas. Abbas et al 2009 mempelajari hirarki dan diferensiasi genetik serta hubungan kekerabatan genetik tanaman sagu di Indonesia menggunakan teknik RAPD. Ehara 2003 mempelajari hubungan antara distribusi geografis dengan jarak genetik tanaman sagu. Di sisi lain, Riyadi et al. 2005 dan Sumaryono et al. 2009 melaporkan hasil penelitian mengenai perbanyakan klonal tanaman sagu melalui embriogenesis somatik, sebagai salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan benih sagu yang sangat diperlukan dalam usaha peningkatan produksi sagu. Benih unggul hasil kultur embriogenesis somatik penting untuk dianalisis mengenai tingkat keragaman genetik genetic diversity ataupun kemiripan genetik genetic similarity untuk mendeteksi kemungkinan abnormalitas benih yang akan dihasilkan secara lebih dini. Analisis untuk mengetahui potensi abnormalitas benih yang mungkin terjadi, secara dini dapat dilakukan menggunakan analisis molekuler. Analisis molekuler untuk melihat keragaman atau kemiripan genetik dapat dilakukan beberapa metode seperti: RAPD, AFLP, ISSR, SSR dan masih ada beberapa metode lainnya Abbas et al. 2009; Talebi et al. 2011; Rathore et al. 2014. Hal ini penting untuk mengetahui potensi abnormallitas ataupun normalitas tanaman yang dihasilkan dari perbanyakan kultur embriogenesis somatik. Metode yang sering digunakan untuk analisis keragaman genetik adalah RAPD. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat kemiripan atau kesamaan genetik genetic similarity benih tanaman sagu asal kultur embriogeneisi somatik tanaman metode RAPD. 8.2 Bahan dan Metode 8.2.1 Tempat Penelitian dan Bahan Tanaman Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biak Sel Mikropropagasi dan Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetik, Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia yang dimulai dari tanggal 20 April sampai dengan 21 Mei 2015. Bahan tanaman yang digunakan berupa daun benih tanaman sagu asal embriogenesis somatik jenis Alitir asal Merauke, Papua. Bahan daun sampel diambil pada tiga periode subkultur yang berbeda yaitu 28, 29 dan 30 kali jumlah subkultur. Sampel duan yang diambil diulang sebanyak empat kali Gambar 8.1.a b.

8.2.2 Isolasi DNA

DNA akan diisolasi dari daun sagu menggunakan prosedur Orozco- Castillo et al. 1994 dengan sedikit modifikasi. Sampel daun dihaluskan dalam mortar dengan bantuan N 2 cair serta PVP BM 30000, kemudian dihomogenkan dengan bufer ekstraksi 10 mL CTAB 10, 2 mL EDTA 0.5 M pH 8.0, 5 mL tris-HCl 1 M pH 8.0, 12.6 mL NaCl 5 M, 20.4 mL dH 2 O yang telah dipanaskan 65 °C dan ditambahkan 50 μL β-merkaptoetanol, dengan perbandingan 1:5 g ml - 1 . Campuran dikocok dengan vorteks kemudian dipanaskan kembali pada suhu 65 °C selama 30 menit. Suspensi ditambah larutan kloroform : isoamil alkohol 1 x volume, dikocok dengan vorteks dan disentrifus dengan kecepatan 12000 g selama 10 menit. Larutan DNA di lapisan paling atas dipindahkan ke tabung sentrifus yang baru. Perlakuan ini diulang satu kali lagi, kemudian larutan DNA dari lapisan paling atas dipindahkan ke tabung sentrifus baru dan ditambah isopropanol dingin 1x volume. Campuran dibolak-balik perlahan hingga homogen dan disimpan dalam kulkas 4 °C selama 30 menit kemudian disentrifus kembali 12000 g, 10 menit, 4°C. Pelet yang diperoleh dikeringkan, kemudian dilarutkan dengan 1 mL bufer TE 1 mL Tris-HCl 1 M pH 8.0, 0.2 mL EDTA 0.5 M pH 8.0 dan 98.8 mL dH 2 O, 110 volume NaCH 3 COO 3 M pH 5.2 dan 2.5 mL etanol absolut. Selanjutnya campuran disimpan dalam freezer -20 °C selama 30 menit atau semalam. Homogenat disentrifus dengan kecepatan 13000 g selama 10 menit pada suhu 4 °C. Endapan dicuci dengan etanol 70 kemudian DNA dikeringkan dengan speed vacum. DNA dilarutkan dalam 100 µL ddH 2 O. Kontaminan RNA dihilangkan dengan menambahkan RNase 25 µg mL -1 ke dalam larutan dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 37 °C selama 60 menit.

8.2.3 Amplifikasi PCR

Beberapa pasang primer yang dapat digunakan untuk tanaman sagu telah tersedia di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetik, PPBBI yang telah dirancang pada penelitian molekuler tanaman sagu. Perancangan primer dilakukan berdasarkan sequen DNA gen yang sama yang telah terdeposit pada GenBank. Perancangan primer dilakukan dengan program Primer3 yang dapat diakses secara online pada http:www.biotools.umassmed.edu, menggunakan input sekuen DNA fragmen gen-gen yang telah terdeposit pada GenBank. Total primer yang digunakan ada enam macam, yaitu: 1. OPA-01 CAGGCCCTTC, 2. OPA-04 AATCGGGCTG, 3. OPB-06 TGCTCTGCCC, 4. OPB-10 CTGCTGGGAC, 5. OPC-05 GATGACCGCC, dan 6. OPC-06 GAACGGACTC. Primer-primer tersebut sering digunakan untuk menganalisis keragaman tanaman sagu terkait kadar pati yang terkandung Abbast et al. 2009. Program mesin PCR model Swift maxi dari ESCO, Gambar 37.c terdiri atas pre-denaturasi pada suhu 94 C selama 5 menit, dilanjutkan dengan 45 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 94 C selama 30 detik, annealing atau penempelan primer pada suhu 36 C selama 30 detik, dan extension atau pemanjangan 72 C selama 1 menit. Pada tahap terakhir proses PCR dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 72 C selama 5 menit. Selanjutnya sebanyak 10 – 15 L produk PCR difraksionasi dengan elektroforesis pada gel agarosa 1,2. Gambar 8.1 Bahan tanaman sagu hasil aklimatisasi sumber DNA dan perangkat analisis molekuler: a. Benih sumber DNA, b. Daun sampel terseleksi sumber DNA, c. Mesin PCR yang digunakan untuk analisis RAPD, dan d.. Perangkat Geldoc untuk visualisasi dan dokumentasi pita DNA maupun pita hasil PCR. Bar = 10 cm. a b c d