Kajian Organologis Talempong Pacik Buatan Bapak Ridwan Di Kecamatan Sungai Puar Kabupaten Agam Sumatera Barat

(1)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Muhammad Ridwan Umur : 47 tahun

Alamat : Jln. Sawah dahulu sungai puar bukittinggi kabupaten agam Pekerjaan : Pengrajin Talempong

2. Nama :H. Mursalasmir S.Ag Umur :30 tahun

Alamat : Desa surau baru kanagarian pakan sinayan kecamatan agam sumatera barat

Pekerjaan : Pegawai negeri sipil 3. Nama :

Umur : Alamat : Pekerjaan :


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Datuk Tumbidjo, HB. , “Minangkabau Dalam Seputar Senin Tradisi”, Diktat, SSRI/SMSR, Padang, 1997

Datuk Rajo Penghulu, I.H. , Pokok-pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau, Sekretariat LKAAM Sumatera Barat, Padang, 1968

Padek, SH, Bahrul, Talempong Pacik di Minangkabau (Diktat ASKI) Padang Panjang : 1983 – 1984

Hood, Mantle, 1982. The Etnhomusicologist, New Edition Kent. The Kent State University Press

Hornbostel, Erich M. Von and Curt Sach, 1961.Clasification of

Musical Instrument.Translate From Original Jerman by Antoni Brims and Klons P. Wachsman 1961 Hood.

Khasima, Susumu, 1978. Ilustrasi dan Pengukuran Instrumen Musik. Terjemahan RizaldiSiagian

Koentjaraningrat, 1985.Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat (ed), 1997. Metode-metode penelitian masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Illinois: North-WesternUniversity Press.

Moleong, L.J, 1990. Penelitian Metodologi Kualitatif, Jakarta, Rosda Karya.Nettle, Bruno. 1964. Theory and Method Of Ethnomusicology. New York:

The Free Press-A Division Old Mc Milan publishing, Co, Inc.

Boestanoel Arifin, (1986/1987). Talempong musik tradisi Minangkabau Yunus (1985: 24)


(3)

BAB III

KAJIAN ORGANOLOGI TALEMPONG MINANGKABAU 3.1 Klasifikasi Talempong Pacik

Dalam mengklasifikasikan instrumen Talempong pacik, penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) yaitu: ”Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu: Idiofon,(penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri), Aerofon, (penggetar utama bunyinya adalah udara), Membranofon, (penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran), Kordofon, (penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai). Mengacu pada teori tersebut, maka talempong pacik diklasifikasikan sebagai alat musik kelompok idiofonkarena materi getar penghasil bunyinya berasal dari badan alat musik itu sendiri.

3.2 FenomenaTalempong Pacik Di Minangkabau

Perkataan ‘talempong’ bagi masyarakat Minangkabau mengandung dua pengertian: 1) talempong sebagai nama dari alat musik jenis gong berpencu, berukuran agak kecil dari bonang (small gong) yang terbuat dari bahan logam dan perunggu; 2) talempong sebagai nama dari suatu ensembel musik perkusi tradisional, yang terdiri dari beberapa jenis musik talempong, seperti talempong batu, talempong pacik, talempong rea, talempong jao, talempong sambilu, talempong kayu, talempong batuang, talempong sayak.

Pada umumnya masyarakat Minangkabau sudah mengetahui bahwa salah satu cara memainkan alat musik talempong tradisional Minangkabau adalah dimainkan dengan cara dipacik (dipegang). Sampai tahun 1970-an belum muncul


(4)

pemakaian istilah pacik atau Talempong Pacik untuk menunjukkan nama ensambel talempong. Biasanya para musisi tradisi menyebut ensambel ini dengan perkataan talempong saja, atau mereka hanya menambahkan nama kampung atau nama nagari di belakang kata talempong sebagai tempat berdomisilinya kelompok ensambel talempong tersebut, seperti kelompok Talempong Ateh Guguak dari kampung Ateh Guguak; dan kelompok Talempong Selayo dari kampung Selayo. Sistem penamaan seperti itu berlaku pada seluruh kelompok ensambel Talempong di Minangkabau.

Istilah Talempong Pacik yang dikenal sekarang ini hanya merupakan perkataan yang bersifat umum yang dipakai untuk keperluan ilmiah. Perkataan ini digunakan untuk menunjukkan sesuatu genre musik tradisional talempong yang memiliki teknik permainan interlocking sehingga dapat membedakannya dengan konsep permainan genre musik talempong yang bersifat melodis yang dimainkan secara horizontal. Penggunaan istilah Talempong Pacik bermula untuk keperluan ilmiah, namun ternyata segi rasionalnya juga disadari oleh para musisi dewasa ini sehingga istilah Talempong Pacik sudah berkembang secara memasyarakat dan diterima secara baik oleh semua lapisan masyarakat Minangkabau. Dengan demikian, otomatis para musisi dunia juga tunduk dengan istilah tersebut.

Mengamati pengertian yang dikandungnya, ternyata istilah Talempong Pacik yang dipopulerkan ini cukup mempunyai landasan yang kuat dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Istilah Talempong Pacik memiliki makna konseptual yang erat hubungannya dengan salah satu cara permainan dari genre


(5)

musik talempong yang dimainkan dengan cara memegang alat musik talempong tersebut sebagai bagian alat musik utama dalam ensambel talempong tradisional.

2. Istilah Talempong Pacik lebih mempertegas pengertian konsep musikal terhadap dua teknik permainan genre musik talempong yang hidup di Alam Minangkabau, yaitu genre musik talempong yang menggunakan teknik interlocking (Talempong Pacik), dan genre musik talempong yang dimainkan secara melodis (Talempong Duduak). Kedua genre musik talempong ini sama-sama hadir sebagai ensambel musik tradisional di berbagai pelosok Minangkabau.

3. Istilah Talempong Pacik memberi pemahaman yang lebih jelas terhadap pengkajian dan penelitian aneka ragam musik talempong yang ada di Minangkabau, sehingga dapat melahirkan informasi ilmiah yang berangkat dari klasifikasinya yang khas sesuai dengan konsep musikal dari genre musik talempong itu masing-masing. (Boestanoel Arifin, (1986/1987). Talempong musik tradisi Minangkabau).

3.3 Pemilihan Bahan Baku

Sebelum dilakukan pembuatan talempong, terlebih dahulu dipersiapkan bahan baku yang akan menunjang terciptanya talempong tersebut. Bahan baku tersebut dipilih sesuai dengan kebutuhan pembuatan talempong, supaya nantinya tidak menghambat jalannya pembuatan talempong. Secara garis besar bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan talempong dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu: (1) bahan logam; (2) bahan bukan logam. Bahan logam


(6)

antara lain: perunggu, kuningan, besi. Sedang bahan bukan logam adalah tanah, sekam, dan air. Bahan baku untuk pembuatan talempong tersebut dalam tulisan ini dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) Bahan dasar pembuatan talempong lilin; (2) Bahan dasar untuk pengadukan, dan (3) Bahan dasar untuk pengecoran.

3.3.1 Bahan Dasar Pembuatan Talempong Lilin

Bahan dasar utama yang digunakan bapak Ridwan untuk membuat talempong ini adalah lilin. lilin yang akan dijadikan patron (pola) untuk membuat talempong yang sebenarnya adalah: (1) lilin madu; (2) lilin putih; (3) asam. Lilin madu merupakan lilin yang warnanya kekuning-kuningan. Disebut juga lilin malam atau farafin (farafium soladium) yang merupakan salah satu komponen minyak bumi. Lilin putih adalah lilin yang sering digunakan untuk penerangan sebagai pengganti lampu. Sedangkan asam yang dipergunakan dalam pembuatan talempong merupakan asam jawa (tamaridus indica linnaens) yang fungsinya untuk memisahkan farafium soladium dengan logam (perunggu,kuningan,besi).

Gambar 1 :Bahan dasar pembuatan talempong “lilin“(Dokumentasi Rendy Pradana Amri).


(7)

3.3.2 Bahan Dasar Pengadukan

Bahan dasar untuk pengadukan berupa: (1) tanah liat hitam (tanah bekas cetakan yang telah dibakar); (2) tanah liat merah dan (3) sekam (ampas padi). Bahan campuran inilah yang akan diaduk didalam sumue (sumur) adukan yang kemudian akan digunakan untuk meliliek (melapisi) talempong lilin. Tanah liat hitam kemudian dihaluskan dan dicampur dengan sekam yang telah dibakar hingga hangus, selanjutnya diaduk didalam sumue adukan. Tanah inilah yang akan dijadikan untuk meliliek (melapisi) pada pembalutan pertama,kedua, dan ketiga talempong lilin. Sedang tanah liat merah yang dicampur dengan sekam yang tidak dibakar dan diaduk bersama-sama didalam sumue adukan, merupakan tanah untuk meliliek pada pembalutan yang keempat.

Gambar 2 : Tanah untuk pembalutan I,II,III,IV (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).


(8)

3.3.3 Bahan Dasar Pengecoran

Bahan dasar pengecoran merupakan bahan yang akan dijadikan talempong. Bahan-bahan ini umumnya terbuat dari logam. Adapun bahan-bahan logam yang dapat dijadikan talempong antara lain : (1) perunggu (bronze); (2) kuningan (brass), dan (3) besi (ferum). Perunggu adalah paduan yang terdiri dari tembaga(Cu) dengan unsur tambahan, timah putih(Tin), mangan(Mn) dan beberapa elemen lain dimana unsur tambahan dapat meningkatkan kekerasan, kekuatan dan daya tahan korosi.

Gambar 3 : Logam kuningan (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).

3.3.4 Bahan Bakar Untuk Pembakaran

Bahan dasar yang digunakan untuk pembakaran agar menghasilkan panas adalah batu bara (arang kokas). Batu bara ini digunakan untuk membantumemarakkan api yang terlebih dahulu api tersebut dihidupkan dengan menggunakan korek api pada tungku pembakaran.

Batu bara merupakan salah satu jenis barang tambang yang terdapat di dalam perut bumi, sehingga untuk memperolehnya diperlukan dengan cara


(9)

penambangan. Mengenai asal batu bara ini banyak tersebar di wilayah Indonesia, termasuk di daerah Sumatera Barat, yaitu Sawah Lunto yang merupakan daerah penambangan batu bara yang terbesar di Sumatera.

Menurut keterangan Bapak Ridwan (informan), bahwa batu bara yang digunkan untuk pembakaran dalam pembuatan talempong adalah batu bara yang berasal dari daerah Sawah Lunto. Batu bara ini diperoleh dengan cara dipesan terlebih dahulu dari pengusaaha yang menjual batu bara yang ada di Sawah Lunto. Setelah di pesan, maka dikirimlah batubara tersebut dengan mobil barang ketempat pembuatan talempong.1

Gambar 15 : Batu bara (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).

1

Batu bara merupakan salah satu jenis barang tambang yang terdapat di dalam perut bumi, sehingga untuk memperolehnya diperlukan dengan cara


(10)

1 3.4 Ukuran Bagian – bagian Talempong

3.4.1 Struktur Talempong

Berikut struktur atau bagian-bagian Talempong:

Gambar 1.Struktur Talempong (Dokumentasi Rendy Pradana Amri). Keterangan :

1. Tinggi seluruhnya 8,5 cm s/d 9 cm 2. Garis tengah tombol : 2 cm s/d 2,5 cm 3. Garis tengah atas : 17cm

4. Garis tengah bawah : 13cm 5. Tinggi dinding : 5 cm s/d 6 cm

2

4 5


(11)

3.5 Peralatan yang Digunakan Dalam Pembuatan Talempong

Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan talempong dalam sub bagian ini dibagi atas: (1) Peralatan yang terdapat didalam bengkel; (2) Peralatan yang terdapat didalam dapur; (3) Peralatan yang terdapat diruang gerinda.

3.5.1 Peralatan Bengkel

Peralatan yang terdapat didalam bengkel terdiri dari: (1) Pariuek tanur; (2) Sapik pariuek; (3) Sapik talempong; (4) Kakah baro; (5) Aleu; (6) Sapik logam; (7) Batang aur. Ketujuh peralatan tersebut akan dijelaskan dalam sub bagian berikut ini.

3.5.1.1 Pariuek Tanur (Periuk Cor)

Pariuek tanur (periuk cor) berbentuk silinder. Pariuek ini memiliki diameter 50 cm dan tinggi 40 cm. Alat ini terbuat dari batu silika yang tahan panas, digunakan sebagai tempat bahan baku logam yang akan di cor (lebur). Pada waktu pengecoran pariuek tanur ini dimasukkan ke dalam tungku pembakaran yang kemudian dipanaskan dengan memakai arang kokas (batu bara). Logam yang akan dipanasi dalam pariuek ini akan mencair. Menurut wawancara penulis dengan bapak Ridwan menggatakan bahwa, pariuek tanur biasa dibeli dari daerah Cilegon (Jawa Barat), sebab di daerah Sumatera Barat sangat sulit untuk mendapatkannya, karena bahan bakunya dan belum ada yang ahli dalam pembuatan alat ini. Pariuek tanur ini berwarna kehitam-hitaman dan memiliki lubang-lubang kecil yang sangat halus. Berat dari pariuek tanur ini lebih kurang 20kg. Ketahanannya diperkirakan lebih kurang 5 tahun pemakaian.


(12)

Gambar 2 : Pariuek Tanur (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).

3.5.1.2 Sapik Pariuek (Jepitan Tanur)

Pada waktu melakukan pekerjaan pengecoran talempong para pengrajin berhadapan dengan benda-benda yang panas dan sewaktu-waktu bisa minimbulkan bahaya bagi pekerja. Untuk itu pengrajin menggunakan alat dalam melakukan pengecoran tersebut. Alat tersebut antara lain sapik talempong,sapik logam,kakah baro, dan alue. Sapik pariuek (jepitan tanur) ini terdiri dari dua bentuk yaitu: (1) sapik pariuek untuk memasukkan dan mengeluarkan pariuek tanur dari dalam tungku pembakaran dan (2) sapik pariuek untuk menuangkan cairan logam yang ada dalam pariuek tanur ke dalam cetakan talempong tanah. Pada prinsipnya kedua cetakan hanya berfungsi sebagai penjepit dari pariuek tanur sehingga pariuek tanur tersebut mudah diangkat. Kedua Pariuek tanur


(13)

memiliki panjang 4 meter dengan dua buah rentangan besi yang berdiameter 1 inci. Dalam menggunakan alat ini harus dilakukan dengan dua orang pekerja, dimana masing masing memegang kedua ujung dari alat tersebut. Baik pada waktu memasukkan dan mengeluarkan pariuek tanur ke dalam tungku pembakaran, demikian juga pada waktu melakukan penuangan cairan logam kedalam cetakan talempong tanah. Pariuek tanur diletakkan dengan posisi tegak lurus, tidak boleh miring. Hal ini dikarenakan agar pada waktu peleburan logam tidak terjadi tumpahnya logam.

3.5.1.3 Sapik Talempong (Jepitan Talempong)

Sapik talempong (jepitan talempong) digunakan untuk memasukkan dan mengeluarkan cetakan talempong tanah dari dalam dan luar tungku pembakaran. Sapik talempong memiliki panjang lebih kurang 2 meter dan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah. Bagian atas terbuat dari kayu dengan panjangnya 1,5 meter, sedang bagian bawah terbuat dari besi baja dengan panjang ½ meter. Bagian atas dari sapik talempong ini memang sengaja dibuat dari kayu agar tangan pengrajin tidak panas pada waktu mengangkat dan mengeluarkan cetakan talempong tanah dari dalam tungku pembakaran. Sedang bagian bawah dari sapik ini terbuat dari besi baja agar tahan dari panas api. Sapik talempong ini mudah dibuka (direnggangkan) dan ditutup (dirapatkan), sehingga tidak menyulitkan pekerja dalam melakukan penjepitan terhadap cetakan talempong tanah yang telah dipanaskan.


(14)

Gambar 3 : Sapik Talempong (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).

3.5.1.4 Sapik Logam (Jepitan Logam)

Sapik logam (jepitan logam) digunakan untuk memasukkan logam ke dalam pariuek tanur yang berada dalam tungku pembakaran. Sapik ini memiliki panjang kurang lebih 2 meter. Terdiri dari 2 bagian juga (sama halnya dengan sapik talempong, yang berbeda hanya bentuk lengkungan besi pada bagian bawahnya saja).


(15)

3.5.1.5 Kakah Baro (Pengais Bara)

Kakah baro (pengais bara) ini mirip dengan cangkul kecil dan memiliki panjang lebih kurang 1,5 meter, yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas dan bagian bawah. Bagian atas terbuat dari manau (rotan yang berukuran besar), sedang bagian bawah terbuat dari besi baja yang tahan panas dengan bentuk mirip dengan bagian bawah sebuah cangkul. Fungsi alat ini adalah untuk meratakan batu bara di dalam tungku pembakaran. Digunakan pada setiap pembakaran batu bara dan juga pada waktu penggantian batu bara selama proses pembakaran cetakan talempong tanah dan pencairan logam di dalam tungku pembakaran.

Gambar 4 : Kakah baro (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).

3.5.1.6 Alue (antan)

Untuk menumbuk dan mengaduk logam di dalam pariuek tanur agar dapat bersenyawa satu sama lain secara merata, maka dipergunakan peralatan yang


(16)

disebut dengan alue (antan). Alat ini berbentuk penumbuk padi tetapi bentuknya lebih kecil. Memiliki panjang lebih kurang 2 meter, dengan diameter 5 cm. Alue terdiri dari 2 bagian yaitu bagian atas dan bagian bawah. Bagian atas terbuat dari kayu yang memiliki panjang 1,5 meter, sedang bagian bawah terbuat dari besi baja yang tahan panas sepanjang ½ meter.

3.5.1.7 Batang Aur (Bambu)

Setelah selesai pembakaran cetakkan talempong tanah, maka dikeluarkanlah cetakan talempong tanah tersebut dari dalam tungku pembakaran dengan menggunakan sapik talempong, untuk selanjutnya mengeluarkan cairan lilin dari dalam cetakan talempong tanah. Cairan lilin ini ditampung pada sebuah alat yang terbuat dari batang aur (batang bambu). Batang aur ini memiliki panjang lebih kurang 3 meter, yang bagian atas dari bambu ini dikupas (dibuka). Dengan demikian bagian dalam cetakkan talempong tanah menjadi kosong (mempunyai rongga) dengan bentuk talempong. Sedang cairan lilin yang ditempatkan pada batang bambu akan mengalami pembekuan dan untuk selanjutnya dapat digunakan lagi.

3.5.2 Peralatan Dapue (Dapur)

Peralatan dapue adalah peralatan yang digunakan dalam pembuatan talempong lilin (patron). Peralatan tersebut antara lain: (1) kompor; (2) wajan; (3) Ember; (4) Cetakan talempong; (5) Pisau. Keseluruhan peralatan dapue ini akan dipaparkan dibawah ini.

3.5.2.1 Kompor

Sebelum membuat talempong lilin, terlebih dahulu lilin yang ada di dalam wajan dicairkan dengan memakai alat pemanas. Alat tersebut dinamakan dengan


(17)

kompor. Komnpor disini adalah alat untuk memasak yang sebagaimana digunakan ibu rumah tangga. Pemanasan lilin juga bisa dengan menggunakan tungku pembakaran dari kayu api. Untuk bisa menghidupkan api kompor biasanya selalu menggunakan minyak tanah, tetapi di dapue pembuatan talempong yang diteliti, kompor yang digunakan tidak memakai minyak tanah lagi, tetapi sudah menggunakan kompor gas. Kompor gas ini berguna untuk mempercepat cairnya lilin, dan mempermudah cepatnya selesai pekerjaan.


(18)

3.5.2.2 Wajan

Untuk memasak lilin digunakan wajan, wajan terbuat dari besi yang tahan panas, agar bisa menampung lilin yang dicairkan didalamnya. Wajan yang digunakan pada dapue pembuatan talempong ini adalah wajan yang sering digunakan ibu rumah tangga pada waktu memasak.


(19)

3.5.2.3 Embe (Ember)

Embe (ember) adalah alat tempat menampung air. Ember yang digunakan adalah yang biasa dipergunakan ibu-ibu rumah tangga. Embe sangat diperlukan pada waktu pembuatan talempong lilin yang didalamnya berisi air. Dalam pembuatan talempong lilin diperlukan air yang telah dicampur dengan asam jawa, guna membasahi cetakan talempong dari logam, sebelum dicelupkan ke dalam cairan lilin yang sudah mencair. Embe diperlukan juga pada waktu membuka atau memisahkan lilin yang telah melekat dengan cetakan talempong dari logam, sehingga akan mempermudah lepasnya lilin dari cetakan talempong dari logam tersebut. Pada waktu mariak (mengaduk) tanah di sumue ember ini diperlukan juga sebagai tempat air.

3.5.2.4 Cetakan Talempong

Untuk membuat talempong lilin (patron) diperlukan suatu alat cetakan yang mirip dengan bentuk talempong. Alat tersebut dinamakan cetakan talempong. Cetakan talempong ini terbuat dari logam (kuningan) yang telah dibentuk sedemikian rupa agar mudah mengerjakan pembuatan talempong lilin. Cetakan talempong terdiri dari dua bagian, yaitu: (1) cetakan bagian atas talempong (cetakan yang memiliki tombol/pencu), (2) cetakan bagian bawah (dinding) talempong. Masing-masing cetakan mempunyai pegangan yang menyatu dengan masing-masing cetakan . Pegangan ini terbuat dari kayu yang bulat dengan panjang lebih kurang 30 cm. Gunanya untuk mempermudah pencelupan ke dalam cairan lilin yang sudah mencair dikompor pemanasan. Dengan demikian tidak menimbulkan panas pada tangan pengrajin.


(20)

Cetakan talempong ini terdiri dari tiga ukuran yaitu: (1) ukuran gadang (besar); (2) ukuran manangah (sedang); (3) ukuran ketek (kecil). Ketiga ukuran cetakan inilah yang nantinya akan menjadi ukuran talempong yang diingini. Talempong gadang memiliki tinggi 8,5 cm, diameter bagian atas 19 cm, diameter bagian bawah 17 cm, diameter pencu 5,8 cm, tinggi pencu 2,5 cm, dan tebal dinding 2,5 mm. Talempong manangah memiliki tinggi 8 cm, diameter bagian atas 17,5 cm, diameter bagian bawah 14 cm, diameter pencu 5,6 cm, tinggi pencu 2,3 cm, dan tebal dinding 2,14 mm. Talempong ketek memiliki tinggi 7,4 cm, diameter bagian atas 15,3 cm, diameter bagian bawah 12 cm, diameter pencu 5 cm, tinggi pencu 2 cm, dan tebal dinding 2,4 mm.


(21)

3.5.3 Peralatan Ruang Gerinda

Peralatan yang digunakan dalam ruang gerinda adalah peralatan untuk melakukan pembersihan talempong yang baru dipecah dari cetakan talempong tanah. Adapun peralatan tersebut terdiri dari: (1) gagaji basi (gergaji besi); (2) kikie (kikir); (3) gurinda (gerinda); (4) ampaleh (amplas/kertas pasir).2

Gambar 8 : Gagaji basi (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).

3.5.3.1 Gagaji Basi (Gergaji Besi)

Gagaji basi (gergaji besi) adalah alat yang dipergunakan untuk memotong bagian bekas mulut cetakan talempong tanah (tempat memasukkan cairan logam) yang telah ikut menyatu dengan talempong, dengan demikian bagian bawah (dasar) dari talempong kuningan tidak rata (ada bagian yang berlebih). Untuk meratakannya diperlukan suatu alat pemotong logam yang dinamai dengan gagaji basi. Bentuk alat ini adalah sama dengan alat pemotong besi yang biasa digunakan orang untuk memotong besi (seperti pipa,besi dan lain sebagainya), dimana mata gergaji ini terdiri dari dua bagian yang bisa diganti-ganti.

2

Lihat juga Muslim, Proses pembuatan Talempong di Kecamatan Sunga Puar Kabupaten Agam


(22)

3.5.3.2 Kikie (Kikir)

Agar hasil talempong berbentuk rapi dan indah diperlukan alat untuk membersihkannya dari tanah bekas cetakan talempong tanah yang telah dipecah, juga bintik-bintik yang menonjol dipermukaan badan talempong, serta cairan logam yang beku dan bersatu pada badan talempong. Untuk itu digunakan suatu alat yang dinamakan dengan kikie (kikir). Kikie yang digunakan ada dua macam, yaitu kikie kasa (kikir kasar) dan kikie aluih (kikir halus). Kikie kasa digunakan untuk menghilangkan bintik-bintik yang besar. Kikie aluih digunakan untuk membersihkan bintik-bintik yang kecil.

Gambar 9 : Kikie (Kikir). (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).

3.5.3.3 Gurinda (Gerinda)

Pada waktu pembuatan talempong lilin sering terjadi ketebalan pada bagian atas (sekitar pencu) dan dinding talempong. Hal ini akan berakibat sama terhadap talempong yang terbuat dari logam (talempong yang telah jadi) setelah selesai melakukan pengecoran dan pemecahan cetakan talempong tanah. Akibat ketidaksamarataan ketebalan pada bagian atas dan dinding talempong akan mempengaruhi bunyi yang dihasilkan dari talempong tersebut.


(23)

Menurut keterangan Bapak Ridwan, ketebalan talempong yang tidak rata mengakibatkan suara talempong menjadi jelek. Untuk dapat menyamaratakan bagian yang tebal pada talempong tersebut digunakan suatu alat yang disebut dengan gurinda (gerinda). Gurinda yang dipakai pada bengke yang penulis teliti sudah menggunakan gurinda listrik.

Gambar 10 : Gurinda (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).

3.5.3.4 Ampaleh (Kertas Pasir)

Setelah talempong digerinda, kemudian dihaluskan dengan menggunakan sejenis kertas gosok yang disebut dengan ampaleh (amplas) atau yang lajim disebut dengan kertas pasir. Ampaleh yang digunakan sebagai alat untuk menghaluskan permukaan bagian atas (sekitar pencu) dan dinding talempong dipakai jenis ampaleh basi (amplas besi). Pekerjaan mengampaleh talempong ini


(24)

merupakan proses pembersihan yang terakhir, menunggu talempong ini siap untuk di polis.3

Gambar 11 : Kertas Pasir (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).

3.6 Proses Kerja

3.6.1 Membuat Talempong Lilin

Sebelum pembuatan talempong perunggu dan kuningan dibuat, terlebih dahulu bentuk talempong itu dibuat dari bahan lilin (patron lilin) disebut talempong lilin. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan talempong lilin antara lain: (1) lilin madu; (2) lilin putih; dan (3) asam jawa. Sedang peralatan yang dibutuhkan adalah: (1) cetakkan talempong; (2) kompor; (3) wajan.

Dalam pembuatan satu patron talempong lilin ukuran bahan biasanya dilakukan dengan taksiran (menggunakan rasa) pekerja, dimana ukuran bahan lilin madu dengan lilin putih adalah satu berbanding tiga. Artinya kalau lilin madu 1kg,

3


(25)

maka lilin putih sebanyak 3kg. Lilin-lilin tersebut dimasukkan ke dalam wajan lalu dimasak diatas sebuah kompor hingga mencair.

Menjelang mencairnya lilin, lalu dipersiapkanlah cetakan talempong. Cetakan talempong yang diingini, sebab cetakan ini terdiri dari berbagai bentuk ukuran. Ukuran talempong terdiri dari: ukuran gadang( besar), manangah(menengah), dan yang ketek (kecil).

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa cetakan talempong itu terdiri dari dua bentuk yaitu: cetakan bagian atas dan cetakan bagian bawah talempong, maka yang pertama sekali dikerjakan adalah cetakan bagian atas, setelah itu baru dibuat cetakan bagian bawah. Sebelum kedua cetakan itu dicelupkan ke dalam lilin yang telah mencair diatas kompor tadi, terlebih dahulu kedua cetakan tersebut dibasuah (dipolesi) dengan asam jawa pada seluruh badan cetakan. Setelah dipolesi dengan asam jawa tadi lalu dikeringkan secara alami. Adapun maksud cetakan ini dipolesi asam jawa adalah untuk memisahkan lilin dengan cetakan sehingga lilin tersebut mudah dilepas dari cetakannya.

Pada waktu pencelupan cetakan talempong ke dalam cairan lilin, cairan lilin tersebut tidak boleh terlalu panas. Kalau terlalu panas lilin tidak akan mau lengket pada cetakan talempong tersebut. Pencelupan cetakan ini dilakukan dengan tiga tahap. Tahap pertama, cetakan dicelupkan ke dalam wajan yang berisi lilin cair dengan cara memegang tangkai cetakan talempong, kemudian diangkat. Pada waktu diangkat cetakan yang sudah dibalut lilin ini selanjutnya dibiarkan beberapa detik untuk pendinginan. Tahap kedua, cetakan dicelupkan lagi kedalam wajan yang berisi cairan lilin dengan cara vertikal (tegak lurus) lalu diputar-putar setengah lingkaran dengan berlainan arah. Gunanya untuk menyamaratakan lilin


(26)

yang melekat pada cetakan, kemudian diangkat dan didinginkan sekitar lebih kurang 1 menit. Tahap ketiga, pencelupan dilakukan dengan cara meletakkan cetakan dengan cara vertiikal dari atas ke dalam cairan lilin. Ini dilakukan dengan berulang-ulang guna untuk menghasilkan ketebalan talempong yang diingini. Demikian juga halnya dengan cetakan talempong bagian bawah, dilakukan dengan cara seperti pada cetaakan bagian atas talempong. Setelah lilin yang melekat pada cetakan bagian bawah talempong telah merata, lalu dilekatkanlah lilin panjang yang sebelumnya sudah dipersiapkan. Adapun panjang lilin tersebut lebih kurang 30 cm dan lebar 1 cm. Cara melekatka lilin tersebut adalah: (1) lilin tersebut dicelupkan dulu kedalam wajan yang berisi cairan lilin dengan cepat. Maksud dimasukkannya lilin tersebut kedalam wajan adalah untuk melelehkan lilin tersebut. (2) setelah lilin lembek lalu melekatkannya pada bagian bawah cetakan talempong dengan jalan menekan-nekannya ke sekeliling bagian bawah cetakan talempong. Setelah masing-masing dicelup kedalam cairan lilin, lalu lilin yang melekat pada kedua cetakan tersebut dilepas dari cetakannya. Cara melepaskan lilin yang melekat pada cetakannya adalah: pertama dengan jalan meratakan lilin yang melekat pada permukaan, lalu kemudian dipisahkanlah lilin yang melekat pada cetakan talempong dengan cara menekan bagian atas cetakan talempong yang telah terbalut lilin kemudian memutarnya pelan-pelan sampai berpisahnya lilin tersebut dari cetakan talempong. Demikian juga halnya cetakan talempong bagian bawah, dimana cara melepaskan lilin yang melekat pada cetakannya adalah sama dengan cara melpaskan cetakan talempong bagian atas.

Setelah kedua cetakan talempong tersebut telah dipisah, hasilnya berupa talempong lilin sebelah atas dan bawah, maka pekerjaan selanjutnya adalah


(27)

menyatukan ke dua bagian talempong lilin tersebut. Setelah disatukan maka perpaduannya disapukan yang sebelumnya telah dipanasi dengan cara melingkar dan pelan-pelan yang gunanya untuk melekatkan kedua sambungan talempong lilin tersebut agar tidak lepas antara keduanya. Dengan demikian maka akan kelihatan bentuk sebuah talempong yang terbuat dari bahan lilin.

Pekerjaan selanjutnya adalah memasang lilin untuk mulut cetakan talempong tanah. Lilin tersebut memang sudah dipersiapkan terlebih dahulu, jadi tinggal memasangkannya saja. Adapun lebar lilin tersebut 2 cm dan panjangnya 5 cm. Cara memasangkannya adalah dengan jalan melekatkan lilin tersebut pada bagian bawah talempong lilin, dimana sebelumnya lilin tersebut dicelupkan terlebih dahulu ke wajan yang berisi cairan lilin guna untuk memudahkan melekatnya lilin tersebut pada bagian bawah talempong.

3.6.2 Mengolah Bahan Tanah Untuk Membalut Talempong Lilin

Sebelum talempong lilin dibalut dengan tanah, terlebih dahulu tanah tersebut diaduk di dalam sumue adukan. Adapun bahan-bahan untuk membalut talempong lilin ini adalah: (1) tanah liat, (2) dedak padi, dan (3) tanah bekas cetakan talempong tanah. Tanah liat disini adalah tanah liat seperti halnya tanah liat dalam membuat batako(batu bata) yang mempunyai warna kemerah-merahan. Sedang dedak adalah kulit padi yang telah digiling atau ditumbuk dalam lesung secara manual sehabis panen. Tanah bekas adalah tanah bekas cetakan talempong yang telah dibakar dan dipecah atau tanah yang sudah digunakan sebagai cetakan4

4

Rejasa adalah bahasa jawa untuk menyebutkan timah putih, sedangkan gangsa untuk menyebutkan perunggu (Sembiring, 1990:70).

talempong tanah pada waktu pembuatan talempong sebelumnya. Bekas cetakan inilah yang dijadikan sebagai tanah bekas yang sebelumnya dihaluskan terlebih


(28)

dahulu dan masih dimanfaatkan lagi untuk diolah sebagai tanah balutan talempong lilin.

Menurut keterangan Bapak Ridwan, karena sulitnya untuk mendapatkan lagi tanah liat ini di Sungai Puar, maka sekarang ini tanah liat ini dipesan atau didatangkan dari daerah Payakumbuh, sebab tanah liat masih banyak terdapat di daerah Payakumbuh. Disamping itu, tanah liat dari Payakumbuh ini kualitasnya sangat baik untuk membalut talempong lilin. Bahan-bahan tersebut diatas diaduk di dalam sumue adukan. Proses kerja ini disebut mairiak, yaitu mengaduk bahan-bahan tersebut menjadi satu dengan jalan memasukkan semua bahan-bahan-bahan-bahan tersebut kedalam sumue adukan, kemudian memijaknya dengan kaki sampai rata. Mengaduk bahan-bahan tersebut bisa juga menggunakan kedua tangan untuk mengaduknya. Pada waktu pengadukan tanah ini juga dipergunakan air untuk mempermudah bagi pekerja untuk melembekkan tanah yang diaduk dan menyatukan ketiga bahan-bahan yang disebut di atas di dalm sumue adukan.

Dedak yang dicampur dengan tanah liat dan tanah bekas terlebih dahulu dibakar sampai hangus dan untuk selanjutnya diayak dengan ayakan pasir yang sering digunakan oleh pekerja bangunan untuk mengayak pasir agar diperoleh dedak bakar yang halus. Begitu juga dengan tanah bekas sebelum dicampur dengan tanah liat dan dedak bakar juga terlebih dahulu dihaluskan dengan menggunakan ayakan yang sama.

Setelah pengadukan selesai, maka bahn tanah inilah yang nantinya dijadikan sebagai bahan pembalut talempong lilin.

Pembalutan talempong lilin dilakukan dengan empat tahap, dimana untuk tahap pertama, kedua, ketiga, menggunakan bahan yang sama. Sedang pada tahap


(29)

ke empat, dedak padinya tidak dibakar dan tidak dihaluskan. Demikian juga halnya dengan tanah bekas cetakan, juga tidak dihaluskan, sehingga dengan demikian tanah ini menjadi kasar. Bahan pada tahap keempat ini sebelum dijadikan untuk membalut talempong lilin sebelumnya juga diaduk didalam sumue adukan.

Gambar 16: Tanah yang diaduk di sumue adukan (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).

3.6.3 Membalut Talempong Lilin dan Penjemuran

Pada tahap pertama seluruh permukaan dan juga bagian dalam talempong lilin dibalut dengan tanah adukan yang warnanya kehitam-hitaman hingga rata.


(30)

Tanah adukan ini senggaja dilembekkan dengan mencapurnya dengan air agar memudahkan tanah untuk bisa melekat pada talempong lilin. Cara melapisinya adalah, pertama talempong dipegang dengan tangan kiri yang dimasukkan pada bagian rongga talempong lilin, sedangkan tangan kanan menggambil tanah adukan yang ada pada ember yang kemudian memolesinya ke talempong lilin. Yang pertama dipolesi adalah permukaan bagian atas talempong lilin yaitu sekitar pencu(tombol), dengan ketebalan lebih kurang 1 mm. Setelah selesai bagian pencu maka dilanjuti pada bagian datar talempong lilin dengan cara memolesinya dengan melingkar dan merata. Selanjutnya pada bagian dinding talempong lilin dengan cara memutarnya dengan arah jarum jam dengan ketebalan yang sama. Demikianlah pekerjaan ini dilakukan hingga selesai keseluruh talempong lilin yang akan dibalut pada pembalutan tahap pertama.

Pekerjaan membalut ini sama halnya dengan pembalutan pada tahap kedua dan ketiga, tetapi tiap-tiap tahap pembalutan talempong ini harus diselingi dengan penjemuran agar tanah yang sudah melekat pada talempong lilin menjadi keras, tidak lepas dari badan talempong lilin. Talempong lilin yang sudah dibalut dengan tanah ini dijemur ditempat penjemuran yang disebut dengan salayan. Jadi talempong ini tidak langsung dijemur pada panas matahari. Kalau dilakukan penjemuran langsung ke panas matahari akan menimbulkan keretakan-keretakan pada tanah yang sudah melekat di talempong lilin, akibatnya akan mempengaruhi pada waktu melakukan pengecoran atau penuangan cairan logam. Lama penjemuran lebih kurang 1 sampai 2 jam, baru kemudian dilakukan lagi pembalutan berikutnya. Setelah selesai pekerjaan pembalutan ini (pembalutan tahap pertama, kedua, ketiga), maka akan kelihatan talempong lilin semakin tebal.


(31)

Pekerjaan selanjutnya adalah melakukan pembalutan tahap keempat. Pada pembalutan tahap keempat ini, bahan yang digunakan adalah bahan yang sama pada pembalutan tahap sebelumnya, tetapi ada perbedaan dimana dedak yang digunakan pada tahap yang keempat ini tidak dibakar dan dihaluskan, demikian juga halnya dengan tanah bekas cetakan talempong yang sudah dipakai. Pembalutan tanah pada tahap keempat ini sengaja diperbesar pembalutannya agar pada waktu dibakarnanti tetap kuat sehingga dilihat bentuknya tidak seperti pada pembalutan sebelumnya malah bentuknya kasar. Bentuk inilah yang disebut dengan cetakan talempong tanah. Hal ini sengaja dibuat sedemikian rupa untuk mempermudah pada waktu melakukan pengangkatan cetakan ini dari dalam tungku pembakaran setelah selesai dibakar. Disamping itu mempermudah pada waktu penuangan cairan logam, dimana dengan kasarnya seluruh permukaan bagian bawah cetakan talempong tanah akan mengakibatkan tidak tumpahnya cairan logam pada waktu dilakukan penuangannya pada mulut cetakan talempong tanah yang berada dilantai. Setelah selesai pembalutan keempat ini, maka cetakan talempong tanah ini dijemur langsung pada panas matahari, jadi tidak di salayan. Penjemuran dipanas matahari dimaksudkan untuk mempermudah pengeringan akibat tanah balutan yang keempat ini kasar dan tebal yang berbeda pada tanah balutan sebelumnya yang tanah nya halus dan tidak kasar. Lama penjemuran tergantung dari panasnya matahari pada waktu penjemuran. Kalau misalnya belum kering pada hari itu juga, maka penjemuran dilanjutkan esok harinya sampai benar-benar cetakan talempong tanah itu kering betul dan siap untuk dilakukan pembakaran. Seluruh proses pembalutan talempong lilin ini dilakukan


(32)

diruangan bengke, termasuk penjemuran disalayan yang juga berada didalam ruangan bengke.

Gambar 17 : Membalut talempong lilin dengan tanah balutan I,II,III. (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).5

5

Ketahanan aus adalah, ketahanan bahan yang mengalami perlakuan panas akibat gesekan yang pada suatu saat komponen mesin mengalami kehilangan fungsinya dan patah.


(33)

Gambar 18 : Talempong lilin setelah dibalut dengan tanah balutan ke III. (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).


(34)

Gambar 19 : Talempong lilin setelah dibalut tanah balutan I,II,III dikeringkan di salayan. (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).


(35)

Gambar 20 : Talempong lilin setelah dibalut dengan tanah balutan ke IV. (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).

3.6.4 Pemanasan Pariuk Tanur dan Penimbangan Logam.

Setelah talempong lilin dibalut dengan tanah dan telah dijemur pada panas matahari hingga betul-betul siap untuk dibakar, maka keseluruhan cetakan talempong tanah tersebut dibawa ke dalam ruangan bengke untuk siap-siap dilakukan pembakaran. Sebelum dilakukan pembakaran terlebih dahulu tungku pembakaran dibersihkan dahulu dari sisa-sisa arang kokas yang sudah pernah dipakai dengan menggunakan kakah baro. Setelah tungku bersih maka


(36)

dimasukkanlah pariuek tanur ke dalam tungku dengan menggunakan sapik pariuek. Setelah itu lalu dimasukkanlah arang kokas ke dalam tungku atau sekitar keliling pariuek tanur, lalu arang kokas ini disiram dengan minyak tanah dan dibakar dengan menggunakan korek api sehingga api ditungku pembakaran mulai marak. Seiring dengan dinyalakannya api pada tungku pembakaran, lingga pun dihidupkan agar api dapat dengan cepat marak dan pariuek tanur semakin cepat memanas. Pemanasan pariuek tanur ini dilakukan sekitar 1 sampai 2 jam. Menurut keterangan Bapak Ridwan, pemanasan pariuek tanur dilakukan guna memudahkan pencairan logam yang akan dimasukkan kedalamnya. Pariuek tanur yang telah panas terlebih dahulu akan memudahkan mencairnya logam. Disamping itu juga untuk menghindari melekatnya cairan logam pada dinding-dinding bagian dalam pariuek tanur tersebut.

Pada waktu pariuek tanur sedang dipanaskan, maka pekerjaan selanjutnya adalah melakukan penimbangan logam. Logam-logam yang akan dicairkan terlebih dahulu dipilih dan ditimbang atau diukur takarannya. Penimbangan logam dilakukan dengan taksiran pengrajin, tidak dilakukan dengan menggunakan timbangan pada umumnya. Pekerjaan ini sudah biasa dilakukan oleh pengrajin pada umumnya, dan mereka sudah tahu betul berapa banyak logam yang akan dimasukkan ke dalam pariuek tanur.


(37)

Gambar 21 : Memasukkan arang kokas ke dalam tungku pembakaran (Dokumentasi Rendy Pradana Amri).

3.6.5 Pembakaran Logam dan Cetakan Talempong Tanah

Setelah dilakukan pemanasan pariuek tanur, maka dipersipkanlah logam (kuningan) yang akan dimasukkan kedalam pariuek tanur guna untuk dibakar hingga nantinya logam tersebut akan mencair. Sebelum logam dimasukkan ke dalam pariuek tanur, terlebih dahulu arang kokas yang ada pada bagian atas mulut yang menutupi pariuek tanur pada waktu memanaskan pariuek tanur tersebut disingkirkan dengan cara mengkaisnya dengan menggunakan alat kakah baro agar


(38)

mulut pariuek tanur dapat dilihat dan memudahkan pekerjaan untuk memasukkan logam yang akan dipanas kan. Logam-logam yang akan dimasukkan ke dalam pariuek tanur tidak dimasukkan dengan sekaligus kedalam pariuek tanur hingga pariuek tanur penuh, tetapi pemasukkan logam dilakukan dengan dua tahap. Yang pertama sekali dimasukkan ke dalam pariuek tanur adalah logam, dimana logam ini dimasukkan tidak sampai penuh, melainkan hanya setengah dari pariuek tanur. Setelah logam dimasukkan maka mulut pariuek tanur ditutupi dengan arang kokas guna mempercepat mencairnya logam yang ada di dalam pariuek tanur. Lebih kurang dari 1 jam, dari pemasukan logam pertama tadi lalu dimasukan lagi logam berikutnya yang terlebih dahulu menyingkirkan arang kokas dengan alat kakah baro hingga kelihatan pariuek tanur tersebut penuh dengan logam, dan kemudian mulut pariuek tanur tersebut ditutup lagi dengan arang kokas yang gunanya untuk mempercepat mancairnya logam. Alat yang digunakan pada waktu memasukkan logam ke dalam pariuek tanur adalah sapik talempong, sebab pada waktu memasukkan logam api di tungku dalam keadaan marak karena lingga terus memompakan angin, sehingga kalau tidak menggunakan sapik talempong akan bisa menimbulkan kecelakaan bagi pekerja. Setelah memasukkan logam ke dalam pariuek tanur yang kedua, seiring dengan itu dimasukkan juga cetakan talmpong tanah ke tungku pembakaran dengan menggunakan sapik talempong. Setelah itu tungku pembakaran ditutup dengan seng agar api tidak menyambar, sebab pada saat itu api di tungku pembakaran sangat marak.

Pembakaran logam dilakukan bersamaan dengan pembakaran cetakan talempong tanah. Pembakaran cetakan talempong tanah dilakukan agar cetakan talempong tanah tersebut dapat menjadi keras dan tidak mudah pecah pada waktu


(39)

dimasukkannyacairan logam kedalam cetakan talempong tanah tersebut. Menurut keterangan Bapak Ridwan bahwa pembakaran cetakan talempong tanah ini dilakukan bersamaan dengan pembakaran logam adalah guna mempermudah pekerjaan, terutama dalam segi waktunya. Lama pembakaran ini, baik itu logam hingga sampai mencair dan cetakan talempong tanah hingga berwarna kemerah-merahan lebih kurang 2 jam. Hal ini akan dapat dilihat bahwa warna dari logam yang sudah mencair tersebut dengan warna merah kekuning-kuningan, yang terlebih dahulu arang kokas yang menutupi mulut pariuek tanur disingkirkan.

3.6.6 Mengeluarkan Cairan Lilin Dari Dalam Cetakan Talempong Tanah

Pada waktu pembakaran logam beserta cetakan talempong tanah dalam tungku pembakaran yang lamanya lebih kurang 2 jam, maka cetakan talempong tanah akan kelihatan merah akibat panas yang cukup tinggi. Dengan memerahnya warna cetakan talempong tanah yang sebelumnya berwarna kekuning-kuningan maka sudah dapat dipastikan bahwa cetakan talempong tanah tersebut sudah dapat dipastikan bahwa cetakan talempong tanah tersebut sudah dapat dikeluarkan dari dalam tungku pembakaran guna untuk selanjutnya mengeluarkan cairan lilin yang sudah mencair dari dalam cetakan talempong tanah tersebut.

Sebelum dikeluarkan cetakan talempong tanah tersebut dari dalam tungku pembakaran terlebih dahulu arang kokas yang menimbun cetakan talempong tanah tersebut disingkirkan dengan menggunakan alat yang disebut dengan kakah baro. Setelah itu dengan menggunakan aalat sapik talempong cetakan talempong


(40)

tanah tersebut dikeluarkan satu persatu dari dalam tungku6

Sebelum cairan logam dimasukkan ke dalam cetakan talempong tanah, terlebih dahulu mulut cetakan talempong tanah dibersihkan agar cairan logam yang akan dimasukkan dapat dengan mudah masuk kedalam rongga yang terdapat dalam cetakan talempong tanah. Setelah mulut cetakan talempong tanah

pembakaran. Setelah kesemua cetakan talempong tanah dikeluarkan dari dalam tungku pembakaran, cetakan talempong tanah tersebut dibalikkan dengan posisi telungkup (mulut cetakan talempong tanah tersebut menghadap kebawah) yang kemudian diarahkan kedalam batang aur (batang bambu) guna untuk menampung cairan lilin yang keluar dari dalam cetakan talempong tanah. Alat yang digunakan untuk membalikkan dan menuangkan cairan lilin ke dalam batang bambu adalah dengan alat sapik talempong. Setelah cairan lilin dikeluarkan dari dalam cetakan talempong tanah tersebut terdapat sebuah rongga (ruang kosong, akibat dikeluarkannya lilin dari dalamnya yang sudah mencair) yang mirip dengan bentuk talempong. Rongga yang ada di dalam cetakan talempong tanah inilah yang nantinya akan diisi dengan cairan logam yang dimasukkan melalui mulut cetakan talempong tanah.

Cairan lilin yang ditampung di dalam batang bambu akan cepat membeku karena udara, sehingga dengan demikian cairan lilin ini kembali menjadi lilin lagi. Dan lilin ini akan dipergunakan lagi untuk membuat talempong lilin yang baru.

3.6.7 Penuangan Cairan Logam ke dalam Cetakan Talempong Tanah

6

Ketahanan korosi adalah ketahanan yang memberikan pengaruh patahnya dan mengurangi kekuatan putusnya dalam proses waktu yang lama, sehingga terjadinya perkaratan yang berpengaruh pada kekuatan kelelahan melar, seperti perkaratan pada logam umumnya.


(41)

dibersihkan, maka seluruh cetakan talempong tanah yang akan diisi cairan logam diletakkan di lantai tanah yang sebelumnya telah disiapkan, berbentuk seperti parit kecil, dilakukan dengan jalan mengorek lantai tanah tersebut untuk mempermudah pekerjaan pada waktu penuangan cairan logam supaya tidak tumpah cairan logam tersebut. Posisi cetakan talempong adalah bagian mulutnya menghadap keatas. Pekerjaan selanjutnya adalah mengeluarkan pariuek tanur dari dalam tungku pembakaran dengan menggunakan alat sapik pariuek (pertama) yang dilakukan dengan dua orang pekerja yang masing-masing memegang bagian ujung alat tersebut. Setelah pariuek tanur dikeluarkan maka cairan logam yang didalamnya dituangkan ke dalam cetakan talempong tanah melalui mulut dari cetakan talempong tanah tersebut. Penuangan cairan logam ini harus dilakukan dengan hati-hati dan sangat teliti. Penuangan cairan logam ini dilakukan dengan dua orang pekerja dimana masing-masing memegang bagian ujung dari sapik pariuek (kedua), lalu pariuek tanur yang berisi cairan logam dituangkan ke dalam cetakan talempong tanah yang berada di lantai. Cairan logam tersebut dituangkan melalui mulut cetakan talempong tanah.

Pekerjaan ini dilakukan juga untuk cetakan talempong tanah lainnya hingga berakhirnya pekerjaan penuangan cairan logam ke dalam cetakan talempong tanah. Menurut keterangan Bapak Ridwan, pekerjaan ini disebut dengan pengecoran, merupakan pekerjaan yang menentukan jadi atau tidaknya talempong yang sedang dibuat. Untuk itu pekerjaan ini dilakukan dengan sangat hati-hati dan teliti.


(42)

3.6.8 Pemecahan Cetakan Talempong Tanah

Setelah kesemua cetakan talempong tanah tersebut telah diisi cairan logam maka seluruh cetakan talempong tanah tersebut dimasukkan ke dalam kola (bak pendinginan yang berisi air) dengan menggunakan alat sapik talempong. Cetakan talempong tanah yang dimasukkan ke dalam kola, ini dilakukan lebih kurang antara 9 sampai 13 menit, karena hanya untuk mempercepat proses pembekua. Setelah itu keseluruhan cetakan talempong tanah dikeluarkan dari dalam kola. Adapun maksud dimasukkannya cetakan talempong tanah ke dalam kola menurut keterangan Bapak Ridwan adalah untuk mempercepat membekunya cairan logam yang ada di dalam cetakan talempong tanah dan memudahkan pekerjaan pada waktu pemecahan cetakan talempong tanah.Singkatnya waktu perendaman di dalam kola adalah untuk menghindari talempong jangan melekat dengan pembalutnya. Setelah dikeluarkan dari kola, maka keseluruh cetakan talempong tanah tersebut dipecah dengan menggunakan sebuah martil yang terbuat dari kayu. Pemecahan cetakan talempong tanah dilakukan dengan cara memukulkan martil ke badan cetakan talempong tanah ini hingga sampai cetakan talempong tanah tersebut hancur atau terpisah dari talempong yang terbuat dari logam (kuningan).

3.7 Pembersihan Talempong

Pembersihan talempong dilakukan di ruan gerinda yang bersebelahan dengan ruang dapue. Pembersihan talempong dilakukan agar talempong yang


(43)

diproduksi benar-benar baik hasilnya dan siap untuk digunakan. Pembersihan7

Pengikiran dilakukan dengan menggunakan alat pengikir. Alat pengikir yang digunakan ada dua macam, yaitu: (1) kikie kasa (kikir kasar); (2) kikie aluih talempong dilakukan dari (1) meratakan bagian bawah talempong; (2) pengikiran; (3) penggerindaan; (4) pengamplasan dan (5) mempolis talempong.

3.7.1 Meratakan Bagian Bawah Talempong

Setelah cetakan talempong tanah telah dipecah maka akan dilihatlah sebuah talempong yang diinginkan, yaitu talempong yang terbuat dari bahan logam (kuningan). Talempong yang sudah siap ini masih perlu dikerjakan lagi, sebab pada bagian bawahnya masih perlu diratakan agar keseluruhan bagian bawah talempong ini rata semuanya. Bagian bawah talempong yang akan dipotong ini disebabkan karena telah menyatunya bekas mulut cetakan talempong tanah yang telah menjadi logam dan menyatu dengan bagian bawah talempong.

Adapun cara memotong bagian bawah talempong ini adalah dengan menggunakan alat pemotong logam yang disebut dengan gagaji basi (gergaji besi), dimana talempong tersebut dipegang dengan tangan kiri pengrajin sedang tangan kanannya memegang gagaji basi tersebut. Bagian talempong yang akan dipotong adalah hanya bagian bawah yang berlebih (bagian bekas mulut cetakan talempong tanah yang menjadi logam dan turut menyatu dengan bagian bawah talempong).

3.7.2 Pengikiran

7

Tukang rombengan adalah orang yang pekerjaannya mengutip atau menumpulkan barang-barang bekas atau disebut juga pemulung.


(44)

(kikir halus). Kikir yang kasar digunakan untuk benjolan atau bintik-bintik yang besarnya kira-kira sebesar biji jagung, sedangkan kikir halus digunakan untuk benjolan atau bintik-bintik yang besar nya kira-kira sebesar butiran pasir. Cara melakukan pengikiran adalah talempong diletakkan diatas meja gerinda sementara kikiran dipegang dengan tangan pengrajin lalu menempelkan kikir tersebut pada badan talempong yang kasar sambil menggerakkan kikir tersebut dengan gerakan maju mundur.

3.7.3 Penggerindaan

Penggerindaan dilakukan apabila pada bagian tombol(pencu) talempong yang datar sebab dindingnya tidak rata akibat dari ketebalan lilin pada waktu membuat talempong lilin tidak rata. Untuk meratakan ketebalannya maka diperlukan penggerindaan dengan menggunakan alat gerinda.

Penggerindaan talempong pada bengke yang diteliti tidak menggunakan gerinda listrik yang diputar dengan menggunakan bantuan dinamo yang dijalankan oleh arus listrik. Jadi tidak diputar dengan menggunakan tangan sebagaimana dengan gerinda umumnya.

\ Adapun cara melakukan penggerindaan setelah arus listrik dihidupkan maka kumparan gerinda berputar. Selanjutnya bagian talempong yang ingin digerinda dipegang oleh kedua tangan pengrajin dan mengadukannya ke kumparan yang8

8

Pada umumnya pengrajin tahu betul berapa banyak logam yang dimasukkan ke dalam pariuk tanur, dengan cara menakarnya dengan cara taksiran mereka.

sedang berputar. Pekerjaan ini dilakukan secara berulang-ulang sampai selesainya pekerjaan penggerindaan (sudah didapati kesamaan ketebalan talempong).


(45)

3.7.4 Pengamplasan

Pengamplasan adalah pembersihan talempong dengan cara menggosokkannya dengan menggunakan kerta pasir. Kertas pasir yang digunakan adalah kertas pasir yang sering digunakan oleh tukang untuk membersihkan barang-barang yang terbuat dari logam maupun kayu. Ada dua kertas pasir yang tpasir aluih (halus). Kertas pasir yang kasar digunakan untuk pertama kali dimulai pengamplasan terutama bagian badan dan tombol (pencu) talempong yang masih kotor dengan cara menggosokannya dengan pelan-pelan ke badan dan tombol talempong dengan maju mundur. Sementara kertas pasir yang halus digunakan setelah bagian permukaan yang kasar selesai digosok oleh kertas pasir kasar, yang tujuannya adalah untuk melicinkannya saja.

3.7.5 Mempolis Talempong

Mempolis talempong, yaitu untuk mengilatkan seluruh badan bagian luar talempong agar tampak bersih dan mengkilat. Disamping itu bertujuan untuk menarik perhatian bagi pembeli agar mau membelinya.

Bahan yang diperlukan adalah autusol, yaitu sejenis bahan campuran kimia khusus untuk mengkilatkan barang logam agar menjadi warna kuning keemas-emasan, yang dapat dibeli ditoko-toko besi. Adapun cara melakukan pekerjaan ini adalah dengan cara menggosokannya dengan arah gosokan maju mundur pada seluruh badan luar talempong termasuk tombol (pencu). Autusol ini lebih dahulu diletakkan pada sehelai kain(perca) yang terbuat dari bahan katun. Dengan berakhirnya pekerjaan mempolis maka selesailah pekerjaan melakukan pembersihan pada alat musik talempong ini.


(46)

3.8 Sistem Pelarasan

Talempong yang sudah dipolis, sebelum digunakan atau dipasarkan harus terlebih dahulu dilareh (dilaras), yaitu untuk menentukan nada dari masing-masing talempong agar menghasilkan bunyi yang musikal (disebut juga dengan penyeteman).

Untuk menyesuaikan nada-nada yang diinginkan maka maka dilakukan pelarasan, yang bertujuan untuk meninggikan dan menurunkan suara (bunyi). Adapun teknik untuk meninggikan suara talempong adalah dengan cara memukul bagian dalam talempong dengan menggunakan sebuah kayu. Sedangkan untuk menurunkan suara adalah memukul bagian luar talempong dengan menggunakan alat pemukul dari kayu yang sama pada waktu meninggikan suara talempong tersebut.

Pelarasan yang dilakukan pada tempat pembuatan talempong yang diteliti dilakukan dalam sebuah ruangan dalam rumah Bapak Ridwan. Didalam ruangan ini sudah tersedia seperangkat talempong yang tersusun dalam rea (rak) yang sudah mempunyai nada-nada yang mirip dengan tangga nada diatonis, tetapi frekwensi nadanya tidak sama dengan tangga nada diatonis tersebut.

Adapun cara melakukan pelarasan adalah sebagai berikut : terlebih dahulu talempong yang tersusun didalam rak dibunyikan dengan cara memukulnya dengan mempergunakan stick (pemukul yang terbuat dari kayu dengan panjang kira-kira 30cm dan berdiameter 2cm). Setelah dibunyikan baru disesuaikan dengan talempong yang baru selesai dipolis baik dengan cara meninggikannya atau merendahkannya. Kayu yang digunakan untuk melaras talempong ini


(47)

memiliki panjang lebih kurang 30cm dengan diameter 4,5cm. Penyesuaian nada-nada talempong yang dilaras hanya berdasarkan ketepatan pendengaran pengrajin yang melakukan palarasan.

Menurut keterangan Bapak Ridwan, pelarasan ini hanya dilakukan untuk menyesuaikan nada-nada talempong agar talempong tersebut manghasilkan bunyik yang enak didengar sebelum dilakukan pemasaran atau diserahkan kepada orang yang menginginkannya. Apabila nada-nada talempong ini kurang sesuai dengan kehendak pemesan maka dapat dilakukan pelarasan lagi sesuai dengan bunyi yang dikehendakinya. Jadi sebagai kesimpulan sementara dapat ditarik dari sistem pelarasan ini bahwa pelarasn yang di;lakukan pengrajin hanya bersifat sementara, artinya nada-nada talempong tersebut dapat disesuaikan dengan bunyi yang dikehendaki, jadi bukan menjadi patokan/standart nada yang tetap.

Demikian keseluruhan proses pembuatan talempong mulai dari awal hingga selesai dan siap untuk dipergunakan atau pun untuk dipasarkan.9

9

Nada-nada Talempong yang sudah di lareh ini tidak menjadi standart yang mutlak dalam permainan talempong (baik untuk permainan talempong pacik maupun juga untuk talempong duduak).


(48)

BAB IV

KONTEKS PENYAJIAN TALEMPONG PACIK,

PROSES MEMAINKAN TALEMPONG DAN TRANSKRIPSITALEMPONG

4.1 Konteks Penyajian Talempong Pacik

Ensambel musik tradisional Talempong Pacik memang menjadi kebanggaan masyarakat Minangkabau yang berada di nagari masing-masing, karena di samping keunikan teknik permainnya, bahwa keberadaan jenis musik ini mendapat legalitas dari adat dan agama yang dianut masyarakatnya. Oleh sebab itu, jenis musik tradisional ini selalu berfungsi sebagai pemeriah helat dalam berbagai aktivitas sosial masyarakat di nagari. Dalam hal ini Yunus (1985: 24) menyatakan:

“Kalau alam alah takambang, marawa tampak bakiba, aguang tampak tasangkuik, adaek badiri di nagari, silek jo tari ka bungonyo.

Dima marawa tatagak, di sinan aguang badundun, dima cupak talatak,

di sinan talempong batalun. (Kalau alam telah terkembang marawa tampak berkibar,


(49)

gong tampak tersangkut, adat berdiri di nagari,

silat dengan tari jadi bunganya. Dimana marawa berdiri, disana gong berdundun, dimana cupak terletak, disana talempong bertalun).”

Begitu juga masih terbayang di mata sekelompok anak muda bersama seniornya yang tua bermainTalempong Pacik di perempatan simpang empat pada setiap sore menjelang shalat maghrib datang melerai. Pada malam hari pun sering mengusik telinga tatkala tidur, sayup-sayup bunyi talempong yang riuh-rendah dibawa angin dan terkadang nyaring, tetapi adakalanya menghilang dan timbul lagi yang seolah-olah membisikkan rumit dan indahnya tingkah talempong yang dimainkan para pemuda sewaktu istirahat belajar silat di sasaran (lokasi belajar silat).

Suasana di atas bak ungkapan orang tua jua yang disitir oleh Yunus (1988: 12) sebagai berikut: “ .... bunyinyo [talempong itu] nan sayuik-sayuik sampai, adang tadanga adang indak, adang babunyi ateh langik, adang tadanga dalam tanah, adang di ateh awang-awang. Hilang bunyi ganto kudo, lanyok bunyi katentong kabau, dek sipongang Talempong Pacik. Digua gadih jolong gadang, abuaknyo panjang singgo pinggang, romannyo rancak hitam manih, gadih pamalu pamaliang pandang ( .... bunyinya [talempong itu] yang sayup-sayup sampai, terkadang terdengar kadangkala tidak, terkadang berbunyi atas


(50)

langit, kadangkala terdengar dalam tanah, kadang-kadang di atas awang-awang. Hilang bunyi genta kuda, lenyap bunyi katentong kerbau, disebabkan gema bunyi Talempong Pacik. Di mainkan gadis mula remaja, rambutnya panjang sehingga pinggang, rupanya rancak hitam manis, gadis pemalu melengongkan pandang).”

Permainan Talempong Pacik yang tingkah meningkah dalam konsep permainan teknik interlocking selalu menyemangati pesta yang berlangsung. Semangat untuk para si pelaksana helat, dan hiburan bagi para panggilan kampung (undangan tradisional untuk masyarakat kampung) sehingga suasana helat atau upacara adat menjadi ceria dan gembira seiring dengan karakter bunyi yang dilahirkan oleh Talempong Pacik. Dengan demikian, tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa kehadiran permainan Talempong Pacik dibutuhkan sekali oleh suatu upacara adat Minangkabau berbentuk helat, baik helat itu bersifat kolektif dalam masyarakat nagari, suku atau kaum, maupun oleh keluarga.

Menurut tradisinya, setiap rumah gadang memiliki seperangkat alat musik talempong. Beberapa orang dari anggota keluarga (laki-laki atau perempuan) yang menghuni rumah tersebut harus mampu memainkan alat musiktalempong. Hal ini dilakukan untuk memenuhi berbagai keperluan masyarakat, baik sebagai hiburan anggota yang menghuni rumah gadang maupun sebagai hiburan masyarakat. Aktivitas seperti ini berkaitan dengan berbagai macam pekerjaan sosial yang bersifat gotong-royong, hiburan pada upacara-upacara adat, serta acara-acara keramaian lainnya.


(51)

Mengamati keberadaan Talempong Pacik di tengah masyarakat pendukungnya, terdapat dua fungsi ensambel: sebagai hiburan pada beberapa konteks upacara adat, dan hiburan pada acara sosial masyarakat; serta sebagai musik pengiring tari piring, tari sewah pada berbagai konteksnya.

Konteks upacara adat yang memerlukan penyajian Talempong Pacik ialah: 2. Upacara Batagak Pangulu, yaitu upacara peresmian penghulu baru sebagai

pengganti penghulu lama yang sudah meninggal. Kadang-kadang upacara ini dilaksanakan secara bersamaan oleh beberapa kaum (suku) yang ada pada suatu nagari. Pelaksanaan upacara Batagak Pangulu diadakan di lapangan terbuka. Kehadiran penyajian Talempong Pacik dalam konteks upacara ini bukanlah sebagai bagian dari upacara, tetapi berperan sebagai hiburan untuk memeriahkan upacara, karena kesan musikal Talempong Pacik ialah membangun suasana ceria dan gembira. Dalam konteks di atas perjalanan atau perarakan setiap rombongan penghulu baru yang datang dari rumah gadangnya masing-masing adalah diiringi dengan bunyi-bunyian Talempong Pacik sampai ke tempat pelaksanaan upacara; begitu juga suasananya ketika perjalanan pulang dari tempat upacara tersebut.

3. Upacara Perarakan Panghulu Baru merupakan suatu kegiatan untuk memperkenalkan seorang penghulu baru kepada khalayak ramai dengan harapan bahwa gelarnya dipanggil oleh masyarakat karena dia telah didahulukan selangkah, dan ditinggikan seranting untuk memimpin masyarakat kaumnya sendiri. Penghulu baru ini diarak pada ruas jalan utama di kampung dan ke pasar oleh beberapa orang pengikutnya yang mengenakan pakaian adat. Selama dalam


(52)

perjalanan, kelompok prosesi ini dimeriahkan dengan bunyi-bunyianTalempong Pacik oleh musisi tradisional dari kaumnya sendiri.

4. Upacara Helat Perkawinan ialah sebuah upacara yang sakral bernilai suci terhadap sepasang penganten yang telah bersetuju membangun rumah tangga mereka. Penyajian bunyi-bunyian Talempong Pacik selalu dihadirkan pada setiap pelaksanaan upacara ini di rumah masing-masing para penganten. Bahkan sekaligus ensambel musik trasional ini berfungsi untuk memeriahkan suasana perarakan pasangan penganten pergi ke rumah mertuanya.

Konteks acara sosial yang dimeriahkan dengan bunyi-bunyian Talempong Pacik ialah:

1. Kegiatan Sabik-iriak (panen padi) yaitu suatu kegiatan memanen padi pada sawah milik salah seorang keluargasaparuik yang dikerjakan secara bersama-sama oleh kaum lelaki saja. Pada waktu iring-iringan para pekerja berangkat dari rumah menuju sawah, maka di sini Talempong Pacik dimainkan. Begitu juga pada saat istirahat bekerja kembali bunyi-bunyian Talempong Pacik memberikan suasana ceria dan gembira sebagai hiburan letihnya bekerja. Setelah selesai sabik-iriak (panen) maka kembali tingkah Talempong Pacik memberikan suasana ceria/gembira mengiringi iring-iringan para pekerja mengangkut --memikul dengan bahu atau menjujung di atas kepala—. menuju rumah keluarga pemilik sawah.

2. Kegiatan Gotong Royong Jalan Kampung. Biasanya setiap akan masuk bulan Ramadhan masyarakat kampung mengadakan kegiatan gotong royong membersihkan jalan kampung. Tujuannya adalah agar lebih senang perjalanan masyarakat menuju rumah ibadah untuk bersembahyang tarwih, dan tadarus


(53)

bersama. Dalam konteks kerja gotong royong inilah Talempong Pacik memberikan hiburan sebagai perintang lelahnya masyarakat bekerja.

3. Kegiatan Gotong Royong Menggali Tali-bandar (pengairan sawah). Biasanya setiap akan melakukan turun ke sawah, maka masyarakat kampung turun bergotong royong membersihkan tali bandar terlebih dahulu. Tujuannya adalah agar pengairan sawah menjadi lancar sehingga pertumbuhan padi di sawah tidak terganggu. Dalam konteks kerja gotong royong tali bandar ini, kehadiran bunyi-bunyian Talempong Pacik juga memiliki nilai tambah terhadap motivasi bekerja masyarakat.

4. Acara Penyambutan Tamu Nagari dan Memeriahkan Upacara 17 Agustus. Biasanya hampir semua kelompokTalempong Pacik ikut tampil memeriahkan kedua acara ini.

Selanjutnya konteks pertunjukan randai dan tari-tarian tradisional juga memerlukan keterlibatan Talempong Pacik, sebagaimana uraian berikut:

1. Acara Pertunjukan Teater Tradisional Randai merupakan salah satu hiburan primadona oleh masyarakat Minangkabau di desa-desa (kampung). Pada sore hari sebelum malam pertunjukannya, selalu diawali terlbih dahulu dengan pemberitahuan kepada khalayak ramai. Di sini para tokoh primadona randai diarak dengan mobil keliling kampung, di mana perarakan ini diiringi dengan Talempong Pacik; artinya dalam aktivitas iniTalempong Pacik berfungsi sebagai sarana pemberitahuan. Begitu juga sewaktu para pemain randai berarak dari rumah tempat menukar kostum menuju lokasi tempat pertunjukan adalah juga diiringi dengan bunyi-bunyianTalempong Pacik. Selanjutnya Talempong Pacik juga disajikan pada waktu istirahatnya permainan randai.


(54)

2. Acara Pertunjukan Tari-tari Tradisional pada berbagai konteksnya. Tari-tari yang mesti bermitra dengan komposisi musik Talempong Pacik di antaranya tari piring, tari sewah, dan tari galombang. Di sini bunyi-bunyian Talempong Pacik berperan sebagai background ritmis saja, karena tari-tarian tradisional ini hanya memerlukan dukungan rasa aksen dan suasana musikal dari ensambel Talempong Pacik; artinya motif-motif gerak tari tidak terikat secara penuh dengan garapan motif-motif ritmis dan melodi dari bangunan komposisi musik Talempong Pacik tersebut.

4.2 Proses Memainkan Talempong

Di Minangkabau alat musik talempong sudah lama dikenal dan bahkan sudah menunjukkan identitas daerah, hal ini diperkirakan karena pelaksanaan penampilannya selalu dikaitkan dengan berbagai upacara adat. Peribahasa Minangkabau mengatakan baagueng batalempong, bapupuik batang padi mengungkapkan bahwa musik talempong sudah menjadi bagian dari upacara adat.

Sejauh pengamatan penulis, sekarang ini boleh dikatakan hampir seluruh daerah di Minangkabau mempunyai alat musik talempong yang sewaktu-waktu siap untuk dipakai dan ditampilkan.

Secara umum talempong di Minangkabau dapat dimainkan dengan dua cara, yaitu :Talempong yang dipegang, biasa disebut Talempong Pacik. Memainkan Talempong Pacik ini dilakukan oleh 3 orang pemain yang masing-masingnya memegang sebanyak 2 buah talempong dengan tangan kiri dan dipukul dengan tangan kanan. Talempong yang dipegang dengan tangan kiri tersebut berada dalam posisi vertikal; Talempong yang sebelah atas dijepit dengan empu jari dan telunjuk, Talempong yang sebelah bawah digantungkan pada jari manis


(55)

dan kelingking, sedang jari malang berfungsi sebagai pemisah antara kedua talempong itu agar tidak bersentuhan, dengan demikian nada-nada yang dihasilkannya akan menjadi nyaring. Ketiga pasang talempong yang dimainkan oleh 3 orang pemain itu dinamakan dengan Labuan (berasal dari kata leburan), dan masing-masing dari Labuan itu mempunyai namanya sendiri-sendiri pula, yaitu Labuan Anak, Labuan Induek, Labuan Paningkah. Ketiga Labuan ini akan bermain dalam satu komposisi musik talempong yang utuh dalam suatu ungkapan Interlocking.

Cara memainkan Talempong Pacik adalah sebagai berikut :

Mula-mula motif lagu dimainkan oleh Labuan Anak Kemudian diikuti oleh Labuan Induek. Labuan Induek boleh memulai sesukanya asal saja jatuh temponnya tepat pada bagian yang telah ditentukan dengan berpedoman pada motif yang dimainkan oleh Labuan Anak.

Setelah Labuan Anak dengan Labuan Induek bermain stabil, barulah Labuan Paningkah memulai pula permainannya, tetapi tetap berpedoman padda irama dari Labuan Anak dan Induek. Masuknya Labuan Paningkah ini akan menambah semarak dan lebih bervariasi bunyi musik Talempong Pacik.

Kemudian sebagai musik pendukungnya agar lebih semarak, orkes tersebut ditambah dengan bunyi pukulan gendang dan pupuik batang padi atau serunai.

Salah satu ciri khas dari permainan Talempong Pacik adalah susunannya yang kadang-kadang disesuaikan dengan irama lagu yang dimainkan, artinya nada-nada Talempong tersebut pada tiap-tiap Labuannya tidak tetap pada semua


(56)

irama, tetapi bila diperlukan harus ditukar pasangannya sesuai dengan lagu yang dimainkan.

Adalah Talempong yang diletakkan diatas Rea atau standard, berukuran rendah sehingga dapat dimainkan sambil bersimpuh diatas tikar, Talempong ini biasa disebut dengan Talempong Duduek (Talempong Duduk). Untuk memainkan Talempong Duduk cukup dimainkan oleh 2 orang pemain saja, satu orang memainkan motif dan yang satu orang lagi memainkan Paningkah. Untuk membantu agar lebih semarak ditambah dengan pukulan gendang serta bunyi puput batang padi atau serunai. Hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Ridwan bahwa dahulu alat musik Talempong Duduk terdapat dimana-mana; setiap rumah gadang (rumah adat) memiliki seperangkat Talempong Duduk, gunanya untuk dimainkan anak-anak gadis sebagai pengisi waktu senggang karena mereka tidak diizinkan keluar rumah dengan leluasa. Sekarang Talempong Duduk tidak didapati lagi di rumah-rumah adat tersebut, bahkan di Sungai Puar, terkecuali pada daerah pinggiran seperti di desa-desa sekitar Talang Maur Kabupaten 50 Koto dan desa Unggan Kabupaten Sawah lunto Sijunjung.

Dewasa ini Talempong Paciklah yang berkembang dimana-mana, karena Talempong Pacik tersebut lebih praktis untuk dibawa-bawa, tambahan pula perhatian anak-anak gadis Minangkabau terhadap alat musik Talempong Duduk boleh dikatakan sudah hilang.

Untuk memainkan musik Talempong, baik Talempong Pacik maupun Talempong Duduk diperlukan sebuah group dengan jumlah pemainnya minimal 3 orang dan ada kalanya sampai 12 orang, untuk Talempong Duduk biasanya


(57)

dimainkan oleh 3 orang pemain saja, yakni 2 orang pemain Talempong dan satu orang pemain gendang, sedang untuk Talempong Pacik diperlukan pemain lebih banyak, biasanya terdiri dari : 3 orang pemain Talempong, 1 orang pemain gendang, ditambah dengan 1 orang pemain puput ataupun serunai.

Dilihat dari sudut musiknya, ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan, yaitu : Bahwa rangkaian nada-nada yang dilahirkan oleh musik Talempong tersebut tidak berbentuk sebuah melodi, tetapi mengungkapkan sebuah Interlocking yang baik dan seronok dari masing-masing Labuan, Interlocking tersebut merupakan sebuah ungkapan dari lagu-lagu berupa irama yang saling isi mengisi antara Labuan anak, induek dan paningkah dalam satu kesatuan irama yang diulang-ulang.

Kecekatan atau kemahiran bervariasai dari permainan Labuan Paningkah dalam menghubungkan irama dari Labuan Anak dan Induek, sehingga melahirkan bentuk irama yang cerah, hal inilah yang menentukan kualitas dari permainan musik Talempong, variasi dari Labuan Paningkah tersebut di Minangkabau dinamakan dengan Garitiek. Dalam penilaian bermutu atau tidaknya permainan sebuah group Talempong, masyarakat di desa-desa akan memperhatikan siapa dulu tukang Garitieknya atau pemain dari Labuan Paningkah, kalau pemain dari Labuan Paningkah ini seorang yang sudah dikenal dengan variasi permainannya, maka para pendengar akan merasa puas dengan penampilan dari group Talempong tersebut.

Pupuik batang padi atau Serunai dengan warna nada yang khas membawakan sebuah melodi tersendiri sehingga membuat alat musik ini menjadi


(58)

dominan dalam permainan musik sebuah group Talempong. Kehadiran Pupuik/Serunai ini menjadikan irama Talempong begerser ketempat kedua dan berfungsi sebagai latar belakang yang tidak terpisahkan dari melodi pupuik/serunai. Kemudian akan terlihat adanya sebuah kerjasama yang baik antara kedua jenis alat musik ini, yang kadang-kadang pupuik/serunai seolah memberi kesempatan kepada Talempong untuk muncul, maka disaat itu Interlocking Talempong pun bermainn asyiknya.

Keunikan lain yang ditemukan dari kedua jenis alat musik ini ialah bahwa kedua jenis alat musik tersebut tidak berangkat dari nada dasar yang sama; nada-nada Talempong mempunyai nada-nada dasar tersendiri yang non-diatonis, sedang nada-nada dasar pupuik/serunai sudah mendekati nada-nada diatonis, namun musik tersebut bisa menampilkan suatu permainan yang utuh dalam satu kesatuan irama. Apabila pupuik berhenti memainkan melodinya, muncul kembali dominasi Interlocking Talempong. Suatu ketika Interlocking tersebut mencapai klimaksnya yang sangat menarik bagi para pemain maupun pendengar, saat itu pendengar pun akan menyambut dengan sorak sorainya. Kejadian seperti ini di Minangkabau dinamakan dengan Bakacimang.


(59)

Gambar 22 : Cara memegang talempong pacik

Gambar 23 : Cara memainkan talempong pacik posisi duduk


(60)

Gambar 25 : Cara memainkan talempong duduak posisi duduk

Gambar 26 : Cara memainkan talempong duduak posisi berdiri

4.3 Transkripsi

Dalam ilmu Etnomusikologi, transkripsi merupakan proses penulisanbunyi-bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu musik ke dalam bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi. Untuk melakukan transkripsi melodi dampeng, penulis memilih notasi deskriptif yang dikemukakan oleh Charles Seeger. Notasi deskriptif adalah notasi yang ditujukan


(61)

untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.

Dalam bab ini, penulis memilih untuk mentranskripsi dan menganalisismelodi Talempong. Hasil transkripsi dan analisis dikerjakan dengan menggunakan notasi Barat. Penulis memilih notasi Barat agar dapat menggambarkan pergerakan melodi talempong secara grafis. Hasil transkripsi yang dibuat oleh penulis merupakan hasil penelitian pada mata kuliah praktek musik Minangkabau 30 September 2015 di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.


(62)

4.4 Hasil Transkripsi


(63)

Tempo,


(64)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Di daerah Minangkabau musik talempong masih bertahan secara murni sebagai warisan nenek moyang dengan lagu-lagu yang diangkat dari kehidupan sehari-hari. Dari judul-judul lagu yang ditemukan musik talempong tersebut berkaitan erat dengan falsafah Minangkabau : Alam Takambang Jadi Guru.

Musik talempong Minangkabau adalah bunyi-bunyian milik rakyat, dimainkan oleh anak-anak muda dan tua dikampung-kampung dibawah koordinasi ninik-mamak (para penghulu). Kaitannya dengan adat, musik talempong selalu dihadirkan sebagai media pemberitahuan dan untuk memeriahkan upacara adat. Dalam melaksanakan gotong royong dilapangan, musik talempong berfungsi untuk membangkitkan suasana gembira dan semangat bekerja.

Di beberapa daerah musik talempong dipercayai masyarakatnya, karena itu sampai sekarang kaum agama belum memandang musik tradisi secara bersahabat.

Musik talempong sebagai tradisi memiliki dua macam tangga nada non-diatonis mendekati :

Tangga nada 5 – 6 – 1 – 2 – 3


(65)

Tangga nada pertama biasanya dimainkan dengan duduk dan tangga nada kedua dengan talempong pacik yang lebih praktis untuk dipakai dalam arak-arakan. Pada dasarnya musik talempong memiliki tangga nada pentatonik, kemudian berkembang menjadi tangga nada heksatonik, hal ini dibuktikan dengan seperangkat talempong yang terdiri dari 5 atau 6 buah alat musik tersebut.

Permainan talempong sebagai musik tradisi dikampung-kampung belum mengalami pembinaan yang memuaskan dari instansi pemerintahan yang berwenang, terbukti dengan belum adanya dokumentasi yang rapi dan teratur untuk memudahkan penelitian dan pengembangan lebih lanjut. Penelitian secara ilmiah masih dalam taraf awal dan belum terarah dengan baik, dilakukan oleh lembaga penelitian kesenian dari dalam maupun dari luar negeri.

5.2 Saran

Agar yayasan dalam dan luar negeri membuka pintu lebih lebar lagi untuk membuat program penelitian terhadap musik tradisi Minangkabau, dilaksanakan oleh para peneliti muda setelah melalui latihan-latihan intensif dibidang penelitian tersebut.

Diusahakan agar pemanfaatan musik talempong dipakai sebanyak mungkin sebagai hiburan rakyat semata, dan secara bijaksana meyakinkan masyarakat menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat magik, agar warisan nenek moyang yang sangat berharga ini didukung oleh semua pihak.

Agar garapan musik kreasi baru yang melibatkan alat musik talempong selalu memperhatikan kemurnian dari musik tradisi itu sendiri.


(66)

Agar industri pembuatan talempong sebagai home industry yang ada di Sungai Puar Kabupaten Agam bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah, supaya pengrajin talempong lebih maju dan untuk meningkatkan taraf kehidupan pengrajin talempong.


(67)

BAB II

BIOGRAFI SINGKAT BAPAK RIDWAN DALAM KONTEKS

BUDAYA MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT

2.1 Pengertian Biografi

Dalam disiplin ilmu sejarah biografi dapat didefenisiskan sebagai sebuah riwayathidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas. Sebuah biografi biasanya menganalisia dan menerangkan kejadian-kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya. Dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita atau pengalaman-pengalaman selama hidupnya. Suatu karya biografi biasanya becerita tentang kehidupan orang terkenal dan orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal akan menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika didalam biografinya terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya, namun demikian biasanya biografi hanya berfokus pada orang-orang atau tokoh-tokoh terkenal saja.

Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih


(68)

hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu. Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memparkan peranan subjek biografi tersebut.

Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain: (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu; (d) Pikirkan, hal apa lagi yang perlu anda ketahui mengenai orang tersebut, bagian mana dari cerita tentang beliau yang ingin lebih banyak anda utarakan dan tuliskan.

Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan pertimbangan, misalnya: (a) Apa yang membuat orang tersebut istimewa atau menarik untuk dibahas; (b) Dampak apa yang telah beliau lakukan bagi dunia atau dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat apa yang akan sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d) Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut; (f) Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam hidupnya; (g) Apakah beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil resiko, atau karena keberuntungan; (h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait dengan


(69)

beliau akan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun tidak hidup,bagaimana, dan mengapa demikian.

Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari studi perpustakaan atau internet untuk membantu penulis dalam menjawab serta menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si peneliti dapat dipertanggung jawabkan, lengkap dan menarik. Terjemahan Ary (2007) dari situs:

(www.infoplease.com/homework/wsbiography.html).

2.3 Biografi Bapak Ridwan

Biografi Bapak Ridwan yang akan dideskrpsikan dalam tulisan ini, mencakup aspekaspek: latar belakang keluarga, pendidikan Bapak Ridwan, kehidupan sebagai pembuat alat musik dan tanggapan masyarakat khususnya para masyarakat di Sungai Puar Sumatera Barat mengenai keberadaan Bapak Ridwan, khususnya mengenai talempong pacik buatan Bapak Ridwan tersebut.

2.3.1 Latar Belakang Keluarga

Bapak Ridwan lahir di bukit tinggi, kecamatan sungai puar, Kabupaten Agam pada tanggal 12-10-1968, anak dari bapak Bahar dan ibu Mastuti. Bapak Ridwan lahir dari keluarga pengrajin alat musik tradisi, dimana ayah dari

Bapak Ridwan adalah seorang pengrajin Talempong. Latar belakang keluarga yang akrab dengan musik yang membuat bapak Ridwan akrab dengan musik tradisional Minangkabau.

Profesi keseharian ayah dari bapak Ridwan yang membuat bapak Ridwan merasa tertarik untuk mencoba membuat alat musik sendiri. Awalnya kegiatan tersebut tidak dihiraukan oleh orang tua bapak Ridwan. Akan tetapi setelah


(70)

melihat keseriusan bapak Ridwan, maka ayah dari bapak Ridwan mulai mengajari beberapa teknik untuk membuat alat musik tradisional Minangkabau.

Bapak Ridwan adalah anak kedua dari 5 bersaudara. Masing-masing adalah sebagai berikut :

1. Suhendar putra (laki-laki) 2. Ridwan (laki-laki)

3. Muhammad Riki (laki-laki) 4. Maya fitriani sari (perempuan) 5. Rahmadari (perempuan).

2.3.2 Latar Belakang Pendidikan

Bapak Ridwan menginjakkan pendidikan SD (Sekolah Dasar) pada

tahun 1973, dan hanya menjalani sekolah sampai tamat sma saja. Hal ini disebabkan keterbatasan biaya dan kurangnya motivasi untuk sekolah dilingkungan tempat tinggalnya pada masa itu. Sampai saat ini bapak Ridwan belum berkeluarga.

2.3.3 Bapak Ridwan Sebagai Pembuat Alat Musik Talempong

Kemampuan membuat alat musik tradisional Minangkabau sudah dimiliki oleh bapak Ridwan sejak masa kanak-kanaknya, dikarenakan latar belakang orang tua dari bapak Ridwan yang merupakan seorang pengrajin alat musik tradisional Minangkabau. Ayah dari bapak Ridwan, bapak Bahar adalah seorang pengrajin alat musik tradisional Minangkabau. Sejak memutuskan untuk tidak melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi lagi, bapak Ridwan memilih untuk membantu orang tuanya bekerja di bengkel sambil mengembangkan kemampuan membuatalat musiknya.


(71)

Seperti yang telah dibahas di sub bab sebelumnya, bahwa latar belakang keluarga banyak mempengaruhi dan membuat bapak Ridwan menjadi seorang yang piawai dalam membuat alat musik tradisional Minangkabau. Pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh bapak Ridwan serta intensitas dalam membuat alat musik tradisional menjadikan bapak Ridwan berpikir untuk terus membuat alat musik tradisional. Alat musik yang awalnya dapat dibuat oleh bapak Ridwan adalah Talempong.

Kemampuan dalam membuat alat musik tradisional masyarakat Minangkabau yakni Talempong, diperoleh bapak Ridwan semenjak kanak-kanak. Kemampuan membuat alat musik tradisi yang pernah bapak Ridwan dapat dari orang tua kemudian di perdalam sendiri oleh bapak Ridwan. Berawal dari pengalaman dan tuntutan sebagai pembuat alat musik tradisi, maka bapak Ridwan memperdalam kemampuannya membuat Talempong.


(1)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kemampuan serta rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikann skirpsi ini yang berjudul KAJIAN ORGANOLOGIS

TALEMPONG PACIK BUATAN BAPAK RIDWAN DI KECAMATAN SUNGAI PUAR KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT.

Tugas Akhir ini dikerjakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) dari Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis juga menyadari bahwa tugas akhir yang diselesaikan ini merupakan salah satu tahap untuk dapat belajar lagi karena belajar bukanlah hal yang memiliki batas.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Dekan FIB, dan kepada kedua orang tua saya yaitu Ibunda saya Irma Wanti Nasution dan ayahanda saya Amrizal.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Drs. Muhammad Takari M.Hum, Ph.D selaku ketua Departemen Etnomusikologi. Begitu juga kepada dosen pembimbing I Bapak Drs. Fadlin M.A dan dosen pembimbing Ibu Arifninetrirosa SST, M.A yang mana telah memberikan saya bimbingan, semangat serta masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kemudian saya berterima kasih kepada segenap dosen dan pegawai Departemen Etnomusikologi, tidak lupa juga saya mengucapkan terima kasih kepada informan Bapak Ridwan dan informan lainnya yang telah bersedia meluangkan waktu dan perhatiannya untuk berbagi dalam pengumpulan data penulis.


(2)

vii

Abang Ivan Sianipar S.Sn, Abang Batoan L Sihotang S.Sn, Ricky Ferry P.Sihombing S.Sn, Anggie Mirdani Siregar, Khairul Amri Harahap S.Sn, abang-abang alumni dan satu stambuk saya 2010 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu saya dan memberikan dukungan serta semangat sampai penyelesaian skripsi ini.

Penulis telah berusaha memberikan yang terbaik dalam menyelesaikan tulisan ini, akan tetapi penulis menyadari bahwa tulisan ini belum dapat dikatakan sempurna.

Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan-masukan dan saran yang bersifat membangun dalam mengembangkan tulisan ini.

Medan, 7 Desember 2015 Penulis,

Rendy Pradana Amri NIM: 100707032


(3)

viii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Pokok permasalahan... 8

1.3 Tujuan dan Manfaat... 8

1..3.1 Tujuan... 8

1.3.2 Manfaat... 9

1.4 Konsep dan Teori ... 9

1.4.1 Konsep... 9

1.4.2 Teori... 11

1.5 Metode Penelitihan... 12

1.5.1 Studi kepustakaan... 13

1.5.2 Kerja Lapangan... 14

1.5.3 Wawancara... 14

1.5.4 Observasi... 14

1.5.5 Kerja Laboratorium... 15

1.5.6 Lokasi Penelitian... 15

BAB II :BIOGRAFI BAPAK RIDWAN DALAM KONTEKS BUDAYA MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT... 16

2.1 Pengertian Biografi ... 16

2.3 Biografi Bapak Ridwan... 18


(4)

ix

2.3.2 Latar Belakang Pendidikan ... 19

2.3.3 Bapak Ridwan Sebagai Pembuat Alat Musik Talempong... 19

BAB III : KAJIAN ORGANOLOGI TALEMPONG MINANGKABAU... 21

3.1 Klasifikasi Talempong Pacik... 21

3.2 Fenomena Talempong Pacik DiMinangkabau... 21

3.3 Pemilihan Bahan Baku... 21

3.3.1 Bahan Dasar Pembuatan Talempong Lilin... 22

3.3.2 Bahan Dasar Pengadukan... 23

3.3.3 Bahan Dasar Pengecoran... 24

3.3.4 Bahan Bakar Untuk Pembakaran ... 25

3.4 Ukuran Bagian – bagian Talempong... 27

3.4.1 Struktur Talempong... 27

3.5 Peralatan yang Digunakan Dalam Pembuatan Talempong... 28

3.5.1 Peralatan Bengkel... 28

3.5.1.1 Pariuek Tanur... 28

3.5.1.2 Sapik Pariuek... 29

3.5.1.3 Sapik Talempong... 30

3.5.1.4 Sapik Logam... 31

3.5.1.5 Kakah Baro... 32

3.5.1.6 Alue... 32

3.5.1.7 Batang Aur... 33

3.5.2 Peralatan Dapue ... 33

3.5.2.1 Kompor... 33


(5)

x

3.5.2.3 Embe ... 36

3.5.2.4 Cetakan Talempong... 37

3.5.3 Peralatan Ruang Gerinda... 38

3.5.3.1 Gagaji Basi... 38

3.5.3.2 Kikie (Kikir)... 39

3.5.3.3 Gurinda... 39

3.5.3.4 Ampaleh... 40

3.6 Proses Kerja... 41

3.6.1 Membuat Talempong Lilin... 41

3.6.2 Mengolah Bahan Tanah Untuk Membalut Talempong Lilin... 44

3.6.3 Membalut Talempong Lilin dan Penjemuran... 46

3.6.4 Pemanasan Pariuk Tanur dan Penimbangan Logam... 52

3.6.5 Pembakaran Logam dan Cetakan Talempong Tanah... 54

3.6.6 Mengeluarkan Cairan Lilin Dari Dalam Cetakan Talempong Tanah... 56

3.6.7 Penuangan Cairan Logam ke dalam Cetakan Talempong Tanah... 57

3.6.8 Pemecahan Cetakan Talempong Tanah... 59

3.7 Pembersihan Talempong... 59

3.7.1 Meratakan Bagian Bawah Talempong... 60

3.7.2 Pengikiran... 60

3.7.3 Penggerindaan... 61

3.7.4 Pengamplasan... 62

3.7.5 Mempolis Talempong... 62

3.8 Sistem Pelarasan... 63

BAB IV : KONTEKS PENYAJIAN TALEMPONG PACIK, PROSES MEMAINKANTALEMPONG DAN TRANSKRIPSITALEMPONG... 64


(6)

xi

4.1 Konteks Penyajian Talempong Pacik ……….. 64

4.2 Proses memainkan Talempong... 70

4.3 Transkripsi ... 76

4.4 Hasil Transkripsi ... 78

BAB V : Kesimpulan dan Saran... 80

5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83