Ekspresi Imunohistokimia Aromatase P450 Pada Endometrium Ektopik Penderita Endometriosis dibandingkan Endometrium Normal

(1)

EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA AROMATASE P450

PADA ENDOMETRIUM EKTOPIK PENDERITA ENDOMETRIOSIS DIBANDINGKAN ENDOMETRIUM NORMAL

TESIS

LEH :

EDWARD SUGITO MANURUNG

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H.ADAM MALIK


(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5

PEMBIMBING:

dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG.K

PENYANGGAH :

dr. Ichwanul Adenin, M. Ked (OG), SpOG.K dr. Deri Edianto, M. Ked (OG), SpOG.K dr. Hotma Partogi P., M. Ked (OG), SpOG

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Penelitian ini telah disetujui oleh TIM – 5 :

PEMBIMBING :

dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K)

Pembimbing I Tgl : 2014

...………...

dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG(K)

Pembimbing II Tgl : 2014

……….

PENYANGGAH

dr. Ichwanul Adenin, M.Ked(OG), SpOG(K) ...………

Tgl : 2014

dr. Deri Edianto, M.Ked (OG),SpOG (K) ...………....

Tgl : 2014

dr. Hotma Partogi Pasaribu, M.Ked (OG),SpOG..………....


(4)

kATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat, Tuhan Yesus, Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab bukan karena kuat dan gagah manusia, tetapi berkat kasih dan karunia-Nya semata penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

“ Ekspresi Imunohistokimia Aromatase P450 Pada Endometrium Ektopik Penderita Endometriosis dibandingkan Endometrium

Normal”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H (CTM&H), SpA.(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Siregar, SpPD, KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program


(5)

Magister Kedokteran Klinis dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.

2. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Dr. dr. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG) SpOG.K, Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K, Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. M. Rhiza Tala, M.Ked(OG), SpOG.K, Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; yang telah bersama-sama berkenan menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi.

3. Kepada Prof. Dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG.K; Prof. dr. Djafar Siddik, SpOG.K; Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG.K; Prof. Dr. dr. Thamrin Tanjung, SpOG.K; Prof. dr. R Haryono Roeshadi, SpOG.K; Prof. dr. T.M. Hanafiah, SpOG.K; Prof. dr. Budi Hadibroto, SpOG.K, Prof. Daulat H Sibuea, SpOG.K; Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K dan dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG.K. yang berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis di Depatemen Obstetri dan Ginekologi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa, membalas kebaikan budi guru-guru saya tersebut.

4. Terimakasih kepada dr. Hotma Partogi Pasaribu, M.Ked(OG) SpOG. selaku Bapak Angkat yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit selama pendidikan.


(6)

5. Terimakasih kepada dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K, selaku pembimbing tesis saya, yang menjadi inspirasi bagi saya dan yang telah memberikan kesempatan dan meluangkan waktu membimbing saya dalam melakukan penelitian ini bersama dengan dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG.K selaku pembimbing kedua dalam penelitian ini hingga selesai. Juga terimakasih kepada dr. Ichwanul Adenin, M.Ked(OG), SpOG.K, dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG.K dan dr. Hotma Partogi Pasaribu, M.ked(OG), SpOG. selaku penyanggah dan nara sumber yang penuh dengan kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

6. Terima Kasih kepada dr. T. Ibnu Alferraly, SpPA, Ketua Departemen Patologi Anatomi FK USU, dr. Jessy Chrestella, M.Ked(PA), SpPA dan dr. Lidya Imelda, M.Ked (PA), Sp.PA, yang telah memberikan ijin dan yang telah melakukan pemeriksaan Imunohistokimia pada sediaan penelitian ini, yang dibantu oleh bapak Sudirman, Ibu Nopiah. 7. Terimakasih kepada dr. Hotma Partogi, M.Ked(OG), SpOG selaku

pembimbing Referat Mini Fetomaternal saya yang berjudul

“Penatalaksanaan Inkompabilitas Rhesus dalam Kehamilan”, kepada Dr. dr. Binarwan Halim, M.Ked(OG), SpOG.K selaku pembimbing Referat Mini Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul “ Abortus Berulang dengan Gangguan Endokrin Reproduksi”, dan kepada dr. Roy Yustin Simanjuntak,


(7)

SpOG.K selaku pembimbing Referat Mini Onkologi saya yang berjudul

“Peranan Neoadjuvan Kemoterapi pada Kanker Leher Rahim”

8. Terimakasih kepada Dr. Surya Dharma, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaikan uji statistik tesis ini.

9. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, khususnya dr. Makmur Sitepu, M.Ked(OG), SpOG.K, (Kasubdiv Fetometernal RSHAM), dr. Ichwanul Adenin, M.Ked (OG), SpOG.K (Kasubdiv FER RSHAM), Prof dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K (Kasubdiv Onkologi RSHAM) yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan. Semoga Yang Maha Pengasih membalas budi baik guru-guru saya tersebut.

10. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

11. Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Dr. Pirngadi Medan beserta para guru saya di SMF Obgyn RSU Dr. Pirngadi Medan, khususnya. dr. Rushakim Lubis, SpOG (Wadir Pelayanan Medik RSUD Dr. Pringadi Medan); dr. Syamsul A Nasution, SpOG.K (Kepala SMF Obgn RSU dr. Pirngadi Medan); dr. John S Khoman, SpOG.K, dan dr. Roy Yustin, SpOG.K. (Kasubdiv Onkologi RSUPM), dr. Christofel Tobing, SpOG.K


(8)

(kasubdiv Fetomaternal RSUPM), dr. Azwar Aboet, SpOG.K (Kasubdiv FER RSUPM), dr. Sanusi Piliang, SpOG (Koordinator pendidikan RSUPM); dr. Jenius L Tobing, SpOG (ketua komite medik RSUPM) yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan Spesialisasi di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

12. Direktur RSU PTPN II Tembakau Deli; Kepala SMF Obgyn RSU PTPN II Tembakau Deli, dr Sofyan Abdul Ilah, SpOG dan dr Nazaruddin Jaffar, SpOG.K beserta Staf, yang membimbing saya selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

13. Direktur RUMKIT Tk. II/ Kesdam I BB Medan, Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RUMKIT, dr. Yazim Yakub, SpOG, Mayor CKM dr Gunawan Rusuldi, SpOG, dr Agnes DH, SpOG, dr Santa MJ Sianipar, SpOG, beserta staf yang memberi bimbingan kepada saya selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

14. Direktur RSU Sundari, dr H.M Hadir, SpOG dan ibu Hj Sundari, yang membimbing saya selama statse di RSU tersebut.

15. Direktur RSU Haji Mina Medan, Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Haji Medan, dr. Muslich Perangin-angin, SpOG, dr Anwar Siregar, SpOG; Alm. dr Syahrizal Daud, SpOG; dr Ahmad Khuwalid, SpOG; dr Siti Sahrini, SpOG; berserta staf yang telah memberi kesempatan dan sarana kepada saya untuk bertugas di RSU tersebut.


(9)

16. Direktur RSU Swadana Tarutung, dan dr Tunggul Pasaribu, SpOG, berserta staf yang telah memberi kesempatan dan sarana kepada saya untuk bertugas di RSU tersebut.

17. Bupati dan Kepala Dinas Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, Untuk Kesempatan Tugas Belajar yang diberikan kepada saya.

18. Kepada senior-senior saya dr. Ilham Sejahtera, SpOG, dr Nur Aflah, SpOG; dr Yusmardi, SpOG; dr Gorga Ujung, SpOG; dr Siti S Silvia, SpOG; dr Anggia Melanie L, SpOG; dr Maya Hasmita, SpOG; dr David Luhter. SKM, M.Ked(OG), SpOG; dr. Riza H Nasution, SpOG; dr. Lili Kuswani, SpOG; dr. M. Ikhwan, SpOG; dr. Edward Muldjadi, SpOG; dr Ari Badurrahman Lubis, SpOG; dr Zilliyadein R, SpOG; dr Benny Marpaung, SpOG; dr. M Rizky Yaznil, SpOG; dr Yuri Andriansyah, SpOG; dr T. Jeffrey A, SpOG; dr. Made S Kumara, SpOG; dr Sri Jauharah L, SpOG; dr. M Jusuf Rahmatsyah, M.Ked(OG), SpOG; dr. Boy P Siregar, SpOG; dr. Firman SpOG; dr Aidil A, SpOG; dr. Rizka H, SpOG; dr. Hatsari SpOG; dr. Andri P Sawar, SpOG; dr. Alfian SpOG; dr. Errol, SpOG, dr. T Johan A, M.Ked(OG), SpOG; dr. Tigor, M.Ked(OG), SpOG; dr. elvira, M.Ked(OG), SpOG; dr Hendry Adi, M.Ked(OG), SpOG; dr. Heika NS, M.Ked(OG), SpOG; dr. Riske, M.Ked(OG); dr. Ali Akbar, M.Ked(OG), SpOG; dr. Arjuna, M.Ked(OG), SpOG; dr. Janwar, M.Ked(OG), SpOG; dr. Irwansyah, M.Ked(OG), SpOG; dr. Ulfah, M.Ked(OG), SpOG; dr Ismail, M.Ked(OG), SpOG; dr. Aries, dr. Hendri Ginting, M.Ked(OG),


(10)

SpOG; dr. Robby Pakpahan, dr. Meity Elvina, M.Ked(OG), SpOG; dr. M.Yusuf, M.Ked(OG), SpOG; dr. Fatin Atifa, M.Ked(OG), SpOG; dr. Pantas Saroha, dr. Morel Sembiring, M.Ked(OG), dr. Eka handayani, M.Ked(OG), Sridamayana, M.Ked(OG), dr. M.Rizky, M.Ked(OG), dr. Arief, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ferdiansyah, M.Ked(OG) SpOG, dr. Yudha, M.Ked(OG), SpOG, dr. Henry Gunawan.

19. Kepada dr. Ika Sulaika, dr. H. Edi Rizaldi, dr. Hotbin purba, dr. Kiko Marpaung, M.Ked(OG),SpOG, dr. Erwin Edi Sahputra Harahap, dr. Abdur Rohim Lubis, M.Ked(OG),SpOG, dr. Ricca Puspita Rahim, M.Ked(OG), dr. M. Rizal Sangadji, M.Ked(OG), dr. Julita Adriani Lubis, M.Ked(OG), dr. Novrial, M.Ked(OG), dr. M. Wahyu Wibowo, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ivo Fitrian C, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ray Christy Barus, M.Ked(OG), SpOG dr. Nureliani Amni, dr. Fifianti Putri Adela, dr. Hiro Hidaya Danial Nasution, M.Ked(OG) dr. Anindita Novina, M.Ked(OG), SpOG saya menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta kebersamaan kita selama pendidikan spesialis obgyn.

20. Kepada seluruh PPDS yang pernah menjadi tim jaga saya dengan kebersamaan, suka duka bersama, saling mendukung dan memberikan semangat, dr. Robby Pakpahan, dr. Erwin Edi sahputra, dr. Nureliani Amni, dr Novrial, dr. Julita, dr Alfred H. Sinuhaji, dr. Chandran, dr. Apriza, dr. Hendrik Tarigan, dr. Renny A, dr. Ninong, dr. Dewi, dr. Hamima, dr. Yasmine, dr. Yufi, dr. Wahyu Utomo, dr. Adrian, dr. Obed, dr. Thrisna, dr. Rizal Aritonang, dr. Eva, dr. Aurora, dr.


(11)

Reny, dr. Indra, dr. Syafiq, dr. Eunike, dr. Dina, dr. Yusrizal, dr. Azano, dr. Lidya, dr. Gafur, dr. Citra, dr. Titi, dr Hendri silaen, dr. Devi, dr. Dyah Nurvita, dr. Mervina saya ucapkan terimakasih.

21. Seluruh teman sejawat PPDS dr. Masitah, dr. Dona. M. Fahmi, dr. Dezarino, dr. Rahmanita, dr. Hilma, dr. Meifi, dr, Bandini, dr. Jesurun, dr. Johan, dr. Hamima, dr. Arvitamuriany, dr. Servin, dr. Sugeng, dr. Nafon, , dr. Mario, dr. Ade Ayu, dr. Putra, dr. Haikal, dr Ratih, dr. Iman, dr. Imran, dr. Luthfi, dr. Doni, dr. Dalmy, dr. Larry, dr. Irfan Hamidi, dr. Sofwatul, dr. Muhar, dr. Anisya, dr. Zulkarnain, dr. Ebta, dr. Dahler, dr. Irvan, dr. Marissa, dr. Isnayu, dr. A Syauki, dr. Ria, dr. Qisthi, dr. Almh Kartika, dr. Wardi, dr. Nunung, dr. Rizky Fachriza, dr. Fachurozy, Dr. Vina, dr. Rina, dr. Ajeng, dr. Fifi., dr Roy, dr. Cerry, dr Levana, dr. Mashdarul dan dr. Novi terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.

22. Kepada Ibu Hj. Sosmalawaty, Ibu Zubaedah, Ibu As, Ibu Mimi, Vina, Anggi, Dewi, Yus, Ibu Mawan, Kak Nani dan semua pegawai di lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSHAM dan RSPM, terimakasih atas bantuannya selama ini.

23. Dokter muda, bidan, paramedik, karyawan/karyawati di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU, terimakasih atas bantuannya selama ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua Orang Tua saya yang tersayang dan terkasih,


(12)

Ayahanda Alm. Bonar.T Manurung dan Ibunda K. Rosmery Sitorus,

yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi dan semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga juga saya sampaikan kepada Bapak Mertua Kol(purn). dr. Jarudi Sinaga, SpP dan Ibu Mertua Selly Deliana Purba yang telah banyak membantu, mendoakan dan memberikan dorongan dan perhatian kepada saya selama mengikuti pendidikan spesialis ini.

Buat Istriku yang tercinta dan tersayang, dr. Irena Lolu P Sinaga, SpP dan anakku terkasih Sarah Cindy Abigael Manurung tiada kata lain yang bisa saya sampaikan selain rasa terima kasih atas kesabaran, dorongan, semangat, pengorbanan dan doa sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan spesialis ini.

Kepada kakak-kakakku, abang-abangku dan adikku tercinta dan keluarga terima kasih atas bantuan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan banyak terima kasih.


(13)

Semoga Tuhan senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua.

Medan, Februari 2014

dr. Edward S. Manurung, M.Ked(OG)


(14)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR SINGKATAN... Abstrak... Abstract...

BAB I PENDAHULUAN ... . 1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1.2. Rumusan masalah... 1.3. Hipotesa

Penelitian... 1.4. Tujuan penelitian. ...

1.4.1. Tujuan Umum... ... 1.3.2. Tujuan Khusus... ... 1.5. Manfaat Penelitian .. ... 1.5.1. Manfaat teoritis... 1.5.2. Manfaat Metodologis... 1.5.3. Manfaat Aplikatif... i x xii xiii xiv xv xvi 1 1 3 3 4 4 4 4 4 4 5


(15)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 2.1. Endometriosis...

2.1.1. Epidemiologi... 2.1.2. Etiologi dan Patogenesis Endometriosis... 2.1.2.1. Peranan Tissue Injury and Repair... 2.1.2.2. Peranan Genetika... 2.1.2.3. Peranan Estrogen... 2.1.3. Klasifikasi Endometriosis... 2.1.4. Diagnosis Endometriosis... 2.1.5. Penatalaksanaan Endometriosis...

2.2. Aromatase P450 dan Metabolisme Estrogen... 2.2.1. Efek Estrogen... 2.2.2. Aromatase P450... 2.2.2.1. Subset Enzim Sitokrom... 2.2.2.2. Mekanisme Kerja Aromatase... 2.2.2.3. Peranan Aktivitas Aromatase P450... 2.2.3. Imunohistokimia Aromatase P450... 2.3. Kerangka Teori... 2.4. Kerangka Konsep...

BAB III METODE PENELITIAN... 3.1. Rancangan Penelitian...

6 6 6 7 8 9 10 11 13 17 21 26 27 25 27 28 31 34 35 36 36 36 36


(16)

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 3.3. Subjek Penlitian... 3.4. Kriteri Inklusi dan Eksklusi... 3.5. Identifikasi Variabel Penelitian... 3.6. Batasan Operasional... 3.7. Cara Kerja dan teknik pengumpulan data... 3.8. Kerangka Kerja... 3.9. Rancangan Analisis...

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 5.1. Kesimpulan... 5.2. Saran...

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

38 38 38 40 42 42

43

49 49 49

50 55


(17)

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11

Tissue injury and repair dalam kaitan peningkatan reseptor estrogen.

Faktor yang diduga berperan dengan endometriosis serta dugaan gen yang mempengaruhinya.

Gambaran ultrasonografi endometrioma ovarium

Gambaran endometrioma pada kedua ovarium (kissing ovaries)

Metabolisme estrogen

Metabolisme estrogen ovarium

Proses produksi estrogen lokal pada endometriosis dan perannya terhadap proses inflamasi

Perbedaan endometrium normal, endometrium endometriosis dan ektopik endometriosis

Ilustrasi biokimia aromatase P450

Tampilan imunohistokimia aromatase P450 pada endometriosis Pemeriksaan Imunohistokimia 9 10 15 16 22 23 24 25 29 32 41


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3

Tabel 4.4

Klasifikasi Endometriosis menurut American Fertility Society (AFS)

Gambaran klinis dan Aktivitas Aromatase P450 Metode Skoring Quantitatif Imunohistokimia Karakteristik Subjek Penelitian

Hasil perhitungan nilai Kappa Terhadap Observer

Perbedaan Ekspresi Aromatase P450 berdasarkan kekuatan intensitas

Hubungan Ekspresi Aromatase P450 dan derajat Endometriosis

11

29 33 43 44 45


(19)

DAFTAR SINGKATAN

Arom P450

17 βHSD

TIAR COX 2 PgE2 STAR ER PR AFS EEC Ca 125 GnRH mRNA FSH LH CYP

: Aromatase P450

: 17β hydroxysteroid dehidrgenase

: Tissue Injury and Repair

: Siklooksigenase 2 : Prostaglandin E 2

: Steroid Acute Regulatory protein : Estrogen Reseptor

: Progesteron Reseptor : American Fertility Society

: Endoscpic Endometriosis Classification

: Carsinoma antigen 125

: Gonadothropine Realizing Hormone : messanger Ribonucleat Acid

: Folicle Stimulating Hormone : Lutenizing Hormone


(20)

EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA AROMATASE P450

PADA ENDOMETRIUM EKTOPIK PENDERITA ENDOMETRIOSIS DIBANDINGKAN ENDOMETRIUM NORMAL

Edward Manurung, Henry Salim, Syamsul A Nasution Ichwanul Adenin, Deri Edianto, Hotma Partogi P Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara - RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak

TUJUAN: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi aromatase P450 pada endometrium ektopik (endometriosis) dibandingkan endometrium normal.

METODE PENELITIAN: Penelitian ini bersifat cross sectional terhadap 32 parafin blok jaringan endometrium ektopik penderita endometriosis yang diperoleh dari hasil laparatomi dan laparaskopi, sedangnkan kontrol diambil dari 32 endometrium kasus post histerektomi atas indikasi penyakit tidak tergantung estrogen. Jaringan yang terdapat dalam parafin tersebut dikelola dan dilakukan pewarnaan imunohistokimia dengan menggunakan plasenta aterm sebagai kontrol positif. Hasil tersebut diinterpretasi berdasarkan kekuatan intensitas warna dan dianalisa secara statistik.

HASIL: Dari 32 kasus endometriosis yang diamati, sebanyak 30 (97%) sediaan endometrium ektopik penderita endometriosis terwaranai +3, dan tidak ditemukan sama sekali endometrium ektopik penderita endometriosis dengan intensitas +1 dan negatif, sedangkan 22 kasus (68,8%) dari 32 kasus endometrium normal intensitas +1, dan tidak ada yang intensitas +3. Ekspresi aromatase P450 pada endometriosis lebih tinggi dibandingkan endometrium normal, dan perbedaan ini bermakna secara statistik (<0,05) Pada kaitan derajat endometriosis dengan intensitas IHC, sebanyak 17 kasus (100%) penderita endometriosis stadium 4 terwarnai intensitas +3, namun tidak terdapat hubungan derajat endometriosis dengan ekspresi aromatase P450 (P>0,05)

KESIMPULAN: Terdapat perbedaan ekspresi aromatase P450 pada endometrium ektopik penderita endometriosis dibandingkan endometrium normal, walaupun tidak terdapat hubungan ekspresi aromatase dengan derajat endometriosis.


(21)

EXPRESSION IMMUNOHISTOCHEMISTRY OF P450 AROMATASE IN ECTOPIC ENDOMETRIUM OF ENDOMETRIOSIS PATIENTS

COMPARED WITH NORMAL ENDOMETRIUM

Edward Manurung, Henry Salim S, Syamsul A Nasution Ichwanul Adenin, Deri Edianto, Hotma Partogi P

Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine Sumatra Utara University - H. Adam Malik Hospital Medan

abstract

OBJECTIVE : To describe the differences of aromatase P450 expression by imunohistochemistry preparation of ectopic endometrium endometriosis patients compared with normal endometrium.

METHODS : This study is a cross- sectional study to 32 paraffins blocks of ectopic endometrial tissue obtained from patients with endometriosis of laparotomy and laparoscopy, while control is 32 endometrial paraffins of post-hysterectomy due to non estrogen-dependent diseases. Paraffin tissue contained in the managed and performed immunohistochemical staining using the placenta at term as a positive control . These results were interpreted based on the strength of the color intensity and statistically analyzed.

RESULTS : Of the 32 cases of endometriosis were observed, there were 30 (97%) of ectopic endometrium of endometriosis patients with intensity +3 , and not found at all ectopic endometrium of patients with endometriosis with +1 and negative intensity , while 22 cases (68.8 %) of the 32 cases of normal endometrium were intensity +1 , and no cases with intensity +3. P450 aromatase expression in endometriosis is higher than the normal endometrium, and this difference was statistically significant ( < 0.05 ) In relation to the degree of endometriosis with the intensity of IHC, 17 cases ( 100 % ) patients with endometriosis stage 4 were +3 stain intensity, but there was no difference among the degree of endometriosis with aromatase P450 expression ( P>0.05 )

CONCLUSION : The P450 aromatase expression in ectopic endometrium of patients endometriosis where higher than normal endometrium , although there was no correlation with the degree of endometriosis aromatase expression .


(22)

EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA AROMATASE P450

PADA ENDOMETRIUM EKTOPIK PENDERITA ENDOMETRIOSIS DIBANDINGKAN ENDOMETRIUM NORMAL

Edward Manurung, Henry Salim, Syamsul A Nasution Ichwanul Adenin, Deri Edianto, Hotma Partogi P Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara - RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak

TUJUAN: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi aromatase P450 pada endometrium ektopik (endometriosis) dibandingkan endometrium normal.

METODE PENELITIAN: Penelitian ini bersifat cross sectional terhadap 32 parafin blok jaringan endometrium ektopik penderita endometriosis yang diperoleh dari hasil laparatomi dan laparaskopi, sedangnkan kontrol diambil dari 32 endometrium kasus post histerektomi atas indikasi penyakit tidak tergantung estrogen. Jaringan yang terdapat dalam parafin tersebut dikelola dan dilakukan pewarnaan imunohistokimia dengan menggunakan plasenta aterm sebagai kontrol positif. Hasil tersebut diinterpretasi berdasarkan kekuatan intensitas warna dan dianalisa secara statistik.

HASIL: Dari 32 kasus endometriosis yang diamati, sebanyak 30 (97%) sediaan endometrium ektopik penderita endometriosis terwaranai +3, dan tidak ditemukan sama sekali endometrium ektopik penderita endometriosis dengan intensitas +1 dan negatif, sedangkan 22 kasus (68,8%) dari 32 kasus endometrium normal intensitas +1, dan tidak ada yang intensitas +3. Ekspresi aromatase P450 pada endometriosis lebih tinggi dibandingkan endometrium normal, dan perbedaan ini bermakna secara statistik (<0,05) Pada kaitan derajat endometriosis dengan intensitas IHC, sebanyak 17 kasus (100%) penderita endometriosis stadium 4 terwarnai intensitas +3, namun tidak terdapat hubungan derajat endometriosis dengan ekspresi aromatase P450 (P>0,05)

KESIMPULAN: Terdapat perbedaan ekspresi aromatase P450 pada endometrium ektopik penderita endometriosis dibandingkan endometrium normal, walaupun tidak terdapat hubungan ekspresi aromatase dengan derajat endometriosis.


(23)

EXPRESSION IMMUNOHISTOCHEMISTRY OF P450 AROMATASE IN ECTOPIC ENDOMETRIUM OF ENDOMETRIOSIS PATIENTS

COMPARED WITH NORMAL ENDOMETRIUM

Edward Manurung, Henry Salim S, Syamsul A Nasution Ichwanul Adenin, Deri Edianto, Hotma Partogi P

Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine Sumatra Utara University - H. Adam Malik Hospital Medan

abstract

OBJECTIVE : To describe the differences of aromatase P450 expression by imunohistochemistry preparation of ectopic endometrium endometriosis patients compared with normal endometrium.

METHODS : This study is a cross- sectional study to 32 paraffins blocks of ectopic endometrial tissue obtained from patients with endometriosis of laparotomy and laparoscopy, while control is 32 endometrial paraffins of post-hysterectomy due to non estrogen-dependent diseases. Paraffin tissue contained in the managed and performed immunohistochemical staining using the placenta at term as a positive control . These results were interpreted based on the strength of the color intensity and statistically analyzed.

RESULTS : Of the 32 cases of endometriosis were observed, there were 30 (97%) of ectopic endometrium of endometriosis patients with intensity +3 , and not found at all ectopic endometrium of patients with endometriosis with +1 and negative intensity , while 22 cases (68.8 %) of the 32 cases of normal endometrium were intensity +1 , and no cases with intensity +3. P450 aromatase expression in endometriosis is higher than the normal endometrium, and this difference was statistically significant ( < 0.05 ) In relation to the degree of endometriosis with the intensity of IHC, 17 cases ( 100 % ) patients with endometriosis stage 4 were +3 stain intensity, but there was no difference among the degree of endometriosis with aromatase P450 expression ( P>0.05 )

CONCLUSION : The P450 aromatase expression in ectopic endometrium of patients endometriosis where higher than normal endometrium , although there was no correlation with the degree of endometriosis aromatase expression .


(24)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Endometriosis sebagai penyakit yang bergantung pada estrogen terjadi pada 5 – 19% wanita usia reproduksi di Amerika Serikat. Endometriosis didefinisikan sebagai timbulnya jaringan endometrium diluar kavum uteri.1 Umumnya terjadi pada peritoneum pelvis dan ovarium, namun juga dapat ditemukan di berbagai tempat yang jarang seperti ureter, kandung kemih, perikardium, dan pleura. Gambaran utamanya berupa nyeri kronik pelvis, nyeri saat koital dan infertilitas.1,2

Walaupun penyebab pasti endometriosis belum diketahui, namun sejumlah penelitian berupaya untuk menjabarkan patofisiologi endometriosis. Pengenalan akan patofisiologi endometriosis yang adekuat diharapkan dapat membawa alur pemikiran pada penatalaksanaan endometriosis yang lebih spesifik.

Peranan estrogen terhadap perkembangan endometriosis telah terbukti secara definitif. Suasana yang hipoestrogenik terbukti menghambat pertumbuhan endometriosis. Hal ini menyebabkan pada awalnya pengobatan endometriosis adalah dengan pemberian obat-obatan yang mengakibatkan kondisi hipoestrogen sistemik.

3

4,5

Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa kadar estrogen lokal ternyata sangat meningkat pada endometriosis dibandingkan


(25)

endometrium normal.,6,7 Penelitan Hutinen dkk. (2012) dilakukan dengan cara mengukur kadar estradiol dan estrone serum serta kadar estradiol dan estrone jaringan endometriosis pada kelompok penderita endometriosis dan kelompok wanita yang sehat menemukan bahwa kadar estrogen sistemik penderita endometriosis tidak berbeda dibandingkan wanita normal, namun kadar estrogen lokal dari ekstrak jaringan endometriosis menunjukkan perbedaan bermakna antara penderita endometriosis dibandingkan wanita normal, dimana pada endometriosis jauh lebih tinggi.

Penelitian lainnya berupaya mencari bukti apakah benar peningkatan kadar estrogen lokal pada endometriosis itu merupakan hasil dari produksi lokal atau distribusi terlokalisir estrogen. Aromatase P450 sebagai enzim yang mengkonversi androstenedion menjadi estrone pada tubuh, baik pada kulit, adrenal dan ovarium, merupakan enzim yang menjadi indikator produksi estrogen. Ternyata pada penelitian ditemukan ekspresi aromatase P450 di jaringan endometriosis dan tidak ditemukan ekspresi aromatase P450 tersebut pada endometrium normal, walaupun secara histologis endometriosis identik dengan endometrium. Noble (1997) menemukan peningkatan aromatase P450 pada stroma endometriosis, sementara Kusuki menemukan peningkatan ekspresi aromatase P450 pada epitel glandular endometriosis dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia.

7

2,8 Estrone yang


(26)

akan diubah menjadi 17β estradiol, estrogen yang lebih poten, oleh

17β hydroxysteroid dehidrogenase (17 βHSD). Estradiol ini akan

mengakibatkan dampak metabolik terhadap pasien endometriosis. Valesco dkk. (2006) melakukan kultur terhadap jaringan endometriosis dan menemukan ekspresi aromatase secara bermakna ditemukan pada jaringan endometriosis kultur tersebut dan tidak ditemukan ekspresi aromatase P450 pada jaringan endometrium normal.8

Peranan aromatase P450 pada patofisiologi perkembangan endometriosis ini juga yang menjadi dasar penggunaan aromatase inhibitor dalam mengatasi nyeri pelvik dan infertilitas yang sering terjadi pada endometriosis, dengan efek yang lebih minimal dan efikasi yang lebih baik.

Karena hal tersebut, peneliti ingin meneliti bagaimana ekspresi aromatase P450 pada endometriosis, sebagai endometrium ektopik jika dibandingkan endometrium normal.

4

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, dirumuskan masalah apakah terdapat perbedaan ekspresi aromatase P450 pada jaringan endometriosis dibandingkan endometrium normal?


(27)

Hipotesa penelitian ini adalah ekspresi aromatase P450 dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia pada endometrium ektopik lebih tinggi dibandingkan endometrium normal.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi aromatase P450 pada endometrium ektopik (endometriosis) dibandingkan endometrium normal.

1.4.2. Tujuan khusus:

1. Untuk mengetahui karakteristik paritas dan usia pada endometriosis dibandingkan non endometriosis

2. Untuk mengetahui proporsi ekspresi aromatase P450 pada jaringan endometrium ektopik penderita endometriosis dan jaringan endometrium normal.

3. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi aromatase P450 pada endometriosis berdasarkan derajat endometriosis.

1.5. Manfaat penelitian 1.5.1. Manfaat teoritis

Dapat diketahui bagaimana ekspresi aromatase P450 pada endometrium penderita endometriosis dan endometrium normal. Sekaligus diharapkan dapat menjadi dasar pada penelitian selanjutnya terhadap endometriosis.


(28)

Dapat diketahui bagaimana pemeriksaan ekspresi aromatase P450 pada endometrium dengan pemeriksaan imunohistokimia.

1.5.3. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini diharapakan bermanfaat untuk memproleh data tentang bagaimana ekspresi aromatase P450 pada endometriosis dapat menjadi landasan pilihan pengobatan lebih spesifik pada penderita endometriosis, misalnya penggunaan aromatase inhibitor.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Endometriosis

Endometriosis didefinisikan sebagai adanya jaringan endometrium (kelenjar dan stroma) yang terdapat di luar kavum uteri.

2.1.1 Epidemiologi 11,12

Endometriosis merupakan kasus yang sering terjadi pada wanita usia reproduksi, dimana diperkirakan terjadi pada 1 dari 10 wanita usia reproduksi.12 Namun pernah juga ditemukan pada wanita postmenopause, terutama yang mendapat substitusi hormonal.11 Diperkirakan endometriosis terjadi pada sekitar 30% pada pasien dengan infertilitas dan terjadi pada 45% wanita dengan nyeri pelvis kronis.

Rata-rata penderita endometriosis pada waktu didiagnosis berusia antara 25 dan 30 tahun. Endometriosis jarang terjadi pada gadis remaja premenars tetapi dapat diidentifikasi pada lebih dari 50% wanita yang berumur kurang dari 20 tahun dengan keluhan nyeri pelvik kronis atau dispareunia. Kurang dari 5% wanita post menopause yang kebanyakan menerima terapi estrogen membutuhkan operasi karena endometriosis.

1,12


(30)

2.1.2 Etiologi dan Patogenesis Endometriosis

Hingga kini penyebab pasti endometriosis belum diketahui, namun beberapa teori berupaya untuk menjelaskan tentang penyebab endometrisis:

1. Teori Menstrusi Retrograde

13,14

Teori ini menyatakan bahwa darah menstrusi pada saat haid oleh sebab kontraksi rahim yang tidak normal masuk kedalam kavum peritoneum melalui tuba. Fragmen endometrium tersebut kemudian terimplantasi ke dalam mesotelium. Namun teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa endometriosis juga dapat timbul di rongga pleura dan organ lain diluar peritoneum.

2. Teori Penyebaran limfatik atau vaskuler

13,14

Konsep ini menjelaskan tentang bagaimana endometriosis dapat ditemui di jaringan lain, di luar peritoneum. Endometriosis sering ditemukan di daerah retroperitoneal yang merupakan daerah yang kaya akan limfatik, sehingga hal tersebut diduga terjadi sebagai akibat penyebaran limfatik.

3. Teori Coelomic Metaplasia

13,14

Teori ini menyatakan bahwa peritoneum parietal merupakan jaringan pluripoten yang dapat mengalami


(31)

transformasi metaplastik. Karena ovarium dan progenitor endometrium, duktus mullerian berasal dari epitel coelemik, maka metaplassia mungkin dapat menjelaskan tentang perkembangan endometriosis pada ovarium.13,14

4. Teori Induksi

Teori ini menyatakan bahwa beberapa faktor biologis termasuk hormonal dan inflamasi menjadi penyebab penyakit ini. Teori ini coba menjelaskan tentang faktor faktor komunikasi antar sel berhubungan dengan kejadian endometriosis.13,14

2.1.2.1. Peranan Tissue Injury and Repair (TIAR)

Uterus merupakan organ yang memiliki peristaltik. Gerakan peristaltik seperti halnya otot yang aktif bergerak, memiliki periode teregang, injury dan perbaikan. Injury dan repair yang terjadi baik secara fisiologis atau karena proses persalinan, berubungan dengan kejadian endometriosis.15

Proses penyembuhan luka diyakini berhubungan dengan estradiol. Penelitian pada hewan menunjukkan kerusakan pada jaringan ikat seperti fibrobast dan kartilago dalam proses penyembuhan secara fisiologis berhubungan dengan produksi enzim dari prekursor estrogen lokal. Interleukin-1 menginduksi aktivasi siklooksigenase 2 (COX-2), menghasilkan postaglandin E2 (PgE2) yang pada gilirannya akan mengakivasi STAR


(32)

(Steroid Acute Regulatory Protein) dan aromatase P450. Yang mana akan meningkatkan transport kolesterol kedalam mitokondria, yang kemudian diaromatisasi menjadi estron.15,16

Gambar 1. Tissue Injury and Repair dalam kaitan peningkatan reseptor estrogen

2.1.2.2. Peranan Genetika

Penelitian genetika terbaru menemukan hubungan antara endometriosis dengan polimorfisme puluhan gen, termasuk gen yang terkait hormon steroid seks. Sebuah polimorfisme nukleotida tunggal dalam intron 1 ERa gen yang dinilai oleh Pvu II fragmen restriksi panjang polimorfisme menghasilkan PP, Pp dan pp genotipe. Kitawaki et al melaporkan bahwa genotipe PP kurang sering diamati pada wanita dengan endometriosis dan wanita dengan adenomiosis dan/atau leiomyomata dibandingkan dengan kelompok tanpa


(33)

penyakit. Pada kelompok endometriosis, terdapat perbedaan dalam distribusi Pvu II genotype (adenomiosis, endometriosis dan/atau leiomyomata) dengan tingkat keparahan klinis.

Beberapa penelitian mencoba menjelaskan tentang bagaimana peranan genetika terhadap endometriosis. Berikut tabel tentang hasil penelitian genetika terkait endometriosis tersebut.

17,18

19

Gambar 2. Faktor yang diduga berperan dengan endometriosis serta dugaan gen yang mempengaruhinya.


(34)

Kanker payudara, kanker endometrium, endometriosis, adenomiosis dan leiomyoma merupakan penyakit yang berkembang tergantung estrogen. Keterkatian penyakit tersebut dengan estrogen dibuktikan dengan adanya reseptor estrogen (ER), reseptor progesteron (PR) dan reseptor androgen pada jaringan penyakit tersebut.

2.1.3. Klasifikasi Endometriosis 20,21,

Pada endometriosis, klasifikasi mememiliki peranan penting, terutama untuk menetapkan cara pengobatan yang tepat untuk evaluasi hasil pengobatan. Klasifikasi yang umum dipakai pada endometriosis diantaranya::

24,22

1. Klasifikasi yang dianjurkan oleh American Fertility Society (AFS):

Tabel 2.1. Klasifikasi Endometriosis menurut American Fertility Society (AFS)


(35)

Berdasarkan hasil laparoskopi diagnostic (LD) didapatkan jumlah skor :


(36)

(2) Stadium II (mild) : 6 – 15 (3) Stadium III (moderate) : 16 – 20

(4) Stadium IV (serve) : bila berkisar 40

2. Kurt Semm, tahun 1983 menganjurkan klasifikasi endometriosis berdasarkan laparaskopi berupa Endoscopic Endometriosis Classification (EEC); terdiri dari EEC I – III

- Termasuk endometriosis ringan: AFS I - II, EEC I - II

- Termasuk endometriosis sedang - berat: AFS III - IV,EEC III - Endometriosis aktif: respons terhadap terapi hormonal

- Endometriosis inaktif (non aktif): tidak respon terhadap terapi

hormonal

- Jika dijumpai bentuk kombinasi inaktif dan aktif maka

pengobatannya dilakukan seperti pengobatan endometriosis aktif.

2.1.4. Diagnosis Endometriosis

Untuk menegakkan diagnosa endometriosis, dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik dipastikan dengan laparoskopi.

1. Anamnesis

Adanya riwayat nyeri yang berhubungan dengan siklus haid, nyeri pelvik kronik, nyeri senggama, infertilitas atau perdarahan yang tidak teratur.


(37)

a. Nyeri

Nyeri pelvik kronik 70-80% disebabkan endometriosis. Yang dimaksud nyeri pelvik kronik adalah nyeri pelvik hebat yang dialami lebih 6 bulan siklik maupun asiklik, tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari dan memerlukan pengobatan. Mekanisme terjadinya nyeri mungkin disebabkan peradangan lokal, infiltrasi yang dalam dengan kerusakan jaringan, terlepasnya prostaglandin dan perlengketan.

9,10

b. Perdarahan abnormal

Hal ini terjadi pada 11 - 34% penderita endometriosis yang diakibatkan oleh kelainan pada ovarium yang luas sehingga fungsi ovarium terganggu. Perdarahan abnormal tersebut juga dikaitkan dengan peningkatan kadar estrogen dan kurangnya progesteron yang mengakibatkan keseimbangan eutopik endometrium penderita endometriosis terganggu.

22

c. Dispareunia

Merupakan nyeri saat melakukan hubungan suami istri, disebabkan oleh adanya jaringan endometriosis di kavum Douglas.

22

d. Infertilitas

Sebesar 30-40% wanita dengan endometriosis menderita infertilitas. Menurut Rubin kemungkinan untuk hamil pada wanita endometriosis adalah 50% dari wanita biasa. Bila terjadi endometriosis sedang atau berat yang mengenai ovarium dapat menyebabkan perlekatan dan gangguan motilitas tubo ovarial dan


(38)

pengambilan ovum oleh fimbrae saat ovulasi yang pada akhirnya menyebabkan infertilitas. Selain itu makrofag yang kadarnya cukup tinggi dalam cairan peritoneum penderita ndometriosis, memiliki kemampuan memfagositosis ovum dan zygot. Infertilitas pada endometriosis juga terjadi akibat perubahan reseptibiltas endometrium yang berkaitan dengan peningkatan aktifitas estrogen.

2. Pemeriksaan ginekologi

Pada pemeriksaan rektal ditemukan nodul-nodul di daerah kavum douglas dan ligamentum sakrouterina yang sangat nyeri. Kadang uterus retrofleksi dan sulit digerakkan di parametrium, dapat juga teraba massa kistik yang nyeri pada penekanan.

23

3. Ultrasonografi

Dengan bantuan USG dapat terlihat adanya massa kistik pada salah satu atau kedua ovarium yang mengarah ke kista coklat. Terlihat gambaran yang khas dari endometrioma berupa jaringan yang homogen hipoechoic. Namun untuk tingkat endometriosis lainnya manfaat USG dan MRI sekalipun sangat terbatas.

Diagnosis endometriosis dengan pencitraan ultrasonografi adalah ditemukannya karakteristik endometrioma yaitu adanya

internal echoe yang difus dengan derajat rendah dan fokus

hiperechoic pada dinding kista. Positif palsu dapat terjadi pada kasus korpus luteum dan kista lutein, teratoma atau dermoid kstadenoma, fibroid ovarium, tubo-ovarian abscess dan karsinoma ovarium. Doppler juga dapat membantu diagnosis sonografi dimana


(39)

endometrioma menerima suplai darah yang sedikit (pericystic flow at the level of the ovarian hilus), sedangkan karsinoma ovarium menerima suplai darah yang banyak. 24

Gambar 3. Gambaran ultrasonografi endometrioma ovarium 24

4. Laparoskopi

Laparoskopi tetap merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosa pasti suatu endometriosis yaitu dengan cara melihat langsung ke dalam rongga abdomen. Disini akan tampak lesi endometriosis yang berwarna merah atau kebiruan dan berkapsul, juga terlihat lesi endometriosis yang minimal.

Diagnosis visual secara laparoskopi atau laparotomi dari endometrioma diindikasikan untuk endometriosis dengan :

23

- Ukuran kista yang tidak lebih dari 12 cm diameternya


(40)

- Perlekatan dengan dinding samping pelvis, sisi posterior ligamentum latum dan/atau uterus

- Retraksi dari korteks ovarium dengan ’powder burns’ dan bercak merah, biru atau kehitaman.

- Kandungan kista seperti coklat, kental.

-Gambar 4. -Gambaran endometrioma pada kedua ovarium (kissing ovaries) 23

5. Pemeriksaan laboratorium

Belum ada uji laboratorium yang dapat menegakkan diagnosa pasti endometriosis. Beberapa pasien mengalami lekositosis dan peningkatan LED. Pada penderita endometriosis yang berat akan ditemukan kadar 125 yang tinggi. Namun peningkatan kadar CA-125 saja tidak dapat menegakkan diagnosa endometriosis.23


(41)

2.1.5. Penatalaksanaan Endometriosis

Dalam memberikan pengobatan penderita endometriosis, beberapa faktor objektif dan subjektif harus dipertimbangkan terlebih dahulu, yaitu :

23

1) Usia penderita

2) Keinginan pasangan tersebut untuk punya anak

3) Lamanya fertilitas (singkirkan terlebih dahulu faktor suami dan faktor lainnya penyebab infertilitas pada wanita)

4) Lokasi dan luas endometriosis 5) Berat ringannya gejala

6) Lesi-lesi pelvis yang berkaitan

Apabila kesemua hal tersebut di atas telah dianalisa, maka selanjutnya dapat dipilih metode penanganan yang paling sesuai untuk setiap penderita endometriosis berupa:

1. Medisinalis

Terapi paliatif dengan hormon steroid: estrogen, progestin, androgen, Danazol, Gestrinon, GnRH analog dan terapi simptomatik non steroid..

2. Aromatase Inhibitor 24,25

Aromatase Inhibitor pertama kali digunakan untuk pengobatan dari menopause, reseptor estrogen positif. Kemampuan mereka untuk mengurangi produksi estrogen adalah melalui penghambatan kunci sitokrom P450, enzim kunci yang mengkatalisis konversi andostenendione dan testosteron untuk estrone dan estradiol.


(42)

Letrozole dan anastrozole adalah turunan triazole yang reversibel, Aromatase inhibitor kompetitif dan, dosis 1-5 mg/hari, menghambat estrogen 97% sampai lebih dari 99%, sedangkan exemestane adalah inhibitor, steroid ireversibel yang mengikat ke situs aktif enzim aromatase dan inactivate secara efektif dengan dosis 25 mg / hari. Aromatase Inhibitor mungkin menawarkan alternatif baru untuk pasien pascamenopause dengan endometriosis melalui perubahan mekanisme yang terlibat dalam pengembangan molekul endometriosis.

Bukti mengenai penggunaan Aromatase inhibitor pada pasien premenopause jauh lebih luas dibandingkan dengan wanita menopause, terutama karena perbedaan yang cukup dalam prevalensi penyakit di antara kelompok-kelompok pasien. Meskipun demikian, tampak bahwa. Laporan sebelumnya telah mengajukan argumen mengenai efek menguntungkan Aromatase inhibitor pada wanita, menunjukkan bahwa hal ini dapat disebabkan oleh gabungan penggunaan dengan agen lain (misalnya agonis GnRH, danazol, kontrasepsi oral (oral), progestin). Alasan utamanya adalah kenyataan bahwa pada wanita premenopause sumber utama estrogen adalah ovarium. Akibatnya, endometriosis premenopause seringkali berhasil ditekan oleh kekurangan estrogen dengan analog GnRH atau induksi menopause bedah. Oleh karena itu, Aromatase inhibitor hanya dapat dibenarkan ketika analog GnRH gagal untuk mengendalikan penyakit melalui penghapusan sekresi estradiol oleh


(43)

ovarium, mungkin karena adanya produksi estradiol signifikan yang terus di jaringan adiposa, kulit, dan implan endometriotik selama pengobatan GnRH agonis.

Sebuah Mekanisme intracrine memproduksi estrogen dalam jumlah besar telah diusulkan dalam jaringan sel endometriotik ektopik. Implan endometriotik meskipun secara histologis mirip dengan endometrium eutopic, tampaknya berbeda dalam basis molekul dan ini dapat menaikkan ke produksi ekstrim dan gangguan metabolisme estradiol. Oleh karena itu, secara teoritis Aromatase inhibitor bisa nyata mengurangi produksi ini dan dengan demikian mengurangi ukuran lesi.

26

3. Pengobatan operatif 26

24

a. Konservatif

Dengan mempertahankan fungsi reproduksi dan fungsi hormonal ovarium.

b. Radikal

Total abdominal histerektomi, bilateral salpingo-ooferoktomi dan reseksi endometriosis.

4. Terapi laparotomi

Mengangkat endometrioma dapat dilakukan dengan laparotomi. Pada awal dilakukan inspeksi secara teliti dari ovarium untuk mengidentifikasi endometriosis, kemudian ovarium dibebaskan dari perlekatan. Perlekatan yang tipis dieksisi dengan gunting (40-50%) perlekatan subovarium


(44)

mengandung endometriosis, lesi superfisial dilakukan ablasi elektrokauter, dengan bipolar atau laser. Lesi harus diangkat dari jaringan korteks ovarium sebelum dilakukan ablasi sehingga tidak menimbulkan trauma pada jaringan ovarium yang sehat.

Pengangkatan endometrioma serupa dengan laparoskopi dilakukan insisi elips pada endometrioma dengan aksis longitudinal dari elips paralel dengan garis antara fimbria ovarika dan ligamentum ovarium. Digunakan jarum elektromikrosurgikal untuk membuat insisi kira-kira 0,1 - 0,2 mm. Kemudian kapsul dari endometrioma diidentifikasi, dilakukan pembelahan dengan menggunakan gunting blunt curved, kemudian mengeluarkan endometrioma. Idealnya endometrioma dikeluarkan tanpa pecahnya kista, perlu diletakkan kasa di sekitar ovarium sehingga jika terjadi ruptur, cairannya tidak menyebar kemana-mana dan segera dikeluarkan dari rongga abdomen.

26

Penatalaksanaan kista endometriosis dilakukan tindakan pembedahan lebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pengobatan hormonal selama 6 bulan. Pengobatan hormonal dimaksudkan untuk mengobati endometriosis yang tidak terlihat secara makroskopik.

26

Pengobatan bedah dengan mempertahankan fungsi reproduksi terhadap kelainan ini disebut pengobatan bedah


(45)

konservatif. Dengan tindakan bedah konservatif, kehamilan yang didapat pada derajat ringan antara 66 - 75% derajat sedang 37 - 74%, sedangkan pada derajat berat 0 - 48%.25

2.2. Aromatase P450 dan Metabolisme Estrogen

Androgen, D4-androstenedion, adalah prekursor utama estrogen. 17 Hydroxysteroid dehidrogenase mengubah androstenedione menjadi testosteron, yang bukan merupakan produk utama dari ovarium, karena akan segera dimetilasi pada carbon C posisi 19, dan diaromatisasi menjadi estradiol, yang merupakan estrogen utama yang disekresi pada ovarium manusia. Estradiol dari androstenedion tersebut dapat diubah menjadi estradiol setelah sebelumnya menjadi estron, oleh aromatase P450. Sumber lain dari estrogen adalah estron-3-sulfat, estrogen yang paling melimpah dalam plasma. Estron sulphatase, enzim yang mengkatalisis konversi estron-3-sulfat ke estron, terlokalisir di jaringan adenomyotic. Estron lebih jauh dikonversi ke bentuk estrogen yang lebih aktif 17b-estradiol, meningkatkan tingkat aktivitas estrogen lokal.

Estrogen ini akan merangsang pertumbuhan dengan mengaktivasi hormon pertumbuhan, yang dimediasi dengan jaringan oleh reseptor estrogen. MRNA aromatase sitokrom P450 (P450arom), sebagai komponen utama aromatase, terekspresi dalam jaringan endometriosis.

27,28


(46)

Gambar 5: Metabolisme estrogen (diambil dari 11)

Pada tubuh terdapat dua sumber utama estrogen yaitu ovarium dan dari lemak terutama lemak dibawah kulit. Pada ovarium produksi estrogen dipengaruhi oleh FSH dan LH yang mempengaruhi sel granulosa dan teca.


(47)

Gambar 6. Metabolisme estrogen ovarium. (diambil dari literatur 10)

Hipotesis dua sel steroidogenesis (gambar 4) menjelaskan FSH yang berikatan dengan FSH reseptor di sel granulosa, LRH-1 mengaktivasi aromatase P450 untuk merubah androstenedion menjadi estrone pada fase folikuler ovarium.10,29


(48)

Gambar 7. Proses produksi estrogen lokal pada endometriosis dan perannya terhadap proses inflamasi (Diambil dari 11)

Sepertihalnya pada ovarium dan kulit yang memproduksi estrogen melalui metabolisme androstenedion oleh aromatase P450 menjadi estrone, ternyata pada endometriosis secara lokal menunjukkan proses metabolisme pembentukan estrogen yang sama. Produksi estrogen lokal yang meningkat tersebut diduga lebih berperan pada perkembangan endometriosis dibandingkan estrogen sistemik.11


(49)

Interkonversi estradiol dan estron terjadi di endometrium eutopic penderita endometriosis, dimana reaksi oksidatif yang menginaktivasi estradiol oleh oestrone konversi dengan 17b-hidroksisteroid dehidrogenase tipe 2 (17bHSD2) adalah dominan. Selama fase proliferasi, peningkatan mRNA dan aktivitas 17bHSD2 sebanding dalam kedua endometrium bebas penyakit dan sakit. Namun, selama fase sekretori, peningkatan mRNA dan aktivitas 17bHSD2 meningkat empat kali lipat menjadi enam kali lipat dalam endometrium sakit, 17bHSD2 tetap berubah dalam endometrium bebas penyakit.13


(50)

Gambar 8. Perbedaan endometrium normal, endometrium endometriosis dan ektopik endometriosis (diambil dari literatur 1)

Pada jaringan endometrial (gambar yang 6.A) aktifitas enzim cyclooxigenase-2 (cox-2) dan produksi prostaglandin E2 (PgE2) relatif rendah, estrogen tidak diproduksi secara lokal yang ditandai

dengan ketidak hadiran aromatase. Pada fase luteal, 17 β

hydroksisteroid dehidrogenase 2 (HSD17B2) mengkatalisasi biologis estrone menjadi estradiol. Sementara pada endometrium ektopik penderita endometriosis ditemukan peningkatan aktivitas COX-2 dan ditemukan sejumlah aktivitas aromatase, sedangkan dijaringan ektopik endometrium endometriosis terjadi peningkatan yang maksimal aktifitas COX-2 dan aromatase P450, yang menjadi penyebab nyeri yang hebat.

Penelitian Dheenadayau et al untuk menggunakan eutopik endometrium penderita endometriosis sebagai alat diagnostik endometriosis, dimana spesimen dilakukan dengan kuretase jaringan endometrium penderita endometriosis menemukan sensitifitas aromatase P450 endometrium eutopik sekitar 82%, dan spesifitas hanya 59%. Walaupun ekspresi aromatase P450 sangat tinggi pada jaringan endometriosis, namun juga ternyata terekspresi di jaringan eutopik endometrium endometriosis.

30

2.2.1. Efek estrogen


(51)

Produksi estrogen yang meningkat terhadap jaringan bekerja melalui dua jalur yaitu:

a. Efek genomik estrogen melalui reseptor estrogen

Aktivasi reseptor estrogen berakibat pada transkripsi melalui jalur aktivasi genetika. Reseptor estrogen memiliki N terminal DNA-binding domain dan C-terminal ligand binding domain. Terdapat dua subtype reseptor estrogen yang mengkode gen yang berbeda, dan akan memberi dampak jaringan yang berbeda pula, yaitu reseptor alpa dan beta. Secara normal reseptor estrogen alpa terdapat di endometrium, sel kanker payudara dan stroma ovarium. Sedangkan reseptor estrogen beta terdapat di sel granulosa, spermatid, ginjal, mukosa intestinal, parenkim paru, sumsum tulang, sel endotel dan prostat. Kompleks estrogen-reseptor kemudian ditranslokasi kedalam inti sel, yang berikatan dengan homodimer atau heterodimer kepada sekuens DNA spesifik, yang akan meregulasi transkripsi.32

b. Efek non genomik estrogen

Beberapa efek estrogen dapat berlangsung cepat langsung melakukan transkripsi non genom, dimana estrogen berikatan dengan reseptor estrogen pada membran sel (sebagian besar reseptor untuk aksi ini belum dapat diidentifikasi). Dampak ikatan ini akan mengaktivasi enzim intraseluler. Salah satu efek non genomik estrogen ini adalah


(52)

efek estrogen terhadap vaskuler dan aktivasi mediator faktor pertumbuhan. Dimana estrogen dapat mengakibatkan vasodilatasi sementara.32

2.2.2. Aromatase P450

Adalah suatu enzim yang mengkatalis androstenedion menjadi estrone. Aromatase P450 dihasilkan oleh gen Cyp 19A dan termasuk kedalam cytocrome hemo-protein enzime complex. Gen Cyp19 (p450arom) berlokasi pada regio 21,2 pada lengan panjang kromosom 14 (15q21.2). Gen ini terdiri dari 30 kode genetik dan 93 regio regulasi (total panjang sekitar 123 kb). Regio regulasi ini dibedakan atas 10 promoter yang meregulasi signal jaringan yang spesifik. Setiap promoter meregulasi sekuens DNA yang spesifik. Pada manusia terdapat sekitar 8 dari 10 promoter. Promoter spesifik digunan untuk regulasi organ gonad, tulang, otak, vaskuler, lemak, kulit, hepar fetal, dan plasenta untuk biosintesa estrogen manusia yang spesifik.32,33

Berbagai subset enzim sitokrom P450 memegang peran penting dalam jaringan adrenal, gonad atau jaringan perifer, yaitu:

dalam “aktifitas yang sebelumnya diketahui sebagai 20,22-desmolase”

(steroid 20α-hydroxylase, steroid 22-hydroxylase, cholesterol


(53)

• (encoding protein P450c11β) ditemukan dalam membran dalam mitokondria korteks

11β-hydroxylase, steroi

methyloxidase activitas.

dalam mitokondria zona glomerulosa adrenal, memiliki aktifitas

steroid 11β-hydroxylase, steroid hydroxylase, and steroid 18-methyloxidase.

memiliki aktifitas steroid 17α-hydroxylase and 17,20-lyase.

33

endoplasmik mengaktalisasi aromatisasi androge ke estrogen.

Aktifitas aromatase P450 pada endometriosis akan

meningkatkan kadar 17 β estradiol, yang kemudian merangsang sintesis prostaglandin synthase-2 (cox-2), yang meningkatkan konsentrasi PGE2, sitokin imunologi (IL1, Tumor Nekroting Factor


(54)

Gambar 9: Ilustrasi biokimia aromatase P450

Pada sisi aktif aromatase P450 mengandung satu heme berpusat pada besi. Besi tersebut berikatan dengan protein P450 melalui ligan tiolat yang berasal dari residu sistei . Sistein ini dan beberapa residu mengapit dilkenal dengan CYPs dan memiliki pola yang lazim prosite dengan pola [ FW ] - [ SGNH ] - x - [ GD ] - { F } - [ RKHPT ] - { P } - C - [ LIVMFAP ] - [ GAD ] Karena berbagai macam reaksi yang dikatalisasi oleh CYPs , aktivitas dan sifat dari berbagai CYPs berbeda- beda dalam banyak aspek. Secara umum, siklus katalitik P450 berlangsung sebagai berikut:

30

Substrat berikatan dengan situs aktif enzim, di dekat kelompok heme, di sisi yang berlawanan dengan rantai peptida. Substrat yang terikat tersebut menginduksi perubahan konformasi dari situs aktif, sering mengalihkan molekul air dari posisi koordinasi aksial


(55)

distal besi heme, dan kadang-kadang mengubah besi heme dari - spin rendah ke spin tinggi. Hal ini menimbulkan perubahan dalam sifat spektral enzim, dengan peningkatan absorbansi pada 390 nm dan penurunan pada 420 nm. Hal ini dapat diukur dengan perbedaan spektrometri dan disebut sebagai perbedaan spektrum " tipe I ".

31

Perubahan elektronik dari tempat aktif memungkinkan transfer elektron dari NAD ( P ) H melalui sitokrom P450 reduktase atau reduktase lain. Hal ini terjadi dengan cara transfer elektron, mengurangi besi heme Fe ke keadaan Fe.33

Molekul Oksigen berikatan kovalen pada posisi koordinasi aksial distal dari besi heme. Ligan sistein adalah donor elektron yang lebih baik dari histidin, dengan akibatnya oksigen yang diaktifkan pada tingkat yang lebih besar daripada di protein heme lainnya. Namun, terkadang hal ini memungkinkan ikatan, yang disebut " reaksi decoupling ", melepas superoksida radikal reaktif yang mengganggu siklus katalitik.

Elektron kedua ditransfer melalui sistem transpor elektron, baik dari reduktase sitokrom P450, ferredoxins, atau sitokrom b5, mengurangi oksigen ke grup perokso bermuatan negatif.Kelompok perokso terbentuk pada langkah 4 dengan cepat terprotonasi dua kali oleh transfer lokal dari air atau dari sekitarnya rantai samping asam amino, melepaskan satu molekul air, dan membentuk besi sangat reaktif ( V ) -okso spesies.32


(56)

2.2.3. Imunohistokimia Aromatase P450

Tergantung pada substrat dan enzim yang terlibat, enzim P450 dapat mengkatalisis salah satu dari berbagai macam reaksi. Setelah produk dilepas dari situs aktif, enzim akan kembali ke kondisi semula, dengan molekul air kembali menempati posisi distal dari inti besi.

Imunohistokimia adalah sebuah metoda pemeriksaan dengan menggunakan prinsip antibodi dengan spesifikasi yang tinggi untuk menunjukkan lokasi dan keberadaan sebuah protein di dalam jaringan. Pemeriksaan IHC dapat dilakukan terhadap jaringan langsung ataupun parafin.

Prinsip IHC meliputi langkah:

17

1. Fixing and embedding jaringan

36

2. Cutting and mounting jaringan

3. Deparafinizing and rehydrating jaringan yang telah dilakukan diseksi

4. Antigen retrieval

5. Pewarnaan Immunohistokimia 6. Counterstaining

7. Dehidrasi dan stabilisasi dengan medium mounting 8. Pengamatan pewarnaan dibawah mikroskop.

Pewarnaan imunohistokimia menggunakan antigen tertentu. Pada pemeriksaan IHC diperlukan kontrol positif, yaitu kontrol pada


(57)

waktu pewarnaan dari jaringan yang memiliki aktifitas enzim aromatase, seperti plasenta aterm.

Gambar 10. Tampilan imununohistokimia aromatase P450 pada endometriosis (a-c), peritoneal endometriotik (d), eutopic endometrium (e),

dan leiomioma (f) (diambil dari literatur 8)

Hasil pemeriksaan imunohistokimia tersebut diinterpretasikan berdasarkan gabungan antara kualitas intensitas ikatan antigen dengan antibody yang terbentuk di sitoplasma atau inti sel dengan persentase sel yang terwarnai dalam lapang pandang.


(58)

Tabel 2.2. Metode Skoring Quantitatif Imunohistokimia35

Interpretasi hasil imunohistokimia dapat dilakukan dengan salah satu metode diatas.


(59)

2.3. Kerangka Teori

TIAR, reflux haid, choelem, imuninologi

Genetik Faktor

Interleukin 6 dan 18

COX -2

PgE2

P450

arom

Chlosterol uptake ↑ STAR

Testosterone Estradiol

17β

Growth Factor, inflamasi, imunologi. Reseptor E2 ↑

Aktifitas estrogen lokal ↑


(60)

2.4. Kerangka Konsep

Variabel independent Variabel dependent

Faktor-faktor yang mempengaruhi

Endometrium ektopik penderita endometriosis

Ekspresi Aromatase P450

Endometrium normal

Usia

Fase menstruasi

Penyakit tergantung endometriosis


(61)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian case control dengan pemeriksaan imunohistokimia terhadap parafin blok jaringan endometrium ektopik penderita endometriosis dan parafin blok jaringan endometrium normal untuk melihat perbedaan ekspresi enzim aromatase P450.

3.2. Waktu dan Tempat penelitian

Tempat penelitian di lakukan di departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara – RSUP H Adam Malik Medan, sedangkan pemeriksaan imunohistokimia dilakukan oleh departemen Patologi Anatomi Universitas Sumatera Utara Medan.

Penelitian ini dilakukan mulai Agustus 2013 hingga Januari 2014.

3.3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian kelompok kasus adalah parafin blok jaringan endometrium ektopik penderita endometriosis yang diperoleh dari laparatomi dan laparaskopi.

Sedangkan subjek penelitian kelompok kontrol adalah parafin blok jaringan endometrium normal, yang diperoleh dari histererektomi dengan diagnosa kanker leher rahim.


(62)

Penentuan besar sampel, dilakukan berdasarkan perhitungan statistik dengan menetapkan tingkat kepercayaan 95% dan kekuatan uji (power test) 95%.

Dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel untuk menguji perbedaan dua rata-rata, yaitu :

Besar sampel penelitian dihitung secara statistik berdasarkan rumus: n= (Zα √2.P.Q + Zβ√ P1 Q1 + P2 Q2 )

(P

2

1 - P2)

Dimana:

2

Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α

yang ditentukan. Nilai α = 0,05  Zα

Z

=1,96

β = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β yang ditentukan. Nilai β = 0,10  Zβ

P

=1,28

1

P

= proporsi polimorfisme P213S pada endometriosis = 0,70

2

Q

= proporsi polimorfisme P213S pada non-endometriosis = 0,30

1= 1- P1

Q

= 0,30

2= 1- P2

P = (P

= 0,70

1 + P2

Q = 1 - P = 0,50 )/2 = 0,50

n1=n2

n= 62 orang

= 30,008 dibulatkan menjadi 31 orang (jumlah sampel masing-masing kasus dan kontrol)


(63)

3.4. Kriteria Inklusi dan eksklusi Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi kriteria inklusi adalah:

• Kelompok kasus: Parafin blok jaringan endometriosis penderita endometriosis yang dibuktikan oleh pemeriksaan histopatologi. Jaringan dapat diambil dari hasil laparaskopi maupun laparatomi.

• Kelompok kontrol: Parafin blok jaringan endometrium pasien post histerektomi, yang bukan disebabkan oleh penyakit tergantung estrogen lainnya seperti adenomiosis, endometriosis, leiomioma atau kanker endometrium yang dibuktikan secara histopatologi.

Sedangkan yang menjadi kriteria eksklusi adalah:

• Sediaan tidak dapat dianalisa oleh sebab proses pembuatan parafin yang tidak baik.

3.5. Identifikasi variabel Variabel Bebas

• Endometriosis

Variabel Tergantung

• Ekspresi Aromatase P450

3.6. Definisi Operasional

Endometrium Ektopik Endometriosis :

Defenisi : Jaringan endometrium pada penderita endometriosis yang terdapat di luar uterus. Alat ukur : Pemeriksaan histopatologi jaringan dinyatakan


(64)

sebagai endometriosis Cara ukur : Melihat hasil histopatologi

Skala ukur : Endometriosis dan non endometriosis

(skala rasio)

Endometrium Normal

Defenisi :Adalah lapisan dalam uterus normal, yaitu uterus yang tidak terdapat mioma, kanker endometrium, dan adenomiosis. Dalam hal ini diambl dari jaringan endometrium penderita kanker leher rahim.

Alat ukur : Pemeriksaan histopatologi Cara Ukur : Melihat hasil histopatologi

Skala ukur : Normal dan tidak normal (skala rasio)

Ekspresi Aromatase P450

Defenisi : Adalah hasil pengamatan ekspresi antigen

terhadap enzim yang dihasilkan oleh cyp19A, yang berfungsi untuk mengakatalis perubahan androstenedion

menjadi estrone. Alat ukur : Imunohistokimia

Cara ukur :Pewarnaan imunohistokimia jaringan

endometrium normal dan jaringan endometriosis yang diamati oleh dua orang observer

Skala ukur : Ekspresi +1. +2, +3 dan negatif (skala interval) Dengan nilai interpretasi sebagai berikut:


(65)

Negatif : Apabila tidak ditemukan sel yang mengikat antibodi +1 adalah : apabila sel mengikat antibodi dan terwarnai namun

intensitas warna kurang kuat

+2 adalah : apabila sel mengikat antibodi dan tewarnai namun intensitas warna cukup kuat

+3 adalah :apabila sel mengikat ntibodi dan terwarnai dengan intensitas yang sangat kuat

3.7. Cara kerja dan teknik pengumpulan data

1. Setelah mendapat persetujuan dari komisi etik untuk melakukan penelitian, penelitian dimulai dengan mengumpulkan data dari histopatolgi pasien yang pernah diperiksa histopatologis dan didiagnosa sebagai endometriosis (sesuai kriteria inklusi dan eksklusi). Sedangkan kelompok kontrol diambil dari data histopatologi departemen PA, pasien yang dilakukan histerektomi dan ditemukan uterus tidak terdapat adenomiosis, kanker endometrium dan leiomioma.

2. Dari data PA tersebut, diambil data rekam medik tentang identitas lengkap dan karakteristik pasien.

3. Dilakukan peminjaman sediaan parafin blok.

4. Dilakukan pewarnaan imunohistokimia. Pewarnaan jaringan dilakukan dengan Anti Aromatasae Antibody (ab 18995). Jaringan yang telah difiksasi dengan parafin dipotong hingga 4 µm. Sediaan diinkubasi dengan rabbit poliklonal, dimana sebagai


(66)

primer antibodi anti-human placental P450 arom antiserum (PAb R-8-2, 1:1000) .

5. Dilakukan interpretasi sediaan tersebut oleh dua orang ahli Patologi Anatomi.


(67)

3.8. Kerangka Kerja

3.9. Rancangan analisis

Hasil penelitian ini disajikan ke dalam tabel distribusi frekwensi. Untuk menganalisa prebedaan akurasi dua observer dihitung nilai kappa, dimana validitas >75% tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kedua pengamatan observer, sedangkan hubungan antar variabel dilakukan uji statistik fisher exact dengan derajat kepercayaan 95% (p<0,05).

Data Laporan Rekam Medik :

Diagnosa, data umum pasien

ANALISIS STATISTIK

Pewarnaan imunohistokimia Aromatase P450

Endometriosis

Sampel Parafin blok

Endometrium Normal

Kriteria inklusi dan eksklusi


(68)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel kasus endometriosis sebanyak 36 orang dan sampel untuk kontrol endometrium tanpa penyakit tergantung estrogen sebanyak 36 orang. Gambaran karakteristik kasus dan kontrol pada penelitian ini dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik

Kelompok Penelitian

Jumlah Endometriosis

Endometrium tanpa penyakit tergantung

estrogen

N % N %

1. Usia (thn)

< 30 13 36,1 2 5,6 15

30 – 40 15 41,7 14 38,9 29

>40 8 22,2 20 55,6 28

Jumlah 36 100 36 100 72

2. Paritas

0 35 97,2 4 11,1 39

1-3 1 2,8 26 72,2 27

> 4 0 0 6 16,7 6

Jumlah 36 100 36 100 72

Kelompok kasus endometriosis pada penelitian ini sebagian besar dijumpai pada kelompok usia 30 – 40 tahun (41,7%) dan sebagian kecil


(69)

pada kelompok di atas 40 tahun (22,2%). Pada kelompok kontrol endometrium tanpa penyakit tergantung estrogen sebagian besar dijumpai pada kelompok umur di atas 40 tahun (55,6%). Penelitian yang dilakukan sebagian besar peneliti tentang endometriosis menunjukkan hal yang sama, dimana endomeriosis terjadi pada sebagian besar usia kurang dari 40 tahun (premenopause).

Berdasarkan paritas, kelompok endometriosis pada umumnya dengan paritas 0 atau belum pernah melahirkan (97,2%), sedangkan pada kelompok endometrium tanpa penyakit tergantung estrogen sebagian besar dengan paritas 1-3 (72,2%). Data tersebut mendukung keberadaan endometriosis yang sering dikaitkan dengan permasalahan infertilitas.

1,37

1,2,3

Bahkan penelitian Brosens et al menemukan bahwa disamping endometriosis berkaitan dengan infertilitas, ekspresi aromatase P450 yang tinggi pada penderita endometriosis dikaitkan dengan keberhasilan IVF yang rendah.38

Tabel 4.2. Hasil perhitungan nilai Kappa terhadap observer

Value Approx. Tb

Measure of Agreement

Kappa ,878 ,047 11,700

Num of Valid Cases 72

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Dari tabel diatas dapat di lihat bahwa hasil perhitungan nilai Kappa diperoleh sebesar 87,8% yang menunjukkan tingkat kesamaan dalam


(70)

menilai intensitas ekspresi aromatase P 450 diantara observer adalah tinggi sehingga penilaian intensitas ekspresi dapat digunakan dari salah satu observer.

Tabel 4.3 Perbedaan ekspresi aromatase P450 berdasarkan kekuatan intensitas

Intensitas Ekspresi Aromatase

P450

Kelompok Penelitian

Nilai P* Endometriosis Kontrol

(n=36 ) (n=36 )

Negatif +1 +2 +3

0 0% 6 16,67%

p= 0,0001

0 0% 22 61,11%

7 19,44% 8 22,22%

29 80,56% 0 0%

Jumlah 36 100,00% 36 100,00%

* Uji Statistik Fisher Exact

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada penderita endometriosis ditemukan intensitas ekspresi aromatase P450 +2 sebanyak 7 (19,4%) kasus dan +3 sebanyak 29 (80,5%) kasus, dan tidak ditemukan derajat ekspresi aromatase P450 yang negatif dan +1. Sedangkan pada kelompok kontrol endometrium tanpa penyakit tergantung estrogen, pada 6 (16,67%) kasus tidak terekspresi aromatase P450, sebagian besar 22 (61,11%) kasus terekspresi +1 dan 8 kasus (22,2%) terekspresi aromatase P450 derajat +2, dan tidak ditemukan kasus dengan ekspresi aromatase P450 +3. Secara


(71)

statistik dengan uji Fisher exact didapatkan nilai p<0,05 yang menunjukkan bahwa endometriosis memberikan gambaran intensitas ekspresi aromatase P450 yang lebih nyata dan bermakna. Berdasarkan hal ini maka Hipotesa penelitian ini yang menyatakan ekspresi aromatase P450 dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia pada endometrium ektopik lebih tinggi dibandingkan endometrium normal dapat diterima.

Penelitian yang dilakukan Bulun terhadap endometriosis, yang meneliti ekspresi kuantitatif ekspresi aromatase P450 secara imunohistokimia, menemukan bahwa tidak terdapat ekspresi aromatase P450 sama sekali pada kelompok kontrol dan sebaliknya semua penderita endometriosis terekspresi aromatase P450, namun tidak mengklasifikasikan derajat intensitas ekspresi aromatase P450 tersebut.6 Demikian juga Kitawaki meneliti aktivitas aromatase P450 dengan pemeriksaan western blot pada penderita endometriosis menemukan lebih tinggi pada jaringan ektopik endometriosis dan eutopik endometriosis dibandingkan kelompok kontrol.39 Demikian juga Huang menemukan ekspresi aromatase P450 dan estrogen reseptor lebih tinggi pada endometriosis dibandingkan kontrol.

Namun sebaliknya Collette et al, tidak menemukan ekspresi aromatase P450 pada jaringan endometriosis dari 63 orang penderita, yang diperiksa dengan menggunakan Polimerase Chain Reaction Quantitative.

40


(72)

Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perbedaan perekrutan sampel, jenis antigen antibodi yang di pakai (monoklonal atau poliklonal).

Tabel 4.4. Hubungan Ekspresi Aromatase P450 dan derajat Endometriosis Derajat Endometriosis Ekspresi Imunohistokimia Total Nilai p

+2 +3

n % N % N %

Stadium 2 Stadium 3 Stadium 4 2 3 2 40 23,1 11,1 3 10 16 60 76,9 88,9 5 13 18 100 100 100 0,254

Jumlah 7 29 36 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa endometriosis dengan derajat stadium 2 lebih banyak dengan gambaran ekspresi +3 (60%), demikian juga untuk stadium 3 lebih banyak dengan gambaran ekspresi + 3 dan untuk stadium 4 umumnya dengan ekspresi +3 (89,9%). Secara statistik dengan uji Fisher exact didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara derajat endometriosis dengan gambaran ekspresi histokimia. Penelitian yang dilakukan Hugo et al, juga menemukan tidak terdapat perbedaan ekspresi aromatase dengan stadium endometriosis.42


(73)

Tidak terdapatnya perbedaan intensitas ekspresi aromatase P450 pada berbagai stadium endometriosis kemungkinan disebabkan bahwa untuk perkembangan selanjutnya jaringan endometriosis tidak hanya dipengaruhi oleh estrogen semata, namun juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain seperti misalnya faktor imnunitas, seperti makrofag, metalloproteinase, kemokin, dan sitokin terutama tumor necroting factor, interleukin 8 yang banyak diteliti akhir-akhir ini.

Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu penelitian ini merupakan

cross sectional dengan subjek penelitian berupa parafin blok tersimpan, sehingga penggalian informasi lebih dalam terkait endometriosis sulit dilakukan. Penelitian ini tidak menyertakan jaringan eutropik endometium penderita endometriosis, sehingga pertanyaan apakah ekspresi aromatase P450 pada jaringan eutropik endometrium penderita endometriosis juga meningkat tidak dapat dijawab. Pentingnya data tersebut dapat mengarahkan kemungkinan peranan genetika terhadap aromatase P450 pada penderita endometriosis.


(74)

BAB V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Endometriosis memberikan gambaran intensitas ekspresi aromatase P450 yang lebih nyata dibandingkan dengan endometrium tanpa penyakit tergantung estrogen.

2. Endometriosis umumnya memberikan gambaran intensitas ekspresi aromatase P450 yang nyata pada semua stadium endometriosis, Namun, derajat stadium endometriosis tidak memberikan perbedaan eskpresi aromatase P450 yang bermakna.

3. Hipotesa penelitian ini ekspresi aromatase P450 dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia pada endometrium ektopik lebih tinggi dibandingkan endometrium normal dapat diterima.

5.2. Saran

1. Untuk mengetahui seberapa besar peranan aromatase P450 terhadap penderita endometriosis, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ekspresi aromatase P450 yang juga melibatkan eutropik endometrium penderita endometriosis.

2. Perlu dilakukan penelitan lebih lanjut dengan pendekatan prospektif terhadap peranan aromatase P450 terhadap endometriosis.


(1)

26. Polyzos, NP, et al. Aromatase Inhibitors in Post-Menopausal

Endometriosis. Reproductive Biology and Endocrinology 2011, 9 : 90

27. Pinzone JJ, Stevenson H, Strobl JS, Berg PE. Molecular and Cellular

determinants of Estrogen Receptor alpha ekspresion. Moleculer and

cellular biology.2004:4605-4612

28. Sobel J, Canny G, Quadroni M. Endometriosis biomarkers: discovery

experiment and contextualization. Universite de geneve.2012

29. Speroff L, Fritz MA. Clinical Gynecologic Endocrinology and Fertility.

7

th

30. Bulun SE, Lin Z, Imir G, et al. Regulation of aromatase expression in

estrogen responsive breast and uterine disease: from bench to

treatment. Pharmacol Rev 2005;57:359-83.

ed. Lipincott Williams & Wilkins 2005

31. Dheenadayalu K, Mak I, Gordts, Campo R. Aromatase P450 messenger

RNA exprssion in eutopic endometrium is not a specific marker for pelvic

endometriosis. Fertil Steril. 2002;78(4):825-9.

32. Wenjie Lu, Anderstanding Aromatase: e mechanistic basis for drugs

interaction and new inhibitors. Disertasi, Indiana University, 2012

33. Molina Patricia. Endocrine Physiology. 3

rd

34. Bulun SE, Takayama K, Suzuki T, Sasano H, et al. Organization of the

Human Aromatase P450 (Cyp19) gene. Semin Reprod Med. 2004;

22(1): 5-9.

ed Mc Graw-Hill 2010

35. Bulun SE, Zeiton K, Takayama, Noble L. Estrogen production in

endometriosis and Use of Aromatase inhibitors to treat endometriosis.

Endocrine-related cancer.1999;6:293-301.


(2)

36. Abcam, Protocols Book, 1st ed. available at:

diunduh tgl 20 sept 2013

37. Bukulnez O, Hardy DB, Word R A, Mandelson CR. Inflammatory Status

Influences Aromatase and Steroid Receptor Expression in

Endometriosis. Endocrinology 2008. 149(3):1190-1204.

38. Brosens J, Verhoeven H, Campo R, Gianaroli L, Gordts S et al. High

Endometrial Aromatase P450 mRNA expression is associated with Poor

IVF Outcome. Hum. Reprod 2004. 19(2):352-356.

39. Kiawaki J, Kusuki I, Koshiba H, Tsukamoto K, Honjo H. Expression of

Aromatase Cytochrome P450 in Eutopic Endometium and Its Application

as a Diagnostic Test for Endometriosis. Gynecol Obstet Invest

1999;48(suppl):21-28.

40. Huang J, Shi YF, Zhou CY. Expression of Aomatase P450 and Estrogen

Receptor in eutopic and ectopic Endometium in Endometriosis and their

Correlation with Endometriosis. Zhonghua Fu Chan.2005;40(3):171-4

41. Collette S, Louise JC, Defrere S, Curaba M, et al. Absence of Aromatase

Protein and mRNA Expression in Endometriosis. Hum. Reprod

2009.24(9):2133-2141.

42. Hugo Maia, Haddad C, Casoy J. Correlation between expression in the

Euthopic Endometrium of Symptomatic Ptients and the Presence of

Endometriosis. International Journal of Women’s Health 2012;4:61-65.

43. Bulun SE, Fang Z, Imir G, Gurates B, et al. Aromatase and


(3)

(4)

mpiran 2. Tabel Induk

A. Kelompok Penelitian

No .

Nama Usi a

Parit as

Nomor Parafin

Std. End omet

riosi s

Asal Jaringa

n

Histopatologi Jaringan

Obs erver 1

Obs erver 2 Inten sitas

Inten sitas

1 xxx 37 P0A0 R/HS/01/13 3 ovarium Mendukung

Endometriosis

3 3

2 xxx 38 P0A0 R/HS/02/13 4 tuba Tuba :

Endometriosis

3 3

3 xxx 28 P0A0 R/HS/06/13 3 ovarium Kista Endometriosis 3 3

4 xxx 47 P0A0 R/HS/16/13 4 ovarium Kista Endometriosis 3 3

5 xxx 39 P0A0 R/HS/11/13 2 ovarium Endometriosis 3 3

6 xxx 32 P0A0 R/HS/09/13 3 ovarium Endometriosis +

Oovoritis Akut

3 3

7 xxx 30 P0A0 R/HS/07/13 4 ovarium Kista Endometriosis

Ovarium

3 3

8 xxx 44 P0A0 R/HS/15/13 4 ovarium Kista Endometriosis 3 3

9 xxx 43 P0A0 R/HS/13/13 4 ovarium Kista Endometriosis

Ovarium

3 3

10 xxx 50 P0A0 R/HS/17/13 2 ovarium Kista Endometriosis 3 3

11 xxx 35 P0A0 R/HS/18/13 4 ovarium Mendukung Suatu

Kista Endometriosis

3 3

12 xxx 42 P0A0 R/HS/19/13 3 ovarium Kista Endometriosis

Ovarium

3 3

13 xxx 28 P0A0 R/HS/25/13 2 ovarium Kista endometriosis 2 2

14 xxx 44 P0A0 R/HS/24/13 4 ovarium kista endometriosis 3 3

15 xxx 26 P0A0 R/HS/29/13 4 ovarium Kista endometriosis

+ kista corpus luteum

3 3

16 xxx 39 P2A0 R/HS/30/13 3 ovarium kista endometriosis 2 3

17 xxx 24 P0A0 R/HS/33/13 3 ovarium Kista endometriosis 3 3

18 xxx 20 P0A0 R/HS/23/13 4 ovarium Kista endometriosis 3 3

19 xxx 27 P0A0 R/HS/21/13 4 ovarium Kista Endometriosis 2 3

20 xxx 31 P0A0 R/HS/03/13 3 ovarium Kista endometriosis 3 3

21 xxx 27 P0A0 R/HS/04/13 3 ovarium Kista endometriosis 3 3

22 xxx 29 P0A0 R/HS/12/13 3 ovarium Kista endometriosis 3 3

23 xxx 38 P0A0 R/HS/14/13 4 ovarium Kista endometriosis 3 3

24 xxx 41 P0A0 R/HS/59/13 2 ovarium Kista endometriosis 3 3

25 xxx 26 P0A0 R/HS/61/13 4 ovarium Kista endometriosis 3 3

26 xxx 27 P0A0 R/HS/62/13 3 ovarium Kista endometriosis 3 3

27 xxx 29 P0A0 R/HS/63/13 4 ovarium Kista endometriosis 3 3

28 xxx 39 P0A0 R/HS/64/13 2 ovarium Kista endometriosis 2 2

29 xxx 29 P0A0 R/HS/83/13 4 ovarium Kista endometriosis 3 3

30 xxx 33 P0A0 R/HS/66/13 3 ovarium Kista endometriosis 2 2


(5)

B. KELOMPOK KONTROL

32 xxx 30 P0A0 R/HS/72/13 3 ovarium Kista endometriosis 3 3

33 xxx 37 P0A0 R/HS/75/13 4 ovarium Kista endometriosis 3 3

34 xxx 37 P0A0 R/HS/82/13 4 ovarium Kista endometriosis 2 3

35 xxx 41 P0A0 R/HS/20/13 4 ovarium Kista endometriosis 3 3

36 xxx 24 P0A0 R/HS/97/13 4 ovarium Kista endometriosis 3 3

N o

Nama MR No. PA Usi

a Parit as Diagnosa klinis Diagnosa Histopatologi Ob ser ver 1 Ob ser ver 2 Exp resi Exp resi

1 xxx 538994 O/308/13 37 P2A0 Ca cervix

std Ib2

Non keratinizing Squamous Cell Ca

0 0

2 xxx 484069 O/618/13 42 P3A0 Ca cervix

std Ib2

Non keratinizing Squamous Cell Ca

2 2

3 xxx 540721 O/1114/13 41 P1A0 Ca cervix

std Ib1

Non keratinizing Squamous Cell Ca

1 1

4 xxx 541758 O/1135/13 43 P3A0 CaCervix

std IB2

Adenocarsinoma cerviks

1 1

5 xxx 546587 O/1941/13 37 P1A0 Ca cervix

std IB1

Non keratinizing Squamous Cell Ca

2 1

6 xxx 556840 O/2547/13 43 P4A0 Ca cervix

std IB2

Non keratinizing Squamous Cell Ca

0 0

7 xxx 560878 O/4297/13 44 P3A0 Ca Cervix

Std IB2

Non keratinizing Squamous Cell Ca

1 1

8 xxx 563505 O/4340/13 44 P2A0 Ca cervix

std IB1

Non keratinizing Squamous Cell Ca

1 1

9 xxx 502277 O/4631/11 40 P2A0 Ca Cervix

Std IB

Non keratinizing Squamous Cell Ca

0 0

10 xxx 495294 O/350/12 37 P1A0 Ca Cervix

Std IB

Kista adenoma musinosum

1 1

11 xxx 494393 O/912/12 48 P4A0 Ca cervix

std IB1

Adenocarsinoma cerviks

1 1

12 xxx 512289 O/1515/12 33 P2A0 Ca cervix

std IB1

Keratinizing squamous ca

2 1

13 xxx 501557 O/1143/12 44 P4A0 Ca cervix

std IB1

Non keratinizing Squamous Cell Ca

1 1

14 xxx 533555 O/6896/12 42 P2A0 Ca cervix

std IB2

Non Keratinizing squamous ca

1 1

15 xxx 455139 O/166/11 40 P1A0 Ca cevix

std IB2

Adenocarsinoma cerviks well diff

1 1

16 xxx 459880 O/766/11 39 P1A0 Ca cervix

std IB2

Adenocarsinoma Cerviks

1 1

17 xxx 465297 O/1793/11 38 P1A0 Susp Ca

Ovarium

Adenocarsinoma Ovarii

0 0

18 xxx 450221 O/1840/11 35 P2A0 Ca Cervix

std IB2

Non keratinizing Squamous Cell Ca

0 0

19 xxx 471633 O/3683/11 45 P1A0 Ca Cervix

Std IB

Non keratinizing Squamous Cell Ca

0 0


(6)

21 xxx 425753 O/2420/10 42 P3A0 Ca cervix Std IB2

Adenocarsinoma cervix moderately diff

1 1

22 xxx 427099 O/2951/10 44 P3A0 Ca Cervix Non keratinizing

Squamous Cell Ca

2 2

23 xxx 385525 O/1847/09 33 P0A0 Susp Ca

Ovarium

Adenocarsinoma ovarium

1 1

24 xxx 384525 O/1981/09 29 P0A0 Susp Ca

Ovarium

Adenocarsinoma ovarii borderline

1 1

25 xxx 385894 O/2225/09 27 P1A0 Susp Ca

Ovarium

Cystadenoma ovarii musinosum

1 1

26 xxx 358291 O/4258/08 35 P3A0 Ca cervix

std IB2

Non keratinizing Squamous Cell Ca

1 1

27 xxx 364904 O/1828/08 48 P4A0 Susp Ca

Ovarium

Adenocarsinoma ovarium

2 2

28 xxx 313507 O/5965/08 44 P4A0 Ca cervix

sdt IB2

Non keratinizing Squamous Cell Ca

1 1

29 xxx 324500 O/3445/08 42 P3A0 Ca cervix

std IB1

Non Kerat cell carsinoma cerviks

2 2

30 xxx 450221 O/6356/10 45 P4A0 Susp Ca

Ovarium

Adenocarsinoma ovarii

1 1

31 xxx 503402 O/1441/12 42 P1A0 Susp Ca

Ovarium

Adenocarsinoma ovarii papilar

2 2

32 xxx 503402 O/1518/12 43 P1A0 Susp Ca

Ovarium

Kistadenoma ovarii serosum

1 1

33 xxx 506165 O/2017/12 32 P0A0 Susp Ca

Ovarium

Kistadenoma ovarii serosum

1 1

34 xxx 507245 O/2076/12 40 P1A0 Susp Ca

Ovarium

Proses radang kronik tuberkulosa

1 1

35 xxx 428441 O/3065/10 43 P1A0 Ca cerviks

std IB2

Adenocarsinoma cervix metastase KGB

2 2

36 xxx 426220 O/2388/10 45 P1A0 Susp Ca

Ovarium

Cystadenocarsinoma ovarii