Identitas Responden II Proses Pengumpulan Data

4.2. KASUS RESPONDEN II

4.2.1. Identitas Responden II

Nama : Dewi Umur : 10 tahun Agama : Kristen Protestan Suku : Batak Pendidikan : SD Anak ke : 2 dari 2 bersaudara Jumlah saudara kandung : 1 Lk Jumlah saudara tiri : 1 Pr Pekerjaan bapak kandung : Tukang becak Pekerjaan bapak tiri : Guru Agama Pekerjaan ibu : Wiraswasta Pelaku KDRT terhadap responden II : E. Aritonang ayah tiri responden II

4.2.2. Proses Pengumpulan Data

Penulis mengetahui tentang kasus responden II adalah dari pihak PKPA Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, dan ketika penulis mendengar tentang gambaran umum kasus yang menimpa responden II dari salah seorang staf PKPA, penulis langsung tertarik menjadikannya sebagai salah satu dari 3 responden penulis. Pihak PKPA sebagai LSM yang menangani kasus responden II, mengatakan bersedia mendampingi penulis pada pelaksanaan wawancara I pertama yang akan dilakukan nantinya. Universitas Sumatera Utara Kak Poppy sebagai salah satu staf di PKPA berkata: “Kami ada menangani banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga, termasuk kasus Dewi ini, dia korban pencabulan ayah tirinya sendiri.” Melalui Kak Poppy, penulis mendapatkan banyak informasi mengenai kasus pencabulan yang menimpa Dewi, dan mengenai di mana saat ini Dewi tinggal, Kak Poppy berkata: “Dewi bersama abang dan adik tirinya sekarang tinggal di rumah neneknya dari pihak ibu, sedangkan ayah tirinya masih mendekam di penjara.” Pada pertengahan bulan Januari 2008, penulis bersama salah seorang staf PKPA mendatangi rumah nenek responden II, tempat dimana saat ini responden II tinggal, sejak ibunya meninggal dunia dan ayah tirinya dipenjara karena perbuatannya mencabuli responden II juga melakukan pemalsuan tahun pernikahannya dengan ibu responden II untuk menguasai harta mendiang ibu responden II, karena penulis mendatangi mereka pada sore hari setelah membuat kesepakatan waktu bertemu dengan pihak responden II, maka penulis berhasil mendapati responden II bersama neneknya di rumah. Penulis memperkenalkan diri pada keluarga responden II, lalu menyampaikan maksud kedatangan penulis kepada mereka, yaitu ingin mewawancarai responden II beserta keluarga yang saat ini bersamanya terkait kasus pencabulan yang menimpa responden II. Nenek responden II setuju saja apabila cucunya dimasukkan dalam daftar responden yang kasusnya akan penulis analisa dalam skripsi penulis, tapi nenek responden II meminta agar berita tentang kasus pencabulan yang menimpa cucunya tidak disebarkan lagi secara luas di masyarakat, karena responden II sudah mengalami dampak dari dimasukkannya kasus yang menimpa dirinya ke dalam surat kabar koran, yang membuatnya Universitas Sumatera Utara ketika pergi ke suatu tempat atau sedang berada dimanapun selalu menjadi pusat perhatian orang-orang yang mengetahui tentang kasus pencabulan yang menimpanya, tidak jarang diantara orang-orang tersebut menanyai tentang kasus itu langsung kepada responden II, sehingga responden II menjadi risih dan malu. Nenek korban M. Pasaribu berkata: “Kami mau saja membantu tapi jangan diberitakan pada orang-orang, apalagi dimasukkan ke koran, Dewi jadi malu kalau disuruh kemana-mana karena pernah masuk koran, kemana pun dia pergi selalu saja ada yang mengenali, dan tidak jarang dia ditanyai soal pencabulan yang dilakukan bapaknya itu.” Penulis meyakinkan nenek responden II dengan menerangkan bahwa penulis bukanlah seorang wartawan atau pencari berita untuk konsumsi publik melainkan seorang mahasiswa yang sedang berusaha menyelesaikan skripsi yang mengangkat judul tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga, dan tertarik menjadikan cucunya yang bernama Dewi sebagai salah satu responden penulis, untuk memperlengkap kasus yang ingin dianalisa oleh penulis. Akhirnya penulis berjanji akan menyamarkan identitas responden II supaya tidak dikenal orang. Nenek responden II akhirnya setuju, apalagi setelah pihak PKPA yang mendampingi penulis ikut membantu meyakinkannya bahwa kasus cucunya tidak akan disebarkan di koran atau ditayangkan di TV, melainkan hanya akan dijadikan sebagai kasus yang akan dianalisa oleh penulis untuk menyelesaikan skripsi yang menjadi syarat utama terselesaikannya pendidikan penulis di bangku perkuliahan dalam rangka pengambilan gelar Strata Satu S1, sehingga penulis membutuhkan banyak informasi penting yang langsung didapat dari korban kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri, maupun dari pihak keluarga yang saat ini dekat dengan korban. Penulis mencoba bertanya mengenai kehidupan keluarga responden II sebelum terjadinya kasus pencabulan yang menimpa responden II. Nenek korban Universitas Sumatera Utara mulai menceritakan secara panjang lebar tentang bagaimana kehidupan keluarga putrinya ibunya responden II yang sering bertengkar dengan suami pertamanya, karena ayah kandung responden II seorang pemalas dan hanya mau bekerja sesuai dengan keinginan hati, sementara ibu korban bekerja banting tulang seharian, karena tidak berterima dengan sikap suami pertamanya akhirnya ibu korban geram dan sering memarahi ayah kandung korban, sehingga mereka menjadi sering bertengkar dan akhirnya memilih untuk bercerai. Nenek Dewi menjelaskan: “Bapak kandung Dewi orangnya pemalas, jadi mamanya Dewi sering memarahinya. Wajar dia dimarahi, mama Dewi sudah capek-capek kerja banting tulang, dia malah enak-enak di rumah, kadang dia mau narik becak, tapi itu dilakukannya kalau lagi rajin saja, kalau lagi tidak ingin narik becak, seharian dia pasti tidak bekerja. Mereka bercerai tahun 1997, karena sering berantam.” Setelah banyak mendengar dan memperoleh data-data yang dibutuhkan mengenai kehidupan rumah tangga ibu korban dengan suaminya yang pertama, penulis pun mencoba menanyakan mengenai suami korban yang kedua. Nenek responden II korban bercerita bahwa awalnya sikap menantunya itu baik dan ramah, juga agak pendiam, makanya mereka tidak ada yang menyangka bahwa ayah tiri korban ini bisa melakukan perbuatan bejat pada responden II dan memiliki maksud jahat ingin menguasai harta istrinya yang sudah meninggal. Nenek korban berkata: “Selama ini kami mengenali si Aritonang sebagai orang yang baik, ramah tapi agak pendiam memang, makanya kami tidak menyangka dia tega berbuat cabul pada Dewi. Apalagi setelah putri saya meninggal, si Aritonang ini suka- sukanya mengelola harta peninggalan putri saya, entah untuk kepentingan apa, dia mau menjuali satu persatu barang berharga peninggalan mama Dewi. Dia juga kedapatan memalsukan akta nikah untuk menguasai seluruh harta peninggalan anak saya.” Penulis mencatat informasi-informasi penting yang diperoleh dari nenek responden II, sebagai salah satu informan penting penulis, terkait kasus responden Universitas Sumatera Utara II. Satu persatu pertanyaan yang sebelumnya telah penulis siapkan, akhirnya terjawab sesuai keinginan penulis. Wawancara ke 2 dua terjadi seminggu kemudian. Penulis kembali mendatangi rumah nenek responden II. Proses wawancara kembali terjadi, dengan menggunakan catatan kecil, penulis mengadakan pengumpulan data selama kurang lebih 4 empat jam. Pada proses wawancara ke 2 dua ini, hubungan keluarga responden II dengan penulis sudah mulai akrab. Nenek responden II kembali bercerita panjang lebar tentang dampak perbuatan ayah tirinya terhadap perubahan sikap Dewi responden II. Dimana responden II menjadi pemarah dan mudah tersinggung. Sambil melakukan penelitian, penulis melengkapi data-data yang diperoleh melalui percakapan-percakapan yang terjadi, penulis juga memperhatikan bagaimana tingkah laku responden II selama proses wawancara terjadi, responden II kelihatan lebih banyak diam dan mau menjawab hanya ketika ditanya saja. Nenek korban menerangkan: “Dewi sekarang jadi lebih pemarah dan mudah tersinggung, dia selalu memarahi abang atau adiknya kalau melakukan hal yang tak sesuai dengan yang diinginkannya, dia juga suka marah kalau saya nasehati, kalau saya bentak dia mau langsung menangis.” Setelah pertemuan ini, penulis tidak pernah lagi bertemu dengan keluarga responden II, karena penulis memang tidak mendatangi mereka lagi, penulis merasa data-data yang dibutuhkan penulis sudah cukup dan tinggal diolah dianalisa saja. Disamping data-data atau informasi yang diperoleh dari keluarga responden II, penulis juga banyak memperoleh informasi tambahan dari pihak PKPA yang ikut menangani kasus ini. Pihak PKPA yang sudah memahami dan mengetahui banyak tentang kasus ini, telah menerangkan secara umum maupun khusus tentang keluarga responden II, dan mengenai kasus incest yang menimpa Universitas Sumatera Utara responden II. Sehingga data-data yang dibutuhkan penulis akhirnya terpenuhi dan bertambah lengkap.

4.2.3. Deskripsi Kasus