Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

12 organisasai, tujuan pendidikan,sifat dan kegiatan usaha yang dilakukan oleh yayasan? b. Apakah yang menjadi konsekuensi hukum terhadap yayasan sebagai badan hukum setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2003 Tentang Yayasan? c. Bagaimanakah pandangan para organ yayasan terhadap keberadaan undang undang yayasan tersebut? Akan tetapi baik judul maupun materisubstansi dan permasalahan serta pengkajian dan penelitiannya berbeda sama sekali, dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai sesuatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berfikir dalam penelitian. 11 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan mengimplementasikan hasil-hasil penelitian dan 11 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Cet ke I Bandung : Bandar Maju, 1994, h. 80. Universitas Sumatera Utara 13 menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu. 12 Sedang dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. 13 Fungsi teori adalah untuk memberikan arahanpetunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. 14 Dalam menganalisa data yang diperoleh sehubungan dengan pelaksanaan penurunan status sertifikat tanah hak milik menjadi hak guna bangunan pada yayasan menggunakan teori fisik yang dikemukakan oleh Hans Kelsen. Bahwa apa yang dikatakan sebagai Physical person adalah konsep biologis-psikologis, bukan konsep hukum sebagai mana dikutip : Physical person bukan entitas untuk hukum atau kognisi hukum, karena hukum tidak memahami manusia dalam totalitasnya, dengan semua fungsi mental dan fisiknya. Rupanya hukum hanya menetapkan tindakan tindakan manusia tertentu sebagai kewajiban atau hak. Dengan kata lain, manusia menjadi bagian dari komunitas yang dibentuk oleh sebuah sistem hukum tidak secara keseluruhan, tetapi hanya beberapa tindakannya yaitu tindakan yang diatur oleh sistim hukum komunitas tersebut. Oleh karena itu mungkin untuk seorang manusia menjadi bagian dari beberapa komunitas hukum yang berbeda pada saat yang sama, dan mungkin untuk perilakunya diatur oleh sistem hukum yang berbeda. 15 Physical person adalah pembawa semua kewajiban dan hak. Dengan kata lain mematahkan konsep karakter biologis-psikologisnya yang menyesatkaan. Menyesatkan karena konsep tersebut menggandakan objek kognisi antara manusia 12 Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, Cet ke II Jakarta : Rineka Cipta, 1998, h. 19. 13 Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Edisi I Cet ke VII Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003, h. 7. 14 Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993, h. 35. 15 Hans kelsen, Pengantar Teori Hukum, Penerjemah Siwi Purwandari, Bandung : Nusa Media, 2008, h. 85. Universitas Sumatera Utara 14 dalam pengertian biologis dan manusia secara psikologis. Sedangkan Legal person seperti halnya Physical person adalah sebuah sistem hukum yang mengatur perilaku sejumlah manusia, misalnya anggaran dasar sebuah badan hukum, yang merupakan legal person dari badan hukum tersebut. dengan demikian karena Physical person bukan manusia maka Legal person juga bukan supra manusia. Legal person merubah perilaku seorang manusia menjadi kewajiban atau hak tanpa menentukan sendiri subjek individual kewajiban atau hak tersebut, bahwa kewajiban dan hak diberikan kepada manusia secara tidak langsung, yaitu diperantarai oleh sub sistem hukum dalam hal ini yayasan sebagai badan hukum. Esensi dari apa yang dinamakan badan hukum, yang dipersamakan oleh ilmu hukum tradisional dengan orang secara fisik, digambarkan dengan sangat jelas dalam analisis terhadap kasus kasus tertentu dari badan hukum, yakni badan usaha. Badan hukum didefinisikan sebagai komunitas individu yang terhadap mereka tatanan hukum menetapkan kewajiban dan memberikan hak untuk tidak dianggap sebagai kewajiban dan hak individu-individu yang membentuk badan usaha sebagai anggotanya. 16 Dapat diasumsikan jika sebuah Yayasan membeli sebidang tanah, hak untuk mengunakan tanah itu, kepemilikan atas lahan tanpa ada campur tangan pihak lain dalam penggunaannya merupakan hak Yayasan, bukan hak para anggotanya. Jika hak ini dilanggar maka Yayasan itulah, bukan anggota perseorangan yang harus mengajukan gugatan ke pangadilan. Begitu juga kewajiban Yayasan sebagai badan 16 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Penerjemah Raisul Muttaqien, Bandung : Nusa Media, 2008, h.196. Universitas Sumatera Utara 15 hukum untuk melaksanakan peralihan hak atas tanah hak milik yang dimiliki oleh yayasam menjadi hak lain yang sesuai dengan peruntukannya yang diberikan oleh otoritas yang berwenang untuk itu. Kewajiban tersebut adalah kewajiban yayasan sebagai badan hukum atau organ, bukan kewajiban individu anggotanya. Menurut Hans Kelsen: Konsep pribadi fisik hanya sebagai konstruksi pemikiran hukum dan sepenuhnya berbeda dari konsep manusia, maka yang disebut pribadi fisik sesungguhnya adalah subjek hukum. Hukum erat hubungannya antara manusia sebagai subjek fisik dengan subjek hukum menurut pengertian teknis. Subjek hukum dalam pengertian teknis yang sempit adalah korporasi. Korporasi adalah sekelompok individu yang diperlakukan oleh hukum sebagai kesatuan, yakni sebagai pribadi yang mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berbeda dari hak dan kewajiban individu yang membentuknya. Korporasi dipandang sebagai pribadi karena peraturan hukum menetapkan hak-hak dan kewajiban tertentu menyangkut kepentingan anggota korporasi, tetapi tidak merupakan hak dan kewajiban dari para anggota, dan oleh sebab itu ditafsirkan sebagai hak dan kewajiban korporasi itu sendiri. Hak dan kewajiban itu diciptakan terutama oleh tindakan organ korporasi. 17 Konsep mengenai Hak dan Kewajiban korporasi tersebut juga berlaku bagi yayasan, dimana hak dan kewajibannya diciptakan oleh tindakan organ yayasan. Bahwa Perbuatan hukum yayasan, misalnya dalam transaksi hukum berupa penandatanganan kontrak atau mendaftarkan hak atas tanahnya, bahwa yayasan tersebut memenuhi kewajiban hukum atau tidak mematuhi kewajiban hukum, hal ini menegaskan bahwa yayasan adalah subyek dari kewajiban hukum dan hak hukum, karena tatanan hukum menetapkan hak dan memberikan kewajiban kepadanya. Melalui perilaku dari individuorgan yayasan itulah badan hukum dalam hal ini yayasan bertindak. 17 Hans Kelsen, Teori Umum Hukum dan Negara, Alih Bahasa Drs. Somardi Jakarta : BEE Media Indonesia, 2007, h. 122. Universitas Sumatera Utara 16 Menurut ajaran Yuridis-Dogmatis: Tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian. Menurut aliran ini meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal itu tidak menjadi soal asalkan kepastian hukum dapat terwujud. Hukum identik dengan kepastian. 18 Selanjutnya Van Kan mengatakan, bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan tidak diganggu. Bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. 19 Kepastian hukum yang bersifat Rechtscadaster merupakan tujuan tunggal dari pendaftaran tanah yang juga merupakan kewajiban dari pemerintah 20 . Rechtscadaster ini artinya hanya untuk pendaftaran tanah saja dan juga hanya menyangkut apa haknya dan siapa pemiliknya. Dengan kata lain bukan untuk kepentingan perpajakan. 21 Oleh karena itu negara wajib memberi jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut sehingga lebih mudah bagi yayasan untuk mempertahankan haknya terhadap gangguan pihak lain. Karena dalam kenyataannya sampai dengan saat ini baru kurang lebih dua puluh persen bidang tanah yang 18 Achmad Ali, Menguak Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis Jakarta : Gunung Agung, 2002, h. 83. 19 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Jakarta : Balai Pustaka, 2002, h. 44-45. 20 Mhd. Yamin dan Rahim Lubis, Op Cit, h. 167. 21 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Bandung: Maju,1994, h.13 Universitas Sumatera Utara 17 terdaftar, seyogianya tetap dipertahankan asas bahwa ketiadaan alat bukti tertulis menjadi penghalang bagi seseorang untuk membuktikan hak atas tanahnya melalui tata cara berdasarkan penetapan pemerintah maupun berdasarkan undang-undang. pengakuan hak berdasarkan penguasaan secara de facto selama jangka waktu tertentu dan diperkuat dengan kesaksian masyarakat serta lembaga yang berwenang, baik berdasarkan penetapan pemerintah maupun berdasarkan undang-undang. Pengakuan hak ini dapat menjadi alas untuk pendaftaran tanah, yang kemudian dapat menjamin kepastian hukum atas tanah bagi setiap pemilik tanah sesuai Pasal 19 UUPA. 22 Jaminan kepastian hukum dalam penguasaan tanah penting bagi kepentingan semua warganegara Indonesia, dan badan-badan hukum Indonesia. Kepastian hukum yang dapat memberikan perlindungan hukum yang seimbang kepada semua pihak dalam pelaksanaan pembangunan dan kehidupan sehari-hari bagi orang yang memerlukan penyediaan dan penguasaan tanah. Pengertian penguasaan dan menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis juga beraspek perdata dan beraspek publik. Penguasaan yuridis dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Hak penguasaan atas tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban danatau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat yang merupakan isi hak penguasaan 22 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi Jakarta: Buku Kompas, 2001, h. 160. Universitas Sumatera Utara 18 itulah yang menjadi kriterium atau tolok pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah. 23 Dalam UUPA ditetapkan tata jenjang atau hirarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional, yaitu: 1. Hak Bangsa Indonesia yang disebut dalam Pasal 1, sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, beraspek perdata dan publik; 2. Hak menguasai dari Negara yang disebut dalam Pasal 2, semata-mata beraspek publik; 3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang disebut dalam Pasal 3, beraspek perdata dan publik; 4. Hak-hak peroranganindividual, semuanya beraspek perdata, terdiri atas: a. Hak-hak atas Tanah sebagai hak-hak individual yang semuanya secara langsung ataupun tidak langsung bersumber pada Hak Bangsa, yang disebut dalam Pasal 16 dan 53; b. Wakaf, yaitu Hak Milik yang sudah diwakafkan dalam Pasal 49. c. Hak Jaminan atas Tanah yang disebut “Hak Tanggungan” dalam Pasal 25, 33, 39, dan 51. 24 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 1 UUPA menyatakan: “Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.” Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan bahwa: Dalam UUPA diadakan perbedaan antara pengertian “bumi” dan “tanah”, sebagai dirumuskan pasal 1 ayat 3 dan pasal 4 ayat 1 . Yang dimaksud dengan “tanah” ialah permukaan bumi. Perluasan pengertian “bumi” dan “air” dengan ruang angkasa adalah bersangkutan dengan kemajuan teknologi dewasa ini dan kemungkinan-kemungkinannya dalam waktu 23 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid 1 Jakarta : Djambatan, 2007, h. 24. 24 Ibid. Universitas Sumatera Utara 19 yang akan datang. Menurut A.P.Parlindungan untuk menghilangkan keragu-raguan maka sesuai dengan pasal 33 ayat 3 UUD 45, disebutkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar- besarnya untuk kemakmuran rakyat. Adanya penambahan kata-kata ruang angkasa tidak berarti menambahkan pasal 33 ayat 3 UUD 45, maka dapat dikatakan bahwa penambahan tersebut hanya bersifat deklaratif, dan bukan bersifat konstitutif. 25 Sedangkan dalam Pasal 4 UUPA dinyatakan sebagai berikut : “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.” Dengan demikian, yang dimaksud istilah tanah pada Pasal 4 UUPA tersebut adalah permukaan bumi. 26 Dengan maksud permukaan bumi sebagai bagian dari tanah yang dapat diberikan hak atasnya oleh setiap orang atau badan hukum. Oleh karena itu hak-hak yang timbul diatas hak atas tanah permukaan bumi, adalah termasuk didalamnya bangunan atau benda-benda yang terdapat diatasnya. Menurut Budi Harsono, dalam hukum tanah Negara dipergunakan apa yang disebut asas accessie atau asas perlekatan, yakni bahwa bangunan atau benda-benda yang terdapat diatasnya merupakan satu kesatuan dengan tanah, serta merupakan bagian dari tanah 25 A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Mandar Maju, 2008, h. 42. 26 Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria 1960 dan Peraturan- Peraturan Pelaksanaannya 1996, Cetakan Kesepuluh Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997, h. 94. Universitas Sumatera Utara 20 yang bersangkutan. 27 Sehingga pengertian hak atas tanah meliputi juga pemilikan bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah yang dihaki kecuali apabila ada kesepakatan lain dengan pihak lain. 28 Sedangkan Dalam UUPA kita menganut asas pemisahan horizontal horizontale scheiding, dimana bangunan dan tanah bukanlah merupakan bagian dari tanah, dapat diartikan hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanah yang ada di atasnya. 29 Dalam pasal 4 itu juga disebutkan salah satu subjek pemegang hak atas tanah tersebut badan hukum. Diantara badan hukum yang dimaksud pasal tersebut salah satunya termasuk Yayasan. sebagai badan hukum, yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, maka terhadapnya berlaku hukum Negara Indonesia. Pada saat sebelum berlakunya undang-undang tentang yayasan tahun 2001 tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang yayasan, hanya terdapat dalam beberapa ketentuan KUHPerdata, istilah yayasan dapat dijumpai dalam Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900, Pasal 1680, dan Pasal 1954. Selain yayasan yang dikenal dalam KUHPerdata, dalam praktek dikenal juga seperti misalnya yayasan Tionghoa Chineeshe Stichting dan yayasan dalam bentuk wakaf. 30 27 Boedi Harsono, Op.cit, h, 20. 28 A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria Bandung : Mandar Maju, 1993, h. 124. 29 Boedi Harsono, Loc.cit, h.20. 30 Gunawan Widjaja, Suatu Panduan Komprehensif Yayasan di Indonesia Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 2002, h. 2. Universitas Sumatera Utara 21 Barulah kemudian pada tahun 2001 keluar Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang kemudian dirubah melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, undang-undang ini diharapkan dapat menciptakan selain keseragaman juga dapat menciptakan kepastian hukum mengenai sifat badan hukum, keberadaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pengelolaan yayasan, penggabungan yayasan, hingga pembubaran yayasan. Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 dinyatakan bahwa yayasan baru memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pendirian yayasan harus dilakukan dengan akta notaris yang memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu. Kemudian dalam Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor C-26.HT.01.10 tahun 2004, Pasal 1 juga menentukan bahwa akta pendirian yayasan adalah akta yang dibuat dihadapan notaris yang berisi keterangan mengenai identitas dan kesepakatan para pihak untuk mendirikan yayasan beserta anggaran dasarnya. Notaris yang membuat akta pendirian yayasan harus bertanggung jawab penuh terhadap materi akta yang telah dibuat dihadapannya. Universitas Sumatera Utara 22 Dengan demikian untuk dapat menjadi suatu badan hukum, yayasan harus memenuhi kriteria dan persyaratan, antara lain: 1. Kriteria; a. Yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan; b. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan; c. Yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan; d. Yayasan tidak mempunyai anggota. 2. Persyaratan; pendirian yayasan sebagai badan hukum harus mendapat pengesahan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. 31

2. Konsepsi