Stasiun ST2-tikus yaitu rerata volume sedimen relatif bervariasi dan selalu meningkat selama pengamatan yaitu terendah 0,05 grcm2bulan pada T1 dan
tertinggi mencapai 0,23 grcm2bulan pada T3. Hasil keseluruhan pada kedua stasiun terlihat relatif cukup tinggi dan terus
meningkat walaupun terjadi fluktuatif selama pengamatan. Hal yang kontradiktif terlihat pada saat T2 yaitu Stasiun ST1-pari meningkat sebaliknya ST2-tikus
menurun dan keduanya mencapai puncak tertinggi pada saat T3. Endapan sedimen pada penelitian ini relatif lebih tinggi dibanding hasil pengukuran
sebelumnya pada lokasi yang sama. Rudi 2006 mendapatkan hasil pengukuran sedimen pada bagian utara gugus Pulau Pari berkisar antara 0,02 – 0,1
grcm
2
bulan. Fluktuasi sedimen yang cenderung meningkat lebih disebabkan adanya pengaruh musim dan anomali cuaca global selama 2010 yaitu La-Nina di
Samudera Hindia . Secara lokal dampak yang ditimbulkan adalah kekuatan angin dan arus serta peningkatan curah hujan terhadap distribusi sedimen di perairan
Kepuauan Seribu khususnya Gugus Pulau Pari.
Gambar 8. Variasi laju sedimentasi pada kedua stasiun selama
pengamatan
4.4 Rekrutmen Karang Gugus Pulau Pari
Dukungan kondisi perairan dan bentuk fisik terumbu Gugus Pulau Pari sangat memungkinkan rekrutmen karang dapat terjadi dengan optimal. Gerakan
massa air arus yang melewati Gugus Pulau Pari membantu pemencaran larva karang dari berbagai lokasi. Disamping itu berdasarkan tutupan karang
hidupnya, Gugus Pulau Pari termasuk kategori sedang dengan ketersedian sumber larva dan substrat alami cukup tinggi bagi penempelan larva dan
perkembangannya. Penempelan larva dan perkembangannya adalah tahapan rekrutmen karang setelah terjadinya spawning dan pemencaran Lamare dan
Barker 2001. Pada penelitian Rudi 2006 di Utara Gugus Pulau Pari dengan menggunakan substrat buatan diperoleh kepadatan penempelan larva karang
berkisar antara 12 – 22 kolonim
2
. Struktur populasi rekrutmen karang setelah penempelan penting dalam
memprediksi pembentukan komunitas terumbu karang dan menjadi salah satu indikator pemulihan terumbu setelah mengalami kerusakan. Kelusan hidup
rekrutmen karang sangat menentukan kesuksesan kedua proses di atas. Perkembangan rekrutmen karang setelah penempelan sangat ditentukan oleh
kondisi bentik terumbu disekitarnya. Dua peran utama bentik terumbu adalah sebagai sumber larva dan penyedia substrat untuk perkembangan rekrutmen dan
menjadi pembatas pertumbuhan oleh adanya kompetitior terutama dari karang dewasa dan biota bentik terumbu lainnya Moorsel, 1989.
Tabel 3 . Struktur populasi rekrutmen karang pada kedua stasiun penelitian di Gugus
Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta No
Taxa
ST1-pari ST2-tikus
Jumlah Kepadatan H
Jumlah Kepadatan H
I Acroporidae
1 Acropora 2
0,67 0,20 0
II Poritidae
2 Porites 11
3,67 0,36 1
0,33 0,12
3 Goniopora 2
0,67 0,20 0
III Faviidae
4 Montastrea 2
0,67 0,20 0
5 Cyphastrea 2
0,67 0,20 0
6 Caulastrea 3
1 0,25 0
7 Favites 2
0,67 0,19
8 Platygyra 4
1,33 0,29
IV Fungidae
9 Fungia 2
0,67 0,20 4
1,33 0,29
V Agariciidae
10 Pavona 1
0,33 0,13 0
Pachyseris 0 2 0,67 0,20
VI Pectiniidae
11 Oxypora 1
0,33 0,13
VII Merulinidae
12 Hydnopora 3
1 0,25
VIII Mussidae
13 Lobophyllia 1
0,33 0,13
IX Pocilloporidae
14 Pocillopora 1
0,33 0,13
Total 26
8,67 1,85 18
6 1,59
Indeks Keseragaman 0,84
0,77
Struktur populasi diantaranya dapat dilihat dari total jumlah taksa dan jumlah koloni pada masing-masing stasiun penelitian. Total genus di lokasi
penelitian mencapai 15 genus dari 10 famili dengan jumlah genus pada kedua stasiun tidak terlalu berbeda yaitu 9 genus pada Stasiun ST1-pari, dan 8 genus
pada Stasiun ST2-tikus. Jumlah genus dari Famili Faviidae yaitu 5 genus ditemukan lebih banyak
dibanding jumlah genus dari famili lainnya. Rekrutmen karang dari Genus Porites dan Fungia ditemukan pada kedua stasiun, hal ini menunjukan tingginya
frekuensi kehadiran kedua genus tersebut pada lokasi penelitian. Rekrutmen karang dengan bentuk koloni massive lebih banyak ditemukan dibanding bentuk
koloni lainnya. Total koloni rekrutmen karang yang ditemukan di lokasi penelitian cukup tinggi. Total koloni keseluruhan pada kedua stasiun adalah 44
koloni dengan kepadatan 7,3 kolonim
2
. Jumlah koloni pada Stasiun ST1-pari lebih tinggi yaitu 26 koloni dengan kepadatan yaitu 8,7 kolonim
2
, dibanding Stasiun ST2-tikus yaitu 18 koloni dengan kepadatan 6 kolonim
2
. Variasi jumlah koloni pada kedua stasiun untuk setiap genus berkisar antara 1- 11 koloni dan
jumlah tertinggi dari genus Porites. Kekayaan genus pada Stasiun ST1-pari terlihat sedikit lebih tinggi
dibanding Stasiun ST2-tikus, namun indeks keanekaragaman cenderung sama yaitu masing-masingnya 1,85 dan 1,60. Hal ini dapat dipahami bahwa pada
kedua stasiun tidak menunjukan adanya genus yang mendominasi terhadap genus lainnya. Sebaran koloni antar genus yang berbeda ditunjukan oleh nilai indeks
keseragaman yaitu Stasiun ST1-pari 0,84 lebih tinggi dibanding ST2-tikus yaitu 0,77. Hal ini menunjukan bahwa keanekaragaman genus rekrutmen karang pada
lokasi penelitian cukup tinggi dan cenderung stabil.
Gambar 9 . Kondisi bentik terumbu perairan pada kedua stasiun penelitian
Hasil pengukuran bentik terumbu menunjukan bahwa tutupan patahan karang mati sangat mendominasi pada kedua stasiun yaitu 52 pada ST1-pari dan
64 pada ST2-tikus. Tutupan kelompok karang hidup dan algae cukup rendah masing-masingnya 20 pada ST1-pari dan 23 pada ST2-tikus. Kenyataan ini
menunjukan bahwa kondisi bentik terumbu lebih mendukung perkembangan rekruitmen karang setelah penempelan namun terbatas sebagai sumber larva.
4.5 Kelulusan Hidup Rekrutmen Karang