14 Dalam mengekspor nenas olahan, produsen biasanya berhubungan langsung
dengan pembeli trading company. Sistem distribusi nenas mulai dari petani sampai ke pasar ekspor disajikan pada Gambar 2.2. Dari Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa
nenas segar dari petani tidak ada yang dibeli oleh industri pengolahan atau eksportir besar. Industri pengolahan dan eksportir besar mendapatkan nenas segar dari kebun
sendiri, sementara petani hanya dapat menjual nenas segar ke pedagang perantara pengumpul dan ke industri pengolahan atau eksportir kecil.
Gambar 2. 2
. Sistem distribusi nenas dari petani sampai ke pasar ekspor Hadi, 2001.
2. Model Berbasis Pasar dan Model Berbasis Sumber Daya dalam Pengembangan
Industri
Terdapat dua model utama menyangkut faktor penentu daya saing global. Model pertama adalah model organisasi industrial industrial organization model
atau model IO yang dikenal juga sebagai model berbasis pasar market-based model
. Model ini berpendapat bahwa kondisi dan karakteristik lingkungan eksternal
Formatted: Swedish Sweden Field Code Changed
Formatted: Swedish Sweden Deleted: 2
15 organisasi merupakan faktor penentu utama dalam perumusan strategi yang akan
menghasilkan keuntungan di atas rata-rata. Model IO didasarkan pada tiga asumsi penting Hitt, et al., 2001. Asumsi
pertama adalah bahwa lingkungan eksternal organisasi memunculkan tekanan dan kendala yang akan me mpengaruhi strategi yang dapat diterapkan organisasi. Asumsi
kedua, sebagian besar organisasiperusahaan yang bersaing dalam suatu industri memiliki sumber daya strategik yang sama dan mendasarkan strategi pada sumber
daya tersebut. Asumsi ketiga, sumber daya yang digunakan untuk mengimplementasikan strategi memiliki mobilitas tinggi. Karena mobilitas sumber
daya yang tinggi ini, perbedaan kepemilikan sumber daya di antara berbagai organisasi tidak akan bertahan lama. Kunci keberhasilan menurut model IO adalah
kejelian organisasi dalam memilih industri tempat organisasi bersaing Hitt, et al., 2001. Salah satu model yang didasarkan pada model IO adalah model lima
kekuatan persaingan dalam industri five forces model of competition dari Porter 1996 yan g berlanjut ke konsep strategi generik.
Model lima kekuatan persaingan dalam industri Porter di atas berpendapat bahwa intensitas persaingan dalam suatu industri, yang merupakan penentu tingkat
laba dalam industri yang bersangkutan, dipengaruhi oleh lima kekuatan, yaitu: 1 posisi tawar bargaining position pembeli industri, 2 posisi tawar pemasok
industri, 3 ancaman pendatang baru, 4 ancaman produk substitusi, dan 5 persaingan di antara para anggota industri itu sendiri. Interaksi di antara kekuatan-
kekuatan ini akan mendorong organisasiperusahaan untuk memilih satu di antara tiga strategi generik yang tersedia, yaitu 1 strategi keunggulan biaya menyeluruh,
2 strategi diferensiasi, dan 3 strategi fokus. Gambar 2.3 menyajikan model lima kekuatan persaingan dalam industri.
16 Gambar 2.
3 . Model lima kekuatan persaingan dalam industri Porter, 1996.
Model kedua adalah model berbasis sumber daya resource-based model. Model ini mengasumsikan bahwa organisasi merupakan kumpulan sumber daya dan
kapabilitas yang unik khas yang menjadi sumber kompetensi khas Distinctive competencies serta landasan bagi strategi organisasi dan merupakan sumber utama
profitabilitas Andersen dan Kheam, 1998. Dalam perjalanan waktu, organisasi akan memperoleh berbagai sumber daya yang berbeda-beda dan mengembangkan
kapabilitas yang bersifat unik. Model berbasis sumber daya mengasumsikan bahwa sumber daya tidak sepenuhnya bersifat mobil. Perbedaan kepemilikan sumber daya,
menurut model di atas, merupakan landasan keunggulan bersaing. Pendekatan berbasis sumber daya ini kemudian berkembang menjadi pendekatan berbasis
pengetahuan knowledge-based approach, yang diperkenalkan antara lain oleh von Krogh, Ichijo, dan Nonaka 2000, dan Tuomi 1999.
Pendekatan berbasis sumber daya sesungguhnya sudah diperkenalkan oleh Adam Smith melalui teori keunggulan absolut, yang selanjutnya dikembangkan oleh
David Ricardo teori keunggulan komparatif dan Hecksher-Ohlin teori keberlimpahan faktor. Daniels dan Radebaugh, 1996. Ketiga teori di atas lebih
menekankan pada keunggulan sumber daya alam fisik. Selanjutnya beberapa pakar
PERSAINGAN SESAMA ANGGOTA INDUSTRI
ANCAMAN PENDATANG BARU
POSISI TAWAR PEMBELI
POSISI TAWAR PEMASOK
ANCAMAN PRODUK SUBSTITUSI
Formatted: Swedish Sweden Field Code Changed
Formatted: Swedish Sweden Deleted: 3
17 mengembangkan teori berbasis keunggulan sumber daya alam ini menjadi teori-teori
yang tidak hanya didasarkan pada keunggulan sumber daya alam. Hunt 1999 memperkenalkan konsep keunggulan bersaing berkelanjutan
sustainable competitive advantage, SCA. Collis dan Montgomery 1997 mengklasifikasikan sumber daya ke dalam tiga kategori, yaitu, aset berwujud
tangible assets, aset tidak berwujud intangible assets, dan kapabilitas organisasi organizational capabilities. Aset berwujud menurut Collis dan Montgomery 1997
merupakan aset yang paling mudah dihitung nilainya dan seringkali merupakan sat u- satunya kelompok sumber daya yang muncul dalam neraca organisasiperusahaan.
Beberapa contoh aset berwujud adalah fasilitas produksi, bahan baku, dan lahan. Collis dan Montgomery 1997 berpendapat bahwa meskipun sumber daya
berwujud mungkin berperan pe nting bagi strategi organisasi, sumber daya ini jarang sekali menjadi sumber keunggulan bersaing. Walaupun demikian ada beberapa
pengecualian. Sumber daya berwujud berupa lokasi perumahan yang berdekatan dengan lokasi pariwisata, misalnya, dapat menjadi sumber keunggulan bersaing. Aset
tidak berwujud meliputi reputasi organisasi, merek, kultur, penguasaan teknologi, hak paten dan merek dagang, serta pengalaman dan hasil pembelajaran terakumulasi.
Aset tidak berwujud sering berperan penting dalam keunggulan bersaing organisasi dan aset tersebut memiliki karakteristik yang penting, yaitu tidak habis dikonsumsi.
Bahkan, jika dimanfaatkan secara bijaksana, aset tidak berwujud akan terus berkembang ketika digunakan. Kapabilitas organisasi menurut Collis dan
Montgomery 1997 bukanlah faktor input seperti aset berwujud dan tidak berwujud. Kapabilitas organisasi merupakan kombinasi yang kompleks dari aset, sumber daya
manusia, dan proses yang digunakan organisasi untuk mengubah input menjadi
18 output. Kapabilitas organisasi yang terus menerus diasah dapat menjadi sumber
keunggulan bersaing. Chaterjee dan Wernerfelt 1991 dalam Huseini 2000 mengembangkan
konsep sumber daya dengan mengklasifikasikan sumber daya ke dalam tiga kategori, yaitu sumber daya fisik tangible, sumber daya tidak berwujud intangible , dan
sumber daya keuangan. Selanjutnya Grant 1995 mengolompokkan sumber daya tidak berwujud ke dalam empat kategori, yaitu: sumber daya manusia, sumber daya
teknologi, reputasi, dan aset organisasi. Sumber daya manusia dikelompokkan ke dalam sumber daya tidak berwujud karena penekanannya adalah pada aspek
kompetensi, yang oleh Grant 1995 dikelompokkan menjadi empat kategori kompetensi SDM, yaitu: 1 kompetensi pencapaian tujuan, 2 kompetensi
pemecahan masalah, 3 kompetensi interaksi sesama, dan 4 kompetensi kerjasama. Hamel dan Prahalad 1995 menegaskan bahwa pendekatan berbasis pasar
belum cukup, pendekatan ini harus dilengkapi dengan pengasahan kompetensi inti pendekatan berbasis sumber daya. Hamel dan Prahalad menegaskan bahwa untuk
menciptakan daya saing yang tinggi di tingkat global organisasi harus mampu mengidentifikasi kompetensi inti yang dibutuhkan, mengembangkan kompetensi
tersebut, memanfaatkannya untuk menghasilkan produk-produk yang inovatif, dan mendidik pasar untuk menerima produk tersebut melalui penciptaan jalur migrasi
migration path . Kompetensi inti sendiri didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan dan keterampilan yang terintegrasi dalam struktur organisasi Tuomi,
1999. Tuomi selanjutnya menyatakan bahwa kumpulan pengetahuan dan keterampilan tersebut akan menghasilkan keunggulan bersaing yang khas organisasi
sehingga tidak mudah untuk ditiru organisasi lain. Sveiby 1997 dan Stewart 1997 dalam Tuomi 1999 berpendapat bahwa pengetahuan merupakan kunci bagi daya
19 saing perseorangan, perusahaan, dan negara. Pengetahuan juga dipandang sebagai
faktor penting yang menggerakkan perubahan ekonomi dan sosial, teknologi, serta kehidupan sehari-hari Tuomi, 1999.
Tuomi lebih lanjut berpendapat bahwa sumber nilai value organisasi ada dua, yaitu modal keuangan financial capital dan modal sumber daya manusia human
capital . Modal sumber daya manusia sendiri dapat dirinci ke dalam tiga aspek, yaitu,
kompetensi competence, sikap attitude, dan keuletan intelektual intelectual agility
. Menurut Tuomi 1999, pengembangan kompetensi inti haruslah melibatkan bukan hanya organisasi, melainkan juga komunitas di lingkungan organisasi tersebut
berada. Dengan demikian, pengembangan kompetensi inti dapat berlangsung melalui pengembangan komunitas. Ini sesungguhnya merupakan hal yang wajar karena
kumpulan pengetahuan tersimpan dalam komunitas. Oleh sebab itu Tuomi menegaskan bahwa kompetensi inti harus dikembangkan melalui fasilitasi
pembelajaran sosial dalam komunitas masyarakat, fasilitasi pembelajaran dan komunikasi di antara komponen-komponen yang ada dalam masyarakat, dan dengan
melibatkan komponen-komponen masyarakat yang penting. Pendapat ini sejalan dengan konsep Pembangunan Berbasis Komunitas
Community-Based Development, CBD yang sudah diimplementasikan di negara- negara maju sejak awal 1970-an Hidayat dan Syamsulbahri, 2001. Konsep CBD
menempatkan masyarakat tidak hanya sebagai obyek, melainkan juga sebagai subyek pembangunan. Pada dasarnya konsep CBD selalu melibatkan masyarakat baik dalam
tahap perencanaan maupun pelaksanaan program yang dilakukan Rubin, dalam Hidayat dan Syamsulbahri, 2001.
Grant 1995 menggambarkan proses pencapaian keunggulan bersaing melalui strategi yang didasarkan pada sumber daya dan kapabilitas seperti tampak pada
20 Gambar 2.4. Pada gambar ini dapat dilihat bahwa titik tolak analisis keunggulan
bersaing adalah identifikasi sumber daya dan kapabilitas yang dimiliki oleh organisasi. Kapabilitas didefinisikan sebagai kemampuan kapasitas sekumpulan
sumber daya untuk secara terintegrasi melaksanakan suatu tugas atau aktivitas Hitt, Ireland, dan Hoskisson, 2001. Grant 1995 menegaskan bahwa meskipun berbagai
sumber daya yang dimiliki organisasi harus dianalisis secara terpisah, kapabilitas hanya dapat diciptakan dengan memadukan sumber daya tersebut secara tepat.
Gambar 2. 4
. Meraih keunggulan bersaing berdasarkan sumber daya dan
kapabilitas Grant, 1995.
Porter 1993 memperke nalkan model Diamond untuk menjelaskan keberhasilan atau kegagalan suatu negara dalam persaingan internasional. Menurut
model ini, ada enam atribut yang mempengaruhi lingkungan bersaing suatu industri di tingkat global. Keenam atribut ini akan mendorong atau menghambat terciptanya
keunggulan bersaing. Atribut-atribut tersebut adalah sebagai berikut: a. Ketersediaan faktor produksi dan infrastruktur factors condition
b. Keadaan permintaan domestik demand condition
Formatted: Swedish Sweden Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed
Formatted: Swedish Sweden Deleted: 4
21 c. Adanya industri terkait dan industri penunjang related and supporting industries
d. Struktur, strategi, dan lingkungan bersaing perusahaan firm structure, strategy, and rivalry
e. Pengaruh lingkungan jauh the role of chance f. Peran pemerintah the role of government
Saling keterkaitan di antara atribut-atribut tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.5 .
Gambar 2. 5
. Model Diamond untuk Keunggulan Bersaing Negara Porter, 1993 Kondisi faktor
Kondisi faktor adalah ketersediaan faktor-faktor sumber daya di suatu negara untuk menunjang produksi. Faktor-faktor ini adalah, antara lain, sumber daya manusia,
sumber daya fisik atau alam termasuk lahan untuk kegiatan produksi, sumber daya pengetahuan dan teknologi, sumber daya keuangan, serta infrastruktur seperti jalan
raya, sarana komunikasi, listrik, dan air.
Kondisi permintaan
Kondisi permintaan yang dimaksud di sini adalah situasi permintaan domestik akan produk danatau jasa yang dihasilkan oleh industri-industri di negara yang
bersangkutan. Kondisi permintaan domestik tergambar antara lain dalam pola
Formatted: Swedish Sweden
Formatted: Swedish Sweden Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed
Formatted: Swedish Sweden Deleted: 5
22 pertumbuhan kebutuhan domestik, komposisi permintaan domestik, pertumbuhan
pasar domestik, dan tuntutan konsumen domestik akan kualitas produkjasa. Industri yang sudah terbiasa melayani permintaan domestik yang menuntut persyaratan ketat
akan lebih mampu memenuhi permintaan dari pasar dunia yang biasanya lebih ketat lagi.
Industri penunjang dan terkait
Suatu industri akan berkembang lebih pesat apabila di sekeliling industri tersebut terdapat industri-industri terkait dan penunjang yang bekerja secara bersama-sama
melayani pasar. Industri perbankan yang kokoh, misalnya, akan mendukung operasi industri manufaktur melalui dukungan penyaluran dana dan penyediaan fasilitas-
fasilitas perbankan lainnya. Demikian juga, sektor agroindustri baru dapat berkembang dan memiliki daya saing yang tinggi apabila didukung oleh ketersediaan
bahan baku yang berkualitas dan kontinu serta aktivitas perdagangan yang intensif. Selain itu, keberadaan lembaga riset berperan penting dalam pengembangan sektor
agroindustri.
Strategi, struktur, dan lingkungan bersaing perusahaan
Perusahaan yang sudah terbiasa bersaing di dalam negeri dan yang struktur dan strateginya memang sudah dirancang untuk mengantisipasi persaingan domestik
dianggap akan lebih siap menghadapi persaingan global yang biasanya lebih ketat. Kondisi persaingan domestik berkaitan erat dengan sifat permintaan domestik dan
dengan jumlah serta tingkat persaingan domestik.
Kondisi lingkungan jauh
Lingkungan jauh, yaitu kondisi ekonomi, sosial, politik, teknologi, dan lingkungan hidup di suatu negara merupakan sumber peluang chance sekaligus ancaman
threat yang dapat mempengaruhi daya saing industri negara tersebut di pasar
Formatted: Swedish Sweden
23 global. Lingkungan jauh dianggap merupakan faktor yang berada di luar jangkauan
industri untuk mengendalikannya.
Pemerintah
Pemerintah di suatu negara berperan besar, baik positif maupun negatif, atas kelima variabel di atas. Pemerintah dapat mengeluarkan peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan penyaluran kredit perbankan, as uransi usaha, kegiatan ekspor- impor, investasi asing, tenaga kerja, lingkungan hidup, dan sebagainya. Pemerintah
juga dapat memutuskan untuk mendukung industri tertentu dan mengabaikan atau mengesampingkan industri yang lain sesuai dengan strategi pembangunan yang
dipilih. Keenam variabel dalam Model Diamond Porter di atas merupakan variabel-
variabel yang menentukan tingkat daya saing produk suatu negara di pasar global. Strategi pembangunan negara seyogyanya mempertimbangkan variabel-variabel
tersebut dalam menentukan komoditas unggulan yang akan dipasarkan oleh suatu negara di pasar global.
Model Diamond Porter kemudian dikembangkan oleh Cho dan Moon 2003 menjadi Model Sembilan Faktor yang oleh Cho dan Moon dinyatakan sebagai model
yang lebih mampu menjelaskan keberhasilan negara Korea Selatan dalam arena persaingan global. Cho dan Moon 2003 berpendapat bahwa Model Sembilan Faktor
lebih cocok untuk kondisi negara berkembang ketimbang Model Diamond. Model Sembilan Faktor menyatakan bahwa daya saing global suatu industri di suatu negara
dipengaruhi oleh sembilan faktor berikut: 1. Faktor politisi dan birokrasi pemerintah
2. Faktor pekerja 3. Faktor teknisi dan manajer profesional
Formatted: Swedish Sweden
24 4. Faktor kewirausahaan
5. Faktor lingkungan bisnis 6. Faktor sumber daya alam
7. Faktor permintaan domestik 8. Faktor industri terkait dan industri penunjang
9. Faktor akses dan kesempatan. Model Sembilan Faktor Choo disajikan dalam Gambar 2.6.
Gambar 2. 6
. Model sembilan faktor untuk keunggulan bersaing suatu negara Cho dan
Moon, 2003
Perbedaan pokok antara Model Diamond Porter dan Model Sembilan Faktor Choo terletak pada faktor manusia, yang pada Model Diamond hanya dimasukkan
sebagai salah satu komponen dalam faktor produksi, sementara pada Model Choo faktor manusia mendapatkan perhatian yang jauh lebih besar dengan merincinya ke
dalam tiga kelompok faktor pekerja, faktor teknisi dan manajer profesional, dan faktor kewirausahaan. Dalam hal ini tampaknya pandangan Choo bersesuaian
Formatted: Swedish Sweden
Formatted: Swedish Sweden Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Deleted: 6
25 dengan pandangan Grant 1995 yang merinci aspek sumber daya manusia ke dalam
tiga kelompok, yaitu pengetahuan dan keterampilan, kemampuan komunikasi dan interaksi, dan motivasi.
Model Diamond Porter 1993 kemudian dipadukan dengan teori klaster industri untuk mendapatkan keunggulan bersaing berbasis lokasi Porter, 1996.
Porter menyatakan bahwa input faktor factor inputs haruslah mencakup faktor- faktor selain aset berwujud tangible assets, seperti infrastruktur fisik, misalnya,
informasi, sistem hukum, serta institusi riset perguruan tinggi. Faktor yang terakhir institusi riset sangat berperan dalam menghasilkan inovasi yang selanjutnya sangat
penting untuk pengembangan produk yang dapat diterima pasar. Lingkungan persaingan dan strategi perusahaan menurut model ini berbeda
antara ekonomi yang tingkat produktivitasnya lebih rendah dan ekonomi yang tingkat produktivitasnya tinggi. Pergeseran dari ekonomi produktivitas rendah ke ekonomi
produktivitas tinggi akan mengubah sifat persaingan dari persaingan upah ke persaingan biaya total. Ini akan mengurangi peran komponen upah dalam
menentukan daya saing dan menuntut ditingkatkannya efisiensi produksi dan pelayanan. Selanjutnya persaingan biaya akan bergeser ke persaingan diferensiasi
dan ini mengakibatkan peralihan dari strategi imitasi ke st rategi inovasi. Persaingan juga bergeser dari investasi rendah ke investasi tinggi, tidak hanya pada aset fisik
melainkan juga pada aset tidak berwujud seperti kompetensi dan teknologi. Konsep klaster industri akan berperan sangat penting dalam perubahan ini. Paduan Model
Diamond dan konsep klaster industri akan menghasilkan sumber daya saing berbasis lokasi Porter, 1996. Gambar 2.7 menyajikan pemikiran Porter 1996 mengenai
daya saing berbasis lokasi.
26 Gambar 2.
7 . Sumber daya saing berbasis lokasi Porter, 1996.
Huseini 2000 memperkenalkan model Saka-Sakti Satu Kabupaten-Satu Kompetensi Inti sebagai model alternatif untuk memberdayakan ekonomi daerah.
Meskipun menggunakan unit analisis kabupaten sebagai basis modelnya, Huseini menyatakan bahwa unit analisis ini dapat saja diperluas menjadi provinsi atau negara
ataupun dipersempit menjadi kecamatan atau kota. Pengambilan unit kabupaten dalam Model Saka-Sakti lebih dipengaruhi oleh gagasan oto nomi daerah yang
menempatkan kabupaten sebagai fokus pembangunan daerah di Indonesia. Model Saka-Sakti didasarkan pada konsep daya saing berkelanjutan sustainable competitive
advantage, SCA yang dikemukakan Hunt Hunt, 1999, dalam Huseini, 2000.
Huseini berpendapat bahwa daya saing suatu daerah harus dicapai melalui pendekatan kompetensi inti core competence dan bukan melalui pendekatan
komoditas unggulan. Model Saka-Sakti menganjurkan penggalian potensi dasar sumber daya saing yang menurut Huseini ada tiga, yaitu yang bersifat tangibles,
LINGKUNGAN PERSAINGAN DAN
STRATEGI PERUSAHAAN
KONDISI FAKTOR INPUT
KONDISI PERMINTAAN
INDUSTRI TERKAIT DAN PENDUKUNG
• Lingkungan setempat
yang merangsang investasi dan perbaikan
berkelanjutan •
Persaingan ketat di antara pesaing-pesaing
lokal
Kuantitas dan biaya Sumber daya alam
Sumber daya manusia Infrastruktur fisik
Infrastruktur administratif Infrastruktur informasi
Infrastruktur iptek
Kualitas faktor Spesialisasi faktor
• Adanya pemasok lokal yang
kapabel •
Adanya industri terkait yang kompetitif
Pelanggan domestik yang kritis
Kebutuhan pelanggan yang berkembang
Permintaan lokal yang bersifat khusus dan
dapat dilayani secara global
Formatted: Swedish Sweden Field Code Changed
Formatted: Swedish Sweden Deleted: 7
27 intangibles,
dan sumber daya manusia. Model Saka-Sakti pada dasarnya merupakan model berbasis sumber daya dan sejalan dengan teori klaster industri Porter 1996
yang tampaknya memadukan pendekatan berbasis pasar dan pendekatan berbasis sumber daya dan menganjurkan pengelompokan regional berdasarkan perusahaan,
industri, ataupun sektor guna membangun suatu sentra industri yang homogen. Baik model klaster industri maupun model Saka-Sakti menitik-beratkan
perlunya integrasi penuh seluruh kegiatan di sepanjang rantai nilai value chain industri. Tetapi model klaster industri, meskipun sudah mulai mengadopsi asumsi
dari model berbasis sumber daya, tampaknya belum secara spesifik menegaskan pentingnya identifikasi sumber daya sebagai sumber kompetensi inti. Di pihak lain,
model Saka-Sakti menyatakan bahwa sumber keunggulan bersaing terletak pada kemampuan organisasi dalam mengidentifikasi sumber daya fisik, sumber daya tidak
berwujud, dan sumber daya manusia. Secara implisit model Saka-Sakti tampaknya sejalan dengan pendapat Tuomi 1999 dan Rubin 1993 dalam Hidayat dan
Syamsulbahri 2001 yang menyatakan pentingnya pengembangan keunggulan bersaing berbasis komunitas. Sasaran utama model Saka-Sakti adalah penciptaan
daya saing yang berkelanjutan Sustainable Competitive Advantages, atau SCA melalui identifikasi kompetensi inti dalam berbagai proses yang ada dalam rantai
nilai industri. Hitt, Ireland, dan Hoskisson 2001 mengajukan empat kriteria untuk SCA, yaitu, 1 penting bagi organisasi untuk memanfaatkan peluang dan meredam
ancaman, 2 bersifat langka, 3 sulit ditiru pihak lain, dan 4 tidak tergantikan nonsubstitable.
3. Kemitraan Strategik