Bahan Ajar Teknologi Mekanik untuk Penera Tingkat Ahli

(1)

i

TEKNOLOGI MEKANIK

BAHAN AJAR

Oleh:

Victor Tulus Pangapoi Sidabutar, M.T.

NIP. 19771018 200912 1 002

KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN METROLOGI

BANDUNG

2011


(2)

1

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih yang menciptakan langit dan bumi dan segala isinya karena hanya dengan berkat dari Dia sehingga penulis mampu menyelesaikan bahan ajar teknologi mekanik yang diperuntukkan untuk diklat penera ahli.

Selain itu penulis juga berterima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik itu berupa dukungan moral, maupun material, sehingga bahan ajar ini dapat selesai. Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada :

1. Bapak Ir. Bambang Setiadji, M.M. selaku Kepala Balai Pendidikan dan Latihan Metrologi.

2. Istri dan anakku tercinta yang mengerti kesibukkan penulis saat penulisan bahan ajar ini.

Penulis menyadari bahwa bahan ajar ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun penyajian. Maka penulis menerima saran dan kritik dari semua pihak yang membaca dan menyimaknya sangat diharapkan oleh penulis.

Semoga bahan ajar ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa yang akan datang.

Bandung, Oktober 2011


(3)

2 DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Deskripsi Singkat ……... 1

C. Manfaat Modul Bagi Peserta ………. 1

D. Tujuan Pembelajaran ………. 2

1. Kompetensi Dasar ……… 2

2. Indikator Keberhasilan ………. 2

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ... 2

BAB II. KONSEP DASAR TIMBANGAN A. Pendahuluan ……….. 5

B. Unsur ……… 6

C. Senyawa……….... 7

D. Campuran ……… 8

E. Rangkuman……….…. 9

F. Latihan ……….. 9

BAB III. STRUKTUR, IKATAN DAN CACAT PADA LOGAM A. Struktur Atom dan Ikatan Logam ……….. 11

B. Struktur Kristal Logam ………. 11

C. Cacat Kristal ……… 16


(4)

3

E. Latihan ………. 21

BAB IV. SIFAT MEKANIK LOGAM A. Pendahuluan ……... 22

B. Konsep Tegangan dan Regangan... 24

C. Pengujian Tegangan... 25

1. Uji Tekan ... 28

2. Uji Geser dan Torsi ... 28

D. Deformasi Elastis ... 29

E. Deformasi Plastis ... 32

F. Sifat Tarik ... 33

1. Batas Luluh dan Kekuatan Luluh ... 33

2. Kekuatan Tarik ... 34

G. Keuletan ... 35

H. Ketahanan ... 38

I. Ketangguhan ... 39

J. Pemulihan Elastis Setelah Deformasi Plastis ... 40

K. Kekerasan ... 41

1. Pengujian Kekerasan Rockwell ... 43

2. Pengujian Kekerasan Brinell ... 46

3. Pengujian Kekerasan Indentasi Mikro Knoop dan Vickers ………. 47

4. Konversi Kekerasan ... 48

L. Hubungan Antara Kekerasan dan Kekuatan Tarik ... 50


(5)

4

N. Latihan ... 51

BAB V. DIAGRAM FASA A. Komponen Fasa ... 53

B. Jenis-jenis Diagram Fasa ... 54

1. Diagram Tekanan –Suhu ... 54

2. Diagram Fasa Biner Isomorf ……… 55

3. Diagram Fasa Biner Eutektik ………... 61

C. Penggunaan Diagram Fasa ... 65

D. Rangkuman ... 66

E. Latihan ... 66

BAB VI. DASAR-DASAR PENGECORAN LOGAM A. Metoda Pengecoran ... 68

1. Pengecoran dengan Cetakan Pasir ……… 69

2. Pengecoran dengan Cetakan Pelindung .. 72

3. Pengecoran dengan pola sekali pakai (dengan pelapis busa) ……… 74

4. Pegecoran dengan cetakan plester ………. 75

5. Pengecoran dengan cetakan keramik ……. 76

6. Pengecoran investasi ……….. 76

7. Pengecoran dengan cara vakum……… 77

8. Pengecoran denga Cetakan Tetap ………… 80

9. Pengecoran dengan cetakan permanen ... 80

10. Pengecoran dengan cara sentrifugal …….. 82

B. Desain dan Kualitas Pengecoran ... 83

1. Bagian sudut dan ketebalan ……… 83

2. Bentuk Draft dan Taper ………………. 86

3. Penyusutan ………. 87


(6)

5

C. Rangkuman ... 89

D. Latihan ... 90

BAB VII. TEKNIK PELAPISAN LOGAM A. Pendahuluan ... 91

B. Deposisi uap secara kimia (Chemical vapor deposition) ………. 92

C. Deposisi uap secara fisik (Physical vapor deposition) ………. 94

D. Teknik secara kimia dan elektrokimia ………… 95

1. Anodizing ………. 95

2. Ion Beam Mixing ………. 96

3. Pickling ………. 96

4. Plating ………... 97

5. Sol-Gel ……….. 98

E. Penyemprotan (Spraying) ………. 98

1. High velocity oxy-fuel spraying (HVOF) ……… 98

2. Plasma Spraying ……….. 99

3. Wire arc spray ………... 99

4. Cold Spraying ……….. 100

5. Warm Spraying ……… 101

F. Rangkuman ... 101

G. Latihan ... 101

BAB VIII. PENUTUP A. Kesimpulan ... 102

B. Tindak Lanjut ... 102


(7)

6


(8)

7 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Metrologi adalah ilmu tentang sifat-sifat ukur atau pengetahuan pengukuran. Metrologi memiliki cakupan ilmu yang sangat luas yang berasal dari berbagai disiplin ilmu dan salah satunya adalah teknologi mekanik. Teknologi mekanik berperan dalam pengujian, produksi, proteksi dan kontrol produksi dari UTTP. Peran teknologi mekanik sebagai pendukung sangatlah penting karena teknologi mekanik merupakan dasar dari pengawasan dan kontrol kualitas dari UTTP yang akan dibuat dan dipasarkan. Seorang penera ahli harus memiliki pengetahuan mengenai teknologi mekanik karena penera ahli bukan nantinya bukan hanya dapat memberikan bimbingan dengan baik terhadap produsen dan usaha reparasi UTTP tetapi juga dapat mengembangkan UTTP melalui rekayasa sifat-sifat dari material.

B. Deskripsi Singkat

Mata diklat ini membahas tentang dasar-dasar teknologi mekanik meliputi pengetahuan tentang jenis dan sifat mekanik material, teknik pengecoran dan perlindungan logam, pengetahuan tentang tata cara penggunaan peralatan dan mesin serta teknik pengerjaan logam.

C. Manfaat Modul Bagi Peserta

Melalui modul ini peserta diklat sebagai calon fungsional penera ahli dapat lebih memahami hal-hal pokok tentang konsep dasar sifat mekanik material, teknik pengecoran dan perlindungan logam, pengetahuan tentang tata cara penggunaan peralatan dan mesin serta teknik pengerjaan logam sehingga diharapkan akan dapat memberikan bantuan bimbingan dan konsultasi yang baik terhadap produsen dan usaha reparasi UTTP.


(9)

2 D. Tujuan Pembelajaran

1. Kompetensi Dasar

Setelah mengikuti mata diklat ini diharapkan peserta diklat mampu menjelaskan tentang prinsip dasar teknologi mekanik sehingga dapat memberikan bimbingan dengan baik terhadap produsen dan usaha reparasi UTTP.

2. Indikator Keberhasilan

Peserta diklat memahami serta mengenal jenis dan sifat mekanik material, memahami teknik pengecoran dan perlindungan logam, memahami teknik penggunaan peralatan perkakas dan mesin, memahami teknik pengerjaan logam serta mampu melakukan pengujian, mendemonstrasikan penggunaan peralatan dan mesin.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

1. Unsur, Senyawa dan Campuran A. Pendahuluan

B. Unsur C. Senyawa D. Campuran

2. Struktur, Ikatan dan Cacat pada Logam A. Struktur atom dan ikatan logam B. Struktur kristal logam

C. Cacat kristal 3. Sifat Mekanik Logam

B. Pendahuluan.

C. Konsep tegangan dan regangan D. Pengujian tegangan

1. Uji tekan

2. Uji geser dan torsi D. Deformasi elastis E. Deformasi plastis


(10)

3

F. Sifat tarik

1. Batas luluh dan kekuatan luluh 2. Kekuatan tarik

G. Keuletan H. Ketahanan I. Ketangguhan

J. Pemulihan Elastis Setelah Deformasi Plastis K. Kekerasan

1. Pengujian kekerasan Rockwell 2. Pengujian Kekerasan Brinell

3. Pengujian Kekerasan Indentasi Mikro Knoop dan Vickers 4. Konversi Kekerasan

L. Hubungan Antara Kekerasan dan Kekuatan Tarik 4. Diagram Fasa

A. Komponen dan Fasa B. Jenis-jenis Diagram Fasa

1. Diagram Tekanan – Suhu 2. Diagram Fasa Biner Isomorf 3. Diagram Fasa Biner Eutektik C. Penggunaan Diagram Fasa 5. Dasar-dasar Pengecoran Logam

A. Metoda Pengecoran

1. Pengecoran dengan Cetakan Pasir

2. Pengecoran dengan Cetakan Pelindung

3. Pengecoran dengan pola sekali pakai(dengan pelapis busa)

4. Pegecoran dengan cetakan plester 5. Pengecoran dengan cetakan keramik 6. Pengecoran investasi

7. Pengecoran dengan cara vakum 8. Pengecoran denga Cetakan Tetap 9. Pengecoran dengan cetakan permanen


(11)

4

10. Pengecoran dengan cara sentrifugal B. Desain dan Kualitas Pengecoran

1. Bagian sudut dan ketebalan 2. Bentuk Draft dan Taper

3. Penyusutan 4. Garis Pemisah

6. Teknik Pelapisan Logam

A. Pendahuluan

B. Deposisi uap secara kimia (Chemical vapor deposition

)

C. Deposisi uap secara fisik (Physical vapor deposition)   

D. Teknik secara kimia dan elektrokimia

1. Anodizing

2. Ion Beam Mixing 3. Pickling

4. Plating

5. Sol-Gel

E. Penyemprotan (Spraying) 1. High velocity oxy-fuel spraying (HVOF)

2. Plasma Spraying 3. Wire arc spray  4. Cold Spraying 5. Warm Spraying


(12)

5

BAB II

UNSUR, SENYAWA DAN CAMPURAN

A. Pendahuluan

Materi dialam dapat diklasifikasi dengan berbagai cara. Materi secara umum dapat diklasifikasi berdasarkan wujudnya, yaitu:

1. Padatan, memiliki bentuk dan volume tetap

2. Cair, memiliki jumlah volume tetap tetapi dapat berubah-ubah bentuknya. 3. Gas, memiliki bentuk dan volume yang berubah-ubah

Gambar 2.1. Klasifikasi material berdasarkan wujudnya Materi juga bisa dibagi berdasarkan substansi yang menyusunnya, yaitu : a. Logam

b. Plastik c. Komposit d. Keramik

Indikator keberhasilan:

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan mampu : 1. Mengerti pengertian unsur, senyawa dan campuran.


(13)

6

e. Kayu

Seiring dengan berkembangnya pengetahuan manusia maka materi dapat dikombinasi untuk menghasilkan sesuatu materi baru yang sifatnya dapat direkayasa sesuai dengan kebutuhan.

Gambar 2.2. Klasifikasi material

B. Unsur

Dalam kehidupan sehari-hari semua yang ada dialam ini dibuat dengan menggabungkan beberapa unsur-unsur yang ada. Unsur adalah substansi yang tidak dapat dipecah lagi menjadi sesuatu yang lebih kecil dengan cara apapun.


(14)

7

Hingga saat ini telah di temukan lebih dari seratus unsur yang diperoleh di alam maupun unsur yang berasal dari eksperimen.

Gambar 2.4. Tabel periodik dari unsur-unsur di alam dan buatan

Unsur yang ada dialam dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Unsur dapat diklasifikasi berdasarkan sifatnya, yaitu logam dan non-logam. Diklasifikasikan sebagai logam karena unsur tersebut akan berbentuk padat pada suhu ruangan (kecuali merkuri), ulet dan bersifat penghantar listrik yang baik. Sedangkan unsur non-logam berbentuk padat, cair ataupun gas pada suhu ruangan, bukan penghantar listrik yang baik dan padatannya bersifat getas. Secara kimia unsur di klasifikasi dalam table periodik dan disusun berdasarkan kesamaan sifatnya dan berdasarkan jumlah protonnya.

C. Senyawa

Senyawa adalah zat yang terbentuk ketika dua atau lebih unsur secara kimiawi bergabung. Contoh dari senyawa adalah air, garam, dan gula. Ketika unsur-unsur saling bergabung, atom dari unsur-unsur tersebut kehilangan sifatnya masing-masing dan memiliki sifat yang berbeda dari unsur-unsur yang menyusunnya. Rumus kimia digunakan untuk menunjukkan komposisi


(15)

8

senyawa. Huruf, angka, dan simbol yang digunakan untuk mewakili unsur dan jumlah unsur dalam masing-masing senyawa.

Gambar 2.5. Contoh senyawa, pada bagian kiri adalah garam (NaCl) dan bagian kanan adalah paku yang berkarat (Fe2O3)

D. Campuran

Dalam ilmu kimia, campuran adalah suatu sistem material yang dibuat oleh dua atau lebih zat yang berbeda yang dicampur bersama-sama tetapi bergabung secara kimia (tidak terjadi reaksi kimia). Campuran mengacu pada kombinasi fisik dari dua atau lebih zat yang berbeda sifatnya yang akan menghasilkan suatu bentuk paduan, larutan, suspensi, dan koloid.

Campuran adalah suatu produk dari perpaduan secara mekanis atau mencampur zat kimia seperti unsur-unsur dan senyawa, tanpa merubah ikatan atau terjadi perubahan kimia, sehingga setiap bahan-bahan yang dipakai untuk mencampur masih memiliki sifat kimia awalnya. Meskipun demikian, walaupun tidak ada perubahan kimia untuk unsur-unsur penyusunnya, sifat fisik campuran, seperti titik leleh, mungkin berbeda dari komponen penyusunnya. Beberapa campuran dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen mereka dengan cara fisik (secara mekanik atau termal). Campuran dapat berupa campuran homogen atau heterogen. Campuran homogen adalah jenis campuran di mana komposisinya seragam. Campuran heterogen adalah jenis campuran di mana komposisi dengan mudah dapat diidentifikasi, karena ada dua atau lebih pada fasa ini. Udara adalah campuran homogen dari gas nitrogen, oksigen, dan sejumlah kecil bahan yang lainnya. Garam, gula, dan masih banyak zat lain yang dapat larut dalam air akan membentuk campuran homogen.


(16)

9 E. Rangkuman

Materi dapat diklasifikasikan menjadi substansi murni dan campuran. Substansi murni dapat dibagi kembali menjadi unsur dan senyawa. Unsur adalah substansi yang tidak dapat dipecah lagi menjadi sesuatu yang lebih kecil dengan cara apapun sedangkan senyawa adalah zat yang terbentuk ketika dua atau lebih unsur secara kimiawi bergabung. Substansi campuran adalah suatu produk dari perpaduan secara mekanis atau mencampur zat kimia seperti unsur-unsur dan senyawa, tanpa merubah ikatan atau terjadi perubahan kimia.

F. Latihan

Jawablah / kerjakan soal latihan berikut:

1. Sebutkan definisi unsur dan campuran homogen! 2. Sebutkan definisi senyawa dan campuran heterogen!

3. Klasifikasikan contoh dibawah ini dalam kelompok unsur, senyawa atau campuran:

Sodium, barium sulfat, kalium klorida, karat, alkohol, air, udara, tanah, susu, oli, benzene, terpentin dan formalin.


(17)

10

BAB III

STRUKTUR, IKATAN DAN CACAT

PADA LOGAM

A. Struktur Atom dan Ikatan Logam

Sebelumnya kita telah mengetahui cara-cara mengklasifikasi suatu material. Pembahasan berikut hanya akan menekankan material yang bersifat padatan (solid) dan pembahasan di utamakan untuk logam. Logam banyak digunakan karena memiliki berbagai sifat seperti kuat, lentur, titik leleh yang tinggi, konduktivitas panas dan listrik yang baik dan tangguh. Sama seperti unsur-unsur, logam-logam juga terdiri dari atom-atom. Kekuatan pada logam berasal dari ikatan antar atom yang berikatan sangat kuat. Tetapi ikatan ini juga membiarkan atom-atom dari logam untuk bergerak, sehingga logam-logam dapat dibentuk menjadi lembaran atau kawat.

Gambar 3.1. Ikatan logam

Model diatas menunjukkan atom-atom terikat bersama ikatan yang terdelokalisasi tetapi ikatan tersebut tetap kuat. Ikatan ini dapat terjadi antar atom-atom logam yang memiliki elektronegativitas yang tinggi dan tidak menarik elektron valensinya dengan kuat. Hal ini mengakibatkan elektron terluar dapat dipakai oleh atom disekitarnya, menghasilkan ion-ion positif

Indikator keberhasilan:

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan mampu : 1. Mengerti bentuk struktur atom dan ikatan dari logam.

2. Mengerti susunan dasar dari kristal logam. 3. Mengetahui bentuk cacat pada struktur logam.


(18)

11

(kation) yang dikelilingi oleh lautan elektron atau lebih dikenal dengan “awan elektron”. Berbeda dengan ikatan atom unsur lainnya yang ikatannya terjadi antar satu atau dua atom, logam dikatakan tidak memiliki ikatan yang sejati antar atomnya karena elektron-elektron valensi dari tiap-tiap atom digunakan secara bersama oleh atom lainnya sehingga ikatan logam lebih kuat dan seragam. Pada suhu diatas titik lelehnya logam akan mencair dan jika didinginkan maka atom-atomnya akan menyusun kembali akan kembali membentuk padatan.

Logam memiliki struktur atom raksasa yang terikat dengan ikatan logam. “Raksasa” disini menujukkan besarnya variabel yang terlibat didalamnya dan bergantung pada ukuran logamnya. Kebanyakan logam memiliki susunan atom yang padat dan berusaha memuat sebanyak mungkin atom dalam volume yang tersedia.

Gambar 3.2. Susunan padat dari atom logam

B. Struktur Kristal Logam

Untuk membentuk ikatan logam yang sangat kuat, logam disusun bersama-sama serapat mungkin. Ada beberapa cara penyusunan dari atom-atomnya. Jika kita umpamakan atom-atom yang menyusun logam adalah kelereng, kemudian kelereng-kelereng tersebut kita susun dalam sebuah kotak. Kelereng-kelereng tersebut akan menempati bagian bawah kotak dengan membentuk barisan yang teratur dan rapi, demikian diikuti oleh barisan kedua dan seterusnya. Lapisan kedua kelereng tidak dapat menempati langsung ruang kosong tepat di atas kelereng lapisan pertama sehingga deretan kelereng di lapisan ini bergerak ke dalam ruang antara kelereng dari lapisan pertama. Lapisan kelereng pertama A dan lapisan kedua B akan membentuk lapisan AB jika digabungkan.


(19)

12

Gambar 3.3. Susunan lapisan A dan B menyusun diri dengan mengisi ruang kosong semaksimal mungkin agar memiliki struktur yang padat

Saat akan menyusun lapisan ke tiga juga harus tepat. Atom pada lapis ke tiga akan bersarang di cekungan antara atom-atom di lapisan kedua dengan dua cara. Jika kelereng baris ke tiga disusun seperti pada baris pertama A, maka pengaturannya akan digambarkan sebagai ABA. Jika disusun terus hingga menjadi ABABAB maka susunan tersebut biasa disebut dengan susunan

hexagonal close packing (HCP).

Gambar 3.4. Susunan hexagonal close packing (HCP)

Jika baris atom dikemas dalam lapisan ketiga tidak berada dalam bentuk lapisan A atau B, maka lapisan ketiga disebut C. Urutan susunannya akan menjadi ABCABC, dan bentuk ini dikenal sebagai kubik berpusat muka atau

face-centered cubic (FCC). Pengaturan seperti ini memberikan kemasan atom yang saling berdekatansehingga hanya meninggalkan sekitar seperempat ruang yang tersedia kosong.


(20)

13

Gambar 3.5. Susunan face-centered cubic (FCC)

Pengulangan susunan terkecil dari atom dalam kristal disebut sel satuan. Dalam pengaturan FCC, ada delapan atom di sudut sel unit dan satu atom berpusat di setiap wajah. Atom di wajah berbagi dengan sel yang berdekatan. Unit sel FCC terdiri dari empat atom, seperdelapan di delapan di sudut-sudut dan setengah di enam bagian di wajah.

Gambar 3.6. Jumlah atom penyusun satu unit sel FCC

Susunan pengaturan ketiga yang umum pada logam adalah kubik berpusat-badan atau body-centered cubic (BCC). Sel satuan BCC memiliki atom pada masing-masing delapan sudut kubus plus satu atom di pusat kubus. Karena setiap atom di sudut adalah atom untuk sudut kubus lain, atom di setiap sudut sel satuan akan dibagi di antara delapan sel unit.


(21)

14

Gambar 3.7. Susunan body-centered cubic (BCC)

Sel satuan BCC terdiri dari total bersih dari dua atom, sebuah yang ada di pusat dan seperdelapan di delapan sudut-sudut.

Gambar 3.8. Jumlah atom penyusun satu unit sel BCC

Dibawah ini adalah bentuk beberapa kristal unsur logam pada suhu kamar. Tabel 3.1. Struktur kristal beberapa logam pada suhu kamar Nama Unsur

Logam

Struktur Kristal

Nama Unsur

Logam

Struktur Kristal Aluminum FCC Nikel FCC

Kadmium HCP Niobium BCC Kromium BCC Platinum FCC

Kobalt HCP Perak FCC

Tembaga FCC Titanium HCP

Emas FCC Vanadium BCC

Besi BCC Seng HCP

Timah FCC Zirconium HCP Magnesium HCP

Saat atom suatu logam cair mulai menyusun bersama untuk membentuk kisi kristal pada titik bekunya, kelompok-kelompok dari atom-atom ini akan membentuk suatu kristal kecil. Kristal kecil ini akan bertambah ukurannya dengan bertambahnya atom terus-menerus saat terjadi pendinginan.Padatan


(22)

15

kristal yang dihasilkan tidak menghasilkan satu kristal kristal saja tapi menghasilkan banyak kristal-kristal kecil yang disebut butiran (grains).

Gambar 3.9. Pertumbuhan kristal menghasilkan butiran

Butiran-butiran kristal ini akan tumbuh sampai mereka menimpa atau berlanggaran dengan kristal yang tumbuh berdekatan. Antarmuka yang terbentuk antara butiran kristal disebut batas butir (grain boundary). Suatu butiran kadang-kadang cukup besar untuk terlihat di bawah mikroskop cahaya biasa atau bahkan dengan kasat mata.

Gambar 3.9. Bentuk butiran logam pada pengamatan dengan mikroskop pembesaran berbeda-beda

C. Cacat Kristal

Kristal pada logam tidaklah sempurna. Terkadang pada susunan atom-atom, ikatan antar atom-atom dan pada permukaan kristalnya terdapat cacat. Secara garis besar terdapat tiga jenis cacat kristal, yaitu :


(23)

16

1. Cacat titik, terdapat ruang kosong yang biasa disebut dengan lowong (vacancies), dimana sebuah atau lebih atom yang hilang. Cacat ini paling sering terjadi terutama pada suhu tinggi ketika atom sering berubah posisi secara acak dan atom-atom akan tersebut meninggalkan kisi-kisi kosong. Proses difusi hanya dapat terjadi karena adanya kekosongan tersebut.

Gambar 3.10. Cacat titik

2. Cacat garis, terdapat kumpulan atom yang tersusun dengan tidak sebagaimana mestinya dan biasanya disebut dengan dislokasi. Dislokasi didefinisikan sebagai cacat dimana dua daerah dari kristal yang sempurna terganggu oleh suatu susunan atom kristal yang tidak sejajar dengan susunan yang sempurna tersebut.

Gambar 3.11. Cacat garis.

Dislokasi memiliki gerak analog dengan gerakan ulat. Ulat tersebut harus mengerahkan kekuatan besar untuk menggerakkan seluruh tubuhnya sekaligus, sehingga ulat akan menggerakan sebagian kecil belakang


(24)

17

tubuhnya ke depan yang kemudian menciptakan punuk. Punuk kemudian bergerak ke depan hingga akhirnya seluruh tubuh bergerak ke depan.

Ada dua jenis sederhana dari dislokasi, yaitu: - Dislokasi tepi(Edge dislocation),

Gambar 3.12. Pergerakan dislokasi tepi.

Seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas, dislokasi bergerak sedikit pada suatu waktu. Dislokasi bergerak persatu bidang kearah kanan dari posisi gambar (a) ke posisi pada gambar (b) dan akhirnya gambar (c). Dalam proses tergelincir dari satu bidang ke bidang lainnya, dislokasi tersebut akan menjalar di seluruh kristal. Gerakan bidang dislokasi pada akhirnya menyebabkan pergerakan seluruh bagian atas kristal terhadap setengah bidang kristal di bawahnya. Namun, hanya sebagian kecil dari ikatan yang putus pada waktu itu. Gerakan dengan cara ini membutuhkan kekuatan yang jauh lebih kecil dibandingkan memutuskan semua ikatan di tengah bidang secara bersamaan.


(25)

18 ‐ Dislokasi ulir(Screw dislocation),

Gambar 3.13. Pergerakan dislokasi ulir.

Dislokasi dengan cara ini sama dengan dislokasi tepi dimana hanya dibutuhkan energi yang lebih kecil dibandingkan harus memutuskan seluruh ikatan. Perbedaannya hanya terletak pada pemutusan ikatannya dimana pada dislokasi tepi pemutusan ikatan atom terjadi seiring dengan perpindahan atom-atom tersebit ke bidang disebelahnya, sedangkan pada dislokasi ulir atom-atom pada bidang geser akan bergeser kearah dislokasinya tetapi pemutusan ikatan tidak terjadi secara spontan saat perpindahan sehingga pergerakan pada dislokasi ulir bersifat pararel terhadap arah tegangan. Pergerakan dislokasi ulir dan tepi pada akhirnya akan sama.

3. Cacat planar, terjadi pada permukaaan homogen antar butir material. Hal ini terjadi karena adanya gangguan pada susunan urutan atom-atom. Akibat gangguan ini akan menghasilkan dua jenis cacat kristal, yaitu: (1) salah tumpuk (stacking fault) dan (2) daerah kembar (twin region). Perubahan pada urutan beberapa atom akan menghasilkan salah tumpuk sedangkan perubahan jarak atom pada beberapa bidang atom akan menghasilkan wilayah kembar. Salah tumpuk terjadi karena adanya gangguan susunan pada satu atau dua lapisan dalam urutan tumpukan dari bidang atom. Salah susun dapat terjadi pada struktur kristal, tetapi paling mudah untuk diamati bagaimana terjadinya pada struktur yang


(26)

19

padat. Sebagai contoh, diketahui dari pembahasan sebelumnya bahwa struktur FCC memiliki struktur yang berbeda dari struktur HCP hanya dari urutan penumpukkannya. Baik HCP dan FCC, dua lapisan awalnya memiliki urutan yang sama, yaitu AB. Jika lapisan ketiganya A maka urutannya akan menjadi ABA yaitu struktur HCP, dan susunannya menjadi

ABABABAB. Namun jika atom lapisan ketiga C maka urutannya akan menjadi ABC yaitu struktur FCC. Jadi jika struktur HCP berubah menjadi

ABABABCABAB, maka telah terjadi salah susun. Demikian juga pada susunan FCC dengan pola ABCABCABC. Salah susun dalam sebuah struktur FCC akan muncul jika salah satu bidang C hilang, sehingga susunannya akan menjadi ABCABCAB_ABCABC. Jika salah susun tidak segera melakukan koreksi diri tetapi sampai beberapa bidang atom, maka akan menghasilkan salah susun kedua yang mirip dengan lapisan pertama. Misalnya jika pola penumpukan ABABABAB tetapi berubah menjadi ABCABCABC untuk jangka waktu tertentu sebelum beralih kembali ke ABABABAB, hal itu menyebabkan terbentuknya salah susun kembar (twin). Daerah yang digaris bawahi pada urutan penumpukan yang terjadi ABCABCACBACBABCABC adalah bidang kembar dan batas-batas kembarnya adalah bidang A.

Gambar 3.14. Cacat planar menghasilkan daerah kembar (twin).

D. Rangkuman

1. Ikatan logam terjadi karena atom-atom dari logam terikat bersama dengan ikatan yang terdelokalisasi. Ikatan ini dapat terjadi antar atom-atom logam


(27)

20

yang memiliki elektronegativitas yang tinggi dan tidak menarik elektron valensinya dengan kuat. Hal ini mengakibatkan elektron terluar dapat dipakai oleh atom disekitarnya, menghasilkan ion-ion positif (kation) yang dikelilingi oleh lautan elektron atau lebih dikenal dengan “awan elektron”. 2. Struktur umum kristal logam adalah hexagonal close packing (HCP),

face-centered cubic (FCC) dan body-centered cubic (BCC). Strukturnya bergantung dari n susunan atom-atom pada tiap lapisanya.

3. Jumlah atom pada unit sel FCC adalah 4 atom dan pada BCC adalah 2 atom.

4. Pada kristal logam dapat terjadi cacat: - Cacat titik

- Cacat garis - Cacat planar

5. Cacat titik terjadi karena terdapat ruang kosong yang biasa disebut dengan lowong (vacancies), dimana sebuah atau lebih atom yang hilang. 6. Terdapat kumpulan atom yang tersusun dengan tidak sebagaimana

mestinya dan biasanya disebut dengan dislokasi. Dislokasi didefinisikan sebagai cacat dimana dua daerah dari kristal yang sempurna terganggu oleh suatu susunan atom kristal yang tidak sejajar dengan susunan yang sempurna tersebut. Ada dua jenis sederhana dari dislokasi, yaitu:

‐ Dislokasi tepi (Edge dislocation)

‐ Dislokasi ulir (Screw dislocation)

7. Cacat planar terjadi pada permukaaan homogen antar butir material. Hal ini terjadi karena adanya gangguan pada susunan urutan atom-atom. Cacat planar ada dua jenis yaitu:

‐ Salah tumpuk (stacking fault)

‐ Daerah kembar (twin region).

E. Latihan

Jawablah / kerjakan soal latihan berikut:

1. Mengapa ikatan logam membentuk ikatannya dengan cara terdelokalisasi? Gambarkan ikatannya!


(28)

21

- Aluminum - Nikel - Perak - Titanium - Emas - Besi

3. Gambarkan dislokasi tepid an ulir!


(29)

22

BAB IV

SIFAT MEKANIK LOGAM

A. Pendahuluan

Material adalah suatu substansi yang dapat dibuat dan dimodifikasi komposisinya. Sejak peradaban manusia dimulai, material dan energi secara bersama-sama digunakan oleh manusia untuk meningkatkan taraf hidup. Material berada dimana-mana disekitar kita. Beberapa material yang umum yang biasa dilihat sehari-hari diantaranya kayu, beton, batu bata, plastik, kaca, aluminum, tembaga ,kertas dan masih banyak jenis material yang ada disekitar kita. Dengan semakin banyaknya penelitian yang dilakukan, maka semakin pesat penemuan material baru saat ini.

Ini adalah suatu keahlian dasar yang wajib dimiliki oleh seorang penera ahli untuk memahami bagaimana berbagai sifat mekanik diukur dan sifat ini mewakili untuk apa, para penera ahli mungkin diminta untuk merancang suatu struktur / komponen dari suatu alat ukur dengan menggunakan material yang telah ditentukan yang dan telah memperhatikan faktor tertentu sehingga tingkat deformasi dan atau kegagalan suatu alat ukur tidak akan terjadi. Banyak materi, ketika dalam pemakaian akan menjadi sasaran kekuatan atau beban; contohnya pada pisau di timbangan meja yang terbuat dari besi karbon yang didisain memiliki kekerasan tertentu dan pelat baja yang digunakan dalam pembuatan tangki timbun dan tutsit.

Dalam situasi seperti itu diperlukan untuk mengetahui karakteristik material dan untuk merancang bagian per bagian bagian dari alat tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga apapun yang dihasilkan deformasi dan pengaruh

Indikator keberhasilan:

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan mampu : 1. Mengetahui sifat-sifat mekanik logam.


(30)

23

dari lingkungan yang terjadi tidak akan berlebihan dan tidak akan mengubah karakteristik pengukuran dari alat yang ditera.

Perilaku mekanik suatu material mencerminkan hubungan antara respon atau deformasi ke beban yang diterapkan atau kekuatan yang diberikan. Beberapa sifat mekanik yang penting adalah kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan. Sifat mekanis bahan harus dipastikan dengan hati-hati dan dilakukan perancangan dan pengujian dengan kondisi pemakaian.

Gambar 4.1. Pisau penunjuk dan bantalannya pada timbangan meja.

Gambar 4.2. Korosi pada tangki silinder.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan termasuk sifat beban yang akan diterima, lama pemakaian serta kondisi lingkungan. Hal ini dimungkinkan untuk beban yang akan mengalami beban tarik, tekan, atau geser, dan


(31)

24

besarnya mungkin akan terus-menerus pada waktu tertentu, atau mungkin beban yang diberikan berfluktuasi terus menerus. Aplikasi waktu mungkin hanya sepersekian detik, atau mungkin bisa berlangsung selama bertahun-tahun. Selain itu pengaruh suhu pemakaian dapat menjadi faktor penentu lainnya.

Sifat mekanik dari suatu bahan material akan penting bagi beberapa pihak (misalnya, produsen dan konsumen dari suatu bahan material, organisasi penelitian, lembaga pemerintah) yang akan berbeda tingkat kepentingannya. Akibatnya, sangat penting akan ada konsistensi dalam cara suatu tes dilakukan, dan dalam interpretasi hasil dari suatu pengujian. Konsistensi ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengujian yang telah di standarkan. Pengadaan dan publikasi standar ini sering dikoordinasikan oleh masyarakat profesional. Di Amerika Serikat organisasi yang paling aktif adalah American Society for Testing and Materials (ASTM). Referensi dalam pengujian dan pemilihan material di Indonesia sebagian masih menggunakan acuan dari ASTM.

B. Konsep Tegangan dan Regangan

Jika suatu benda mengalami sebuah beban statis atau terjadi perubahan yang relatif lambat dengan waktu dan beban diberikan secara seragam pada daerah melintang pada permukaan benda uji, perilaku mekaniknya dapat diprediksi oleh tes tegangan-regangan sederhana. Cara inilah yang paling sering dilakukan untuk logam pada suhu kamar. Ada tiga cara utama di mana beban dapat diterapkan: yaitu, ketegangan, kompresi, dan geser. Dalam penerapan secara teknik, kebanyakan beban bersifat torsional ketimbang gaya geser murni, jenis pembebanan ini diilustrasikan pada gambar dibawah ini.


(32)

25

Gambar 4.3. (a) Skema ilustrasi bagaimana suatu beban tarik menghasilkan perpanjangan (elongasi) dan tegangan linier positif. Garis putus-putus menunjukkan mengambarkan bentuk awal sebelum terjadinya deformasi, sedangkan garis tebal menunjukkan keadaan setelah terdeformasi. (b) Skema ilustrasi bagaimana suatu beban tekan menghasilkan kontraksi dan menghasilkan tegangan linier negatif. (c) Representasi skematik dari tegangan geser , dimana = tan θ. (d) Skema ilustrasi dari deformasi torsional (dengan sudut puntir Φ) yang dihasilkan dari momen T yang diberikan.

C. Pengujian Tegangan

Salah satu pengujian mekanis tegangan-regangan yang paling umum dilakukan adalah pengujian tegangan. Akan kita lihat nanti bagaimana uji tegangan dapat digunakan untuk menentukan beberapa sifat mekanik dari bahan yang penting dalam desain produk. Suatu specimen uji dideformasi hingga patah dengan beban tarik yang meningkat secara bertahap yang


(33)

26

diterapkan di sepanjang sumbu uniaksial dari panjang spesimen. Sebuah spesimen tarik dibuat seperti pada gambar 4.4. Biasanya, potongan penampang dari spesimen uji dibuat berbentuk melingkar, tetapi spesimen berbentuk persegi panjang juga bisa digunakan. Bentuk “tulang anjing” ini dipilih karena pada saat terjadi deformasi selama pengujian, deformasi akan terjadi pada wilayah tengah pusat yang sempit (yang memiliki sayatan melintang seragam sepanjang spesimen), dan juga untuk mengurangi kemungkinan patahan pada ujung spesimen. Diameter standarnya adalah sekitar 12,8 mm, sedangkan penurunan panjang bagian umumnya sekitar empat kali diameter ini atau sekitar 60 mm.

Gambar 4.4. Spesimen uji standar bentuk sayatan melintang yang melingkar. Perubahan panjang gauge digunakan untuk perhitungan keuletan material nilai standarnya adalah 50 mm.

Gambar 4.5. Skema alat uji beban tarik.

Spesimen dipasang pada penjepit pada alat uji tarik (Gambar 4.5). Mesin uji tarik


(34)

27

terus menerus dan sekaligus mengukur secara terus menerus beban yang diterapkan sesaat (dengan load cell) dan elongasi yang dihasilkan (menggunakan extensometer). Sebuah tes tegangan-regangan biasanya memakan waktu untuk melakukan dan pengujiannya bersifat merusak karena benda uji akan secara permanen cacat dan biasanya retak. Pengujian ini berdasarkan Standar ASTM E 8 dan 8M E.

Output dari uji tarik akan tercatat (biasanya pada komputer) sebagai beban atau gaya terhadap elongasi. Karakteristik deformasi – beban ini bergantung pada ukuran specimen uji. Contohnya, akan dibutuhkan dua kali beban untuk menghasilkan perpanjangan yang sama jika luas penampang specimen dibuat dua kalinya. Untuk meminimalkan faktor geometri, beban dan elongasi dinormalisasi dengan menggunakan parameter tegangan dan regangan teknis masing-masing. Tegangan teknis didefinisikan oleh hubungan

di mana F adalah beban seketika yang diterapkan ke spesimen secara tegak lurus, dinyatakan dalam satuan newton (N), dan A0 adalah bidang yang

belum mengalami beban (m2). Unit untuk tegangan teknis (selanjutnya hanya disebut tegangan) adalah megapascal, MPa (SI) (di mana 1 MPa = 106 N/m2). Regangan teknis didefinisikan dengan

di mana l0 adalah panjang asli sebelum beban ditambahkan, dan li adalah

perubahan panjangnya. Kadang selisih l0 - li dinotasikan dengan Δl. Regangan

teknis (selanjutnya disebut regangan) tidak berunit, tetapi kadang dinyatakan dalam meter per meter sering digunakan, nilai dari regangan kenyataannya tidak bergantung dari unit sistem. Kadang regangan dinyatakan sebagai persentase yang mana nilai regangan dikalikan dengan 100.


(35)

28

1. Uji Tekan

Pengujian tegangan-regangan tekan dapat dilakukan jika gaya yang diterapkan masuk dalam beban kerjanya. Uji tekan dilakukan dengan cara yang sama dengan uji tarik, kecuali gaya yang diberikan adalah gaya tekan dan spesimen mengalami kontak sepanjang arah tegangan.

Gambar 4.6. Alat Uji Tekan.

Persamaan tekanan dan regangan digunakan untuk menghitung tegangan tekan dan regangan tekan. Menurut konvensi, kekuatan tekan diberi notasi negatif, dimana akan menghasilkan tegangan negatif. Selain itu, karena l0

lebih besar dari li, regangan tekan yang dihitung akan menghasilkan tegangan

yang bernilai negatif. Uji tarik lebih umum dilakukan karena lebih mudah untuk dilakukan dan juga, untuk bahan yang paling banyak digunakan dalam aplikasi struktural, hanya sedikit informasi tambahan yang diperoleh dari hasil pengujian tekan.

2. Uji Geser dan Torsi

Untuk pengujian menggunakan beban geser murni seperti pada gambar 4.1.c, tegangan geser (τ) dapat dicari dengan menggunakan persamaan


(36)

29

Dimana F adalah beban atau gaya yang dikenakan sejajar dengan bagian permukaan atas dan bawah masing-masing yang memiliki wilayah seluas A0.

Tegangan geser didefinisikan sebagai tangen dari sudut regangan θ. Unit untuk tegangan dan regangan geser sama seperti bentuk tarik mereka. Gaya torsi adalah variasi dari gaya geser murni, dimana saat bagian struktural berkerut seperti pada Gambar 4.3.d, gaya torsi akan menghasilkan gerak rotasi terhadap sumbu longitudinal disalah satu ujung bagian relatif terhadap ujung lainnya. Contoh dari gaya torsi dapat ditemukan pada as mesin dan poros kardan, dan juga untuk alat bor. Pengujian torsi biasanya dilakukan pada poros silinder yang padat atau pada tabung. Tegangan geser τ adalah fungsi dari putaran yang diberikan T, dimana regangan geser berhubungan dengan putaran sudut yang terjadi Φ, seperti pada gambar 4.3.d.

D. Deformasi Elastis

Tingkat dimana suatu struktur terdeformasi atau meregang bergantung pada besarnya suatu tekanan yang diakibatkan. Untuk sebagian besar logam yang ditekan dan pada tingkat tegangan yang relatif rendah, tegangan dan regangan sebanding satu dengan lainnya melalui hubungan,

Ini dikenal sebagai hukum Hooke, dan konstanta proporsionalitas E (GPa atau psi) adalah modulus elastisitas, atau modulus Young. Untuk logam-logam tertentu nilainya berkisar antara 45 GPa untuk magnesium, dan 407 GPa untuk tungsten. Nilai modulus elastisitas untuk beberapa logam pada suhu kamar dapat dilihat pada Tabel 4.1.


(37)

30

Tabel 4.1. Modulus Geser, Elastis dan Rasio Poisson untuk Beberapa Jenis Logam Paduan

Deformasi di mana tegangan dan regangan terjadi secara proporsional disebut deformasi elastis. Pada diagram dibawah terjadi hubungan linear antara tegangan (ordinat) terhadap regangan (absis),

Gambar 4.7. Skema diagram tegangan – regangan menunjukkan deformasi elastis linier saat siklus pembebanan dan pelepasan beban.

Kemiringan dari slope diagram tegangan regangan dapat digunakan untuk menunjukkan modulus elastisitas E. Pada diagram diatas terlihat bahwa material tersebut bersifat kaku atau material tersebut tahan terhadap deformasi elastis. Semakin besar modulusnya, semakin kaku bahan tersebut, atau regangan elastis yang terjadi lebih kecil elastis saat diberikan suatu tegangan tertentu. Modulus elastisitas merupakan parameter penting dari


(38)

31

suatu desain yang digunakan untuk menghitung defleksi elastis suatu material.

Deformasi elastis bersifat tidak permanen, yang berarti bahwa ketika beban yang diterapkan dilepaskan, material akan kembali ke bentuk awalnya. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4.7, saat spesimen uji di beri beban maka diagramnya akan bergerak sesuai sepanjang garis lurus dan setelah beban dilepaskan, maka diagramnya akan kembali berlawanan arah dari arah naiknya dan kembali ke asal.

Ada beberapa material (misalnya, besi cor kelabu, beton, dan polimer) memiliki bentuk kurva tegangan-regangan yang tidak linier, sehingga untuk menentukan modulus elastisitasnya tidak dapat ditentukan seperti pada gambar 4.7.

Untuk material dengan sifat nonlinier ini, modulus elastisitasnya dapat diperoleh dengan menggunakan modulus tangen atau sekan. Modulus tangent diambil sebagai kemiringan kurva tegangan-regangan pada beberapa tingkat tegangan tertentu, sementara modulus sekan merupakan kemiringan garis potong awal ke beberapa titik dari kurva σ - Є seperti pada gambar 4.8.

Gambar 4.8. Skema diagram tegangan – regangan yang menunjukan sifat elastisitas non-linier, dan cara mencari modulus sekan dan tangennya.


(39)

32 E. Deformasi plastis

Untuk kebanyakan bahan logam, deformasi elastis pada saat regangan hanya terjadi sekitar 0,005. Saat material terdeformasi melewati titik ini, tegangan tidak lagi proporsional terhadap regangan (hukum Hooke tidak dapat digunakan lagi disini), dan terjadi perubahan permanen, atau deformasi palstis terjadi. Gambar 4.9.a menggambarkan skematis periaku tarik tegangan-regangan untuk beberapa logam saat masuk ke wilayah plastis. Transisi dari elastis ke plastik terjadi secara bertahap bagi sebagian besar logam, beberapa terdapat hasil kurva yang melengkung pada awal terjadinya deformasi plastik, yang meningkat lebih cepat dengan meningkatnya tegangan. Dari perspektif atom, deformasi plastik terjadi dengan memutuskan ikatan dengan atom tetangga aslinya dan kemudian membentuk ikatan baru dengan atom tetangga. Hal ini terjadi terus menerus pada saat tegangan diberikan karena sejumlah besar atom atau molekul bergerak relatif terhadap satu sama lain, dan pada saat tegangan dilepaskan mereka tidak kembali ke posisi semula.

Gambar 4.9. a) Bentuk khas dari perilaku logam untuk menunjukkan deformasi elastis dan plastis, batas proporsionalnya P, dan kekuatan luluh ditentukan menggunakan metode offset 0,002 regangan. (b) Perwakilan dari perilaku tegangan-regangan pada beberapa baja menunjukkan adanya fenomena titik luluh.


(40)

33 F. Sifat Tarik

1. Batas Luluh dan Kekuatan Luluh

Kebanyakan struktur dirancang untuk memastikan bahwa hanya deformasi elastis yang akan terjadi ketika tegangan diterapkan. Sebuah struktur atau komponen yang telah mengalami deformasi plastis, atau mengalami perubahan permanen, tidak dapat digunakan seperti fungsi awal yang diinginkan sebelum perubahan tersebut terjadi. Oleh karena perlu diketahui pada tingkat tegangan mana deformasi plastik dimulai, atau dimana fenomena batas luluh terjadi. Untuk logam, transisi elastis – plastis terjadi secara bertahap, titik luluh dapat ditentukan saat terjadi perubahan linearitas dari kurva tegangan-regangan, batas ini kadang-kadang disebut batas proporsional, seperti ditunjukkan oleh titik P pada Gambar 4.9.a. Dalam kasus seperti ini posisi titik ini mungkin tidak ditentukan dengan tepat. Sebagai konsekuensi, telah disepakati konvensi dimana garis lurus dibangun sejajar dengan bagian elastis dari kurva tegangan-regangan di beberapa regangan offset tertentu, biasanya 0,002. Tegangan yang terletak pada persimpangan garis pada kurva tegangan-regangan saat garis tersebut melengkung pada wilayah plastis akan didefinisikan sebagai kekuatan luluh. Ini ditunjukkan dalam Gambar 4.9.a dan unit dari kekuatan luluh adalah MPa atau psi. Untuk material yang memiliki wilayah elastis nonlinier (Gambar 4.8), penggunaan metode regangan offset tidak mungkin dilakukan, digunakan beberapa pengujian untuk mendefinisikan kekuatan luluh dengan memberikan beberapa tegangan untuk menghasilkan beberapa regangan (misalnya dengan menggunakan Є = 0.005).

Beberapa baja dan bahan lainnya menunjukkan perilaku tegangan-regangan tarik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.9.b. Transisi elastis – plastis dapat terjadi secara tiba-tiba dan hal ini biasa disebut sebagai fenomena batas luluh. Pada batas luluh atas, deformasi plastik dimulai dengan penurunan aktual dari tegangan. Deformasi lanjutannya hanya berfluktuasi sedikit dan nilainya hampir konstan dengan nilai tegangan (disebut titik luluh bawah). Tegangan kemudian akan meningkat dengan meningkatnya regangan. Untuk logam yang menampilkan pengaruh ini, kekuatan luluhnya


(41)

34

diambil sebagai dari rata-rata tegangan yang berhubungan dengan titik luluh bawah, karena nilainya terdefinisi dengan baik dan relatif tidak sensitif terhadap pengujian. Sehingga tidak perlu diterapkan metode regangan offset untuk material seperti ini.

Besarnya kekuatan luluh pada logam adalah menjadi ukuran ketahanan terhadap terjadinya deformasi plastis. Kekuatan luluhnya dapat berkisar dari 35 MPa (5000 psi) untuk aluminum berkekuatan rendah hingga lebih dari 1400 MPa (200,000 psi) untuk baja kekuatan tinggi.

2. Kekuatan Tarik

Setelah meluluh, tegangan diperlukan meningkatkan laju deformasi plastis logam hingga titik maksimum M (Gambar 4.9), dan kemudian menurun pada saat putus F. Kekuatan tarik (dalam MPa atau psi) adalah tegangan maksimum pada kurva tegangan-regangan teknis (Gambar 4.10). Ini sesuai dengan tegangan maksimum yang dapat diterima oleh struktur material pada saat tegang, jika stres ini terus diberikan maka akan terjadi fenomena patah. Semua deformasi yang terjadi pada saat ini bersifat seragam di seluruh wilayah spesimen tarik.

Namun saat tegangan maksimum dilewati, penyempitan kecil atau terjadinya leher pada spesimen di beberapa titik, deformasi selanjutnya terkonsentrasi di daerah ini, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.10. Fenomena ini disebut "necking," dan patahan akhirnya terjadi pada leher ini. Kekuatan untuk patah sesuai dengan tegangan yang diberikan saat akan patah.


(42)

35

Gambar 4.10. Sifat teknis khas dari tegangan – regangan hingga patah di titik

F. Kekuatan tarik TS berada di titik M. Gambar dalam lingkaran di kurva mewakili geometri saat spesimen terdeformasi pada berbagai titik sepanjang kurva.

Kekuatan tarik dapat bervariasi, untuk aluminium antara 50 MPa hingga setinggi 3000 MPa untuk baja kekuatan tinggi. Biasanya, dalam perencanaan penggunaan logam, kekuatan yang digunakan adalah kekuatan pada batas luluhnya. Ini karena pada saat tegangan yang diberikan sesuai dengan kekuatan tariknya, sering strukturnya telah mengalami begitu banyak deformasi plastic sehingga hal itu tidak banyak lagi gunanya untuk digunakan menahan beban selanjutnya, karena kekuatan patah nilainya lebih kecil daripada kekuatan tariknya.

G. Keuletan

Keuletan merupakan sifat mekanik penting lainnya. Kekuatan ini adalah ukuran derajat deformasi plastik yang telah dialami hingga patah. Material yang mengalami sangat sedikit deformasi plastik atau tidak sama sekali hingga patah disebut bersifat getas. Sifat tegangan-regangan tarik untuk material ulet dang getas diilustrasikan pada Gambar 4.11.


(43)

36

Gambar 4.11. Skema tegangan-regangan tarik untuk bahan getas dan ulet hingga dibebani patah.

Keuletan dapat dinyatakan secara kuantitatif sebagai persen perpanjangan atau persen pengurangan daerah. Persen Perpanjangan %EL adalah persentase dari regangan plastis saat patah,

dimana lf adalah panjang patahan dan l0 adalah panjang asli gauge seperti di

atas. Karena deformasi plastis terkonsentrasi di daerah leher maka nilai %EL

tergantung pada panjang gauge spesimen. Semakin pendek l0, semakin

besar fraksi perpanjangan total dari leher dan akibatnya nilai %EL, semakin tinggi. Nilai l0 yang umum adalah 50 mm. Persen pengurangan daerah %RA

didefinisikan menjadi

Dimana A0 adalah luas penampang sebelumnya dan Af merupakan luas

penampang dititik patah. Persen pengurangan area nilainya tidak bergantung pada nilai l0 dan A0. Nilai %EL dan %RA setiap material akan berbeda. Untuk

logam kebanyakan memiliki keuletan yang moderat pada suhu kamar, tetapi beberapa logam akan menjadi getas pada saat suhu diturunkan.


(44)

37

Pengetahuan mengenai keuletan suatu material penting karena hal ini dapat digunakan seorang desainer untuk memilih bahan sesuai dengan deformasi plastisnya dan juga dapat digunakan untuk menentukan tingkat deformasi yang diijinkan selama proses fabrikasi.

Dalam mendesain, keuletan suatu bahan dapat kita jadikan acauan batas deformasi lokal yang diijinkan terjadi dalam desain perhitungan tegangan. Suatu bahan dianggap getas jika regangannya kurang dari 5%. Dengan demikian, beberapa sifat mekanik penting dari suatu logam dapat ditentukan dari pengujian tarik tegangan-regangan. Tabel 4.2 menyajikan kekuatan luluh, kekuatan tarik dan keuletan dari beberapa logam pada suhu kamar. Sifat-sifat ini peka terhadap deformasi sebelumnya, kehadiran zat pengotor dan atau setiap perlakuan panas yang telah dikenakan pada logam tersebut.

Tabel 4.2. Sifat Khas Mekanis dari Beberapa Logam dan Paduannya dalam kondisi Anil

Paduan Logam Kekuatan Luluh (MPa)

Kekuatan Tarik (MPa)

Keuletan, %EL (pada 50 mm) Aluminum 35 (5) 90 (13) 40

Copper 69 (10) 200(29) 45

Brass (70Cu–30Zn) 75 (11) 300 (44) 68

Iron 130 (19) 262 (38) 45

Nickel 138 (20) 480 (70) 40

Steel (1020) 180 (26) 380 (55) 25

Titanium 450 (65) 520 (75) 25

Molybdenum 565 (82) 655 (95) 35

Modulus elastisitas adalah salah satu parameter mekanik yang tidak sensitif terhadap perlakuan ini. Seperti dengan modulus elastisitas, besaran baik kekuatan luluh dan tarik akan menurun dengan meningkatnya suhu, kebalikkannya, keuletan akan meningkat dengan meningkatnya suhu.


(45)

38

Gambar 4.12 menunjukkan bagaimana perilaku tegangan-regangan besi bervariasi dengan suhu.

Gambar 4.12. Rekayasa perilaku tegangan-regangan untuk besi pada tiga suhu.

H. Ketahanan

Ketahanan adalah kemampuan suatu material untuk menyerap energi saat material tersebut terdeformasi secara elastis juga energi pemulihan saat beban dilepaskan. Sifat-sifat yang terkait disebut modulus ketahanan, Ur,

merupakan energi regangan per satuan volume yang diperlukan oleh suatu material untuk mengalami tegangan dari saat keadaan beban dilepas hingga keadaan luluh.


(46)

39

Gambar 4.13. Gambaran skematis bagaimana modulus ketahanan (daerah berarsir) ditentukan dari perilaku tegangan-regangan tarik dari suatu material.

I. Ketangguhan

Ketangguhan adalah istilah mekanik yang digunakan dalam beberapa konteks, secara garis besar, ketangguhan adalah ukuran kemampuan suatu material untuk menyerap energi hingga patah. Bentuk geometri dari spesimen serta cara memberi beban menjadi faktor penentu dalam menentukan ketangguhan. Untuk kondisi pembebanan dinamis (laju regangan tinggi) dan ketika takikan ada (atau titik konsentrasi tegangan), ketangguhan takik ditentukan dengan uji impak. Untuk kondisi pembebanan statis (laju regangan rendah), ketangguhan diperoleh dari hasil pengujian tegangan-regangan tarik. Hal Ini ditunjukkan oleh daerah di bawah kurva σ-Є sampai titik patah. Unit satuan untuk kekerasan sama seperti unit ketahanan (yaitu, energi per satuan volume dari material). Agar material lebih tangguh, material tersebut harus memiliki sifat kuat dan ulet, biasanya material yang ulet lebih tangguh daripada material yang bersifat getas. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 4.11. Dari gambar terlihat, meskipun material getas memiliki kekuatan luluh dan tarik lebih tinggi, material getas memiliki ketangguhan lebih rendah daripada material yang ulet. Hal ini disimpulkan dengan membandingkan daerah ABC dan di gambar 4.11.


(47)

40

J. Pemulihan Elastis Setelah Deformasi Plastis

Setelah beban dilepaskan pada saat pengujian tegangan-regangan, beberapa fraksi dari total deformasi pulih kembali sebagai regangan elastis. Perilaku ini ditunjukkan pada gambar 4.14, plot skematis dari rekayasa tegangan-regangan. Selama siklus pelepasan beban, arah lintasan pada kurva hampir lurus dimulai dari dekat dari titik pelepasan beban (titik D) dan kemiringannya dapat diidentikkan dengan modulus elastisitas, atau sejajar dengan bagian elastis awal dari kurva. Besarnya regangan elastis ini, yang diperoleh kembali selama pelepasan beban, sesuai dengan pemulihan regangan, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.14.

Gambar 4.14. Gambaran diagram tegangan-regangan tarik yang menunjukkan fenomena pemulihan regangan elastis dan pengerasan akibat regangan. Kekuatan luluh awal ditunjuk sebagai σy0; σyi adalah luluh yang


(48)

41

Jika beban diberikan kembali, kurva akan pada bagian yang sama dengan arah yang berlawanan dengan arah pelepasan; batas luluh akan terjadi lagi pada tingkat pelepasan tegangan dimana pelepasan beban dimulai. Pada saat tersebut akan terjadi juga pemulihan regangan elastis yang berhubungan dengan saat patah.

K. Kekerasan

Sifat mekanik yang penting untuk dipelajari adalah kekerasan, adalah ukuran resistansi bahan terhadap deformasi plastis lokal (misalnya penyok kecil atau goresan). Uji kekerasan awalnya digunakan untuk menguji mineral alam dengan menggores bahan uji dengan bahan yang lebih keras. Pengindeksan secara kuantitatif dengan cara penggoresan ini dikenal dengan skala Mohs, yang berkisar antara 1 untuk bahan lembut seperti pada talek (talc) hingga 10 untuk intan. Teknik pengujian kekerasan secara kuantitatif telah dikembangkan selama bertahun-tahun dimana digunakan indentor kecil yang diberi gaya tekan terhadap permukaan material yang akan diuji, dengan kondisi pembebanan dan jumlah pengujian yang terkontrol dengan aplikasi pengujian yang dilakukan. Kedalaman atau ukuran yang dihasilkan dari indentasi diukur karena hasil ini akan berhubungan dengan angka kekerasan dimana semakin lembek bahan maka akan lebih besar dan lebih dalam hasil indentasinya, dan indeks atau angka kekerasannya akan lebih rendah. Pengukuran kekerasan bersifat relatif (tidak absolut) dan hasilnya akan berbeda-beda dari setiap teknik pengujian yang dilakukan.

Pengujian kekerasan lebih sering dilakukan daripada pengujian mekanis lainnya karena beberapa alasan:

• Pengujian kekerasan lebih sederhana dan murah dari segi biaya, tidak diperlukan disiapkan spesimen khusus dan alat pengujian relatif murah. • Pengujiannya bersifat tidak merusak, spesimen uji tidak mengalami

deformasi berlebihan atau patah. Deformasi yang terjadi hanya berupa lubang kecil hasil indentasi.

• Sifat mekanik lainnya dapat diperkirakan dari data pengujian kekerasan, seperti kekuatan tarik (lihat gambar 4.15).


(49)

42

Gambar 4.15. Hubungan antara kekerasan dan kekuatan tarik pada baja, kuningan, dan besi tuang.

1. Pengujian kekerasan Rockwell

Pengujian Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan untuk mengukur kekerasan karena cara ini sederhana untuk dilakukan dan tidak memerlukan keahlian khusus. Beberapa skala, kombinasi dari berbagai indenter dan beban yang berbeda dapat digunakan, yang memungkinkan digunakan untuk pengujian hampir semua paduan logam (serta beberapa polimer). Indenter-indenternya berbentuk bulat serta bola baja yang dikeraskan, memiliki diameter 1,588; 3,175; 6,350; dan 12,70 mm, dan indentor kerucut intan (biasa disebut Brale) yang digunakan untuk bahan paling keras.


(50)

43

Dengan cara ini, angka kekerasan ditentukan dari perbedaan kedalaman penetrasi yang dihasilkan dari pengujian dari beban awal (minor) diikuti oleh beban utama (mayor). Beban minor disini bermanfaat meningkatkan akurasi pengujian. Atas dasar besarnya beban baik beban mayor dan minor, maka pengujian Rockwell dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu Rockwell dan

superficial Rockwell. Untuk Rockwell, beban minornya 10 kg, sedangkan beban mayornya 60, 100, dan 150 kg. Setiap skala diwakili oleh huruf abjad; beberapa indentor dengan bebannya dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan 4.4.a. Untuk pengujian superficial Rockwell, 3 kg adalah beban minor; 15, 30, dan 45 kg adalah beban mayornya. Skala ini biasanya diidentifikasi dengan 15, 30 atau 45 (menurut beban), diikuti oleh notasi N, T, W, X, atau Y, tergantung dari indentor yang digunakan. Pengujian superficial umumnya dilakukan pada spesimen tipis. Tabel 4.4.b menyajikan beberapa skala superficial.

Ketika menetapkan angka Rockwell dan superficial Rockwell, baik angka kekerasan dan simbol skala harus dituliskan. Skala ditulis dengan simbol HR diikuti dengan skala identifikasi yang sesuai. Skala Rockwell sering disebut juga dengan pemakaian subskrip, misalnya Rc untuk skala Rockwell C.

Contohnya, 80 HRB menunjukkan kekerasan Rockwell adalah 80 pada skala B, dan 60 HR30W menunjukkan kekerasan superficial Rockwell adalah 60 pada skala 30W. Untuk setiap skala, kekerasan dapat bervariasi hingga 130, namun nilai kekerasan dapat menjadi tidak akurat jika naik di atas 100 atau turun di bawah 20 pada skala apapun, mereka menjadi, karena skala-skalanya dapat saling tumpang tindih, dalam situasi seperti maka harus ada penelitian untuk skala lebih keras atau skala lebih lembek.

Ketidakakuratan juga terjadi jika benda uji terlalu tipis, jika indentasi dibuat terlalu dekat dengan tepi spesimen, atau jika indentasi dibuat terlalu dekat satu sama lain. Ketebalan spesimen harus setidaknya sepuluh kali kedalaman indentasi, sedangkan daerah sekitar harus dibuat untuk setidaknya tiga diameter indentasi antara pusat satu indentasi dan tepi spesimen, atau ke pusat indentasi kedua. Tidak direkomendasikan pengujian spesimen dengan cara ditumpuk satu sama lainnya. Selain itu ketepatan dalam pengukuran juga tergantung pada permukaan, untuk hasil yang akurat diperlukan permukaan yang halus dan datar. Dengan semakin modernnya


(51)

44

peralatan membuat pengukuran kekerasan dengan cara Rockwell semakin mudah, dan kekerasan dapat dengan mudah diperoleh hanya beberapa detik. Perangkat pengujian modern juga memasukkan variasi waktu pada saat beban diberikan. Variabel ini juga harus diperhatikan dalam menginterpretasikan data kekerasan.


(52)

45


(53)

46 Simbol

Skala Indenter

Beban Mayor ( kg)

A Intan 60 B Bola 1,588 mm 100

C Intan 150 D Intan 100 E Bola 3,175 mm 100

F Bola 1,588 mm 60 G Bola 1,588 mm 150 H Bola 3,175 mm 60 K Bola 3,175 mm 150

Tabel 4.4.b. Skala Kekerasan Superficial Rockwell

Simbol

Skala Indenter

Beban Mayor (kg)

15N Intan 15

30N Intan 30

45N Intan 45

15T Bola 1,588 mm 15 30T Bola 1,588 mm 30 45T Bola 1,588 mm 45 15W Bola 3,175 mm 15 30W Bola 3,175 mm 30 45W Bola 3,175 mm 45

2. Pengujian Kekerasan Brinell

Dalam uji Brinell, seperti dalam pengukuran Rockwell, indentor berupa bola keras ditekan ke permukaan logam yang akan diuji. Diameter indentor bola baja yang dikeraskan (atau karbida tungsten) adalah 10,00 mm. Beban standar berkisar antara 500 dan 3000 kg dengan kenaikan setiap 500 kg; selama pengujian, beban dipertahankan konstan untuk waktu tertentu (antara 10 dan 30 s). Material yang keras akan membutuhkan lebih besar beban yang diberikan. Angka kekerasan Brinell, HB atau kadang disebut BHN (Brinell


(54)

47

Hardness Number), merupakan fungsi dari beban dan diameter indentasi yang dihasilkan. (lihat Tabel 4.3). Diameter ini kemudian diukur dengan menggunakan mikroskop untuk melihat diameternya dengan menggunakan skala ukuran panjang khusus. Diameter terukur kemudian dikonversi menjadi angka HB dengan menggunakan tabel, Hanya satu skala digunakan dengan teknik ini.

Telah ada teknik semi-otomatis untuk mengukur kekerasan Brinell. Caranya adalah dengan menggunakan sistem pemindaian optik yang terdiri dari sebuah kamera digital yang terpasang pada pemindai fleksibel, yang memungkinkan posisi kamera di atas indentasi. Data dari kamera ditransfer ke komputer yang kemudian menganalisa hasil indentasi, menentukan hasil ukurannya, dan kemudian menghitung angka kekerasan Brinell. Teknik ini memerlukan persyaratan permukaan lebih ketat daripada untuk pengukuran manual. Maksimum ketebalan spesimen serta posisi indentasi (bergantung terhadap tepi spesimen) dan persyaratan jarak indentasi minimum sama seperti untuk pengujian Rockwell. Selain itu, hasil indentasi yang jelas diperlukan, cara ini memerlukan permukaan datar yang halus di mana indentasi akan dibuat.

3. Pengujian Kekerasan Indentasi Mikro Knoop dan Vickers

Dua pengujian kekerasan lainnya adalah teknik Knoop dan Vickers (kadang-kadang juga disebut intan piramida). Untuk setiap pengujian, indentor intan dengan geometri piramida ditekan ke permukaan spesimen uji. Beban yang diberikan jauh lebih kecil daripada Rockwell dan Brinell, berkisar antara 1 dan 1000 g. Hasil pengujian diamati di bawah mikroskop dan diukur. Hasil ini pengukuran inilah yang kemudian diubah menjadi angka kekerasan (lihat tabel 4.3). Permukaan spesimen harus disiapkan dengan baik saat pemotongan dan pemolesan untuk memperoleh hasil indentasi yang jelas sehingga dapat terukur secara akurat. Angka kekerasan Knoop dan Vickers dituliskan dengan notasi HK dan HV, dan skala masing-masing untuk kedua cara pengujian iniyang kurang lebih sama. Metode Knoop dan Vickers disebut sebagai metode pengujian indentasi mikro yang didasarkan pada ukuran indentor.


(55)

48

Keduanya cocok digunakan untuk mengukur kekerasan daerah spesimen yang kecil. Metode Knoop umumnya digunakan untuk menguji bahan yang bersifat getas seperti keramik. Peralatan pengujian kekerasan dengan cara indentasi mikro saat ini telah digabungkan dengan peralatan penganalisa gambar yang dipadukan dengan computer dan perangkat lunaknya. Perangkat lunak ini berguna untuk mengontrol fungsi sistem yang penting termasuk lokasi indentasi, jarak indentasi, perhitungan nilai-nilai kekerasan, dan memplot data.

Masih banyak cara pengujian lain yang sering digunakan tetapi tidak akan dibahas seperti penentuan kekerasan mikro dengan ultrasonik, Scleroscope, durometer (untuk bahan plastik dan elastomer) dan pengujian dengan cara digores.

4. Konversi Kekerasan

Konversi kekerasaan dari satu skala ke skala lainnya sangat diperlukan. Namun, karena kekerasan bukanlah sifat dari material yang terdefinisi dengan jelas, dan karena perbedaan dari berbagai teknik pengujian, skema konversi yang komprehensif belum ada. Data konversi kekerasan ditentukan secara eksperimental dan bergantung pada jenis dan karakteristik bahan. Data konversi yang paling dapat diandalkan adalah data untuk baja, seperti pada gambar 4.16 pada skala Knoop, Brinell, dua jenis Rockwell dan Mohs. Detail mengenai tabel konversi untuk berbagai logam dan paduan lainnya dapat dilihat pada ASTM Standar E 140, "Tabel Standar Konversi Kekerasan untuk Logam".


(56)

49


(57)

50

L. Hubungan Antara Kekerasan dan Kekuatan Tarik

Baik kekuatan tarik dan kekerasan merupakan indikator resistensi logam untuk mengalami deformasi plastis. Jika dibandingkan secara kasar seperti pada gambar 16. Pada besi cor, baja dan kuningan terlihat bahwa kekuatan tarik merupakan fungsi dari HB yang terjadi secara proporsional. Hubungan proporsionalitas tersebut tidak berlaku untuk semua logam, seperti ditunjukkan gambar 16. Aturan praktis untuk sebagian besar baja, HB dan kekuatan tarik terkait memiliki hubungan

M. Rangkuman

1. Material adalah suatu substansi yang dapat dibuat dan di modifikasi komposisinya. Jika suatu benda mengalami sebuah beban statis atau terjadi perubahan yang relatif lambat dengan waktu dan beban diberikan secara seragam pada daerah melintang pada permukaan benda uji, perilaku mekaniknya dapat diprediksi oleh tes tegangan-regangan sederhana.

2. Salah satu pengujian mekanis tegangan-regangan yang paling umum dilakukan adalah pengujian tegangan. Suatu specimen uji dideformasi hingga patah dengan beban tarik yang meningkat secara bertahap yang diterapkan di sepanjang sumbu uniaksial dari panjang spesimen. Pengujian tegangan-regangan tekan dapat dilakukan juga dilakukan jika gaya yang diterapkan masuk dalam beban kerjanya.

3. Gaya torsi adalah variasi dari gaya geser murni, dimana saat bagian struktural berkerut maka gaya torsi akan menghasilkan gerak rotasi terhadap sumbu longitudinal disalah satu ujung bagian relatif terhadap ujung lainnya. 4. Tingkat dimana suatu struktur terdeformasi atau meregang bergantung pada

besarnya suatu tekanan yang diakibatkan. Deformasi di mana tegangan dan regangan terjadi secara proporsional disebut deformasi elastis. Deformasi elastis bersifat tidak permanen, yang berarti bahwa ketika beban yang diterapkan dilepaskan, material akan kembali ke bentuk awalnya. Dari perspektif atom, deformasi plastik terjadi dengan memutuskan ikatan dengan atom tetangga aslinya dan kemudian membentuk ikatan baru dengan atom


(58)

51

tetangga. Hal ini terjadi terus menerus pada saat tegangan diberikan karena sejumlah besar atom atau molekul bergerak relatif terhadap satu sama lain, dan pada saat tegangan dilepaskan mereka tidak kembali ke posisi semula. Transisi elastis – plastis dapat terjadi secara tiba-tiba dan hal ini biasa disebut sebagai fenomena batas luluh. Pada batas luluh atas, deformasi plastik dimulai dengan penurunan aktual dari tegangan.

5. Fenomena batas lulus terjadi pada awal deformasi plastik atau permanen; kekuatan luluh ditentukan dengan metode strain offset dari perilaku regangan-tegangan yang menunjukkan regangan-tegangan di mana deformasi plastik mulai terjadi. Kekuatan tarik berhubungan dengan tegangan tarik maksimum yang

dimiliki oleh spesimen, sedangkan persen perpanjangan dan pengurangan luas daerah

adalah ukuran dari keuletan yaitu jumlah deformasi plastik yang telah terjadi pada saat patah. Ketahanan adalah kemampuan bahan untuk menyerap energi selama deformasi elastis; modulus ketahanan adalah luas area di bawah kurva teknis tegangan-regangan hingga ke titik luluh.

6.

Kekerasan adalah ukuran dari ketahanan dari suatu material terhadap deformasi plastis lokal. Dalam beberapa teknik pengujian kekerasan yang banyak digunakan (Rockwell, Brinell, Knoop, dan Vickers) sebuah indentor kecil ditekan dan diberi gaya pada permukaan material, dan angka indeksnya ditentukan

berdasarkan ukuran atau kedalaman hasil indentasi. Bagi kebanyakan logam, kekerasan dan kekuatan tarik proporsional satu sama lainnya.

N. Latihan

Jawablah / kerjakan soal latihan berikut:

1. Sepotong tembaga panjang awalnya 305 mm ditarik dengan tegangan tarik 276 Mpa. Jika deformasi yang terjadi sepenuhnya elastis, berapa perpanjangan yang dihasilkan?

2. Sebuah spesimen silinder baja memiliki diameter asli 12,8 mm diuji tarik hingga patah dan hasilnya ditemukan spesimen tersebut memiliki kekuatan teknis hingga patah sebesar 460 MPa. Jika diameter penampang di patahan


(59)

52

10,7 mm. Berapakah keuletan yang berhubungan dengan persen pengurangan daerahnya?


(60)

53

BAB V

DIAGRAM FASA

A. Komponen dan Fasa

Fasa dalam ilmu material yang berkaitan dengan struktur mikro adalah daerah dari suatu struktur dan atau komposisi dari daerah lainnya. Diagram fasa adalah visualisasi secara grafik dari fasa suatu material dalam sistem material pada berbagai temperatur, tekanan dan komposisi. Kebanyakan diagram fasa disusun berdasarkan kondisi kesetimbangan dan digunakan oleh praktisi teknis dan ilmuwan untuk mengerti dan memprediksi berbagai aspek dan karakteristik dari suatu material. Beberapa informasi penting yang diperoleh dari diagram fasa adalah:

1. Untuk menunjukkan suatu fasa pada komposisi dan temperature tertentu dalam kondisi pendinginan lambat (setimbang)

2. Untuk mengindikasi kesetimbangan larutan padat dari suatu unsur (atau paduan) terhadap unsur (atau paduan) lainnya

3. Untuk mengindikasi temperatur saat suatu paduan mengalami pendinginan dalam kondisi setimbang akan mulai membeku dan jarak temperatur dari proses pembekuan

4. Untuk mengindikasi temperatur berbagai fasa saat mulai melebur

B. Jenis-jenis Diagram Fasa

Ada berbagai jenis diagram fasa bergantung pada unsur paduan yang digunakan. Unsur-unsur yang digunakan dalam pemaduan akan menghasilkan bentuk khas dari diagram fasa paduannya karena adanya

Indikator keberhasilan:

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan mampu : 1. Mengetahui jenis-jenis umum dari diagram fasa.

2. Mengetahui bentuk-bentuk fasa yang terbentuk. 3. Mengetahui cara menghitung komposisi fasa.


(61)

54

perbedaan struktur atom dari tiap unsur paduannya yang berubah dengan berubahnya komposisi dan temperatur. Pemaduan unsur dapat dilakukan pada dua atau lebih unsur. Pembahasan berikut hanya menjelaskan mengenai diagram fasa sederhana biner isomorf dan eutektik.

1. Diagram Tekanan – Suhu

Diagram fasa yang paling sederhana adalah diagram tekanan-suhu dari satu substansi sederhana seperti air. Sumbu-sumbu pada diagram menunjukkan tekanan terhadap suhu. Diagram fasa tersebut menunjukkan, dalam kapasitas tekanan-suhu, garis-garis batas keseimbangan fasa antara tiga fasa yaitu padat gas dan cair.

Gambar dibawah ini menunjukkan contoh dari diagram tekanan-suhu yang merangkum pengaruh suhu dan tekanan pada zat yang berada dalam wadah tertutup. Setiap titik dalam diagram ini merupakan kemungkinan kombinasi dari suhu dan tekanan yang bisa terjadi pada sistem. Diagram dibagi menjadi tiga wilayah, yang mewakili keadaan substansi saat padat, cair dan gas.

Gambar 5.1. Diagram Tekanan – Suhu untuk air.

Suhu rendah dan tekanan tinggi mendukung pembentukan padatan. Gas, di sisi lain, paling mungkin ditemukan pada saat suhu tinggi dan tekanan rendah. Cairan terletak diantara kondisi ekstrem padatan dan gas. Ketika padatan dipanaskan pada tekanan konstan, ia akan meleleh untuk membentuk suatu cairan, yang akhirnya jika diterapkan terus kondisi tersebut akan membentuk gas. Titik-titik sepanjang garis yang menghubungkan titik A


(62)

55

dan B pada diagram fasa dalam gambar di atas merupakan kombinasi keseluruhan dari suhu dan tekanan di mana padat dan gas berada dalam keadaan setimbang. Pada suhu dan tekanan ini, tingkat laju menyublim padatan untuk membentuk gas adalah sama dengan tingkat di mana gas berkondensasi membentuk padat.

2. Diagram Fasa Biner Isomorf

Diagram fasa biner isomorf adalah diagram dari dua unsur paduan yang larut secara sempurna di larutan padatnya baik dalam keadaan fasa cair maupun padat. Tipe diagram ini dapat di identifikasi dengan melihat adanya tiga fasa yaitu cair (L), padat + cair (α + L) dan padat (α). Terdapat garis yang memisahkan antar fasa yaitu garis liquidus yang memisahkan cairan dari

cairan + padat dan garis solidus memisahkan padat dari cair + padat. Contoh dari sistem isomorf adalah Cu-Ni karena Cu dan Ni memiliki struktur kristal yang sama, FCC, keelektronegatifan yang sama dan radius atom yang sama.

Gambar 5.2. Perubahan fasa pada paduan Cu-Ni

Pencairan pada sistem satu komponen terdefinisi dengan baik pada suhu tertentu. Dalam multi-komponen sistem pencairan terjadi sepanjang rentang suhu antara garis-garis solidus dan liquidus. Fasa padat dan fasa cair berada pada kesetimbangan satu sama lain dalam rentang suhu ini.


(63)

56

Interpretasi dari Diagram Fasa Biner Isomorf

Untuk suhu dan komposisi tertentu kita dapat menggunakan diagram fasa untuk menentukan:

- Fase yang ada - Komposisi fasa - Fraksi relatif dari fasa

Cara menentukan komposisi didaerah dengan dua fasa: - Cari komposisi dan suhu di diagram.

- Tarik garis isotherm atau keseimbangan (tie-line) di wilayah dua fasa. - Catatan perpotongan dengan garis batas fasa. Komposisi dibaca pada

garis perpotongan.

Komposisinya mencakup fasa cair dan padat.

Menemukan jumlah fasa di wilayah dua fasa: - Cari komposisi dan suhu di diagram.

- Tarik garis isotherm atau keseimbangan (tie-line) di wilayah dua fasa.

- Fraksi fasa ditentukan dengan menghitung panjang dari garis keseimbangan dari fasa lainnya dan kemudian membaginya dengan panjang total dari garis keseimbangan.


(64)

57

Aturan pengukit menggunakan analogi mekanik untuk perhitungan neraca massa. Garis keseimbangan di wilayah dua fasa analog dengan keseimbang pengukit pada suatu titik tumpu.

Penurunan aturan tuas:

- Semua bahan harus berada dalam satu fasa dengan fasa yang lain: Wα + WL = 1

- Massa dari komponen yang ada dalam kedua fasa harus sama dengan massa komponen dalam satu fasa + massa komponen dalam fasa kedua: WαCα + WLCL = C0

- Solusi dari persamaan ini memberi kita aturan pengukit: WL = (Cα – C0) / (Cα- CL)

Wα = (C0 - CL) / (Cα- CL)


(65)

58

C0 = 35 wt. %, CL = 31.5 wt. %, Cα = 42.5 wt. %

Fraksi Massa:

WL = S / (R+S) = (Cα – C0) / (Cα- CL) = 0.68


(66)

59

Perkembangan struktur mikro pada paduan isomorf pada keadaan setimbang dengan laju pendinginan sangat lambat dapat diamatai seperti pada gambar 4.3.

Gambar 5.3. Perubahan komposisi dan fasa pada paduan Cu-Ni dengan laju pendinginan sangat lambat (keadaan setimbang).

Proses pembekuan dalam fasa padat + cair terjadi secara bertahap sepanjang garis liquidus. Komposisi dari fasa padat dan cair berubah bertahap selama terjadinya pendinginan (seperti ditentukan dengan metode garis keseimbangan). Inti dari fasa padat terbentuk dan tumbuh dengan mengkonsumsi semua cairan di garis solidus.

Berbeda dengan perkembangan struktur mikro pada paduan isomorf yang mengalami pendinginan cepat (keadaan tidak setimbang). Perubahan komposisi dalam suatu paduan memerlukan proses difusi baik dalam fasa cair dan fasa padat. Difusi dalam keadaan padat (solid state) berlangsung


(67)

60

sangat lambat. Lapisan baru yang mengeraskan di atas butir yang ada memiliki komposisi yang setimbangan pada suhu itu, tetapi saat mereka mulai menjadi padat maka komposisinya akan tidak berubah. Sehingga akan terjadi perbedaan komposisi ditiap lapisannya. Akibatnya metoda garis keseimbangan dalam menentukan komposisi dari fasa padat tidak dapat dipakai dalam kondisi seperti ini karena adanya perbedaan formasi dari lapisan inti dengan lapisan selanjutnya.

Metode garis keseimbangan masih dapat digunakan untuk fasa cair, dimana difusi terjadi dengan cepat dan kandungan rata-rata Ni pada butiran padat lebih tinggi. Penerapan aturan pengukit memberi kita proporsi yang lebih besar pada fasa cair dibandingkan dengan saat pendinginan saat kesetimbangan pada suhu yang sama. Garis solidus akan bergeser ke kanan (kearah Ni yang lebih tinggi), pembekuan akan selesai pada T yang rendah dengan menghasilkan bagian luar butir lebih kaya dengan komponen bertitik leleh rendah (Cu). Hal ini dapat menjadikan paduan Cu-Ni akan mengalami kegagalan mekanis awal karena pada saat dipanaskan, batas butir akan melebur pertama, sehingga pada saat diberi beban mekanik otomatis hanya mengandalkan kekuatan butiran saja.


(68)

61

Gambar 5.4. Perubahan komposisi dan fasa pada paduan Cu-Ni dengan laju pendinginan cepat (keadaan tidak setimbang)

3. Diagram Fasa Biner Eutektik

Diagram fasa biner eutektik adalah bagian penting dari ilmu metalurgi karena diagram tersebut menunjukkan keadaan kesetimbangan dari campuran, sehingga perhitungan dan perkiraan temperatur terhadap komposisi fasa dapat diprediksi dan ditentukan jumlah dari fasa yang terbentuk.

Dasar teori di balik diagram fasa didasarkan pada panas laten yang terlibat saat suatu campuran didinginkan, dan fase berubah. Ini berarti bahwa dengan memetakan grafik suhu terhadap waktu untuk berbagai komposisi yang berbeda, harus memungkinkan untuk melihat fasa apa yang terbentuk pada suhu tertentu.


(69)

62

Gambar 4.5. Diagram fasa biner eutektik.

Dimana L adalah singkatan untuk cairan, komponennya adalah A dan B, serta

α dan adalah dua fasa padatan yang kaya akan komponen A dan B. Garis antara fasa cairan dan fasa transisi padat-cair (α dan L) disebut garis liquidus dan garis antara fasa padatan dengan fasa padat-cair (α dan L) disebut garis solidus. Garis antara fasa α dan fasa (α + ) disebut garis solvus, merupakan fasa transisi padat ke padat.

Interpretasi dari Diagram Fasa Biner Eutektik

Gambar di bawah menunjukkan diagram fasa dua komponen yang paling sederhana. Komponen A dan B, fasa murni kristal A, kristal murni B dan cairan dengan komposisi berkisar antara murni A dan murni B. Komposisinya diplot di bagian bawah diagram. Komposisi diagram dapat dinyatakan sebagai persentase dari A atau B dengan jumlah totalnya dalam persentase 100 (100%). Komposisi dapat juga dinyatakan dengan fraksi mol A atau B, di mana jumlah maksimumnya adalah 1.

Suhu atau tekanan diplot pada sumbu vertikal. Untuk diagram diatas, dianggap terjadi pada tekanan konstan, dan karena itu suhu diplot pada sumbu vertikal. Kurva yang memisahkan bidang A + Cair dari Cair dan B +

Cair dari Cair disebut kurva liquidus. Garis horizontal yang memisahkan bidang A + Cair dan B + Cair dari A + B padatan, disebut sebagai garis solidus. Titik, E, dimana terjadi perpotongan antara kurva likuidus dan garis solidus, disebut titik eutektik. Pada titik eutektik dari sistem dua komponen, ketiga fasa, yaitu cair, A dan B, semua berada dalam kesetimbangan. Jika


(70)

63

sistem diatas hanya berisi A, maka sistem diatas merupakan dan fasa A

hanya akan meleleh pada satu keadaan suhu yaitu suhu leleh A murni, TmA.

Jika sistem hanya berisi B, maka sistem itu adalah sistem satu komponen dan B hanya meleleh pada suhu leleh B murni, TmB.

Gambar 5.5. Interpretasi dari diagram fasa biner eutektik

Untuk semua komposisi antara A dan B, suhu saat mencair akan menurun secara drastis, dan proses mencair akan terjadi pada suhu eutektik, TE.

Perhatikan bahwa untuk semua komposisi antara A dan B pencairan juga terjadi pada rentang suhu antara solidus dan likuidus. Hal ini berlaku untuk semua komposisi kecuali satu, yaitu pada kondisi eutektik. Komposisi eutektik meleleh hanya pada satu suhu, TE.

Sekarang kita akan mempertimbangkan proses kristalisasi cairan dengan komposisi X pada Gambar diatas. Komposisi X akan semua cair di atas suhu

T1, karena terletak seluruhnya pada bidang cair. Jika suhu diturunkan hingga

T1, kristal A mulai terbentuk. Penurunkan suhu lebih lanjut menyebabkan

lebih banyak kristal A yang terbentuk. Akibatnya, komposisi B akan lebih banyak dicairan karena banyak kristal A yang terbentuk. Jadi, dengan menurunkan suhu, komposisi cair akan berubah dari titik 1 ke titik 2 ke titik 3 ke titik E saat suhu diturunkan dari T1 ke T2 ke T3 hingga TE. Pada semua


(71)

64

A. Pada suhu eutektik, TE, kristal B akan mulai terbentuk, sehingga terdapat

tiga fasa, kristal A, kristal B dan cair. Suhu harus tetap dijaga di TE sampai

salah satu fasa habis. Jadi ketika cairan mengkristal sepenuhnya, hanya akan ada padatan A dan B murni yang tetap didalam campuran dan akan berada dalam proporsi campuran aslinya, yaitu 80% A dan 20% B. Secara garis besar kristalisasi dari komposisi X dapat ditulis:

T > T1cair seluruhnya

T1 - TEcair + A

pada TE cair + A + B

T < TEA + Bpadatan seluruhnya

Jika kita ingin menghentikan proses kristalisasi setiap saat selama kristalisasi dan mengamati seberapa banyak fasa yang terbentuk dari setiap tahap ini kita dapat menggunakan contoh berikut untuk menentukan apa yang kita inginkan.

Sebagai contoh ,pada suhu T2 jumlah kristal A dan cairan (dua fasa yang ada

pada suhu ini) dapat ditentukan dengan mengukur jarak a dan b pada gambar diatas. Persentase kemudian akan ditentukan oleh aturan pengukit (lever rule):

% kristal A = b/(a + b) x 100 % cairan = a/(a + b) x 100

Perhatikan bahwa karena jumlah kristal harus meningkat dengan menurunnya suhu, jarak proporsional jarak antara garis vertikal yang menandai komposisi awal dan likuidus akan meningkat saat suhu turun. Jadi jarak yang digunakan untuk menghitung jumlah padatan akan selalu diukur terhadap sisi cair dari komposisi awal. Pada suhu T3, perhatikan bahwa harus lebih banyak kristal

yang terbentuk karena jarak proporsional d / (c + d) lebih besar dari jarak proporsional b / (a + b). Jadi di T3 aturan tuas menghasilkan:

% kristal dari A = d/(d + c) x 100 % cairan = c/(c + d) x 100

Pada T3, perhatikan bahwa komposisi dari cairan ditunjukkan pada titik 3,


(1)

99

Gambar 7.1. Plasma spraying

3. Wire arc spray

Wire arc spray adalah salah satu bentuk penyemprotan termal di mana dua kawat logam diumpankan secara terpisah ke pistol semprot. Kabel ini kemudian diberi tegangan dan dihasilkan busur diantara kabel tersebut. Panas dari busur ini mencairkan kawat yang masuk, yang kemudian terbawa oleh dorongan jet udara dari pistol. Bahan baku cair yang terbawa tadi kemudian tersimpan ke substrat. Proses ini umumnya digunakan untuk pelapisan berat logam.

Gambar 7.2. Wire arc spray

4. Cold Spraying

Pada 1990-an, penyemprotan dingin (sering disebut penyemprotan gas dingin dinamis) telah diperkenalkan. Metode ini awalnya dikembangkan di Rusia dengan pengamatan tidak sengaja saat terjadi pembentukan


(2)

100

lapisan dengan cepat ketika bereksperimen dengan erosi partikel dari target yang terkena aliran udara pada kecepatan tinggi didalam terowongan angin yang penuh dengan serbuk halus. Dalam penyemprotan dingin, partikel dipercepat hingga kecepatan yang sangat tinggi oleh gas pembawa yang kemudian dipaksa untuk melalui nosel tipe konvergen-divergen de Laval. Saat tumbukan, partikel padat dengan energi kinetik yang cukup berubah bentuk secara plastis dan terikat secara mekanis dengan substrat untuk membentuk suatu lapisan. Kecepatan kritis yang diperlukan untuk membentuk ikatan tergantung pada sifat bahan, ukuran bubuk dan suhu. Logam lunak seperti Cu dan Al yang paling cocok untuk dilakukan penyemprotan dingin, tetapi pelapisan dari bahan lain (W, Ta, Ti, MCrAlY, WC-Co dan sebagainya) dilaporkan telah dapat dilakukan juga.

5. Warm Spraying

Penyemprotan hangat (warm spraying) merupakan modifikasi baru dari

HVOF, di mana suhu pembakaran gas diturunkan dengan cara mencampur nitrogen dengan gas pembakaran, sehingga prosesnya menjadi mendekati penyemprotan dingin. Gas yang dihasilkan banyak mengandung uap air, hidrokarbon dan oksigen tidak bereaksi, dan lebih kotor daripada penyemprotan dingin. Namun, efisiensi lapisannya lebih tinggi. Di sisi lain, suhu yang lebih rendah pada penyemprotan hangat mengurangi pencairan dan reaksi kimia dari serbuk umpan, jika dibandingkan dengan HVOF. Karena kelebihan ini maka cara ini dipakai untuk melapisi material seperti Ti, plastik, dan gelas metalik, yang dengan cepat mengoksidasi atau rusak pada suhu tinggi.

F. Rangkuman

Pelapisan pada logam digunakan untuk memperbaiki sifat permukaan substrat, seperti penampilan, adhesi, mampu basah (wetability), ketahanan


(3)

101

korosi, ketahanan aus, dan tahan terhadap goresan. Pelapisan logam dapat dipilih berdasarkan kebutuhan pemakaiannya.

G. Latihan

Jawablah / kerjakan soal latihan berikut:

1. Apa perbedaan dari cold spraying dan warm spraying?

2. Teknik pelapisan apa yang digunakan untuk memperoleh lapisan permukaan yang keras?


(4)

102

BAB VIII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teknologi mekanik memegang peranan penting bagi pengetahuan penera dalam mendukung pemerintah maupun pengusaha dalam pencapaian tertib ukur karena dalam teknologi mekanik terdapat pengetahuan diantaranya mengenai prinsip dasar dari bahan material, sifat-sifat mekanik dari bahan terutama bahan logam, struktu fasa dari logam, cara melakukan pengecoran yang baik dan perlindungan pada logam.

Syarat-syarat teknis yang ada saat ini masih bersifat dinamis, sehingga dengan adanya pengetahuan teknologi mekanik pada penera diharapkan syarat-syarat tekniks yang ada semakin dapat mengakomodir perkembangan pesat teknologi dan cara-cara kalibrasi dan peneraan di Indonesia. Pengawasan dan penyuluhan tentang persyaratan teknis sangatlah mutlak dilakukan oleh penera kepada pengguna ataupun produsen/pembuat UTTP guna untuk menjamin alat UTTP yang ada dan yang akan diproduksi atau yang akan masuk ke Indonesia dapat memenuhi semua persayaratan teknis sesuai dengan ketentuan peryaratan teknis yang berlaku.

B. Tindak lanjut

Penera setelah menerima pembelajaran ini hendaknya terus menerus mencari dan menambah pengetahuan teknologi mekanik agar dapat membimbing dan mengawasi produsen/pembuat alat UTTP sehingga diharapkan kebenaran dan kepastian hasil pengukuaran UTTP di negara kita dapat lebih terjamin sehingga masyarakat dapat lebih terjamin kebenaran hasil pengukuran yang banyak digunakan dalam transaksi perdagangan.  


(5)

103

DAFTAR PUSTAKA

1. Introduction to Material Science and Engineering, 7th Ed., Calister, Wiley.

2. Undang-undang No.2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal. 3. http://me.emu.edu.tr/me364/2.pdf


(6)

104

BIODATA PENULIS

Victor Tulus Pangapoi Sidabutar, M.T., lahir di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 1977, lulus S-1 dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Kimia, Institut Teknologi Bandung pada tahun 2001 dan S-2 dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Program studi Ilmu dan Teknik Material, Institut Teknologi Bandung pada tahun 2003. Pernah bekerja sebagai pengajar di beberapa sekolah menengah berstandar Internasional baik di Jakarta dan Bandung dari tahun 2007 hingga 2009. Pada tahun 2009 menjadi Pegawai Negeri Sipil di Balai Diklat Metrologi Departemen Perdagangan Bandung sebagai widyaiswara, pernah mengikuti Diklat Fungsional Penera tahun 2010, Diklat TOT (Training of Trainer) Calon Widyaiswara tahun 2011 dan pernah mengikuti berbagai inhouse training

yang diadakan di Balai Diklat Metrologi. Tahun 2011 diberi tugas mengajar di Diklat Fungsional Penera, mata diklat yang diajarkan adalah Teknologi Mekanik.