Transkripsi Hasil Transkripsi Kesimpulan

76 Gambar 25 : Cara memainkan talempong duduak posisi duduk Gambar 26 : Cara memainkan talempong duduak posisi berdiri

4.3 Transkripsi

Dalam ilmu Etnomusikologi, transkripsi merupakan proses penulisanbunyi-bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu musik ke dalam bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi. Untuk melakukan transkripsi melodi dampeng, penulis memilih notasi deskriptif yang dikemukakan oleh Charles Seeger. Notasi deskriptif adalah notasi yang ditujukan Universitas Sumatera Utara 77 untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca. Dalam bab ini, penulis memilih untuk mentranskripsi dan menganalisismelodi Talempong. Hasil transkripsi dan analisis dikerjakan dengan menggunakan notasi Barat. Penulis memilih notasi Barat agar dapat menggambarkan pergerakan melodi talempong secara grafis. Hasil transkripsi yang dibuat oleh penulis merupakan hasil penelitian pada mata kuliah praktek musik Minangkabau 30 September 2015 di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara 78

4.4 Hasil Transkripsi

Lagu Tigo Duo Universitas Sumatera Utara 79 Tempo, Lagu Tigo Duo Tradisi = Allegro 98 M.m Universitas Sumatera Utara 80 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Di daerah Minangkabau musik talempong masih bertahan secara murni sebagai warisan nenek moyang dengan lagu-lagu yang diangkat dari kehidupan sehari-hari. Dari judul-judul lagu yang ditemukan musik talempong tersebut berkaitan erat dengan falsafah Minangkabau : Alam Takambang Jadi Guru. Musik talempong Minangkabau adalah bunyi-bunyian milik rakyat, dimainkan oleh anak-anak muda dan tua dikampung-kampung dibawah koordinasi ninik-mamak para penghulu. Kaitannya dengan adat, musik talempong selalu dihadirkan sebagai media pemberitahuan dan untuk memeriahkan upacara adat. Dalam melaksanakan gotong royong dilapangan, musik talempong berfungsi untuk membangkitkan suasana gembira dan semangat bekerja. Di beberapa daerah musik talempong dipercayai masyarakatnya, karena itu sampai sekarang kaum agama belum memandang musik tradisi secara bersahabat. Musik talempong sebagai tradisi memiliki dua macam tangga nada non-diatonis mendekati : Tangga nada 5 – 6 – 1 – 2 – 3 Tangga nada 1 – 2 – 3 – 4 – 5 Universitas Sumatera Utara 81 Tangga nada pertama biasanya dimainkan dengan duduk dan tangga nada kedua dengan talempong pacik yang lebih praktis untuk dipakai dalam arak- arakan. Pada dasarnya musik talempong memiliki tangga nada pentatonik, kemudian berkembang menjadi tangga nada heksatonik, hal ini dibuktikan dengan seperangkat talempong yang terdiri dari 5 atau 6 buah alat musik tersebut. Permainan talempong sebagai musik tradisi dikampung-kampung belum mengalami pembinaan yang memuaskan dari instansi pemerintahan yang berwenang, terbukti dengan belum adanya dokumentasi yang rapi dan teratur untuk memudahkan penelitian dan pengembangan lebih lanjut. Penelitian secara ilmiah masih dalam taraf awal dan belum terarah dengan baik, dilakukan oleh lembaga penelitian kesenian dari dalam maupun dari luar negeri.

5.2 Saran