Hapusnya Hak Guna Bangunan

46

5. Hapusnya Hak Guna Bangunan

Hapusnya Hak Guna Bangunan berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Pokok Agraria j.o. Pasal 35 UU No.40 Tahun 1996 adalah: 1. Jangka waktunya berakhir sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya. 2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktu berahir karena : Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan. a. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam pemberian Hak Guna Bangunan antara pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau Perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan. b. Keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. 3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir. 4. Dicabut haknya berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-benda Yang Ada Diatasnya. 5. Tanahnya diterlantarkan. 6. Tanahnya musnah. 7. Ketentuan dalam Pasal 36 ayat 2 Undang-undang Pokok Agraria. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah negara kembali. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan. Dan hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengakibatkan tanahnya kembali kepada penguasaan pemilik Hak Milik tanah tersebut. Hapusnya Hak Guna Bangunan karena dibatalkan oleh pejabat yang berwenang akan diterbitkan Surat Keputusan yang bersifat konstitutif, yaitu hak atas tanah yang bersangkutan baru hapus dengan dikeluarkannya surat keputusan yang berfungsi sebagai pembatalan terhadap hak atas tanah dikarenakan tidak dipenuhinya Universitas Sumatera Utara 47 kewajiban tertentu oleh pemegang hak atas tanah. Sifat konstitutifnya adalah hak atas tanah yang bersangkutan baru hapus dengan dikeluarkannya surat keputusan tersebut. Sedangkan hapusnya Hak Guna Bangunan karena jangka waktunya berakhir, dilepaskan secara sukarela oleh pemegang Hak Guna Bangunan sebelum jangka waktunya berakhir, dicabut Hak Guna Bangunannya, diterlantarkan, tanahnya musnah dan pemegang Hak Guna Bangunan tidak memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Guna Bangunan maka diterbitkan suatu Surat keputusan yang bersifat deklaratoir yaitu surat keputusan yang berfungsi sebagai pernyataan tentang hapusnya hak atas tanah yang bersangkutan. Surat keputusan ini berlaku untuk hapusnya hak atas tanah yang terjadi karena hukum. 84 Atas hapusnya Hak Guna Bangunan tersebut mempunyai konsekuensi bagi bekas pemegang hak guna bangunan tersebut sebagaimana diatur pada Pasal 37 dan Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996, yaitu : 1. Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah negara hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui lagi, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya dan menyerahkan tanahnya kepada negara dalam keadaan kosong selambat- lambatnya dalam jangka waktu 1 satu tahun setelah hapusnya Hak Guna Bangunan. 2. Dalam hal bangunan dan benda-benda tersebut masih diperlukan, maka kepada bekas pemegang Hak Guna Bangunan diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan suatu Keputusan Presiden. 3. Pembongkaran bangunan dan benda-benda tersebut dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan. 4. Jika bekas pemegang Hak Guna Bangunan lalai dalam memenuhi kewajibannya maka bangunan dan benda-benda tersebut dibongkar oleh Pemerintah dan biaya pelaksanaannya dibebankan kepada bekas pemegang Hak Guna Bangunan. 85 84 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia-Jilid I, Op.cit, h.334. 85 Supriadi, Op.cit, h.117. Universitas Sumatera Utara 48 Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau tanah atas Hak Milik hapus, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik. Adapun kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan adalah : 86 1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayaran ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya. 2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya. 3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup. 4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik, sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus. 5. Menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

C. Pelaksanaan Perubahan Hak Milik Atas Tanah Menjadi Hak Guna Bangunan Pada Yaspendhar

Terjadinya Perubahan Hak milik Menjadi hak guna Bangunan pada Yasphendhar disebabkan karena pada saat itu sertipikat Hak Guna Bangunan No.102 Jati yang telah terdaftar atas nama Yaspendhar semenjak tahun1976, telah berakhir jangka waktu berlakunya yaitu pada tahun 1996. Maka sehubungan dengan telah berkhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan No. 102Jati tersebut Yaspendhar kemudian memohonkan hak baru yaitu Hak Milik atas tanah. Sebagaimana termuat dalam surat permohonan Yaspendhar kepada Menteri Negara Agraria Kepala BPN, 86 Pasal 30 UUPA. Universitas Sumatera Utara 49 surat Nomor: 458EY1997, tanggal 24 Juni 1997. Namun permohonan tersebut tidak hanya berisikan permohonan hak atas bekas Sertipikat Hak Guna Bangunan No.102Jati, tetapi juga merupakan permohonan untuk penggabungan Seripikat Hak Milik No. 38Jati dan tanah Negara yang dikuasai yaspendhar sejak tahun 1967 dalam hal ini tanah tersebut belum terdaftar atas nama Yaspendhar. Berkaitan dengan tanah Negara yang dikuasai oleh Yaspendhar, menurut A.P. Parlindungan: “Terhadap tanah yang dikuasai dan dipergunakan sendiri atas tanah-tanah Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, maka diartikan disini dikuasai artinya tidak harus ada bangunan diatasnya, Bisa saja tanah kosong tetapi untuk pelataran parkir atau halaman terbuka.” 87 Surat permohonan Hak Milik atas tanah tersebut juga dilampirkan dengan surat Rekomendasi atau persetujuan dari Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan, Surat Nomor: 40906MPK1997 tanggal 24 April 1997. Isi dari surat tesebut adalah Mengharapkan dukungan dan Partisipasi dari Menteri Negara Agraria Kepala BPN bagi suksesnya pembangunan sarana dan prasarana pendidikan Yaspendhar Medan. Permohonan hak milik atas tanah tersebut di dasarkan pada PP No.381963 tentang Penunjukan Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah. Didalam Pasal 1 angka d Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan bahwa Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian Agraria setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial dapat mempunyai Hak Milik atas tanah. 87 A.P. Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, Bandung: Mandar Maju,1990, h.20. Universitas Sumatera Utara 50 Dalam penjelasan Umum PP No.381963 Pasal 1 angka b menyatakan: Badan-badan keagamaan dan Sosial perlu ditunjuk satu demi satu karena di dalam praktek ternyata sering kali timbul keragu-raguan, apakah suatu badan keagamaanbadan sosial atau bukan. Bahwa badan-badan keagamaan dan sosial dapat ditunjuk sebagai badan-badan yang dapat mempunyai hak milik dapat disimpulkan pada penjelasan pasal 49 ayat 1 UUPA, sungguhpun hak atas tanah yang tepat bagi badan-badan itu adalah hak pakai sebagai yang ditentukan pula pada pasal 49 ayat 2. Pemilikan tanah oleh badan-badan inipun terbatas pada tanah-tanah yang digunakan untuk keperluan-keperluan yang langsung berhubungan dengan usaha keagamaan dan Sosial. Mengenai tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan lain, badan-badan itu dianggap sebagai badan hukum biasa, artinya tanah-tanah itu tidak dapat dipunyai dengan hak milik, tetapi dengan hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai. Berdasarkan pada PP 381963 dan penjelasan umum diatas maka permohonan hak milik atas tanah yang telah diajukan Yaspendhar tersebut tidak dapat dikabulkan oleh Menteri Negara Agraria Kepala BPN dengan alasan Yayasan tidak dapat mempunyai hak milik. Karena hak milik untuk badan hukum sosial sebagai mana disebutkan pada pasal 1 angka d PP No 381967, Menteri Negara Agraria harus mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial terlebih dahulu. Dengan kata lain untuk memberikan Hak milik atas tanah kepada Yaspendhar, maka Menteri Negara Agraria harus mendengar mendapat persetujuanrekomendasi Menteri Sosial terlebih dahulu. Pada hakikatnya Yaspendhar adalah badan hukum yang berbentuk yayasan dan bergerak pada bidang pendidikan. Walaupun Yaspendhar bertujuan sosial namun aktifitasnya lebih dititik beratkan bergerak pada bidang pendidikan. Dengan demikian Yaspendhar berada dibawah pengawasan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Sehingga Rekomendasi dari Menteri Pendidikan Kepada Menteri Agraria Kepala Universitas Sumatera Utara 51 BPN tersebut tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar dan alasan diberikannya Hak Milik atas tanah kepada Yaspendhar oleh BPN. Kemudian Yaspendhar mengajukan permohonan kembali yang dalam permohonan tersebut mengajukan Hak Pakai Selama Digunakan atas tanah seluas 10.616 m 2 merupakan keseluruhan luas tiga bidang tanah yang akan digabungkan haknya. Diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Sumut melalui Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Medan. Surat permohonan tersebut tertanggal 21 Juli 1997, diajukan oleh Prof. Dr. A.P. Parlindungan, Sarjana Hukum selaku Ketua IIKetua Harian Yaspendhar, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Yayasan Pendidikan Harapan, Badan Hukum Indonesia, berkedudukan di Medan. Disebabkan karena permohonan tersebut belum mendapat tanggapan dari instansi terkait maka Yaspendhar kembali mengajukan surat Permohonan Hak Milik atau Hak Pakai Selamanya sesuai Surat Yaspendhar Nomor 741 EY1997 tanggal 10 Oktober 1997. Sehingga terbitlah surat dari Kantor Pertanahan Kotamadya Medan Nomor: 500.109710PKM98, tanggal 5 Oktober 1998, yang isinya menyatakan sehubungan dengan permohonan Yaspendhar tanggal 21 Juni 1997, permohonan tersebut belum dapat diproses usul pemberian haknya berhubung masih perlu di lengkapi dengan surat bukti perolehan hak atas tanah Negara seluas 3.900 m 2 88 dan fotocopy SPPT PBB tahun 1998 sehubungan dengan berlakunya UU No.211997 dan Permeneg AgrariaKBPN No.41998. 88 Luas tersebut diperoleh berdasarkan Surat Ukur No.2Jati1998. Universitas Sumatera Utara 52 Untuk melengkapi surat bukti perolehan hak atas tanah Negara seluas 3.900 m 2 kemudian Yaspendhar mengajukan surat permohonan keterangan penguasaan tanah kepada Lurah Jati. Kemudian lurah jati mengeluarkan Surat Keterangan Nomor 593001, tanggal 12 Mei 2000. Surat keterangan tersebut menyatakan bahwa; 1. Yaspendhar telah menguasai tanah seluas 3.900 m 2 2. Tanah tersebut adalah tanah Negara, yang telah dikuasai oleh yaspendhar semenjak tahun 1967. 3. Sampai saat ini tanah tersebut tidak ada silang sengketa dengan pihak jiran tetangga atau pihak lain. Setelah semua data fisik dan data yuridis dilengkapi oleh pemohon barulah kemudian Kantor Pertanahan Kotamadya Medan mengusulkan Permohonan Hak tersebut kepada Kanwil BPN Propinsi Sumut karena luas tanah yang diusulkan hak tersebut diatas luas 10.000 m 2 yang dalam hal ini merupakan kewenangan Kanwil BPN SUMUT. Pada dasarnya prosedur perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan ini diatur dalam Pasal 1 ayat 1 angka a Keputusan Menteri Negara Agraria Kepala BPN No. 161997 menyebutkan: Hak Milik kepunyaan perseorangan warganegara Indonesia atau yang dimenangkan oleh badan hukum Indonesia melalui pelelangan umum, atas permohonan pemegang hak atau pihak yang memperolehnya atau kuasanya diubah menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang jangka waktunya masing-masing 30 tiga puluh tahun dan 25 dua puluh lima tahun. Universitas Sumatera Utara 53 Dalam keputusan tersebut juga menyebutkan untuk perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai pemohon tidak dikenakan kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara. 89 Dengan kata lain Hak Milik yang telah dibebaskan atas kepunyaan pemohon sendiri, uang pemasukan bagi pemerintah ditetapkan 0. 90 Kemudian atas permohonan pendaftaran Hak tersebut Kepala Kantor Pertanahan setempat mengeluarkan perintah setor pungutan sesuai ketentuan yang berlaku. 91 Prosedur selanjutnya adalah, setelah diterima tanda bukti setor pungutan, Kepala Kantor Pertanahan mendaftar permohonan perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan. Dengan demikian permohonan pendaftaran perubahan hak berlaku sebagai keterangan melepaskan hak atas tanah semula 92 . Hal itu juga sebagaimana dimaksud Pasal 131 ayat 4 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 antara lain: Apabila pemegang hak melepaskan haknya dalam rangka pembaharuanperubahan hak maka permohonan dari pemegang hak untuk memperoleh pembaharuan atau perubahan hak tersebut berlaku sebagai surat keterangan melepaskan hak yang dapat dijadikan dasar pendaftaran hapusnya hak. Dari penjelasan pasal tersebut maka dapat diartikan bahwa sebenarnya tidak diperlukan lagi akta pelepasan hak atau pernyataan pelepasan hak dari si pemohon karena permohonan untuk pembaharuan atau perubahan hak tersebut dianggap sebagai keterangan bahwa si pemohon telah melepaskan hak semula. 89 Pasal 1 ayat 2 Keputusan Menteri AgrariaKepala BPN No. 161997 Tentang Perubahan Hak Milik Menjadi Hak Guna Bangunan Atau Hak Pakai, Hak Guna Bangunan menjadi Hak Pakai. 90 Pasal 5 ayat 3 huruf c Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN No. 41998 Tentang Pedoman Penetapan Uang Pemasukan Dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara. 91 Pasal 3 ayat 1 Kepmeneg Kep BPN No.161997. 92 Pasal 3 Kepmeneg Agraria KBPN No. 161997. Universitas Sumatera Utara 54

D. Pemberian Hak Atas Tanah Negara Menurut Permeneg Agraria Kepala BPN No.91999

Namun proses perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan pada Yaspendhar ternyata tidaklah sederhana seperti yang diatur dalam Kepmen Agraria Kepala BPN No.16 Tahun 1997 di atas. Karena perubahan hak tersebut didaftarkan bersamaan dengan penggabungan atas 3 bidang tanah dimana letaknya berbatasan namun jenis haknya berbeda. Pada dasarnya Penggabungan Sertipikat tersebut dapat dilakukan atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, dimana dua bidang tanah atau lebih yang sudah didaftar dan letaknya berbatasan yang kesemuanya yang atas nama pemilik yang sama, dapat digabungkan menjadi satu satuan bidang baru, jika semuanya dipunyai dengan hak yang sama dan bersisa jangka waktu yang sama. 93 Walaupun 3 bidang tanah tersebut pemiliknya sama, namun jenis hak atas tanah yang dimohonkan tersebut berbeda, dan dalam hal ini belum ada ketentuan peraturan pelaksananya. Namun demikian karena ketiga bidang tanah tersebut masing-masing setelah habis jangka waktu Hak Guna Bangunan menjadi tanah Negara, dan Hak Milik yang telah dilepaskan haknya menjadi tanah Negara, demikian juga tanah yang belum terdaftar tersebut juga masih berstatus tanah Negara, maka secara lebih rinci Tata cara permohonan perubahan hak tersebut diatur mekanismenya melalui Peraturan Menteri Agraria Kepala BPN Nomor 91999. tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak 93 Pasal 50 PP No.241997 tentang Pendaftaran Tanah j.o. Pasal 135 angka 3 Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala BPN No.31997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.41997. Universitas Sumatera Utara 55 Pengelolaan. Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri tersebut menyatakan bahwa “Pemberian hak atas tanah adalah adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah Negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak diatas hak pengelolaan.” 94 Peraturan Menteri tersebut menyatakan bahwa pemberian hak secara umum untuk perubahan hak atas tanah Hak Milik dapat diberikan salah satunya kepada Badan Hukum Indonesia. 95 Yaspendhar sebagai Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Yayasan Nomor: 30, tanggal 30 Mei 1967 yang disyahkan dihadapan Notaris Panusunan Batubara, Sarjana Hukum, Notaris di Medan. 96 Sesuai dengan persyaratan untuk menegaskan status Yaspendhar sebagai Badan Hukum maka Akta Pendirian Yaspendhar tersebut didaftarkan pada Panitera Kepala Pengadilan Negeri Kelas I A di Medan tanggal 3 Mei 1984 dengan Nomor; 63Yay84. Proses dan tahapan yang dilalui dalam permohonan hak tersebut dapat digambarkan pada skema berikut : 94 Lihat juga Pasal 37 angka a UUPA j.o Pasal 22 ayat 1 PP No.401996. 95 Pasal 93 Permeneg AgrariaKepala BPN No.91999 96 Jurnal 40 Tahun Yaspendhar, Op.cit, h.3. Universitas Sumatera Utara 56 PROSES PERUBAHAN HAK MILIK DISERTAI DENGAN PENGABUNGAN PADA TANAH YASPENDHAR Permohonan Hak Sertifikat Hak Milik No. 38Jati Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 102Jati Tanah Negara Kepmeneg AgrariaKBPN PMNA No. 91999 PMNA No. 91999 No. 161997 Permohonan Hak Milik, tidak dikabulkan,permohonan hak milik atau atau hak pakai selama digunakan, tidak ditanggapi, permohonan hak milik atau hak pakai selamanya, pemohon diwajibkan melengkapi surat bukti perolehan hak atas tanah Negara seluas 3.900 m2 Kepala Kantor Pertanahan : Memeriksa dan meneliti data fisik dan data yuridis, lalu mencatat formulir isian dan memberikan tanda berkas permohonan, kemudia memberitahukan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemohon sebesar Rp. 703.450,- Pemohon melunasi biaya pelayanan pendaftaran tanah Kepala Kantor Pertanahan meneliti kelengkapan dan kebenaran berkas permohonan dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan. diterbitkan SK Kanwil BPN Prop. Sumut No. 34-550.2- 22-2001, yang diantaranya: a. Menegaskan Hak Milik atau Hak Guna Bangunan tersebut menjadi tanah Negara serta mendaftar dan mencatatnya dalam buku tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya. b. Selanjutnya memberikan dan mendaftarnya menjadi Hak Guna Bangunan serta mencatatnya dalam buku tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya. c. Memerintahkan pemohon untuk membayar uang pemasukan kepada kas negara sebesar Rp.324.872.550,- Pemohon mengajukan permohonan pengurangan biaya pemasukan kepada kas negara pada Menteri Keuangan Permohonan tidak ditanggapi Setelah 9 bulan terbitnya SK Kanwil BPN Prop. Sumut No. 34-550.2-22-2001 maka SK tersebut batal dengan sendirinya. sehingga diajukan permohonan ulang, hingga akhirnya tersebitnya SK No. 111-550.2-22-2005 Pemohon membayar biaya yang diwajibkan secara bertahap yaitu PNBP Rp. 324.872.850,- + kurang bayar BPHTB Rp. 13.487.250,- setelah semua kewajiban dipenuhi Terbit Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 301Jati tanggal 5-6-2008, tanggal berakhir hak 10-1-2026 Universitas Sumatera Utara 57 Dari skema di atas dapat diuraikan agar lebih jelas lagi bahwa permohonan perubahan hak diajukan secara tertulis 97 contoh: lampiran 25 dan memuat: 1. Keterangan mengenai pemohon: a. Nama, tempat, kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik: a. Dasar penguasaan atau alas haknya berupa sertipikat: 1. Hak milik No.38Jati; 2. Hak Guna Bangunan Nomor 102 Desa Jati; 3. Surat Pernyataan Yaspendhar No 315GY2000, tanggal 7 Juni 2000. 4. Surat Keterangan Kepala Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun Nomor: 593001, tanggal 12 Mei 2000 ; 5. Akta Perikatan Untuk Melakukan Jual Beli, Nomor: 73, tanggal 22 Maret 1993, dibuat dihadapan Djaidir, Sarjana Hukum, Notaris di Medan. 6. Akta Pelepasan Hak, Nomor: 72PHMaimun2001. 3. Letak, batas-batas dan luasnya sesuai hasil pengukuran kadasteral, yang di uraikan dalam Surat Ukur No.1Jati1998 tanggal 13 Januari 1998. 4. Jenis tanah non pertanian 5. Rencana penggunaan tanah : dalam hal ini pemohon mempergunakan tanah tersebut untuk tapak bangunan gedung sekolah, sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanahnya. 97 Pasal 94 ayat 1 Permeneg Agraria Kepala BPN No. 91999 Universitas Sumatera Utara 58 6. Lain-lain : a. Keterangan mengenai jumlah bidang tanah, luas dan status tanah-tanah yang dimiliki termasuk bidang tanah yang dimohon; bahwa pemohon mengajukan permohonan Hak Pakai Selama Digunakan atas tanah seluas 10.616 + 12.97 m 2 meter persegi, terletak: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Haji Misbah 2. Sebelah Timur Berbatasan dengan Jalan Haji Saman Hudi 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Imam Bonjol 4. Sebelah selatan Berbatasan Dengan Gereja HKBP. b. Keterangan lain yang dianggap perlu dan dilampirkan dalam permohonan tersebut berupa: 1. Akta pendirian Yayasan Nomor: 30, dibuat dihadapan Panusunan Batubara, Notaris di Medan. 2. Akte Penyempurnaan Anggaran Dasar Nomor: 36, Notaris Darmansyah Nasution tanggal 16 Oktober 1989. 3. Akte Susunan Pengurus Terakhir Nomor: 45, Notaris Asmah Syarbaini, Sarjana Hukum tanggal 25 September 1996. c. Dalam hal ini tanah yang dimohonkan tersebut tidak dibebani hak tanggungan sehingga tidak perlu surat persetujuan dari pemegang hak tanggungan. Dalam hal hak atas tanah yang dimohon sudah terdaftar, proses selanjutnya Setelah berkas permohonan diterima Kepala Kantor Pertanahan: Universitas Sumatera Utara 59 1. Memeriksa dan meneliti kelengkapan data fisik dan data yuridis. Termasuk Dokumen yang menyatakan Yaspendhar telah menguasai tanah yang terletak di jalan Imam Bonjol seluas 3.900 m 2 sejak tahun 1997 dan tidak ada silang sengketa dengan pihak manapun mengenai tanah tersebut. 98 2. Mencatat dalam formulir isian sesuai contoh lampiran 26 3. Memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai contoh lampiran 27 4. Memberitahukan biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku 99 Lampiran 28. Setiap pemohon atau penerima penetapan hak dibebani kewajiban antara lain: a. Membayar biaya pelayanan pendaftaran tanah yaitu pelayanan pengukuran dan pemetaan bidang tanah; untuk ini terhadap Yaspendhar telah dipungut biaya sebesar Rp. 703.450,- tujuh ratus tiga ribu empat ratus lima puluh rupiah b. Tanda Terima Uang Panitia A No; 667 sebesar Rp.15.000,- lima belas ribu rupiah. Setelah pemohon membayar biaya tersebut, selanjutnya : 1 Kepala Kantor Pertanahan meneliti kelengkapan dan kebenaran berkas permohonan dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk mempertimbangkan usulan Kepala Kantor Pertanahan kota Medan 98 Surat Pernyataan Yaspendar Nomor: 315G2000 tanggal 7 Juni 2000 dan Surat Keterangan Kepala Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun Nomor: 593 001 tanggal 12 Mei 2000. 99 Pasal 100 Permeneg Agraria Kepala BPN No. 91999. Universitas Sumatera Utara 60 mengabulkan Permohonan tersebut sesuai suratnya tanggal 5 Juli 2001, No.550.2- 4207PKM2001: 100 2 Setelah berkas permohonan telah cukup untuk mengambil keputusan, Kepala Kantor Pertanahan : a. Menegaskan Hak Milik atau Hak Guna Bangunan tersebut menjadi tanah Negara serta mendaftar dan mencatatnya dalam buku tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya. 101 lampiran 26 b. Selanjutnya memberikan dan mendaftarnya menjadi Hak Guna Bangunan atau lampiran 26 c. Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, harus mencantumkan keputusan pemberian hak secara umum sebagai dasar pemberian haknya; Sebagaimana dituangkan Dalam Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara Nomor: 34-550.2-22-2001 Tentang Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Nama Yayasan Pendidikan Harapan Atas Tanah Terletak Di Kota Medan tanggal 22 Agustus 2001, Memutuskan: 1. Menerima Pelepasan Hak yang dilakukan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan, Yang disaksikan oleh Kepala Seksi Hak-Hak Atas Tanah, dan Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah berdasarkan Surat Pernyataan Penglepasan Hak 100 Sebagaimana disebutkan dalam konsideran huruf d Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Sumatera Utara Nomor:34-550.2-22-2001 101 Pasal 98 Permen Agraria Kepala BPN Nomor 91999. Universitas Sumatera Utara 61 No.72PHM.Maimun2001 Tanggal 3 Maret 2001, sebagaimana dimaksud dalam Sertipikat Hak Milik No.38Jati, seluas 1.297 m 2 , terdaftar atas nama TAMPAK SEBAYANG, terletak di Jalan Imam Bonjol Jalan Haji Misbah, Kelurahan Jati, Kecamatan Medan Maimun dahulu Medan Baru, kota Medan, Propinsi Sumatera Utara dan menegaskannya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara Serta sertifikat tersebut tidak berlaku lagi sebagai bukti hak yang sah. 2. Menegaskan berakhirnya Hak Guna Bangunan No.102Jati, terdaftar atas nama YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN, seluas 5.533 m 2 , terletak di Jalan Imam Bonjol No.35, kelurahan Medan maimun dahulu medan baru, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara dan selanjutnya tanah tersebut kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dan Sertipikat Hak Guna Bangunan No.102Jati tersebut tidak berlaku lagi sebagai tanda bukti yang syah. 3. Memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan untuk menarik asli sertipikat tersebut dalam diktum PERTAMA dan KEDUA serta mencoretnya dari buku tanah sertipikat. 4. Memberikan kepada YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN, Badan Hukum Indonesia, berkedudukan di Medan, Hak Guna Bangunan dalam jangka waktu selama 20 dua puluh tahun semenjak tanggal pendaftarannya di Kantor Pertanahan Kota Medan, atas sebidang tanah seluas 10.730 m 2 sepuluh ribu tujuh ratus tiga puluh meter persegi, Universitas Sumatera Utara 62 terletak di Jalan Imam Bonjol Jalan haji MisbahJalan Samanhudi, Kelurahan Jati, Kecamatan Medan Maimun, kota Medan, Propinsi Sumatera Utara, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Segala akibat, biaya untung dan rugi yang timbul karena pemberian hak ini, maupun dari segala tindakan atas penguasaan tanah yang bersangkutan, menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penerima hak; 2. Bidang tanah tersebut harus diberi tanda-tanda batas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta harus dipelihara keberadaannya; 3. Tanah tersebut harus digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya dan sifat serta tujuan dari hak yang diberikan 4. Penerima hak diwajibkan membayar lunas uang pemasukan kepada Negara melalui Bendahara Khususpenerimaan Kantor Pertanahan Kota Medan dengan perincian sebagai berikut; a. Untuk tanah seluas 1.297 m 2 seribu dua ratus Sembilan puluh tujuh meter persegi, bekas Hak Milik No. 38Jati sebesar Rp.0,- nol rupiah b. Untuk tanah seluas 9.433 m 2 Sembilan ribu empat ratus tiga puluh tiga meter persegi: 1. Disetor pada Kas Negara sebesar Rp. 129.949.020,- Seratus dua puluh Sembilan juta Sembilan ratus empat puluh Sembilan juta Sembilan ratus empat Sembilan ribu dua puluh rupiah. Universitas Sumatera Utara 63 2. Disetor pada kas pemerintah Kota Medan sebesar Rp. 64.974.510,- enam puluh empat juta Sembilan ratus tujuh puluh empat ribu rupiah. 3. Disetor pada kas pemerintah Propinsi Sumatera Utara sebesar Rp.129.949,020,- seratus dua puluh Sembilan juta Sembilan ratus empat puluh Sembilan ribu dua puluh rupiah, 5. Penerima hak terutang BPHTB, dan telah dibayar lunas pada Bank Persepsi di kota Medan, sesuai Surat Setoran BPHTB SSB tanggal 22 februari 2001, yang telah diperlihatkan aslinya dan menyerahkan fotocopynya pada Kanwil BPN Propinsi Sumut. 6. Untuk memperoleh tanda bukti hak berupa sertipikat, penerima hak harus terlebih dahulu membayar uang pemasukan kepada negara dan mendaftarkan hak atas tanahnya sebagaimana dipersyaratkan pada diktum ke empat pada butir 4 dan 6 tersebut diatas selambat-lambatnya dalam jangka waktu 9 Sembilan bulan sejak tanggal keputusan ini dengan memperlihatkan asli surat setoran Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan serta menyerahkan fotocopinya kepada Kantor Pertanahan Kotamadya Medan. Berdasarkan pada SK Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara Nomor: 34-550.2-22-2001 tersebut maka Yaspendhar mengajukan permohonan keringanan pembayaran uang pemasukan kepada Negara sebesar 50 kepada Menteri Keuangan Negara melalui BPN sebagaimana termuat Universitas Sumatera Utara 64 dalam surat permohonan Yaspendhar Nomor: 506GY2001 tanggal 24 September 2001.yang dalam hal ini permohonan tersebut tidak mendapat tanggapan dari menteri terkait. Sehingga Yaspendhar kembali mengajukan surat permohonan kedua Nomor 562AY2002 tanggal 28 September 2002 dan dalam hal ini juga tidak mendapat tanggapan. Sehingga akhirnya SK Kakanwil BPN Propinsi SUMUT Nomor: 34-550.2-22-2001 tersebut daluarsa. Sesuai Dengan Surat Kakanwil BPN Propinsi Sumut Nomor: 550-977 tanggal 9 Juli 2004 melalui Kakan Pertanahan Kota Medan, menyatakan bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan pendaftaran hak atas tanah tersebut tidak dapat diproses lagi karena telah melampaui tenggang waktu sebagaimana ketentuan PMNAKBPN No.91999. Pada Pasal 142 ayat 2 ditegaskan bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan kepada Negara diajukan sebelum jangka waktu pembayaran uang pemasukan tersebut berakhir. Dalam hal ini permohonan tersebut dapat diproses ulang kembali sesuai ketentuan yang berlaku. Kemudian setelah lebih dari satu tahun tepatnya pada tanggal 2 Agustus 2005 Permohonan Hak Guna Bangunan Yaspendhar diproses melalui Surat Kakan Pertanahan Kota Medan Nomor: 550.2-35 kepada Kanwil BPN Sumut, sehingga terbit SK Kakanwil BPN Propinsi SUMUT No. 111-550.2-22-2005 tanggal 8 Desember 2005. Dalam hal ini isi Keputusan tersebut berisikan kewajiban dan perintah yang sama kepada Yaspendhar. Universitas Sumatera Utara 65 Dalam hal ini terdapat kurang bayar atas BPHTB yang diakibatkan adanya penambahan luasan atas tanah Negara yang terjadi karena kesalahan ukur oleh Panitia A. Setelah itu Yaspendhar melunasi uang pemasukan kepada Negara secara bertahap sebesar Rp. 324.872.550,- dan Kurang bayar terhadap BPHTB sebesar Rp.13.487.250,- Kemudian pada tanggal 5 Juni 2008, barulah Kantor Pertanahan Kotamadya Medan menerbitkan sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor: 301 JatiMedan Maimun. Sesuai dengan Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ada 6 hak atas tanah yang yang perolehannya merupakan objek BPHTB yaitu Hak Milik, Hak guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan hak Pengelolaan. Sebagaimana undang-undang pajak lainnya selalu ada pengecualian pengenaaan pajak atas perbuatan atau keadaan yang seharusnya dikenakan pajak dengan tujuan memberikan asas keadilan dan berdasarkan kebiasaan internasional. Pada BPHTB terdapat beberapa perolehan hak atas tanah dan bangunan yang tidak dikenakan pajak,diantaranya disebutkan dalam Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor: 20 tahun 2000 tentang Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan : 1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik: 2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum; 3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang di tetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha dan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut; Universitas Sumatera Utara 66 4. Orang pribadi atau badan hukum karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama. 5. Orang pribadi atau badan karena wakaf; 6. Orang pribadi atau badan, yang digunakan untuk kepentingan ibadah. 102 Pada angka 4 disebutkan tentang konversi hak yaitu perubahan hak dari hak lama menjadi hak baru menurut UUPA, termasuk pengakuan hak oleh pemerintah. Konversi hak ini pada dasarnya tidak merupakan peralihan hak atas tanah, karena subjek hukum yang memiliki hak atas tanah tersebut sebelum dilakukan konversi adalah sama dengan setelah dilakukannya konversi hak. Karena tidak ada peralihan hak maka tidak ada perolehan hak baru akibat konversi hak, sehingga bukan merupakan objek BPHTB. Begitu juga penurunan hak yang dimohonkan oleh Yaspendhar yang semula melakukan penurunan hak atas tanah hak milik yang merupakan hak terpenuh dan terkuat, sepanjang konversi hak atas tanah dilakukan tanpa mengubah pemegang hak maka konversi hak atas tanah tersebut bukan merupakan objek BPHTB. 103 102 Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003 h.68-69. 103 Ibid, h.115. Universitas Sumatera Utara 67

BAB III KEPASTIAN HUKUM TERKAIT PELAKSANAAN PERUBAHAN HAK

MILIK ATAS TANAH MENJADI HAK GUNA BANGUNAN PADA YASPENDHAR MEDAN

A. Pengertian Pendaftaran Tanah

Untuk melindungi kepemilikan tanah, maka negara dalam hal ini pemerintah melakukan kegiatan pendaftaran tanah dalam rangka menciptakan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pemegang hak atas tanah. Pengertian pendaftaran tanah menurut A.P. Parlindungan; Pendaftaran tanah berasal dari kata Cadastre Bahasa Belanda Kadaster suatu istilah teknis untuk suatu record rekaman, menunjukkan kepada luas, nilai, dan kepemilikan atau lain-lain atas hak terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa Latin “Capisratum” yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi Capotatio Terrens. Dalam arti yang tegas, Cadastre adalah record pada lahan-lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian, Cadastre merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi dari tanah tersebut dan juga sebagai Continous recording rekaman yang berkesinambungan dari hak atas tanah. 104 Dengan demikian register atau pendaftaran tanah merupakan suatu istilah teknis untuk suatu record rekaman yang menunjukkan kepada luas, nilai dan kepemilikan atau pemegang hak atas suatu bidang tanah, sedangkan kadaster yang modern bisa terjadi atas peta yang ukuran besar dan daftar-daftar yang berkaitan dengan tanah. 104 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 1999, h. 18-19. 67 Universitas Sumatera Utara 68 Selain untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap hak atas tanah, tujuan dari pendaftaran tanah juga tak lepas dari kepentingan untuk penarikan pajak, atau hanya untuk kegiatan administrasi belaka, Untuk tujuan kepastian hukum, misalnya pendaftaran tanah yang dilaksanakan di Australia dikenal dengan nama Torrens System. 105 Pasal 19 UUPA menyebutkan untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh pemerintah. Sebagai amanat dari Pasal ini dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah sebagai lembaga pendaftaran tanah yang pertama kali. Dalam pelaksanaannya peraturan pemerintah tersebut tidak mampu mengimbangi ekselarasi pembangunan yang notabene berdampak terhadap pesatnya peningkatan jumlah bidang tanah yang harus di daftar. Hal ini merupakan salah satu kendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah disamping kekurangan anggaran, alat dan tenaga. Lebih urgent lagi peraturan pelaksanaanya dirasakan belum cukup memberikan kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran tanah dalam waktu singkat dengan hasil yang lebih memuaskan. 106 Peraturan ini dirasa belum mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi di dalam pelaksanaan pendaftaran tanah. Sulitnya mencari bukti-bukti hak, 105 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah. Bandung: Mandar Maju, 2008, h. 18. 106 Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2006, h. 165. Universitas Sumatera Utara 69 pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendaftaran, terjadinya sengketa hak dan sebagainya, maka Pemerintah merasa berkewajiban untuk merevisi peraturan pelaksana pendaftaran tanah ini dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Berbeda dengan peraturan sebelumnya, didalam PP nomor 241997 antara lain ditetapkan cara-cara memberikan pembuktian hak atas tanah didalam pelaksanaan pendaftaran tanah. Selain itu Peraturan ini juga memberikan pengertian Pendaftaran Tanah yaitu: “Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang- bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.” 107 Dari pengertian pendaftaran tanah tersebut diatas dapat diuraikan unsur- unsurnya, yaitu : 108 1. Adanya serangkaian kegiatan 2. Dilakukan oleh pemerintah 3. Secara terus menerus dan berkesinambungan 4. Secara teratur 5. Bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun 6. Pemberian surat tanda bukti hak 7. Hak-hak tertentu yang membebaninya apa haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan sebagainya. 109 Pasal 23, 32, dan 38 UUPA mengharuskan dilaksanakannya pendaftaran tanah oleh Pemegang hak atas tanah. Keharusan bagi pemegang hak untuk 107 Pasal 1 ayat 1 PP Nomor 241997 108 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana, 2010, h.14. 109 Chadidjah Dalimunte, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya, Medan: FH-USU Press,2000,h.132. Universitas Sumatera Utara 70 mendaftarkan tanahnya dimaksudkan agar mendapatkan kepastian hukum bagi pemegang haknya. Oleh karena pendaftaran atas setiap peralihan, penghapusan, dan pembebanannya, pendaftaran pertama kali atau karena konversi atau pembebanannya akan banyak menimbulkan komplikasi hukum jika tidak didaftarkan, Apalagi pendaftaran tersebut merupakan bukti yang kuat atas haknya. 110 Tujuan dari diadakannya pendaftaran tanah adalah: 1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. 2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah yang sudah didaftar. 3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dimana setiap bidang tanah termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah wajib didaftar. 111 Maka jaminan kepastian hukum sebagai tujuan Pendaftaran tanah meliputi: 1. Kepastian Status hak yang didaftar: Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti status hak yang didaftar, misalnya status Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Tanggungan, Hak Atas Satuan Rumah Susun atau tanah Wakaf. 2. Kepastian Subjek Hak Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti pemegang haknya, apakah perseorangan warga Negara Indonesia atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia, sekelompok orang secara bersama sama, atau badan hukum badan hukum privat atau badan hukum publik. 110 A.P. Parlindungan, Op. Cit, h.11. 111 Pasal 3 PP Nomor 241997 Universitas Sumatera Utara 71 3. Kepastian objek hak Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti letak tanah,batas-batas tanah, dan ukuran luas tanah. Letak tanah berada di jalan, kelurahan atau desa, kecamatan, kabupaten atau kota, dan provinsi mana. Batas- batas tanah meliputi sebelah utara, selatan, timur dan barat berbatasan dengan tanah siapa atau apa. Ukuran luas tanah dalam bentuk meter persegi m 2 . Berdasarkan Pasal 2 PP Nomor 241997 pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan beberapa asas antara lain: 1. Asas sederhana: Dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama hak atas tanah. 2. Asas aman: dimaksudkan untuk menunjukan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan dengan teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri. 3. Asas terjangkau: dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang membutuhkan. 4. Asas mutakhir: dimaksudkan kelengkapan data yang memadai dalam pelaksanaannya dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya. Dimana data yang tersedia harus menunjukan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi dikemudian hari. asas ini menuntut pula dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan dikantor pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata dilapangan, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. 5. Asas terbuka: dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh keterangan mengenai data fisik dan data yuridis dan pihak-pihak yang memerlukan dan berkepentingan untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan tanah tersebut dapat memperoleh keterangan yang benar mengenai data tersebut setiap saat. 112 112 Tampil Anshari Siregar, Pendaftaran Tanah-Kepastian Hak, Medan: Multi grafik-FH USU,2007, h.37. Universitas Sumatera Utara 72 Sedangkan menurut Soedikno Mertokusumo menyatakan bahwa dalam pendaftaran tanah dikenal dua macam asas yaitu: 113 1. Asas Specialiteit: yaitu asas pelaksanaan tanah itu diselenggarakan atas dasar peraturan perundang undangan yang khusus, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran ,pemetaan, dan pendaftaran peralihannya. Sehingga pendaftaran ini memberikan kepastian hukum terhadap hak atas tanah yaitu memberikan data fisik yang jelas mengenai luas tanah, letak, dan batas-batas tanah. 2. Asas Openbaarheid asas Publisitas. Asas ini memberikan data yuridis tentang siapa saja yang menjadi subjek haknya, apa nama hak atas tanah, serta bagaimana terjadinya peralihan dan pembebanannya. Data ini sifatnya terbuka untuk umum, artinya setiap orang dapat melihatnya. Berdasarkan Asas ini setiap orang berhak mengetahui data yuridis tentang subjek hak, nama hak atas tanah, peralihan hak, dan pembebanan hak atas tanah yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Kota, termasuk mengajukan keberatan sebelum sertifikat diterbitkan, sertifikat pengganti, sertifikat yang hilang atau sertifikat yang rusak. Dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum. Pada masa kini dimana merupakan era Informasi maka kantor pertanahan sebagai kantor digaris depan haruslah memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk suatu bidang tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan Negara dan juga bagi masyarakat sendiri. Informasi itu penting untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan berkenaan atas objek tanah, yaitu data fisik dan data yuridisnya, termasuk untuk satuan rumah susun, informasi tersebut bersifat terbuka untuk umum artinya dapat diberikan informasi apa saja yang 113 Soedikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Jakarta: Karunika Unversitas- Terbuka,1988, h.99. Universitas Sumatera Utara 73 diperlukan atas sebidang tanah bangunan yang ada, sehingga untuk itu perlu tertib administrasi pertanahan dijadikan sesuatu yang wajar dan sudah seharusnya. 114

B. Dasar Hukum Perubahan Hak Milik Atas Tanah Menjadi Hak Guna Bangunan Pada Yaspendhar Medan

Pada dasarnya badan hukum dalam hal ini Yaspendhar tidak mungkin mempunyai tanah dengan hak milik, sebagaimana ditentukan oleh Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan Hukum yang dapat mempunyai tanah dengan Hak Milik yaitu : a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara. b. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 791958. c. Badan-badan kegamaan yang ditunjuk oleh Menteri PertanianAgraria setelah mendengar Menteri Agama. d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri PertanianAgraria setelah mendengar Menteri Sosial. 115 Bank-bank Pemerintah dimaksud yang dapat diberikan penguasaan hak atas tanah dalam bentuk hak milik, dimana pemberian Hak Milik tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria No.21960 tentang Bank-Bank Pemerintah Yang Dapat Memiliki Badan Hukum yaitu : a. IMA S. 1939570. b. Ind. Verenigingen S. 1939570. c. BIN LN. 1952-21. d. BTN LN. 1955-137. e. BNI LN. 1955-2. f. Badan Perusahaan Produksi Bahan Makanan Dan Pembukaan Tanah LN. 1959-85. g. Bank Umum Negara LN. 1959-60. 114 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah, Op.cit. h.2. 115 Pasal 1 PP 381963. Universitas Sumatera Utara 74 h. LN. 1960 BDN LN. 1960-39. i. Bank Rakyat Indonesia LN. 1951-80 jo 1960-41. j. Bank Pembangunan Indonesia LN 1960-65. 116 Sementara untuk badan badan keagamaan agar mendapat pengakuan secara hukum atas pemilikan tanah, maka hal itu akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri dalam negri, Sekarang Kepala Badan Pertanahan nasional BPN, setelah mendapat rekomendasi dari menteri Agraria penunjukan kepada badan-badan keagamaan tersebut telah diberikan sejak tahun 1969, sebagai berikut: 1. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, SK Menteri dalam negeri Nomor 22DDA69. 2. Gereja Roma Katolik berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Agraria dan Transmigrasi No. 1DDATAgr67. 3. SK. Mendagri Nomor: 14DDA1972 atas Perserikatan Muhammadiyah. 4. SK. Mendagri Nomor: 3DDA1972 Gereja Pentakosta di Indonesia dan lain- lain. 117 Sedangkan untuk perwakafan, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan peraturan tentang Perwakafan tanah milik, yaitu Peraturan Pemerintah 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik. Didalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah tersebut, terhadap seseorang yang akan mewakafkan tanahnya harus dihadapan PPAT khusus disebut Pejabat Pembuat akta Ikrar Wakaf. Sehubungan dengan hak badan-badan keagamaan tadi, dalam perkembangan yurisprudensi Indonesia ada pendapat pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung, yaitu : 116 Chidir Ali,Op.cit. h 173. 117 Supriadi, Op.cit, h.68. Universitas Sumatera Utara 75 Permohonan penggugat-pembanding supaya tanah-tanah sengketa dinyatakan sebagai milik Pesamuan Gereja Kristen Jawi Wetan dapat dikabulkan karena dalam Pasal 49 1 Undang-undang No. 51960 disebutkan. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi…dst. Putusan Mahkamah Agung No. 1008 KSip1972 – tertanggal 18 Desember 1975. 118 Dari semua ketentuan tersebut badan-badan hukum yang berhak mempunyai hak milik, dinyatakan hanya atas hak-hak tanah yang sudah dipunyai sejak tanggal 24 September 1960 dapat diberikan hak milik, dan atas tanah-tanah yang kemudian diperoleh dapat diberikan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Hak milik hanya untuk tanah-tanah yang langsung dipergunakan untuk perkumpulan, tetapi tidak atas sekolah-sekolah yang dikuasainya. Perusahaan Firma dan CV tidak termasuk kategori badan hukum, jadi tidak dapat mempunyai hak atas tanah, baik Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai lihat D. HK1746 tanggal 21 Juni 1967 yang menyatakan kedua perusahaan itu bukan badan hukum. 119 Dasar hukum Perseroan Firma adalah suatu Maatschap khusus, dimana perseroan firma mempunyai nama bersama, Pertanggungjawaban tanggung menanggung dan pada asasnya tiap-tiap persero dapat mengikatkaan firma dengan pihak ketiga 120 sedangkan pada CV didirikan apabila menjalankan suatu perdagangansuatu perusahaan dibawah satu nama bersama. Cara mendirikan CV tidak diatur dalam Undang-undang sehingga didirikan secara tertulis dengan akta otentik,maupun dibawah tangan, juga dapat secara lisan. 121 118 Chidir Ali, Op.cit, h.174 119 Ibid, h.174. 120 R.Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Alumni,2001, h.53. 121 R. Soeryatin, Hukum Dagang I dan II, Jakarta: Pradnya Paramita, 1976, h.23. Universitas Sumatera Utara 76 Dengan demikian berdasarkan Pasal 21, Pasal 36 ayat 20 UUPA j.o. PP Nomor: 381963 j.o. Permen Agraria Nomor: 21960, Yaspendhar sebagai yayasan pendidikan yang merupakan Badan Hukum Indonesia, secara eksplisit tidak temasuk dalam kategori badan hukum yang dapat memperoleh hak milik seperti diuraikan diatas. Karena itu secara tidak langsung peraturan perundang-undangan tidak membenarkan kepemilikan tanah Hak Milik bagi yayasan.

C. Pelepasan Hak Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum

Bahwa sehubungan dengan sifat dan isi berbagai jenis hak atas tanah menurut ketentuan UUPA, maka untuk memenuhi keperluan tertentu pemegang hak sering kali memerlukan perubahan hak atas tanah yang sudah dipunyainya menjadi hak atas tanah jenis lainnya. Perubahan hak atas tanah tersebut pada dasarnya terdiri dari proses pelepasan hak atas tanah semula yang diikuti dengan penetapan pemberian hak atas tanah yang baru, misalnya perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. 122 Permohonan perubahan hak tanah oleh pihak Yaspendhar tersebut juga mempunyai akibat hukum berupa kewajiban untuk melepaskan Hak Milik atas tanah Hak Milik No.38Jati. Hal ini sesuai dengan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Nomor : 72PHM.Maimun2001. Pelepasan Hak ini juga menimbulkan akibat hukum bahwa tanah tersebut menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Namun begitu dengan telah didaftarkan dimohonkannya hak pada Kantor Pertanahan berakibat hukum telah lahir atau sudah diperolehnya Hak Guna Bangunan bagi Yaspendhar, 122 Lihat Konsiderans UU No. 161997. Universitas Sumatera Utara 77 dengan kata lain Hak Guna Bangunan itu terjadi sejak didaftar oleh kantor pertanahan 123 Prosedur yang ditempuh yaitu dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Sedangkan pengertian pelepasan atau penyerahan hak atas tanah menurut Syafrudin Kalo: “adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar kesepakatan pasal 1320 KUH Perdata yang memenuhi prinsip kebebasan berkontrak dan itikad baik sesuai dengan pasal 1338 KUHPerdata.” 124 Pernyataan pelepasan tersebut menyatakan juga bahwa penglepasan hak tidak dapat dicabut kembali, begitu juga sekalian hak yang dapat dilakukan atas tanah dimaksud. Namun demikian Penglepasan Hak yang dilakukan oleh Yaspendhar adalah pelepasan hak secara sukarela, agar kepadanya dapat diberikan Hak Guna Bangunan atas tanah dimaksud. Dalam Pelaksanaan perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan sebenarnya tidak perlu lagi dilakukan pelepasan hak tersebut, karena sudah ada ketentuan yang mengatur bahwa permohonan perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan berlaku sebagai keterangan melepaskan hak atas tanah semula. 125 123 Pasal 23 ayat 2 PP Nomor 401996. 124 Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2009, h. 46. 125 Pasal 3 Kepmeneg Agraria KBPN Nomor 161997 j.o Pasal 131 PMNA No.31997. Universitas Sumatera Utara 78

D. Sertipikat Hak Guna Bangunan Sebagai Bukti Kepastian Hak Atas Tanah

Dalam rangka untuk mendapatkan kepastian hak mengenai tanah hak milik yang diperoleh Yayasan melalui Perikatan Untuk Melakukan Jual Beli maka yayasan harus menurunkan merubah hak milik tersebut menjadi Hak Guna Bangunan dengan konsekuensi bahwa hak tersebut tidak lagi menjadi hak yang terkuat dan terpenuh. Dengan demikian Akta Perikatan Untuk Melakukan Jual Beli Nomor: 73 dan Sertipikat Hak Milik No.38Jati sebagai alas hak atas suatu bidang tanah bagi Yaspendhar, menimbulkan akibat hukum berupa kewajiban untuk mendaftarkan perubahan hak atas tanah dimaksud dari Hak milik menjadi hak guna bangunan yang prosedurnya dapat ditempuh melalui Keputusan Menteri Agraria Kepala BPN Nomor 161997. Setelah Yaspendar mendaftarkan perubahan hak atas tanah tersebut, hak baru yang diberikan oleh pemerintah kepada Yaspendhar adalah Hak Guna Bangunan, bukan hak milik atau hak pakai selama digunakan seperti yang dimohonkan Yaspendar awalnya. 126 Hal ini dikuatkan dengan diterbitkannya Sertipikat Hak Guna Bangunan No.301 Jati Medan Maimun atas nama Pemegang Hak YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN MEDAN dengan berakhirnya hak pada tanggal 10 Januari 2026. Penyelenggaraan pendaftaran tanah bagi Yaspendhar pada dasarnya merupakan tugas Negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah namun oleh karena 126 Surat Permohonan Yaspendhar Kepada Kanwil BPN Prop. SUMUT melalui Kepala Kantor Pertanahahan Kotamadya Medan tanggal 21 Juli 1997. Universitas Sumatera Utara 79 sumber daya pemerintah terbatas dimungkinkan juga pihak yang berkepentingan dalam hal ini Yaspendar untuk mengajukan permohonan pendaftaran haknya dalam rangka memberikan kepastian hak di bidang pertanahan. Untuk memperoleh kepastian hak atas tanah rangkaian kegiatan pendaftaran tanah dilakukan secara sistematik. Dengan pengajuan kebenaran materil berupa pembuktian data fisik dan data yuridis hak atas tanah sehingga akhirnya dapat diberikan hak dengan diterbitkannaya sertipikat. Dengan diperolehnya sertipikat hak tersebut maka diperoleh kepastian hukum mengenai tanah yang di haki Yaspendhar. Kepastian hukum tersebut pada hakikatnya masih merupakan kepastian hukum yang relatif. Sebagaimana dikatakan Syafrudin Chandra: Hakikat kepastian hukum yang sebenarnya terletak pada kekuatan sertifikat kepemilikan hak atas tanah sebagai bukti kepemilikan termasuk di pengadilan, Namun kepastian hukum dengan sistem negatif pada hakikatnya merupakan kepastian hukum yang relatif, dengan pengertian bahwa peraturan perundang- undangan menjamin kepastian hukum selama tidak dibuktikan sebaliknya. 127 Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, telah mempertegas bahwa sistem pendaftaran tanah di Indonesia tidak lagi menggunakan sistim publikasi negatif yang murni Negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan dalam bukti hak, tetapi menggunakan sistim publikasi negatif bertendensi positif. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 32 ayat 2 PP 24 Tahun 1997 menentukan batas waktu bagi pihak ketiga untuk menggugat, yakni 5 lima tahun sejak dikeluarkannya sertifikat tersebut : 127 S.Chandra, Sertipikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005, h. 122. Universitas Sumatera Utara 80 Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh hak tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu lima tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut. 128 Ketentuan dari pasal ini melahirkan suatu lembaga yang dikenal dengan lembaga rechtsverwerking dan ketentuan ini merupakan penyempurnaan dan penegasan terhadap sistim publikasi negatif yang bertendensi positif dari pendaftaran tanah yang diamanatkan UUPA. 129 Dengan adanya lembaga publikasi negatif bertendensi positif itu maka pemilik hak atas tanah yang namanya terdaftar di dalam buku tanah akan memperoleh kepastian hukum tentang kepemilikannya atas tanah yang dihakinya setelah lewat waktu 5 lima tahun sejak dikeluarkannya sertipikat tersebut. Sedangkan sebelum berakhir masa 5 lima tahun tersebut pihak-pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah yang bersangkutan dapat mengajukan hak atas tanah dimaksud kepada pengadilan melalui gugatan. Dengan berbagai alasan, ada saja orang-orang tertentu yang membiarkan tanahnya tidak dikerjakan dan kemudian tanah itu dikerjakan orang lain yang memperolehnya dengan itikad baik, maka hak seseorang tersebut untuk menuntut kembali tanahnya menjadi hilang. Dengan kata lain, orang tersebut telah menelantarkan tanahnya dan pencatatan nama orang lain dalam sertipikat dipandang definitip setelah jangka waktu 5 Lima tahun tesebut. 130 Indonesia sebagai negara hukum wajib memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah demi tercapainya kepastian hukum, 128 Pasal 32 ayat 2 PP 24 Tahun 1997. 129 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Op.cit. h.147. 130 Ibid, h.147. Universitas Sumatera Utara 81 bermanfaat, dan berkeadilan dengan cara merespon kebutuhan serta keinginan pemegang hak atas tanah dalam kehidupan masyarakat bangsa secara transparan. Semua orang adalah sama di hadapan hukum dan atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Karakteristik Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini masih didominasi karakteristik asas negatif, konsekuensinya yaitu hak asasi manusia harus dilihat dan dipahami secara utuh, tidak parsial. Namun pada kenyataannya masih bersifat administratif dan tidak bersifat hak, memberi perlindungan hukum kepada pemilik hak atas tanah tetapi belum kepada pemegang sertifikat hak atas tanah. 131 Selain itu juga penerbitan sertifikat oleh BPN bersifat konstitutif, yaitu keputusan administrasi pemerintahan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukumnya adalah negara menjamin dan melindungi pemilik sertifikat tanah. Siapapun juga wajib menghormati adanya hak ini. Hubungan penerbitan sertifikat tanah dan kepastian hukum adalah hubungan sebab akibat. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 telah menetapkan kepastian hukum yang lebih baik dibanding dengan PP No. 10 Tahun 1961. Jika dalam PP No. 10 Tahun 1961, belum ditentukan batas waktu bagi pihak ketiga untuk menggugat pemilik sertifikat tanah, maka Pasal 32 ayat 2 PP 24 Tahun 1997 menentukan batas waktu bagi pihak ketiga untuk menggugat, yakni 5 lima tahun sejak dikeluarkannya sertifikat tersebut. Hanya pada usia sertifikat di bawah lima tahun sajalah pihak lain diberikan kesempatan untuk menggugat kepemilikan atau 131 S. Chandra,Op.cit, h. 124. Universitas Sumatera Utara 82 penguasaan hak atas tanah pemegang sertifikat, kalau memang mempunyai bukti yang juga berkekuatan hukum sama derajatnya. Ketentuan diatas ditegaskan dalam pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yang berbunyi : “Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.” Walaupun sebagai alat bukti, sertifikat bukan satu-satunya alat bukti hak atas tanah. Hak atas tanah seseorang masih mungkin dibuktikan dengan alat bukti lain, misalnya saksi-saksi, akta jual beli, surat keputusan pemberian hak. Hanya saja , sertifikat ditegaskan oleh peraturan perundangan sebagai alat bukti yang kuat, artinya selama tidak ada alat bukti lain yang membuktikan kebenarannya maka keterangan yang ada dalam sertifikat harus dianggap benar dengan tidak perlu bukti tambahan. Sedangkan bukti lain itu, hanya dianggap sebagai bukti permulaan, harus dikuatkan oleh alat bukti lain. 132 Semua jenis hak atas tanah, baik hak-hak atas tanah yang sifatnya publickrechtelijke, maupun hak-hak tanah yang sifatnya privat, sesuai jenisnya mempunyai kewenangan untuk menggunakan dan memanfaatkan hak itu sebatas jenis hak tersebut dimiliki si pemilik. Dalam hal ini pemilik haknya memiliki kewenangan untuk menggunakan dan memanfaatkan hak tersebut sebatas isi dan muatan yang ada 132 Kumpulan Tulisan Beberapa Pakar Dalam Rangka Menyambut HUT ke 70 Tahun Prof. A.P. Parlindungan Bandung: Mandar Maju,1998, h.128. Universitas Sumatera Utara 83 pada hak itu sendiri. Bila dilihat secara umum hak atas tanah adalah kewenangan yang diberikan hukum bagi si pemilik atau pemegangnya, untuk berkuasa dan berhak menikmati dan mengambil hasilnya, namun yang dinikmati dan yang diambil hasilnya itu hanya sebatas hak dimaksud.

E. Perpanjangan Hak Guna Bangunan Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum

Sehubungan dengan batasan jangka waktu yang ditentukan, bila Hak guna Bangunan berakhir jangka waktunya maka Yayasan dapat memperpanjang hak tersebut, sepanjang tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan dan sifat serta tujuan pemberian hak tersebut, dan Yaspendhar memenuhi syarat- syarat untuk perpanjangan hak ini. Permohonan Perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan ataupun pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau perpanjangannya. Perpanjangan tersebut dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan setempat. Ketentuan mengenai perpanjangan ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. 133 Namun Keputusan Presiden tersebut belum di realisasikan sampai saat ini. Pendaftaran Perpanjangan Jangka Waktu Hak Guna Bangunan ini : 1. Didaftar berdasarkan keputusan pemberian perpanjangan jangka waktu hak yang bersangkutan dengan mencataat perpanjangna jangka waktu tersebut dalam halaman perubahan yang disediakan didalam buku tanah dan sertifikat. 2. Dalam mendaftar perpanjangan jangka waktu hak tidak diadakan perubahan nomor hak . 3. Untuk Pencatatan perpanjangan jangka waktu hak atas tanah tidak dilakukan pengukuran ulang. Kecuali kalau dengan persetujuan pemegang hak terjadi perubahan batas bidang tanah yang bersangkutan. 133 Pasal 27 Permeneg Agraria Kepala BPN Nomor 40 Tahun1996. Universitas Sumatera Utara 84 4. Pendaftaran perpanjangan waktu hak dilakukan dengan mencatatnya dalam buku tanah pada halaman perubahan yang disediakan dengan kalimat; “BerdasarkanKeputusan……………………………Nomor………….Tanggal ………………………Hak ini diperpanjang jangka waktunya dengan……… Tahun sehingga berakhir pada tanggal………………………………….” 5. Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 ditandatangani oleh pejabat yang berwenang menandatangani buku tanah pada waktu pencatatan. 134 Perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan mulai berlaku sejak berakhirnya hak tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 30, 47 dan 64 Permeneg Agraria Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, dari penjelasan pasal tersebut diterangkan bahwa perpanjangan jangka waktu suatu hak tidak mengakibatkan hak itu hapus atau terputus, oleh karena itu untuk pendaftarannya tidak perlu dibuatkan buku tanah dan sertifikat baru. Apabila tidak ada perubahan data fisik pada tanahnya maka tidak perlu dilakukan pengukuran bidang tanahnya dan pemeriksaan tanah dimungkinkan dilakukan oleh petugas Konstatasi petugas pemeriksaan tanah sebagaimana diatur pada Pasal 22 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN No. 91999 dan Keputusan Kepala BPN RI No. 72007 tentang Susunan dan Tugas Panitia Pemeriksaan Tanah yang hasilnya dituangkan dalam Konstaterings-Rapport. Dimana hasil dari pemeriksaan Tanah Baik oleh Panitia A atau Panitia B maupun petugas konstatasi kedudukan hukumnya sama dan masing-masing dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan pemberian, perpanjangan atau pembaruan haknya. 135 Mengenai kewenangan untuk memberikan Hak Guna Bangunan dan perpanjangannya diatur berdasarkan surat Keputusan Pemerintah dan PMDN Nomor 6 Tahun 1972 untuk pemberian Hak Guna bagunan sampai dengan 2000 m 2 diberikan oleh Kanwil BPN Propinsi setempat. Sedangkan untuk pemberian Hak Guna Bangunan diatas 2000 m 2 diberikan oleh Kepala BPN. 136 134 Pasal 130 Peraturan Menteri Agraria Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 241997. 135 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Op.cit. h.295 136 A.P.Parlindungan, Komentar Atas UUPA, Op.cit. h.184. Universitas Sumatera Utara 85

BAB IV KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN PERUBAHAN

HAK MILIK ATAS TANAH MENJADI HAK GUNA BANGUNAN PADA YASPENDHAR MEDAN

A. Yayasan Sebagai Badan Hukum Nirlaba

Dipilihnya yayasan sebagai bentuk badan hukum oleh kebanyakan masyarakat salah satunya karena adanya anggapan dari masyarakat bahwa yayasan terbebas dari pajak. Pada zaman orde baru yayasan yang bertujuan nirlaba dan bergerak dibidang agama , pendidikan, kesehatan dan kebudayaan diberikan kemungkinan pembebasan pajak. Dikarenakan yayasan yang dapat diberikan pembebasan pajak hanyalah yayasan yang bergerak dibidang sosial, kemanusiaan, keagamaan, namun dalam prakteknya umumnya yayasan-yayasan tersebut dibebaskan dari pemungutan pajak walaupun lembaga yayasan tersebut berorientasi pada mencari keuntungan sehingga dengan demikian banyak yang mendirikan yayasan dengan tujuan untuk mendapatkan pembebasan pajak tersebut. 137 Dengan dikeluarkaannya Undang Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 yang kemudian dirubah melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan UU Nomor 162001, maka yayasan telah diakui sebagai badan hukum privat dan juga sebagai subjek hukum mandiri yang telepas dari kedudukan subjek hukum para pendiri atau pengurusnya. Sebagai subjek hukum mandiri berarti yayasan dapat menyandang hak dan kewajiban, dapat menjadi debitur maupun kreditur, atau 137 Ibrahim Assegaf, et.all, Tafsir Sempit Akuntabilitas dan Sisi Bisnis Yayasan, Jakarta: Jentera, 2003, h. 36. 85 Universitas Sumatera Utara 86 dengan kata lain yayasan dapat melakukan hubungan hukum dengan pihak lain. “Undang-undang tersebut diharapkan akan menjadi dasar hukum yang kuat dalam mengatur kehidupan yayasan di Indonesia serta menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya.” 138 Dalam Undang-Undang tersebut pengertian yayasan dapat dilihat sebagai berikut: “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.” 139 Rumusan pasal ini secara tegas menyatakan bahwa yayasan adalah : 1. Badan hukum, dengan ketentuan bahwa status hukum yayasan baru diperoleh setelah Akta Pendirian yayasan disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Azazi Manusia. 2. Merupakan kumpulan modal atau kekayaan yang dipisahkan, bukan kumpulan orang karena yayasan dapat didirikan hanya oleh satu orang yang menyisihkan harta kekayaan pribadinya menjadi harta kekayaan awal yayasan. Pemahaaman ini diperkuat dengan rumusan yang memungkinkan pendirian yayasan dengan surat wasiat. 3. Oleh karena akta pendirian yayasan harus dibuat dalam bentuk akta Notaris, maka surat wasiat yang memungkinkan pendirian yayasan juga harus merupakan surat wasiat yang dibuat oleh atau dihadapan notaris. 140 Dengan keluarnya undang-undang yayasan maka keberadaan yayasan sebagai entitas hukum privat tidak perlu diragukan lagi karena mempunyai landasan yuridis yang kuat. Sebagai subjek hukum yayasan harus memenuhi syarat: 138 Ais Chatamarrasjid, Badan Hukum Yayasan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2006, h. 2. 139 Pasal 1 angka 1 UU Nomor 16 Tahun 2001. 140 Gunawan Widjaya, Op.cit. h. 11. Universitas Sumatera Utara 87 1. Yayasan adalah perkumpulan orang 2. Yayasan dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan hubungan hukum 3. Yayasan mempunyai harta kekayaan sendiri 4. Yayasan mempunyai maksud dan tujuan 5. Yayasan mempunyai pengurus 6. Yayasan mempunyai kedudukan hukum domisili tempat 7. Yayasan mempunyai hak dan kewajiban 8. Yayasan dapat digugat atau menggugat dimuka pengadilan. 141 Secara teoritis yayasan dapat didirikan oleh satu orang, dua orang atau lebih. Yayasan tidak mempunyai anggota semacam pemegang saham dalam PT, tetapi yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus dan Pengawas. Eksistensi yayasan semata-mata diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Oleh sebab itu semua kegiatan yayasan harus diabdikan kepada pencapaian tujuan tersebut. Undang-undang yayasan menegaskan hal ini dengan melarang pembagian hasil usaha kepada organ yayasan, disertai ancaman pidana. 142 Dalam rangka untuk mencapai maksud dan tujuannya yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan. 143 Yayasan juga dapat melakukan penyertaan dalam bentuk usaha yang bersifat prosfektik dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 dua puluh lima persen dari seluruh nilai kekayaan yayasan. Undang-Undang Yayasan melarang organ atau orang yang mempunyai jabatan sebagai Pembina, pengurus dan pengawas yayasan untuk merangkap anggota 141 Ibid, h. 21. 142 Pasal 5 j.o Pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 2004. 143 Pasal 7 UU No. 162001 Universitas Sumatera Utara 88 direksi atau pengurus dan anggota dewan komisaris atau pengawas dari badan usaha yang didirikan. “Hal ini adalah sejalan dengan maksud dan tujuan yayasan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan sehingga seseorang yang menjadi anggota pembina, pengurus dan pengawas yayasan harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah atau honor tetap.” 144 Perkembangan dinamis yang terjadi baik di tingkat internasional maupun nasional telah menuntut adanya perubahan paradigma dalam pengelolaan organisasi nirlaba not for profit organization termasuk yayasan. Yayasan yang selama ini dikelola secara konvensional atau tradisional kiranya perlu melakukan instropeksi dan pembenahan apabila ingin dapat survive dan sukses menjalankan misinya dalam era reformasi yang menuntut adanya profesionalisme, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam pengelolaan yayasan. Selama ini terdapat penafsiran yang keliru dalam pengelolaan yayasan seperti: 1. Yayasan dianggap sebagai organisasi nirlaba yang sama sekali tidak boleh mencari keuntungan nonprofit oriented. Adanya pemikiran ini telah menyebabkan banyak yayasan yang lesu darah karena dalam upaya pendanaan hanya mengandalkan sumbangan dari para donatur tanpa berusaha mencari sumber-sumber lain yang lebih kreatif. 2. Karena yayasan mempunyai misi sosial dan kemanusiaan maka dapat dipahami bahwa manajemen yayasan kurang profesional dibandingkan dengan manajemen bisnis yang bertujuan laba profit oriented, karena para pendiri dan pengurusnya adalah para sukarelawan yang juga mempunyai banyak kesibukan lain. 3. Kualitas pelayanan yang diberikan oleh yayasan tidak setinggi kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, karena karyawan yayasan diberikan imbalan yang lebih rendah mengingat misi sosial yayasan. 144 Gunawan Widjaya, Op.cit. h. 15. Universitas Sumatera Utara 89 4. Administrasi pembukuan yayasan kurang begitu tertib, karena tidak mampu menggaji staf yang kompeten dan juga mempunyai misi nasional, maka administrasi pembukuan tidak begitu dirasakan kebutuhannya. 5. Sebagai organisasi nirlaba, yayasan jarang melakukan program pemasaran karena pemasaran dianggap identik dengan aspek komersial dan penjualan. 6. Sebagai organisasi nirlaba, pengelolaan yayasan dianggap berbeda dengan pengelolaan perusahaan. Banyak yayasan yang tidak berkembang karena dikelola dengan kurang profesional, tidak efisien, tidak adanya akuntabilitas publik, lemahnya pengawasan dan sebagainya. 145 Hal tersebut di atas menunjukkan kelemahan aspek manajerial merupakan salah satu faktor kunci yang kiranya perlu dibenahi agar yayasan dapat berkembang dengan sehat dalam mencapai maksud dan tujuannya. Baik yayasan maupun perusahaan masing-masing mempunyai visi dan misi yang ingin dicapai, maka mengelola yayasan dan perusahaan haruslah dilakukan secara profesional agar visi dan misi tersebut dapat tercapai dengan optimal. Ditinjau dari aspek manajerial, perbedaan pokok antara yayasan dan perusahaan terletak pada peruntukkan surplus atau keuntungan yang dihasilkan dan dalam alternative sumber pendanaan. Surplus perusahaan diperuntukkan bagi kepentingan pemiliknya, sedangkan surplus atau keuntungan yang dihasilkan yayasan diperuntukkan bagi kepentingan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Ditinjau dari alternatif pendanaan, sumber pendanaan yayasan jauh lebih luas karena dapat juga menggalang pendanaan baik dari sumbangan wakaf, hibah, hibah wasiat dan sumber lain yang halal termasuk kegiatan usaha Pasal 26 undang-undang yayasan. 145 H.P.Panggabean, Kasus Aset Yayasan Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002, h. 158-159. Universitas Sumatera Utara 90 Ditinjau dari aspek manajerial, agar yayasan dapat tumbuh berkesinambungan dalam mencapai maksud dan tujuannya, maka yayasan perlu kiranya mempertimbangkan hal-hal strategis yaitu Pendiri dan Pengurus harus bersedia menanggalkan kepentingan pribadi dan secara sukarela menyumbangkan pikiran dan sumberdaya lainnya bagi pencapaian maksud dan tujuan yayasan. Visi dan Misi yayasan harus dirumuskan dengan jelas dan tegas sebagai dasar untuk memberi arah dalam penyusunan rencana strategis dalam pencapaian maksud dan tujuan yayasan. Pengelolaan yayasan harus dijalankan secara transparan, karena para donatur dan konstituen yayasan menuntut adanya keterbukaan dan akuntabilitas yang baik. Profesionalisme pengelolaan yayasan akan menciptakan citra yang sangat positif di mata donatur dan stakeholder termasuk pemerintah. Dengan citra yang positif akan memudahkan yayasan menggalang dukungan dan partisipasi berbagai pihak dalam menggali sumber pendanaan untuk pencapaian maksud dan tujuan yayasan. Pengelolaan yayasan dilakukan secara efektif dan efisien sebagaimana halnya suatu organisasi bisnis, namun dana yang dihasilkan diperuntukkan sepenuhnya untuk pencapaian maksud dan tujuan yayasan. Pengelolaan yayasan dilakukan berdasarkan prinsip profesionalisme dan tidak cukup hanya dengan idealisme. Manajer professional dan karyawan harus diberikan kompetensi yang layak karena mereka juga harus dituntut berprestasi sebagaimana layaknya manajer perusahaan biasa. Yayasan harus menciptakan kegiatan dan program yang kreatif yang berorientasi pasar. Program yang berorientasi pasar akan sangat disukai oleh Universitas Sumatera Utara 91 konsumen sehingga memudahkan yayasan menggali sumber pendanaan untuk mendukung kegiatannya. Untuk itu sudah selayaknya yayasan mengiplementasikan strategi pemasaran dalam upaya mengidentifikasikan potensi pasar, menciptakan program yang dibutuhkan masyarakat dan melakukan promosi-promosi atas program itu. Pengelolaan keuangan dilakukan secara professional berlandaskan prinsip transparansi, efisiensi dan akuntabilitas. Pembukuan harus diselenggarakan dengan tertib dan informasi keuangan dihasilkan tepat waktu sehingga dapat dimanfaatkan oleh pengurus untuk tujuan evaluasi, pengawasan dan perencanaan. Pengurus harus meningkatkan pemahaman tentang anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yayasan serta berbagai aspek hukum lainnya yang relevan untuk meyakinkan bahwa segala tindakan dan keputusan yayasan telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 146 Memasuki era akuntabilitas dan transparansi dengan berlakunya undang- undang yayasan, maka yayasan akan memasuki era akuntabilitas dan transparansi. Yayasan sebagai suatu bentuk organisasi yang bergerak di sektor public diwajibkan untuk menerapkan pendekatan akuntabilitas yang digunakan dalam perusahaan. Dari sudut pandang akuntansi, ada persamaan praktek akuntansi keuangan dan manajemen antara yayasan not for profit organization dengan perusahaan for profit organization. Kesamaan yayasan dengan perusahaan adalah : 146 Ibid, h. 163-165. Universitas Sumatera Utara 92 1 Keduanya diwajibkan melakukan pembukuan dengan sistem berpasangan double entry bookkeeping dan mengacu pada standar akuntansi; 2 Memiliki siklus akuntansi yang serupa dalam membuat laporan keuangan setiap akhir periode akuntansi bila perlu diaudit oleh akuntan publik; 3 Obyektifitas dan tranparansi dalam laporan keuangan; 4 Harus menjalankan kegiatan operasionalnya secara efisien dan efektif karena kelangkaan sumber daya scarcity of resources yang dimiliki; 5 Yayasan dan perusahaan merupakan bagian integral dari sistem ekonomi, dan menggunakan sumber daya yang sama untuk mencapai tujuan organisasi. 6 Para manajer kedua organisasi tersebut membutuhkan informasi yang handal dan relevan untuk melaksanakan fungsi manajemen misalnya perencanaan, koordinasi, dan pengendalian; 7 Kedua bentuk organisasi tersebut terikat pada peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum yang disyaratkan, misal yayasan pada undang-undang yayasan dan perusahaan pada UU PT. Pada hakikatnya tujuan akuntansi pada yayasan, mencakup : a. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola yayasan secara tepat, efisien dan ekonomis atas suatu aktivitas dan alokasi sumber daya ekonomi. b. Memberikan informasi yang memungkinkan para pengurus yayasan melaporkan pelaksanaan tanggung jawab mengelola secara tepat dan efektif. 147 Dengan demikian, akuntansi mempunyai peran sebagai penyediaan informasi, pengendalian manajemen, dan akuntabilitas. Dalam penyediaan informasi, akuntansi mempunyai fungsi sebagai alat informasi bagi manajemen yayasan dan alat informasi bagi publik. Bagi manajemen yayasan, informasi akuntansi digunakan sebagai proses pengendalian manajemen, mulai dari perencanaan strategik, penyusunan program, pengaggaran, evaluasi kinerja, sampai dengan laporan kinerja, sedangkan akuntabilitas mencakup penyediaan informasi bagi donatur pemerintah dan publik pada umumnya. Walaupun secara idiilnya yayasan adalah suatu bentuk Badan Hukum nirlaba namun yayasan adalah termasuk Badan Hukum wajib pajak menurut Undang- 147 Ibid, h. 165. Universitas Sumatera Utara 93 Undang Nomor 18 Tahun 2000 UUPPN. 148 Sebagai wajib pajak yayasan mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, menghitung dan membayar sendiri pajaknya, menyelenggarakan pembukuan, jika diperiksa wajib memperlihatkan dokumen yang berkaitan dengan objek yang terutang pajak, dan memberikan keterangan yang diperlukan. Sebagai Wajib pajak Yayasan mempunyai Hak antara lain: 1. Mengajukan surat keberatan dan surat banding; 2. Menerima tanda bukti pemasukan SPT yang telah diterima; 3. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan; 4. Mengajukan permohonan penundaan pemasukan SPT; 5. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak; 6. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak 7. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak; 8. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah; 9. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya; 10. Apabila wajib pajak dipotong oleh pemberi kerja wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pemotong pajak. 149

B. Hambatan Dalam Pelaksanaan Perubahan Hak Milik Menjadi Hak Guna Bangunan pada Yaspendhar Medan

Permohonan perubahan Hak Milik pada Yaspendhar dilaksanakan bersamaan dengan penggabungan tiga bidang tanah yang saling berbatasan, dengan 3 jenis hak yang berbeda satu sama lain, yang meliputi Hak milik, Hak Guna Bangunan dan tanah Negara yang belum terdaftar namun dikuasai oleh Yaspendhar. Terjadinya 148 “Badan Hukum adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan daalam bentuk apapun,firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.” 149 Gunawan Widjaya, Op.cit, h.83-84. Universitas Sumatera Utara 94 penurunan hak dikarenakan pasal 21 UUPA yang menyatakan bahwa untuk badan hukum yang dapat mempunyai hak milik akan ditentukan dalam Peraturan Pemerintah yaitu, PP No 38 1963 tentang Penunjukan Badan Hukum yang dapat mempunyai hak milik, dalam PP tersebut yayasan bukanlah merupakan salah satu Badan Hukum yang ditunjuk oleh pemerintah untuk dapat mempunyai hak milik atas tanah. Lalu apakah hak yang diberikan pemerintah untuk yayasan? Pada umumnya pemerintah akan memberikan Hak Guna Bangunan atau hak pakai bagi yayasan sebagaimana juga diatur dalam Pasal 36 UUPA ayat 2 menyebutkan badan hukum sebagai subjek Hak Guna Bangunan. 150 Maka sehubungan dengan berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan No.102Jati terdaftar atas nama Yaspendhar, dilakukan permohonan Hak Pakai Selama Digunakan. Permohonan tersebut digabungkan dengan permohonan hak atas hak milik No. 38Jati, dan tanah Negara yang dikuasai Yaspendhar namun belum terdaftar semata-mata hanya untuk memperoleh kepastian hukum atas tanah. 151 Proses pemberian hak tersebut megalami beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Baik kendala yang dihadapi oleh pemohon dalam hal ini Yaspendhar, maupun oleh Kantor Pertanahan sendiri sehingga cukup mempengaruhi proses pemberian hak tersebut. 150 Hasil wawancara dengan Abd. Rahim Lubis, Kepala Seksi Penetapan Hak Tanah Perorangan Kanwil BPN SUMUT, tanggal 13 Mei, 2011. 151 Hasil Wawancara dengan Syaiful Nahar, Sekretaris II Yaspendhar Medan. Tanggal 18 Mei 2011. Universitas Sumatera Utara 95 Berdasarkan Penelitian yang dilakukan kendala-kendala yang dihadapi antara lain yaitu :

1. Faktor Keterbatasan Anggaran yang Dimiliki Yayasan