Lisan Bahasa Minang Anjar Setianingsih S841008004

commit to user

d. Bahasa

Bahasa dalam unsur kebudayaan yang di kemukakan oleh Koentjaraningrat ada dua macam, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara ini adalah bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Minang, bahasa Indonesia, bahasa Arab dan bahasa Inggris.

1. Lisan

1. Bahasa Minang

Alif sebagai tokoh utama berasal dari kampung Bayur, Minanjau. Bahasa daerah Minangkabau adalah bahasa Minang. Bahasa derah itu digunakan sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat pada novel Negeri Lima Menara. Bahasa Minang yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara adalah sebagai berikut “Buyuang, sejak waang masih di kandungan, Amak selalu punya cita- cita,” mata Amak kembali menatapku. AHMAD FUADI, 2011 : 8 Buyuang merupakan pangilan untuk anak laki-laki di kampung Minanjau. Buyuang adalah panggilan Alif. Biasa Amaak memanggil Alif dengan sebutan Buyuang. Waang adalah kata ganti orang kedua tunggal yaitu artinya kamu. Waang diucapakan Amaak kepada Alif. Hal itu ducapakan ketika Amaak membujuk Alif untuk masuk sekolah ke Pondok. Sementara itu kata ambo kata ganti orang pertama, yaitu saya. Kata ambo dianggap lebih sopan dan dipakai ketika bicara dengan orang yang dihormati. commit to user Sebutan kata ambo ini digunakan Alif ketika berbicara dengan ibunya. Alif membela diri bahwa Alif tidak berbakat dalam agama. Alif lebih senang melanjutkan sekolah ke SMA. Namun, ibu Alif tetap kukuh agar Alif melanjutkan sekolah ke Pondok. Bahkan ibu Alif mengatakan bahwa orang tua lain mengirim anaknya ke sekolah madrasah bukan berarti anak tersebut cadiak. Cadiak artinya adalah pintar. Hal tersebut sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut: “Tapi Amak, ambo tidak berbakat dengan ilmu agama. Ambo ingin menjadi insinyur dan ahli ekonomi,” tangkisku sengit. Mukaku merah dan mata terasa panas. AHMAD FUADI, 2011 : 9 “Tapi bukan salah ambo, orang tua lain mengirim anak yang kurang cadiak masuk madrasah...” AHMAD FUADI, 2011 : 9 Di dalam novel Negeri Lima Menara juga terdapat bahasa Minang yang berbentuk sebuah kalimat percakapan. “Alah kanai lo baliak. Kita kena lagi” Kalimat tersebut adalah kalimat yang dilontarkan oleh Etek Muncak dan keneknya secara bersamaan. Kalimat “Alah kanai lo baliak. Kita kena lagi” artinya bahwa roda belakang bus tersebut pecah. Hal tersebut sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut: BLAAR Bus tiba-tiba bergetar dan oleng. Semua penumpang berteriak kaget. Amukan di perutku tiba-tiba surut, pudur seperti lilin di henbus angin. Pak Etek Muncak dan kenek bersamaan berseru, “Alah kanai lo baliak. Kita kena lagi”. Roda belakang pecah. AHMAD FUADI, 2011 : 21 Kalimat Minang lain yang ditemukan adalah “ndak ba’a do” artinya adalah sebentar lagi perjalanan menyebrang pulau akan sampai. “ndak ba’a do” disampaikan oleh bapak kepada Alif. Karena perjalanan laut ketika itu sangat menakutkan. Tiba-tiba gelombang laut tinggi. Kapal tergocang, penumpangnya commit to user bagai dilempar kesana- kemari. Hal ini sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut: “ndak ba’a do”, sebentar lagi kita sampai” seru ayah mencoba menenangkan sambil menggamit bahuku. Padahal setengah jam yang lalu pelayaran kami mulus, gemericik air yang di belah haluan terasa menentramkan hati. AHMAD FUADI, 2011 : 22

2. Bahasa Arab