11 Ditinjau dari banyaknya curah hujan maka wilayah KPH Bogor terbagi
dalam beberapa bagian, masing-masing dengan tipe curah hujan, yaitu : a.
Bagian Utara mempunyai curah hujan tahunan rata-rata sebesar 1500 mm dengan curah hujan terendah pada bulan Agustus yaitu 50 mm, sedang yang
tertinggi pada bulan Februari yaitu sebesar 300 mm, b.
Bagian Tengah mempunyai curah hujan tahunan rata-rata 3000 mm dengan curah hujan bulan terendah terdapat pada bulan Agustus yaitu 100 mm,
sedang yang tertinggi pada bulan Februari, yaitu sebesar 540 mm, dan c.
Bagian Selatan mempunyai curah hujan tahunan rata-rata sebesar 4000 mm, dengan curah hujan terendah terdapat pada bulan Mei yaitu 200 mm, sedang
yang tertinggi pada bulan Februari sebesar 550 mm. Berdasarkan data curah hujan tersebut, maka wilayah tipe iklim Ferguson
termasuk ke dalam tipe iklim A dengan angka curah hujan rata-rata 3000 mm tahun
-1
, suhu harian tertinggi 25,5°C dan suhu terendah 18°C. Iklim areal studi menurut klasifikasi Köppen termasuk tipe Afa dengan curah hujan tipe A
Schmidt dan Ferguson, 1951. Curah hujan rata-rata per bulan berkisar 84-86 mm untuk bulan-bulan Juni, Juli dan Agustus dan 132-381 mm untuk bulan-bulan
September hingga Januari. Suhu udara rata-rata per bulan 26 C dengan
maksimum rata-rata per bulan 32 C dan minimum 22
C. Rata-rata kelembaban nisbi udara 78-82 dengan rata-rata maksimum 99-100 dan minimum 47-77
Data 10 tahun terakhir pada Stasion Meteorologi Budiarto, Curug Tangerang.
E. Lokasi Penelitian dan Riwayatnya
Penelitian dilakukan di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPH Parung Panjang, Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH Bogor, sekitar 60 Km
sebelah Barat Laut Bogor dan sekitar 25 Km sebelah Barat Daya Curug Gambar 2.
12
Gambar 2 Peta lokasi daerah penelitian, berikut penyebaran plot contoh
Sebelum dibangun tegakan A. mangium termasuk campuran dengan Paraserianthes falcataria, ataupun Peronema canescens kawasan hutan Parung
Panjang pernah ditanami Puspa Schima wallichii. Dari arah Bogor sebelum mencapai Parung Panjang dijumpai perkebunan karet dan cokelat yang
dikembangkan oleh Dinas Perkebunan ataupun sisa-sisa perkebunan karet zaman sebelum Perang Dunia II.
Di samping pertanaman kelapa milik rakyat serta jenis-jenis tanaman lainnya yang berupa jenis tanaman buah-buahan, terdapat pula lahan persawahan
yang merupakan mosaik di antara pertanaman A. mangium atau jenis tanaman kehutanan lainnya yang sedang dikembangkan oleh Perum Perhutani.
13 Pada tahun 1986 pada areal hutan tempat penelitian dilakukan, jenis
tanaman pokok adalah P. falcataria, sedang A. mangium hanyalah berupa tanaman pengisi. Tahun 1989 A. mangium sudah mulai ditanam sebagai tanaman
pokok khususnya di RPH Tenjo tanpa tanaman pengisi. Di RPH lainnya masih digunakan P. falcataria sebagai tanaman pengisi
termasuk di Blok Simpak, Petak 19, RPH Jagabaya. Mulai tahun 1991 di seluruh areal Parung Panjang, yang terdiri atas 3 RPH yakni RPH Maribaya, RPH
Jagabaya dan RPH Tenjo, hanya ditanam A. mangium. Mulai tahun tanam 1990 di Blok Cimahi RPH Maribaya, oleh PT.
PERHUTANI PERSERO mulai diperkenalkan upaya pengapuran dalam rangka pengembangan tanaman tumpang sari.
Sejak tahun 1992 di semua areal penanaman baru diberi perlakuan yang sama. Kapur dan pupuk diberikan dalam bentuk campuran sebagai berikut:
Kapur 2 ton hektar
-1
; TSP 100 kg hektar
-1
; Urea 200 kg hektar
-1
; dan KCI 50 kg hektar
-1
Kapur danatau pupuk diberikan dalam 4 tahap untuk satu tahun. Sejalan dengan upaya pembinaan sistem tumpang sari yang lebih teratur
melalui program INSUS, juga mulai tahun tanam 1992 dikembangkan sistem wanatani agrokehutanan dengan menggunakan tanaman rumput gajah, jahe dan
tanaman kencur pada beberapa petak tertentu. Rencana tersebut disajikan pada peta RTT 19921995. Sekarang sistem wanatani telah ditinggalkan dan diganti
dengan sistem pengelolaan hutan bersama masyarakat disingkat PHBM. Sejak beberapa tahun terakhir penjarangan telah dilaksanakan secara terpola yakni untuk
tiap tanaman berumur 3, 5 dan 7 tahun. Dalam 2 atau 3 tahun terakhir tanaman cokelat dan kelapa telah diganti
dengan tanaman kelapa sawit. Kondisi terakhir ini diharapkan mampu menambah dinamika lingkungan hidup di daerah Parung Panjang dan sekitarnya.
14
3 DAUR PATOLOGIS TEGAKAN HUTAN TANAMAN Acacia mangium Willd
A. PENDAHULUAN