Diagram Fasa Biner Eutektik

61 Gambar 5.4. Perubahan komposisi dan fasa pada paduan Cu-Ni dengan laju pendinginan cepat keadaan tidak setimbang

3. Diagram Fasa Biner Eutektik

Diagram fasa biner eutektik adalah bagian penting dari ilmu metalurgi karena diagram tersebut menunjukkan keadaan kesetimbangan dari campuran, sehingga perhitungan dan perkiraan temperatur terhadap komposisi fasa dapat diprediksi dan ditentukan jumlah dari fasa yang terbentuk. Dasar teori di balik diagram fasa didasarkan pada panas laten yang terlibat saat suatu campuran didinginkan, dan fase berubah. Ini berarti bahwa dengan memetakan grafik suhu terhadap waktu untuk berbagai komposisi yang berbeda, harus memungkinkan untuk melihat fasa apa yang terbentuk pada suhu tertentu. 62 Gambar 4.5. Diagram fasa biner eutektik. Dimana L adalah singkatan untuk cairan, komponennya adalah A dan B, serta α dan adalah dua fasa padatan yang kaya akan komponen A dan B. Garis antara fasa cairan dan fasa transisi padat-cair α dan L disebut garis liquidus dan garis antara fasa padatan dengan fasa padat-cair α dan L disebut garis solidus. Garis antara fasa α dan fasa α + disebut garis solvus, merupakan fasa transisi padat ke padat. • Interpretasi dari Diagram Fasa Biner Eutektik Gambar di bawah menunjukkan diagram fasa dua komponen yang paling sederhana. Komponen A dan B, fasa murni kristal A, kristal murni B dan cairan dengan komposisi berkisar antara murni A dan murni B. Komposisinya diplot di bagian bawah diagram. Komposisi diagram dapat dinyatakan sebagai persentase dari A atau B dengan jumlah totalnya dalam persentase 100 100. Komposisi dapat juga dinyatakan dengan fraksi mol A atau B, di mana jumlah maksimumnya adalah 1. Suhu atau tekanan diplot pada sumbu vertikal. Untuk diagram diatas, dianggap terjadi pada tekanan konstan, dan karena itu suhu diplot pada sumbu vertikal. Kurva yang memisahkan bidang A + Cair dari Cair dan B + Cair dari Cair disebut kurva liquidus. Garis horizontal yang memisahkan bidang A + Cair dan B + Cair dari A + B padatan, disebut sebagai garis solidus. Titik, E, dimana terjadi perpotongan antara kurva likuidus dan garis solidus, disebut titik eutektik. Pada titik eutektik dari sistem dua komponen, ketiga fasa, yaitu cair, A dan B, semua berada dalam kesetimbangan. Jika 63 sistem diatas hanya berisi A, maka sistem diatas merupakan dan fasa A hanya akan meleleh pada satu keadaan suhu yaitu suhu leleh A murni, Tm A . Jika sistem hanya berisi B, maka sistem itu adalah sistem satu komponen dan B hanya meleleh pada suhu leleh B murni, Tm B . Gambar 5.5. Interpretasi dari diagram fasa biner eutektik Untuk semua komposisi antara A dan B, suhu saat mencair akan menurun secara drastis, dan proses mencair akan terjadi pada suhu eutektik, T E . Perhatikan bahwa untuk semua komposisi antara A dan B pencairan juga terjadi pada rentang suhu antara solidus dan likuidus. Hal ini berlaku untuk semua komposisi kecuali satu, yaitu pada kondisi eutektik. Komposisi eutektik meleleh hanya pada satu suhu, T E . Sekarang kita akan mempertimbangkan proses kristalisasi cairan dengan komposisi X pada Gambar diatas. Komposisi X akan semua cair di atas suhu T 1 , karena terletak seluruhnya pada bidang cair. Jika suhu diturunkan hingga T 1 , kristal A mulai terbentuk. Penurunkan suhu lebih lanjut menyebabkan lebih banyak kristal A yang terbentuk. Akibatnya, komposisi B akan lebih banyak dicairan karena banyak kristal A yang terbentuk. Jadi, dengan menurunkan suhu, komposisi cair akan berubah dari titik 1 ke titik 2 ke titik 3 ke titik E saat suhu diturunkan dari T 1 ke T 2 ke T 3 hingga T E . Pada semua kondisi suhu antara T 1 dan T E , dua fasa akan ada di sistem; cair dan kristal 64 A. Pada suhu eutektik, T E , kristal B akan mulai terbentuk, sehingga terdapat tiga fasa, kristal A, kristal B dan cair. Suhu harus tetap dijaga di T E sampai salah satu fasa habis. Jadi ketika cairan mengkristal sepenuhnya, hanya akan ada padatan A dan B murni yang tetap didalam campuran dan akan berada dalam proporsi campuran aslinya, yaitu 80 A dan 20 B. Secara garis besar kristalisasi dari komposisi X dapat ditulis: T T1 → cair seluruhnya T1 - TE → cair + A pada TE → cair + A + B T TE → A + B padatan seluruhnya Jika kita ingin menghentikan proses kristalisasi setiap saat selama kristalisasi dan mengamati seberapa banyak fasa yang terbentuk dari setiap tahap ini kita dapat menggunakan contoh berikut untuk menentukan apa yang kita inginkan. Sebagai contoh ,pada suhu T 2 jumlah kristal A dan cairan dua fasa yang ada pada suhu ini dapat ditentukan dengan mengukur jarak a dan b pada gambar diatas. Persentase kemudian akan ditentukan oleh aturan pengukit lever rule: kristal A = ba + b x 100 cairan = aa + b x 100 Perhatikan bahwa karena jumlah kristal harus meningkat dengan menurunnya suhu, jarak proporsional jarak antara garis vertikal yang menandai komposisi awal dan likuidus akan meningkat saat suhu turun. Jadi jarak yang digunakan untuk menghitung jumlah padatan akan selalu diukur terhadap sisi cair dari komposisi awal. Pada suhu T 3 , perhatikan bahwa harus lebih banyak kristal yang terbentuk karena jarak proporsional d c + d lebih besar dari jarak proporsional b a + b. Jadi di T 3 aturan tuas menghasilkan: kristal dari A = dd + c x 100 cairan = cc + d x 100 Pada T 3 , perhatikan bahwa komposisi dari cairan ditunjukkan pada titik 3, yaitu 53 A, komposisi padatan adalah murni A, dan komposisi sistem ini 65 masih 80 A dan 20 B. Proses peleburan adalah kebalikan dari proses kristalisasi. Itu jika kita mulai dengan komposisi X pada suhu di bawah T E akan terbentuk cairan pertama. Suhu akan tetap konstan di T E sampai seluruh kristal B meleleh. Komposisi cairan akan berubah sepanjang kurva liquidus dari E ke titik 1 saat suhu hingga suhu T 1 tercapai. Di atas T 1 yang sistem akan hanya berisi cairan dengan komposisi 80 A 20 B. Proses peleburan secara singkat tercantum di bawah ini: T T E → seluruhnya padatan A + B Pada T E → cairan + A + B T E - T 1 → cairan + A T T 1 → seluruhnya cair

C. Penggunaan Diagram Fasa