Embriogenesis Somatik Tanaman Embriogenesis Somatik Sagu (Metroxylon Sagu Rottbol) Metode Kultur Cair Untuk Pengembangan Teknologi Perbanyakan Benih Bermutu
eksplan berupa jaringan pucuk meristem dari tunas anakan muda sucker. Eksplan dikulturkan pada medium MS Murashige dan Skoog 1962 yang
modifikasi untuk mendapatkan kalus. Selanjutnya, embrio somatik diinduksi dari kalus embriogenik yang merupakan hasil perkembangan kalus tersebut.
Perkembangan embrio somatik tanaman sagu pada medium padat juga telah dilaporkan oleh Riyadi et al. 2005. Dari kalus awal seberat 0.3 g dapat
dihasilkan sebanyak 130-200 embrio somatik pada berbagai fase perkembangan dalam waktu 4 minggu. Embrio somatik telah berhasil tumbuh dan berkembang
menjadi planlet. Planlet yang telah mempunyai sistem perakaran baik atau sempurna maka selanjutnya diaklimatisasi pada komposisi media yang sesuai.
Planlet yang tumbuh dan berkembang menjadi benih dalam sungkup dan pre- nursery
selanjutnya ditransfer ke pesemaian main-nursery sampai menjadi benih yang siap tanam di lapang Riyadi dan Sumaryono 2010. Namun, dalam
perkembangannya terutama untuk tujuan produksi skala lebih besar, sistem kultur media padat tersebut masih memiliki beberapa kendala. Beberapa masalah atau
kendala kultur media padat sagu antara lain: 1. Adanya variasi embrio somatik yang meliputi warna, ukuran dan tahap perkembangan Kasi dan Sumaryono
2006 yang kemungkinan diakibatkan oleh perbedaan tingkat penyerapan nutrisi dari media padat. 2. Terdapat planlet yang dihasilkan masih kurang vigor
Sumaryono et al. 2009 sehingga pertumbuhannya menjadi lambat. 3. Kapasitas produksi embrio somatik masih terbatas. 4. Memerlukan peralatan, bahan media
dan tenaga yang relatif banyak. Hal ini mendorong dikembangkannya penelitian embriogenesis somatik sagu yang lebih efisien untuk produksi sagu dalam jumlah
yang lebih massal dengan waktu yang relatif lebih singkat. Teknik kultur in vitro dengan embriogenesis somatik menggunakan kultur
cair telah banyak dikembangkan. Teknik kultur cair memiliki beberapa kelebihan dibandingkan kultur media padat yaitu: bersifat lebih massal Etienne dan
Berthouly 2002; Hvoslef-Eide et al. 2003; Jones et al. 2007, lebih efisien dalam penggunaan bahan media, peralatan dan tenaga kultur, serta lebih praktis dan
ringan proses pengerjaannya. Selain sistem kultur suspensi, teknik kultur cair lain adalah sistem perendaman periodik yang dikenal dengan sistem perendaman
sesaat SPS atau temporary immersion system TIS. Pada sistem ini perendaman berlangsung tidak terus menerus sehingga transfer oksigen cukup, pencampuran
memadai, kontaminasi rendah, dan biaya relatif murah Teisson et al. 1999; Etienne dan Berthouly 2002.
Perbedaan utama kondisi kultur antara metode media padat, suspensi dan TIS adalah frekuensi dan lama kontak eksplan dengan media. Eksplan pada kultur
media padat mengalami kontak dengan media secara terus-menerus namun eksplan tetap diam berada pada tempat semula sehingga tingkat penyerapan media
dan oksigen pada setiap bagian eksplan tidak sama gradien nutrisi. Pada kultur suspensi, eksplan terendam dalam media secara terus-menerus dan mengalami
pengocokan sehingga tingkat penyerapan media dan oksigen lebih merata dibandingkan dengan kultur media padat. Kultur SPS merupakan modifikasi
kultur suspensi dengan mengatur interval dan lama perendaman media sehingga tingkat sirkulasi oksigen aerasi, penyerapan media lebih baik dibandingkan
dengan kultur media padat dan tidak mengalami perendaman media secara terus- menerus seperti pada kultur suspensi.
Aplikasi kultur TIS telah dikembangkan pada tanaman kelapa sawit khususnya untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kalus dan
embrio somatik Sumaryono et al. 2008. Pendewasaan embrio somatik tanaman sagu telah berhasil dilakukan pada kultur metode TIS untuk menentukan interval
dan lama perendaman yang optimal Riyadi dan Sumaryono 2009. Namun, untuk pengembangan metode kultur suspensi pada tanaman kelapa sawit maupun sagu
belum dikembangkan secara optimal. Pengembangan kultur suspensi pada tanaman sagu penting dikembangkan untuk tujuan produksi benih yang lebih
masal.
3 EMBRIOGENESIS SOMATIK TIDAK LANGSUNG TANAMAN SAGU
Metroxylon sagu Rottbol DENGAN MENGGUNAKAN TIGA METODE KULTUR
1,2
Abstrak
Metode kultur in vitro dengan penggunaan media dan zat pengatur tumbuh ZPT yang tepat akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi pada proses
multiplikasi kalus maupun induksi embriogenesis somatik. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode induksi embriogenesis somatik tidak
langsung tanaman sagu pada kultur cair metode suspensi dan temporary immersion system
TIS dengan media padat sebagai kontrol. Di samping itu, penentuan pengaruh ZPT berupa TDZ, kinetin dan 2,4-D terhadap induksi
embriogenesis somatik dan multiplikasi kalus sagu. Bahan tanam atau eksplan awal yang digunakan adalah kalus remah hasil induksi dari kultur meristem pucuk
tunas anakan sagu. Penelitian terdiri atas dua tahap yaitu induksi embriogenesis somatik sagu metode kultur suspensi dan multiplikasi kalus pada proses induksi
embrogenesis somatik pada tiga metode kultur yaitu suspensi, TIS dan media padat. Pada percobaan tahap pertama, kalus tersebut dikulturkan pada media
Murashige Skoog MS yang dimodifikasi dengan perlakuan konsentrasi kinetin 0, 1, 3 dan 5 mg L
-1
kinetin secara tunggal maupun kombinasi dengan thidiazuron TDZ 1.0 mg L
-1
sehingga ada tujuh perlakuan. Pada percobaan tahap kedua, kalus tersebut dikulturkan pada media MS yang dimodifikasi dengan penambahan
2,4-D yang terdiri atas empat konsentrasi: 0, 5, 10 dan 15 mg L
-1
dikombinasikan dengan kinetin 0.1 mg L
-1
yang menggunakan tiga metode kultur yaitu kultur suspensi, TIS dan media padat, sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan. Hasil
percobaan pertama menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dicapai pada perlakuan kinetin 1 mg L
-1
yang menghasilkan embrio somatik sebanyak 123.9 buahErlenmeyer dan bobot segar 3.2 gErlenmeyer. Hasil percobaan kedua
menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dicapai oleh metode kultur suspensi dengan media yang mengandung 2,4-D 5 mg L
-1
dikombinasikan dengan kinetin 0.1 mg L
-1
yang menghasilkan rerata bobot segar kalus sebesar 9.3 gbejana dan rerata jumlah embrio somatik sebanyak 384.7 buahbejana. Selama proses induksi
embrio somatik, terjadi perubahan warna kalus dari sebagian besar kekuningan menjadi krem dan putih-kekuningan.
Kata Kunci:
2,4-D, embrio somatik, kinetin, metode kultur, multiplikasi kalus, thidiazuron TDZ.
1
Sebagian makalah percobaan tahap pertama telah diproses publikasi di Indian Journal of Experimental Biology IJEB.
2
Sebagian makalah percobaan tahap kedua telah diproses publikasi di Jurnal AgroBiogen.