Acetobacter Syarat mutu Aplikasi Edible Film Dari Nata De Coco Dengan Penambahan Pati, Gliserin, Dan Kitosan Sebagai Pengemas Bumbu Mie Instan Dengan Pengaruh Lamanya Penyimpanan

Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan ditemukan di dalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa membentuk komponen serat dari dinding sel tumbuhan. Molekul selulosa merupakan rantai-rantai atau mikrofibril dari D-glukosa sampai sebanyak 14000 satuan yang terdapat sebagai berkas-berkas terpuntir mirip tali yang terikat satu sama lain oleh ikatan hydrogen Fessenden, 1986. Gambar 2.1 Struktur Selulosa Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi nata adalah sejenis polisakarida mikroba yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain Acetobacter Xylinum. Selulosa ini lebih mudah dicerna oleh manusia jika dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan. Sistem pencernaan manusia mengandung enzim yang dapat mengkatalisis hidrolisis ikatan α-glikosidik, tetapi tidak mengandung enzim yang diperlukan untuk menghidrolisis ikatan β- glikosidik Hart, 2003.

2.4. Acetobacter

Ciri-ciri Acetobacter adalah selnya berbentuk bulat panjang sampai batang lurus atau agak bengkok, ukurannya 0,6-0,8 x 1,0-3,0 µm, terdapat dalam bentuk tunggal berpasangan atau dalam bentuk rantai. Acetobacter merupakan aerobic sejati, membentuk kapsul, bersifat nonmotil dan tidak mempunyai spora, suhu optimumnya adalah 30 C Pelczar dan Chan, 1988. Universitas Sumatera Utara Spesies Acetobacter yang terkenal adalah Acetobacter aceti, Acetobacter orlenensis, Acetobacter liquefasiensis, dan Acetobacter xylinum. Meskipun ciri-ciri yang dimiliki hampir sama dengan spesies lainnya Acetobacter xylinum dapat dibedakan dengan yang lain karena sifatnya yang unik. Bila Acetobacter xylinum ditumbuhkan pada medium yang mengandung gula. Bakteri ini dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk suatu polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler Daulay, 2003. Defenisi nata adalah suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut dalam air dan terbentuk pada permukaan media fermentasi air kelapa atau beberapa sari buah masam. Pembuatan nata melibatkan jasad renik mikroba yang dikenal dengan nama Acetobacter Xylinum. Di bawah mikroskop nata tampak sebagai massa benang yang melilit yang sangat banyak seperti benang- benang kapas. Nata merupakan mikroorganisme itu sendiri seperti granula yeast yang tersusun atas sel yeast sehingga ada yang menyangka bahwa mengkonsumsi nata sama dengan mengkonsumsi Acetobacter Hidayat, 2006.

2.4 .1. Jenis-jenis Acetobacter

Adapun jenis-jenis bakteri Acetobacter adalah sebagai berikut : a. Acetobacter acetii, ditemukan oleh Beijerinck pada tahun 1898. Bakteri ini penting dalam produksi asam asetat, yang mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat. Banyak terdapat pada ragi tapai, yang menyebabkan tapai yang melewati 2 hari fermentasi akan menjadi berasa masam. b. Acetobacter xylinum, bakteri ini digunakan dalam pembuatan nata de coco. Acetobacter xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi. Nata yang dihasilkan berupa pelikel yang mengambang dipermukaan substrat. Bakteri ini juga terdapat pada produk kombucha yaitu fermentasi dari teh Hidayat, 2007. c. Acetobacter suboxydans, bakteri ini dapat mengubah glukosa menjadi asam askorbat vitamin C Robinson, 1976. Universitas Sumatera Utara d. Acetobacter orleanensis, bakteri ini dapat mengubah etanol menjadi cuka Mckane and Judy, 1976. e. Acetobacter indonesianensis, ditemukan pada tahun 2001. Bakteri ini merupakan bakteri asli Indonesia. f. Acetobacter cibinongensis, bakteri ini berasal dari daerah Cibinong. g. Acetobacter syzygii, ditemukan pada tahun 2002. Bakteri ini berasal dari buah sirsak h. Acetobacter tropicalis, ditemukan pada tahun 2001. Bakteri ini berasal dari daerah tropis. i. Acetobacter bogoriensis, bakteri ini berasal dari daerah tropis. Jenis Acetobacter 5 – 9 adalah spesies baru yang merupakan bakteri asli Indonesia, yang ditemukan oleh Dr. Puspita Lisdayanti Prasetyo, 2003.

2.4.2. Acetobacter xylinum

Bakteri pembentuk nata termasuk kedalam golongan Acetobacter, yang mempunyai ciri – ciri antara lain : ”sel bulat panjang sampai batang seperti kapsul, tidak mempunyai endospora, sel – selnya bersifat gram negatif, bernafas secara aerob tetapi dalam kadar yang kecil Pelczar dan Chan, 1988. Acetobacter xylinum dapat dibedakan dengan spesies yang lain karena sifatnya yang bila ditumbuhkan pada medium yang kaya komponen gula, bakteri ini dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk suatu polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler. Acetobacter xylinum mempunyai tiga enzim yang aktif, yaitu enzim kinase, enzim ekstraseluler selulosa polimerase, dan enzim protein sintetase. Enzim ekstraseluler selulosa polimerase aktif pada pH 4 yang berfungsi untuk membentuk benang-benang selulosa nata. Enzim protein sintetase aktif pada pH 3-6 yang berfungsi untuk mengubah makanan yang mengandung C, H, O, dan N menjadi protein Mandel, 2004. Dalam medium cair, Acetobacter xylinum mampu membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Bakteri terperangkap dalam benang – benang yang Universitas Sumatera Utara dibuatnya. Untuk menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih, dan tembus pandang perlu diperhatikan suhu fermentasi inkubasi, komposisi medium dan pH medium. Gambar 2.2 Acetobacter xylinum Klasifikasi ilmiah dari Acetobacter xylinum : Kerajaan : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Alpha Proteobacteria Ordo : Rhodospirilia Famili : Pseudomonadaceae Genus : Acetobacter Spesies : Acetobacter xylinum Moss M.O., 1995. Bakteri Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri Acetobacter xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian. Adapun tahap – tahap pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dalam kondisi normal dapat dilihat pada gambar 2.3 Universitas Sumatera Utara waktu Gambar 2.3 Tahap – tahap pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dalam kondisi normal a. Fase adaptasi Begitu dipindahkan ke media baru, bakteri Acetobacter xylinum tidak langsung tumbuh dan berkembang. Pada fase ini, bakteri akan terlebih dahulu menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan barunya. Fase adaptasi bagi Acetobacter xylinum dicapai antara 0 – 24 jam atau ± 1 hari sejak inokulasi. b. Fase pertumbuhan awal Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan rendah. Fase ini menandai diawalinya fase pertumbuhan eksponensial. Fase ini dilalui dalam beberapa jam. c. Fase pertumbuhan eksponensial Fase ini disebut juga sebagai fase pertumbuhan logaritmik, yang ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Untuk bakteri Acetobacter xylinum, fase ini dicapai dalam waktu antara 1- 5 hari tergantung pada kondisi lingkungan. Pada fase ini juga, bakteri mengeluarkan enzim d Bobot sel Bobot nata Pertumbuhan Acetobacter xylinum Pembentukan b c e g a f Universitas Sumatera Utara ekstraseluler polimerase sebanyak – banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa. d. Fase pertumbuhan diperlambat Pada fase ini, terjadi pertumbuhan yang diperlambat karena ketersediaan nutrisi yang telah berkurang, terdapatnya metabolit yang bersifat toksik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, dan umur sel yang telah tua. e. Fase stasioner Pada fase ini, jumlah sel yang tumbuh relatif sama dengan jumlah sel yang mati. Penyebabnya adalah di dalam media terjadi kekurangan nutrisi, pengaruh metabolit toksik lebih besar, dan umur sel semakin tua. Namun pada fase ini, sel akan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim jika dibandingkan dengan ketahanannya pada fase lain. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. f. Fase menuju kematian Pada fase ini, bakteri mulai mengalami kematian karena nutrisi telah habis dan sel kehilangan banyak energi cadangannya. g. Fase kematian Pada fase ini, sel dengan cepat mengalami kematian, dan hampir merupakan kebalikan dari dase logaritmik. Sel mengalami lisis dan melepaskan komponen yang terdapat di dalamnya.

2.4.3. Sifat-sifat Acetobacter xylinum

1. Sifat Morfologi Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar 0,6 mikron, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan 6 – 8 sel. Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk Universitas Sumatera Utara lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel dan koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum ose. 1. Sifat Fisiologi Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alkohol, dan propil alkohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO 2 dan H 2 O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan mempolimerisasi glukosa hingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Faktor – faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperatur, dan ketersediaan oksigen.

2.4.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum

Adapun beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi nutrisi, adalah sebagai berikut: a. Sumber karbon Sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi nata adalah senyawa karbohidrat yang tergolong monosakarida dan disakarida. Pembentukan nata dapat terjadi pada media yang mengandung senyawa – senyawa glukosa, sukrosa, dan laktosa. Sementara yang paling banyak digunakan berdasarkan pertimbangan ekonomis, adalah sukrosa atau gula pasir. Penambahan sukrosa harus mengacu pada jumlah yang dibutuhkan. Penambahan yang berlebihan, disamping tidak ekonomis akan mempengaruhi tekstur nata, juga dapat menyebabkan terciptanya limbah baru berupa sisa dari sukrosa tersebut. Namun sebaliknya, penambahan yang terlalu sedikit, menyebabkan bibit nata menjadi tumbuh tidak normal dan nata tidak dapat dihasilkan secara maksimal. b. Sumber nitrogen Universitas Sumatera Utara Sumber nitrogen bisa digunakan dari senyawa organik maupun anorganik. Bahan yang baik bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum dan pembentukan nata adalah ekstrak yeast dan kasein. Namun, amonium sulfat dan amonium fosfat di pasar dikenal dengan ZA merupakan bahan yang lebih cocok digunakan dari sudut pandang ekonomi dan kualitas nata yang dihasilkan. Banyak sumber N lain yang dapat digunakan dan murah seperti urea. c. Tingkat keasaman pH Meskipun bisa tumbuh pada kisaran pH 3,5 – 7,5 , bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana asam pH 4,3. Jika kondisi lingkungan dalam suasana basa, bakteri ini akan mengalami gangguan metabolisme selnya. d. Temperatur Adapun suhu ideal optimal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum adalah 28 C – 31 C. Kisaran suhu tersebut merupakan suhu kamar. Pada suhu di bawah 28 C, pertumbuhan bakteri terhambat. Demikian juga, pada suhu diatas 31 C, bibit nata akan mengalami kerusakan dan bahkan mati, meskipun enzim ekstraseluler yang telah dihasilkan tetap bekerja membentuk nata. e. Udara oksigen Bakteri Acetobacter xylinum merupakan mikroba aerobik. Dalam pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitasnya, bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Bila kekurangan oksigen, bakteri ini akan mengalami gangguan dalam pertumbuhannya dan bahkan akan segera mengalami kematian. Oleh sebab itu, wadah yang digunakan untuk fermentasi nata de coco, tidak boleh ditutup rapat. Untuk mencukupi kebutuhan oksigen, pada ruang fermentasi nata harus tersedia cukup ventilasi.

2.4.5. Aktifitas Acetobacter xylinum pada fermentasi nata

Apabila ditumbuhkan dalam media yang kaya akan sukrosa gula pasir, bakteri ini akan memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Senyawa – senyawa glukosa dan fruktosa tersebut baru dikonsumsi sebagai bahan bagi metabolisme sel. Universitas Sumatera Utara Bakteri Acetobacter xylinum merombak gula untuk memperoleh energi yang diperlukan bagi metabolisme sel. Selain itu, bakteri ini juga mengeluarkan enzim yang mampu menyusun mempolimerisasi senyawa glukosa menjadi polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler nata de coco. Fruktosa, selain digunakan sebagai sumber energi, bahan dasar nata setelah dihidrolisis menjadi glukosa, juga berperan sebagai induser bagi sintesis enzim ekstraseluler polimerase. Hal ini merupakan salah satu alasan, bahwa sukrosa mempunyai kelebihan dibanding gula sederhana lain dalam fungsinya sebagai substrat pembuat nata. Berdasarkan pada pengamatan morfologi, pembentukan nata oleh bakteri Acetobacter xylinum diawali dengan pembentukan lembaran benang – benang selulosa. Pembentukan benang tersebut, pada mulanya tampak seperti flagel cambuk pada bakteri umumnya. Selanjutnya, bakteri Acetobacter xylinum membentuk mikrofibril selulosa di sekitar permukaan tubuhnya hingga membentuk serabut selulosa yang sangat banyak dan dapat mencapai ketebalan tertentu. Pada akhirnya, susunan selulosa tersebut akan tampak seperti lembaran putih transparan dengan permukaan licin dan halus, yang disebut nata. Adapun mekanisme pembentukan nata seperti yang telah diuraikan diatas, dapat diilustrasikan seperti pada gambar 2.4 Universitas Sumatera Utara Keterangan gambar: 1. Sel Acetobacter xylinum 2. Benang selulosa Gambar 2.4 Susunan fibril selulosa yang membentuk jalinan yang akan menjadi nata

2.5. Edible Film

Edible film adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk untuk melapisi makanan coating atau diletakkan di antara komponen makanan film yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa misalnya kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut dan atau sebagai pembawa additif serta untuk meningkatkan penanganan suatu makanan Krochta, 1994. Jika bahan baku dan bahan racikannya adalah bahan yang bisa dimakan dan hanya perubahan struktur bahan baku yang terjadi selama proses pemasakan, perubahan pH, atau modifikasi enzimatis, maka kemasan tersebut digolongkan kepada kemasan yang dapat dimakan Bardant dan Dewi, 2007. Edible film diaplikasikan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan, atau penyemprotan. Bahan hidrokoloid dan koloid lemak atau campuran keduanya dapat digunakan untuk membuat edible film. Hidrokoloid yang dapat digunakan untuk membuat edible film adalah protein kasein, protein kedelai, protein jagung, dan gluten gandum dan 1 2 Universitas Sumatera Utara karbohidrat pati, pektin, dan modifikasi karbohidrat lainnya, sedangkan lipid yng digunakan adalah lilin atau wax, gliserol, dan asam lemak. Kelebihan edible film yang dibuat dari hidrokoloid diantaranya memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida, dan lipid serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan structural produk. Kelemahannya, film dari karbohidrat kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air sementara film dari protein sangat dipengaruhi oleh perubahan pH. Kelebihan edible film dari lipid adalah memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk dari penguapan air. Sedangkan kekurangannya yaitu kegunaannya dalam bentuk murni sebagai pelapis masih terbatas, karena mempunyai kekurangan dari segi ketahanannya. Edible film dari komposit gabungan hidrokoloid dan lipid dapat meningkatkan kelebihan film dari hidrokoloid dan film dari lipid, serta mengurangi kelemahannya. Pembentukan edible film merupakan proses pertumbuhan fragmen-fragmen kecil yang akan membentuk suatu polimer. Prinsip pembentukan edible film adalah interaksi rantai polimer menghasilkan polimer yang lebih besar dan stabil. Syamsir,2008

2.5.1 Sifat edible film

Sifat fisik film meliputi sifat mekanik dan penghambatan. Sifat mekanik menunjukkan kemampuan kekuatan film dalam menahan kerusakan bahan selama pengolahan, sedangkan sifat penghambatan menunjukkan kemampuan film melindungi produk yang dikemas dengan menggunakan film tersebut. Beberapa sifat film meliputi kekuatan renggang putus, ketebalan, pemanjangan, laju transmisi uap air, dan kelarutan film Gontard, 1993. a. Ketebalan Film mm Universitas Sumatera Utara Ketebalan film merupakan sifat fisik yang dipengaruhi oleh konsentrasi padatan terlarut dalam larutan film dan ukuran plat pencetak. Ketebalan film akan mempengaruhi laju transmisi uap air, gas dan senyawa volatile Mc Hugh and Sanesi, ,1993. b. Tensile strength Mpa dan Elongasi Pemanjangan didefinisikan sebagai presentase perubahan panjang film pada saat film ditarik sampai putus Krochta dan Mulder Johnston,1997. Menurut Krochta dan De Mulder Johnston 1997, kekuatan regang putus merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film dapat tetap bertahan sebelum film putus atau robek. Pengukuran kekuatan regang putus berguna untuk mengetahui besarnya gaya yang dicapai untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap satuan luas area film untuk merenggang atau memanjang. c. Kelarutan Film Persen kelarutan edible film adalah persen berat kering dari film yang terlarut setelah dicelupkan di dalam air selama 24 jam Gontard, 1993. d. Laju Transmisi Uap Air Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan waktu dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible film adalah untuk menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap uap air harus serendah mungkin Gontard, 1993. Menurut Syarief 1989, faktor-faktor yang mempengaruhi konstanta permeabilitas kemasan adalah: 1 Jenis film permeabilitas dari polipropilen lebih kecil dari padapolietilen artinya gas atau uap air lebih mudah menembuspolipropilen daripada polietilen. 2 Ada tidaknya cross linking misalnya pada konstanta Universitas Sumatera Utara 3 Suhu 4 Ada tidaknya plasticizer misal air 5 Jenis polimer film 6 Sifat dan besar molekul gas 7 Solubilitas atau kelarutan gas Sifat fisik film meliputi sifat mekanik dan penghambatan. Sifat mekanik menunjukkan kekuatan film menahan kerusakan bahan selama pengolahan; sedangkan sifat penghambatan menunjukkan kemampuan film melindungi produk yang dikemas dengan menggunakan film tersebut. Beberapa sifat film meliputi kekuatan renggang putus, ketebalan, pemanjangan, laju transmisi uap air, dan kelarutan film Gontard, 1993. Berdasarkan UU no. 17 tahun 1996 pasal 3 syarat edible film menjadi pengemas makanan, yaitu: 1. Menjaga produk pangan agar tetap bersih, terlindung dari kotoran dan kontaminan. 2. Menjaga produk pangan dari kerusakan fisik, perubahan kadar air dan pengaruh sinar. 3. Pengemas tidak mudah robek atau putus. 4. Pengemas tidak mudah berubah warna, aroma dan rasa dalam jangka waktu yang cepat.

2.5.2 Aplikasi edible Film

Aplikasi dari edible film atau edible coating dapat dikelompokkan atas : 1. Sebagai kemasan primer dari produk pangan. Contoh dari penggunaan edible film sebagai kemasan primer adalah pada permen, sayur-sayuran dan buah-buahan segar, sosis, daging dan produk hasil laut. Universitas Sumatera Utara 2. Sebagai barrier. Penggunaan edible film sebagai barrier dapat dilihat dari contoh-contoh berikut : Gellan gum yang direaksikan dengan garam mono atau bivalen yang membentuk film, diperdagangkan dengan nama dagang Kelcoge merupakan barrier yang baik untuk absorbsi minyak pada bahan pangan yang digoreng, sehingga menghasilkan bahan dengan kandungan minyak yang rendah. 3. Sebagai pengikat Binding. Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang diberi bumbu yaitu sebagai pengikat atau adesif dari bumbu yang diberikan agar dapat lebih merekat pada produk. Pelapisan ini berguna untuk mengurangi lemak pada bahan yang dengan penambahan bumbu. 4. Sebagai Pelapis Glaze. Edible film dapat bersifat pelapis untuk meningkatkan penampilan dari produk-produk bakery, yaitu untuk menggantikan palapisan dengan telur. Keuntungan dari palapisan ini adalah dapat menghindari masuknya mikroba yang dapat terjadi jika dilapisi dengan telur Julianti dan Nurminah, 2007.

2.6. Bahan yang ditambahkan

Pada pembuatan edible film dari bahan dasar nata de coco yang dibuat dari bahan-bahan seperti air kelapa, gula, urea, pati, gliserin, dan kitosan. Yang masing-masing dari bahan tersebut mempunyai fungsi sebagai bahan karbohidrat, sumber nitrogen, plasticizer, dan antimikroba.

2.6.1 Pati

Amilum atau dalam kehidupan sehari-hari disebut pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji- bijian. Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa dan sisanya amilopektin. Universitas Sumatera Utara Amilosa terdiri atas 250-300 unit D- glukosa yang terikat dengan ikatan α 1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik. Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang Poedjiadi, 1994. Pati dapat dipisahkan menjadi dua fraksi utama berdasarkan kelarutan bila ditambahkan dengan air panas: sekitar 20 pati adalah amilosa larut dan 80 sisanya ialah amilopektin tidak larut. Amilosa. Hidrolisis lengkap amilosa meghasilkan hanya D-Glukosa; hidrolisis parsial menghasilkan maltose sebagai satu-satunya disakarida. Disimpulkan bahwa amilosa adalah polimer linear dari α-D-glukosa yang dihubungkan secara-1,4. Beda antara amilosa dan selulosa ialah ikatan glikosidanya β dalam selulosa, dan α dalam amilosa. Hal ini menyebabkan perbedaan sifat antara kedua polisakarida ini. Terdapat 250 satuan glukosa atau lebih per molekul amilosa, banyaknya satuan bergantung spesi hewan atau tumbuhan itu. Gambar 2.5 Struktur Amilosa Amilopektin. Suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa, mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Seperti rantai dalam amilosa, rantai utama dari amilopektin mengandung 1,4- α-D-glukosa. Tidak seperti amilosa, amilopektin bercabang sehingga terdapat satu glukosa ujung kira-kira tiap 25 satuan glukosa. Ikatan pada titik percabangan ialah ikatan 1,6- α-glikosida. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.6 Struktur Amilopektin Hidrolisis lengkap amilopektin hanya menghasilkan D-glukosa. Namun hidrolisis tak lengkap menghasilkan suatu campuran disakarida maltose danisomaltosa, yang kedua ini berasal dari percabangan-1,6 Fesenden, 1986.

2.6.2. Gliserin

Gliserin yang merupakan produk samping dari industri oleokimia yang memiliki sifat higroskopis, larut dalam air dan alkohol, tidak berwarna, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Gliserin banyak digunakan untuk farmasi, bahan makanan, kosmetik, emulsifier dan minyak pelumas. Adapun kegunaan gliserin adalah sebagai berikut : a Farmasi Gliserin banyak digunakan sebagai salep, obat batuk, pembuatan multi vitamin, vaksin, obat infeksi, stimulan jantung, antiseptik, pencuci mulut, pasta gigi. b Bahan makanan Gliserin digunakan sebagai pelarut ekstrak buah seperti vanili, kopi, koumarin. Gliserin juga digunakan untuk minuman berkarbonat, pembuatan keju, permen jeli. c Kosmetik Universitas Sumatera Utara Gliserin yang memiliki sifat tidak beracun, tidak iritasi dan tidak berwarna digunakan untuk pelembut dan pelembab kulit, krem kulit, sabun, pembersih wajah. Gliserin juga digunakan sebagai pelarut parfum, pewarna dan pembersih kendaraan Minner,1953. Gliserin dengan rantai HO-CH 2 -CH-OH-CH 2 -OH adalah produk samping dari reaksi hidrolisis antara minyak nabati dengan air untuk menghasilkan asam lemak. Senyawa ini bisa menurunkan titik beku pelarutnya dengan mengganggu pembentukan kristal es pelarut. Gliserin juga dapat meningkatkan titik didih pelarutnya dengan menghalangi molekul- molekul pelarut saling bertumbukan, dengan demikian mengurangi tekanan uap pelarutnya. Gliserin berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. CH 2 – OH CH – OH CH 2 – OH Gambar 2.7 Struktur Gliserin Gliserin merupakan humektan yang biasa dipakai untuk kosmetik hand and body lotion, cream pelembab, dan lain-lain, untuk bahan dasar pembuatan sabun juga merupakan bahan utama untuk pasta gigi. Fungsinya adalah untuk mengikat airpelembab sehingga cream selalu basah. Gliserin mudah dicerna dan tidak beracun dan bermetabolisme bersama karbohidrat, meskipun berada dalam bentuk kombinasi pada sayuran dan lemak binatang. Untuk produk makanan dan pembungkus makanan yang kontak langsung dengan konsumen, syarat utamanya adalah tidak beracun. Kegunaannya di dalam produk makanan dan minuman antara lain sebagai : Universitas Sumatera Utara - Pelarut untuk pemberi rasa - Pengental dalam sirup - Bahan pengisi dalam makan rendah lemak - Pencegah kristalisasi gula pada permen dan es http:susyanairi.blogspot.comgliserinhtml

2.6.3. Kitosan

Kitosan adalah poli-2-amino-2-deoksi- β-1-4-D-glukopiranosa dengan rumus molekul C 6 H 11 NO 4 n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Gambar 2.8 Struktur Kitosan Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan . kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4,0, tetapi tidak larut pada pH yang lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO 3 , kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10. Kitosan tidak larut dalam H 2 SO 4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan di dalam H 3 PO 4 tidak larut pada konsentrasi 1 sementara pada konsentrasi 0,1 sedikit larut. Kitosan lazimnya disintesis dari deasetilase kitin yang berasal dari limbah kulit udang atau kepiting. Oleh karena itu, penggunaan kitosan sejak awal telah berperan dalam mengurangi pencemaran lingkungan. Manfaat kitosan dalam bidang lingkungan adalah untuk menyerap Universitas Sumatera Utara logam berat maupun zat warna yang banyak dihasilkan dari industri tekstil atau kertas. Logam berat merupakan limbah yang sangat berbahaya. Kitosan larut dalam pelarut organic, HCl encer, HNO 3 encer, H 3 PO 4 0,5 dan CH 3 COOH 1, tetapi tidak larut dalam basa kuat dan H 2 SO 4 . Dalam kondisi asam berair, gugus amino -NH 2 kitosan akan menangkap H + dari lingkungannya, sehingga gugus aminonya terprotonasi menjadi –NH 3 + . Gugus inilah yang menyebabkan kitosan bertindak sebagai garam, sehingga dapat larut dalam air, analog dengan pelarutan garam, sehingga dapat larut dalam air. Selain itu, muatan positif - NH 3 + dapat dimanfaatkan untuk adsorpsi penyerapan zat warna anionic bermuatan negatif. Sementara adsorpsi zat warna kationik dan kation logam memanfaatkan keberadaan pasanganelektron bebas pada gugus –OH dan NH 2 . Oleh karena itu, sebaiknya proses penyerapan dilakukan dalam lingkungan yang tidak asam agar gugus –NH 2 tidak terprotonasi. Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Di bidang industri , kitin, dan kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair, pengikat dan penjerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu peptisida, lemak, tannin, PCB poliklorinasi bifenil, mineral dan asam organik, media kromatografi afinitas, gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentuk film dan membran mudah terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp, dan produk tekstil. Sementara di bidang pertanian dan pangan, kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampur ransum pakan ternak, anti mikroba, anti jamur, serat bahan pangan, penstabil, pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental dan pengemulsi produk olahan pangan, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi, peptisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasidifikasi buah-buahan, sayuran dan penjernih sari buah. Fungsinya sebagai antimikrob dan antijamur juga diterapkan di bidang kedokteran. Kitin dan kitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans dan Staphvlacoccus aureus Sugita, 2009. Universitas Sumatera Utara

2.7 Syarat mutu

Syarat mutu merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas nata. Adapun syarat mutu nata menurut SNI Standar Nasional Indonesia adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Syarat mutu nata Sumber : SNI 01 – 2881 - 1992 Universitas Sumatera Utara BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan