Masyarakat Kalang Masyarakat Kalang 1. Wujud Kolektif Manusia

32 masa-masa yang secara berulang-ulang berkumpul dan yang kemudian bubar lagi Koentjaraningrat, 2000:154. Aneka warna kelompok dan perkumpulan. Perkumpulan dapat dikelaskan berdasarkan prinsip guna serta keperluannya atau fungsinya, dan dengan demikian ada perkumpulan-perkumpulan yang gunanya untuk keperluan mencari nafkah, untuk melaksanakan suatu mata pencaharian hidup atau memproduksi barang; pokoknya untuk keperluan ekonomi. Perkumpulan-perkumpulan semacam itu adalah misalnya perkumpulan dagang, suatu koperasi, suatu perseroan, suatu perusahaan dan sebagainya Koentjaraningrat, 2000:158.

4. Masyarakat Kalang

Menurut Pontjosutirto dalam Laporan Hasil Penelitian Antropologis Orang-orang Golongan Kalang 1971:13, kalang adalah sebutan dari segolongan orang atau suku bangsa yang hidup di tempat-tempat tersebar di pulau Jawa, terutama di daerah di seluruh Jawa Tengah: dikatakan, bahwa dahulu mereka hidup mengembara dari hutan ke hutan, sedangkan makanan mereka ialah buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan hutan, juga dari binatang- binatang buruan dan ikan yang mereka tangkap dari sungai-sungai. Cara perjalanan hidup mereka dalam antropologi terkenal dengan nama food gathering economics. Upacara obong sampai sekarang masih tetap dilakukan oleh masyarakat Kalang. Untuk menyesuaikan dengan zaman nampak bahwa pelaksanaan upacara itu mengalami perubahan. Tetapi dasar dan tujuannya 33 masih tetap dipegang teguh. Mereka menjaga amanat dari leluhur yang memberikan pesan agar supaya mengadakan upacara obong ketika ada keluarga yang meninggal dunia. Pontjosutirto, 1971:23 Sejak zaman Hindu di Jawa mereka telah merupakan golongan yang telah dikenal orang. Mereka bertempat tinggal di daerah-daerah kerajaan kecil yang selalu sering berselisih dan berperang. Dengan demikian mereka sering terusir dan berpindah tempat, mengembara dari daerah satu ke daerah lain. Kalau kerajaan yang menguasai daerah dimana mereka bertempat tinggal itu kuat, mereka mengakui kekuasaan raja, akan tetapi apabila penguasa raja itu lemah, mereka akan melepaskan diri dan memperoleh kemerdekaan kembali. Sebaliknya, kalau mereka itu ditekan terlalu berat, mereka akan menyingkir dan mencari tempat kediaman baru yang dianggap aman, oleh karena pada waktu itu daerah di pulau Jawa ini masih cukup luas untuk maksud itu. Sering kali mereka dianggap sebagai golongan orang-orang yang berbahaya. Karena sewaktu-waktu didalam keadaan yang mendesak, mereka dapat mendatangi desa-desa yang berbatasan dengan hutan tempat tinggal mereka. Mereka mita sesuatu yang dibutuhkan dari penduduk desa-desa itu atau merampasnya Pontjosutirto, 1971:13. Pada waktu Sultan Agung memerintah Mataram, golongan orang Kalang dianggap golongan yang dapat mengganggu ketentraman daerah kerajaan itu. Maka raja itu kemudian memberi perintah agar supaya orang- orang Kalang itu ditangkapi dan dikumpulkan di dalam suatu daerah 34 tersendiri. Mereka dilarang untuk meninggalkan tempat yang telah ditentukan itu, sedangkan tempat itu diberi pagar tinggi dan kuat Jawa = dikalang. Maka dari itu menurut perkiraan dari beberapa orang ahli, nama mereka berasal dari kata kalang, yang berarti batas. Dikalang Jawa berarti dibatasi atau dipagari. Kalangan adalah suatu tempat terbuka yang diberi batas berkeliling, digunakan untuk mengadu ayam, burung gemak, atau juga tempat untuk menyelenggarakan tari-tarian. Bulan kalangan, berarti bulan yang dikelilingi lingkaran cahaya, karena awan-awan putih disekitar bulan itu kena sinarnya. Jadi kata kalang itu mungkin sekali berasal dari kata kalangan, yaitu suatu daerah tertentu yang tertutup dengan pagar-pagar yang kuat, yang ditunjuk oleh Sultan Agung untuk tempat menetap bagi golongan orang- orang tersebut diatas. Hingga dewasa ini kampung tempat tinggal orang- orang Kalang disebut Kalangan juga. Misalnya di kota Solo, ada sebuah kampung yang bernama Kalangan, dahulu adalah tempat orang-orang abdi dalem Kalang, begitu pula di daerah kalurahan Banguntapan, Bantul Yogyakarta ada sebuah desa bernama Kalangan juga Pontjosutirto 1971:14.

C. Upacara Kematian 1. Pandangan Masyarakat tentang Kematian