Latar Belakang Aplikasi Edible Film Dari Nata De Coco Dengan Penambahan Pati, Gliserin, Dan Kitosan Sebagai Pengemas Bumbu Mie Instan Dengan Pengaruh Lamanya Penyimpanan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan tersebut dapat dipercepat dengan adanya oksigen, air, cahaya, dan temperatur. Salah satu cara untuk mencegah atau memperlambat fenomena tersebut adalah dengan pemanasan yang tepat. Bahan makanan tersebut biasanya dibungkus dengan plastik sebagai bahan kemasan. Penggunaan bahan plastik tersebut mempunyai beberapa kekurangan sehingga dianggap kurang efisien. Bahan plastik juga mengandung zat-zat aditif dan molekul-molekul kecil yang mungkin dapat bermigrasi ke dalam bahan kemasan, dan kemasan plastik juga sulit terdegradasi alami karena sulit dicerna oleh mikroorganisme pembusuk, sedangkan dibakar akan mencemari udara, sehingga dapat mencemari lingkungan. Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya penggunaan kemasan plastik yang dapat merusak lingkungan, maka penggunaan edible film adalah sesuatu yang menjanjikan. Edible film adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk untuk melapisi makanan coating atau diletakkan diantara komponen makanan film yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan masa misalnya kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut atau sebagai pembawa aditif serta untuk meningkatkan penanganan suatu makanan Krochta, 1994. Edible film dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengemas dengan memperhatikan sifat fisik dan kimia. Sifat fisik dari edible film yang diharapkan adalah permeabilitas terhadap uap air Universitas Sumatera Utara relatif kecil. Sifat kimia dari edible film dengan bahan dasar dari bahan organik, seperti nata de coco, limbahnya masih dapat diuraikan oleh mikroorganisme Aspinall, 1970. Sebagai Negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai Indonesia banyak ditumbuhi pohon kelapa. Kelapa memberikan banyak hasil bagi manusia, misalnya produk kopra yang selanjutnya diolah menjadi minyak. Atih,1979. Sedangkan air kelapa hanya dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Indonesia, misalnya sebagai minuman dan bahan baku pembuatan nata de coco. Air kelapa mengandung air 91,27, protein 0,29, lemak 0,15, dan karbohidrat 7,27, serta abu 1,06. Selain itu, air kelapa mengandung nutrisi seperti sukrosa, dekstrosa, fruktosa, serta vitamin B kompleks yang terdiri dari asam nikotinat, asam pantotenat, biotin, riboflavin, dan asam folat. Nutrisi ini sangat berguna untuk pertumbuhan Acetobacter Xylinum Warisno, 2004. Nata de coco adalah jenis komponen minuman yang merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi yang melibatkan jasad renik mikroba yang dikenal dengan Acetobacter Xylinum Hidayat, 2006. Pati merupakan karbohidrat yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan. Pati mengandung banyak molekul glukosa sehingga dapat menjadi salah satu penyumbang atom karbon yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum pada proses pembuatan nata de coco Almatsier, 2004. Gliserin adalah cairan kental berwarna putih, dan berasa manis. Gliserin digunakan untuk menjaga kadar air dari suatu produk karena sifatnya yang menurunkan gaya intermolekul dari molekul-molekul pelarut yang saling bertumbukkan ketika terjadi reaksi antar satu molekul dengan molekul lain httpwww.wisegeek.com. Kitosan adalah biopolimer alami terutama sebagai penyusun cangkang udang-udangan, serangga, serta penyusun dinding sel ragi dan jamur. Kemampuan kitosan untuk mengikat logam Universitas Sumatera Utara dihubungkan dengan kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Kitosan mempunyai potensi untuk digunakan pada berbagai industri seperti industri makanan Manskaya, 1968. Mie instan merupakan salah satu makanan terfavorit warga Indonesia. Hampir setiap orang telah mencicipi mie instan atau mempunyai persediaan di rumah, sehingga jumlah limbah plastik meningkat yang dapat mencemari lingkungan. Pengemas plastik bumbu mie instan diganti dengan edible film dapat mengurangi limbah plastik di Indonesia. Dari penelitian Nurul 2007 “Pengaruh penambahan variasi massa pati pada pembuatan nata de coco dalam medium fermentasi bakteri Acetobacter xylinum”, telah dibuktikan bahwa pembuatan nata de coco dengan penambahan pati 2,5 akan memberikan pertambahan tebal dan kadar serat pada nata. Dari penelitian Lisbeth Tampubolon 2008 “Pembuatan Material Selulosa-Kitosan Bakteri dalam Medium Air Kelapa dengan Penambahan Pati dan Kitosan Menggunakan Acetobacter Xylinum”, telah dibuktikan bahwa pembuatan material selulosa-kitosan bakteri yang memiliki tekstur permukaan paling baik adalah dengan penambahan kitosan sebanyak 0,5 g pada pH=4. Dari penelitian Demse Pardosi 2008 “Pembuatan Material Selulosa Bakteri dalam Medium Air Kelapa Melalui Penambahan Sukrosa, Kitosan, dan Gliserol Menggunakan Acetobacter Xylinum”, telah dibuktikan bahwa material selulosa yang memiliki tekstur permukaan dan kekuatan tarik yang paling baik dihasilkan dari modifikasi dengan penambahan 10 g sukrosa, 1,5 g kitosan, dan 2 g gliserol. Dari penelitian Egyfaldi Biamenta 2010 “Pembuatan Edible Film dari Nata de Coco dengan Penambahan Pati, Gliserin, dan Kitosan”, telah dibuktikan bahwa pembuatan nata de coco dengan penambahan pati sebanyak 2,5 , gliserin sebanyak 5 , dan kitosan sebanyak 0,15 dapat meningkatkan kadar nutrisi edible film sebagai bahan pengemas makanan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengaplikasikan nata de coco dari limbah air kelapa dengan penambahan pati, gliserin dan kitosan sebagai pengemas bumbu mie instan. Universitas Sumatera Utara

1.2 Perumusan Masalah