Kerusakan dan Pemulihan Terumbu Karang

2.8 Kerusakan dan Pemulihan Terumbu Karang

Hewan karang sangat sensitif dan mudah mengalami kematian akibat kejadian alam dan aktifitas manusia. Keberhasilan proses reproduksi dan kelulusan hidup rekrutmen karang akan menjamin keberlanjutan populasi hewan karang dan memulihakan komunitas terumbu yang telah rusak. Tindakan pencegahan dan rehabilitasi kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan mengelolaa aktifitas yang berdapmpak terhadap kerusan terumbu. Selain itu pengembangan metode untuk aplikasi pembenihan dan pengembalian habitat terumbu kembali sangat dibutuhkan. Percobaan pemanenan larva di alam untuk dijadikan benih telah sukses dilakukan pada wilayah yang telah rusak akibat serangan predator Achantatser dan sedimentasi. Hai ini menunjukan bahwa pembenihan kembali di alam dapat menaikan laju rekrutmen secara alami. Namun tetap saja sebuah koloni karang dengan umur 50 tahun tidak bisa digantikan oleh rekrut yang berumur kurang dari 50 tahun. Pencegahan terhadap aktifitas manusia yang merusak terumbu lebih efektif untuk mendukung reproduksi dan rekrutmen hewan karang Richmond, 1997.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 9 bulan mulai Maret sampai November 2010. Alokasi waktu 9 bulan mengindikasikan representasi musim yaitu Musim Peralihan Barat-Timur Maret - April- Mei, Musim Timur Juni – Juli - Agustus, dan Musim Peralihan Timur-Barat September – Oktober - November, dimana masing-masing musim menunjukan karakter oseanografis dan gejala cuaca yang khas Suyarso, 1995. Pengamatan dilakukan dengan interval waktu setiap satu 1 bulan yaitu Maret sampai Agustus T0-T5 dan interval waktu 3 bulan yaitu September sampai November T5-T6. Lokasi penelitian adalah perairan terumbu karang Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengamatan di lapangan secara spasial dibedakan atas dua stasiun berdasarkan karakteristik lingkungan perairan, dan kondisi terumbu. Disamping itu bentuk pemanfaatan wilayah perairan dan status konservasi juga menjadi pertimbangan. Berdasarkan kriteria tersebut ditetapkan dua stasiun penelitian yaitu Stasiun pari-selatan ST1- pari pada posisi 05 o 52’ 212’’ Lintang Selatan dan 106 o 36’ 754’’ Bujur Timur dan Stasiun tikus-utara ST2-tikus pada posisi 05 o 51’168’’ Lintang Selatan dan 106 o 34’795’’ Bujur Timur. Penelitian dilaksanakan di terumbu karang Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengamatan di lapangan secara spasial dibedakan atas dua stasiun berdasarkan bentuk pemanfaatan dan status konservasinya. Pada lokasi penelitian dilakukan sampling pada dua 2 stasiun berbeda, yang didasarkan pada karakteristik perairan dan kondisi terumbu. Selain itu perbedaan stasiun juga didasarkan pada status pemanfaatan wilayah perairan yaitu sebagai area perlindungan laut APL dan non-area perlindungan laut NON-APL. Berdasarkan kriteria tersebut telah ditetapkan stasiun penelitian yaitu Stasiun pari- selatan ST1-pari pada posisi 05 o 52’ 212’’ lintang selatan dan 106 o 36’ 754’’ bujur timur dan Stasiun tikus-utara ST2-tikus pada posisi 05 o 51’168’’ lintang selatan dan 106 o 34’795’’ bujur timur.