BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini antara lain : 1.
Waktu optimum yang diperlukan pada pembakaran 15 g kulit kering pisang kapok dengan furnace pada suhu 600
o
C yaitu 3 jam. 2.
Kandungan K
2
O pada suhu 600
o
C dengan waktu 3 jam diperoleh sebesar 59,07
3. Perlakuan waktu pembakaran yang melebihi 3 jam mengakibatkan
kandungan K
2
O semakin berkurang. 4.
Kandungan abu yang meningkat tidak mempengaruhi jumlah peningkatan kandungan K
2
O. 5.
Perlakuan temperatur pirolisis yang semakin lama mengakibatkan normalitas, pH dan daya hantar listrik semakin bertambah.
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan antara lain : 1.
Perlunya dilakukan analisa terhadap senyawa-senyawa lain yang terbentuk pada abu dengan menggunakan analisa XRD X-Ray Diffraction seperti
K
2
CO
3
dan Na
2
O. 2.
Perlunya dilakukan variasi temperatur dalam pembakaran untuk diketahui perubahan kandungan K
2
O yang terbentuk. 3.
Perlunya dilakukan pengujian hasil percobaan ini untuk katalis dan pupuk
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PISANG
Pisang adalah salah satu buah yang paling luas dikonsumsi di dunia dan mewakili 40 dari perdagangan dunia dalam buah-buahan [12]. Pisang
merupakan buah terbesar kedua yang diproduksi setelah jeruk, berkontribusi sekitar 17 dari total produksi buah di dunia, dan dikultur lebih dari 130 negara,
di sepanjang tropis dan subtropis [13]. Tinggi tanaman pisang dewasa berkisar antara 2
– 8 m tergantung jenisnya, dengan daun-daun yang panjangnya ada yang mencapai 3,5 m.
Tanaman pisang akan menghasilkan satu tandan buah pisang, sebelum dia mati dan digantikan oleh batang pisang baru. Untuk satu tandan pisang sendiri terdiri
atas 5 – 20 sisir, yang masing-masing sisir terdiri lebih dari 20 buah pisang [14].
Buah pisang sangat prospektif sebagai bahan baku industri. Hal tersebut karena kemudahan dalam mendapatkan bahan baku, serta berbagai produk dapat
diolah dari buah pisang sehingga dapat meningkatkan nilai tambah [15].
Tabel 2.1 Tabel Produksi Pisang dalam ton [16]
No. Tahun
Luas Panen Ha
Produksi Ton Produktivitas TonHa
1. 2005
101.465 5.177.608
51,03 2.
2006 94.144
5.037.472 53,51
3. 2007
98.143 5.454.472
55,57 4.
2008 107.791
6.004.615 55,71
5. 2009
119.018 6.373.533
53,55 6.
2010 101.276
5.755.073 56,83
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa produksi pisang di berbagai provinsi di Indonesia cukup besar. Besarnya angka ini berbanding lurus dengan jumlah
limbah dari pisang itu sendiri yaitu kulit pisang. Untuk itu dilakukanlah berbagai penelitian untuk menambah nilai guna dari kulit pisang ini.Selain itu, pisang
Universitas Sumatera Utara
merupakan sumber potasium yang baik. Setiap bobot segar 100 g pisang mengandung 385 mg potassium [17].
2.1.1 Pisang Kepok
Pisang kepok merupakan pisang kultivar triploid hibrida berasal dari Filipina dengan nama ilmiah Musa paradisiaca
L. cultigroup Plantain cv. „Saba‟. Pisang kepok seperti kultivar pisang lainnya tumbuh dengan baik di daerah
lembab hangat, dengan suhu berkisar antara 18 °C hingga 35 °C dan curah hujan tahunan 2.500 mm yang merata sepanjang tahun. Pisang kepok juga tumbuh
dengan baik di bawah sinar matahari penuh dengan tanah subur yang kaya akan bahan organic dan pH tanah antara 5,5 dan 6,5. Pisang kepok dapat dimakan
mentah atau dimasak. Pisang ini juga dibudidayakan sebagai tanaman hias dan pohon rindang untuk ukuran besar dan warna mencolok. Daunnya juga digunakan
sebagai pembungkus tradisional makanan hidangan asli di Asia Tenggara. Seratnya juga dapat diambil dari batang atau daun dan diolah menjadi tali, tikar,
dan karung [18].
2.1.2 Kulit Pisang
Limbah kulit pisang merupakan biomassa yang awalnya derivatif dari pisang yang telah di ambil dari kulit pisang. Limbah kulit pisang biasanya dibuang di
tempat pembuangan sampah kota, yang berkontribusi terhadap masalah lingkungan yang ada [19]. Kulit pisang dapat dimanfaatkan secara langsung
sebagai makanan ternak. Akan tetapi, limbah kulit pisang ini berpotensi untuk diolah menjadi bahan baku yang berguna dan mempunyai nilai lebih. Kulit pisang
mengandung komponen yang bernilai, seperti karbohidrat, vitamin C, kalsium dan nutrien lainnya. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya, limbah kulit pisang sangat
berpotensi untuk digunakan sebagai sumber karbon dalam pembuatan alkohol [7]. Daur ulang limbah kulit buah tidak hanya akan membantu mengurangi
masalah limbah padat tetapi juga akan membantu menemukan zat penting yang mungkin terbukti memiliki penggunaan yang penting. Limbah kulit buah pisang
kepok kemudian dapat dimanfaatkan dengan baik sebelum dibuang. Hasil positif dari penelitian ini diharapkan akan mempercepat penelitian yang serupa dilimbah
bahan lainnya. Ini akan membuka jalan dalam memproduksi kebutuhan penting
Universitas Sumatera Utara
bagi manusia dari limbah. Manusia akan dapat melestarikan sumberdaya dengan menggunakan limbah sebagai sumber pengganti [20]. Balai penelitian dan
pengembangan industri, Jatim Surabaya 1982 kulit buah pisang mengandung 15 kalium dan 12 fosfor lebih banyak daripada daging buah [21].
Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Beberapa Macam Kulit Pisang [22]
2.2 BIOMASSA Biomassa merupakan material organik yang terdapat pada tanaman
termasuk alga, pohon dan lainnya. Ketika ikatan-ikatan molekul antara karbon, hidrogen dan oksigen terputus oleh pencernaan, pembakaran atau dekomposisi,
zat-zat ini akan melepaskan energi kimianya. Biomassa selalu menjadi sumber energi utama untuk beberapa hal dan diperkirakan kontribusinya menyuplai energi
untuk dunia hingga 10-14. Biomassa dapat terkonversi menjadi 3 jenis produk :
- Energi panaslistrik
- Sumber bahan bakar transport
- Cadangan bahan kimia
Sifat utama dari bahan biomassa yang menjadi perhatian dalam pengolahan menjadi sumber energi, berhubung pada :
- Kandungan air luar dan dalam
- Nilai kalor
- Jumlah dari fixed carbon dan volatil
Universitas Sumatera Utara
- Kandungan aburesidu
- Kandungan logam alkali
- Perbandingan selulosalignin [23]
2.3 PEMBAKARAN BIOMASSA Abu merupakan bahan anorganik yang tidak dapat dibakar dari sumber
bahan bakar yang tersisa setelah melalui pembakaran sempurna dan mengandung fraksi mineral dari biomassa tersebut. Abu merupakan turunan bagian dari
struktur tanaman dan mengandung berbagai unsur. Dalam kayu, abu terkandung kurang dari 2 persen, sedangkan bahan-bahan tanaman perkebunan dapat
mencapai antara 5-10 dan mencapai 30-40 dalam sekam padi. Produk dasar biomassa menghasilkan residu abu, yang melibatkan proses termokimia
yang meliputi pembakaran, pirolisis dan insinerasi dari biomassa tersebut. Menurut Khan et al., potensial pemanfaatan abu dipengaruhi oleh adanya
kehadiran logam-logam berat yang terkandung dalam sumber biomassa. Menurut Demirbas, komposisi dari abu juga tergantung pada jenis tumbuhan, kondisi
pertumbuhan dan fraksi abu. Akan tetapi, beberapa mineral dari abu mempunyai dampak yang baik pada aplikasi perkebunan dan lahan tanah kehutanan [24].
Mekanisme yang dilakukan untuk memperoleh mineral yang terbentuk pada abu selama pembakaran masih belum jelas, akan tetapi dengan alasan yang
pasti dengan mengasumsikan konversi mineral tersebut berubah berdasarkan temperatur pembakaran. Pada temperatur yang tinggi, kalium oksida yang
terbentuk akan bereaksi dengan unsur-unsur lain dan membentuk ikatan kimia, pada keadaan yang sama terjadi disosiasi dari kalium karbonat dan senyawa
kalium oksida akan mengalami penguapan dengan cepat sedangkan temperatur yang rendah, panas akan berpindah ke permukaan KOH sehingga K
2
CO
3
akan terbentuk [8]. Kombinasi kandungan oksigen tinggi dengan bahan organik volatil
yang terkandung di dalam biomassa menunjukkan potensi terjadinya penguapan pada sejumlah bahan anorganik selama pembakaran [25]. K, Na, S dan Cl
merupakan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk dari abu berdasarkan cara pembakaran biomassa, begitu pula dengan logam berat volatil Zn dan Cd akan
Universitas Sumatera Utara
terlepas dari bahan yang dibakar menjadi fasa gas dan kemudian beraksi dalam kondisi fasa gas [26].
Klorin merupakan faktor utama dalam pembentukan abu. Klorin sangat mempengaruhi kehadiran senyawa-senyawa anorganik, pada khususnya kalium.
Kalium klorida merupakan senyawa paling stabil pada temperatur tinggi, dalam fasa gas. Konsentrasi klorin sering dipakai sebagai jumlah logam alkali yang
menguap selama pembakaran yang juga mengartikan konsentrasi dari logam alkali tersebut. Ketidakhadiran klorin membuat alkali hidroksida menjadi senyawa
utama dalam fasa gas yang stabil pada gas pembakaran [25]. Profil temperatur merupakan aspek paling penting dalam pengontrolan
operasi proses pirolisis. Laju alir massa, fasa gas maupun padatan, bersama dengan temperatur reaktor mengontrol parameter-parameter seperti laju panas,
puncak temperatur, residence time dan waktu kontak antara fasa gas dan fasa padatan. Faktor ini mempengaruhi sifat dari produk yang dihasilkan. Residence
time padatan juga penting akan tetapi sedikit di bawah perinkat dibanding dengan temperatur, pengaruh waktu yang lama akan mempengaruhi yield yang lebih
rendah [27]. Menurut Jaihrul. et al., perbandingan zat volatil, fixed carbon, kandungan abu dan air merupakan indikator-indikator yield produk pirolisis.
Kandungan air pada biomassa hanya mempengaruhi proses perpindahan panas dengan efek yang signifikan saat menghasilkan produk-produk tersebut [28].
Temperatur pembakaran merupakan faktor penting dalam menentukan yield abu dari biomasssa. Adanya partikel hitam pada abu biasanya
diidentifikasikan sebagai pembakaran tidak sempurna. Pembakaran biomassa pada temperatur tinggi akan mengakibatkan dekomposisinya beberapa senyawa
anorganik dan berkurangnya berat abu. Babeyemi et al, merupakan salah satu peneliti yang mengevaluasi kembali komposisi dan senyawa kimia pada abu dari
berbagai jenis tanaman yang berbeda. Babayemi et al, menyatakan kandungan abu secara utama mengandung
karbonat dan hidroksida dari logam alkali NaK, tetapi pada beberapa kasus, juga mengandung zat non alkali yang larut dalam air seperti garam klorida dan
Universitas Sumatera Utara
sulfat. Dalam beberapa studi juga menyatakan adanya beberapa jenis tanaman mengandung non-alkali yang cukup tinggi. Dengan pertimbangan dari metode
pemisahan khususnya pengkristalan, komponen yang berbeda dapat dipisahkan dan diperoleh dalam bentuk senyawa yang lebih murni.
Komponen-komponen yang tidak larut dari abu mengandung silikat dan beberapa logam lainnya, ketika abu diekstrak dengan air, hanya karbonat dan
mungkin logam klorida dan sulfat akan ikut di dalam larutan tersebut. Kandungan alkali pada abu merupakan kalium atau natrium karbonat. Biasanya kandungan
tersebut dapat ditentukan dari metode titrasi asam-basa, dengan menggunakan metil orange atau indikator phenolpthalein.
Ekstraksi alkali abu merupakan alkali hidroksida yang dijelaskan dari K
2
O atau Na
2
O yang terbentuk dari hasil pembakaran biomassa dan larut dalam air selama ekstraksi dan membentuk hidroksida. Tetapi pembentukan K
2
O atau Na
2
O dapat terjadi dari pembakaran logam murni di udara, sebab K dan Na dalam bahan tanaman membentuk ikatan dengan matriks organik didalam tanaman,
pelepasan gas CO
2
dalam sistem pembakaran akan lebih mengarah membentuk karbonat dari logam tersebut dibanding oksidanya. Juga sangat diharapkannya
dengan kandungan abu yang semakin tinggi akan membuat yield alkali terus meningkat, akan tetapi hal tersebut tidak demikian. Menurut Babayemi et al.,
hubungan antara abu dan kandungan alkali akan berbeda dikarenakan variasi dari spesies tanaman [22].
2.4 PEMANFAATAN ABU