commit to user
Sosiologi karya sastra menurut Wellek dan Werren, seperti yang dijelaskan di atas bahwa sosiologi karya sastra memperlajari makna yang terdapat
dalam karya sastra tersebut. Dalam hal ini karya sastra berupa novel Negeri Lima Menara. Selain makna juga dipelajari tujuan yang terdapat dalam karya sastra.
Sosial Budaya, analisis sosiologi sastra menurut Wellek dan Werren khususnya sosiologi karya sastra. Sosiologi tersebut membahas mengenai karya
sastra itu sendiri atau sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial
sebagai potret kenyataan sosial. Salah satunya yaitu sosial budaya.
3. Kajian tentangAspek Sosial Budaya
a. Pengertian Aspek Sosial Budaya
Menurut Fatimah Djajasudarma 1999: 26 aspek adalah cara memandang struktur temporalintern suatu situasi yang dapat berupa keadaan,
peristiwa, dan proses.Keadaan bersifat statis, sedangkan peristiwa bersifat dinamis. Peristiwa dikatakan dinamis jika dipandang sedang berlangsung
imperaktif. Sosial artinya kebersamaan yang melekat pada individu Soelaeman, 1998: 123.
Jadi, aspek sosial dapat diartikan sebagai penginterpretasian terhadap sudut pandang masyarakat. Aspek sosial merupakan sesuatu yang
memperhitungkan nilai penting antara sastra dan masyarakat, sehingga untuk memahami permasalahan dalam suatu karya sastra, akan berhubungan dengan
realita sosial yang terdapat dalam masyarakat. Aspek sosial suatu karya sastra
commit to user
menangkap kenyataan kehidupan melalui berbagai permasalahannya. Selaras dengan itu, Nyoman Kutha Ratna 2011: 11 menyatakan bahwa:
Analisis sosiologis memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi- fungsi
sastra, karya
sastra sebagai
produk masyarakat
tertentu.Konsekuensinya, sebagai timbal balik, karya sastra mesti memberikan masukan, manfaat, terhadap struktur sosial yang
menghasilkannya.Mekanisme tersebut seolah-olah bersifat imperatif, tetapi tidak dalam pengertian yang negatif.Artinya, antar hubungan yang
terjadi tidak merugikan secara sepihak. Sebaliknya, antar hubungan akan menghasilkan proses regulasi dalam sistemnya masing-masing.
Jadi, karya sastra hampir mencakup seluruh aspek kehidupan manusia sehingga karya sastra sangat dekat dengan aspirasi masyarakat.Karya sastra yang
dihasilkan pengarang di dalamnya memuat masalah-masalah yang terdapat dalam masyarakat.Dalam hubungan inilah, pengarang merupakan wakil dari
masyarakat.Oleh karena itu, penelitian terhadap karya sastra pada dasarnya identik dengan meneliti seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Sebagaimana pendapat Luxemburg 1984: 23-24 yang membuat hubungan antara sastra dan masyarakat dapat diteliti dengan berbagai cara.
a Yang diteliti ialah faktor-faktor di luar teks sendiri, gejala konteks sastra: teks sastra itu tidak ditinjau. Misalnya, dengan meneliti
kedudukan pengarang di dalam masyarakat, sidang pembaca, penerbitan, dan seterusnya.
b Yang diteliti ialah hubungan antara aspek-aspek teks sastra dan susunan masyarakat. Penilaian tidak hanya berdasarkan norma-
norma estetik melainkan juga norma-norma politik dan etik.
Soelaeman 1998: 173 menyatakan bahwa aspek sosial dibedakan menjadi beberapa bagian yang diuraikan sebagai berikut.
a. Budaya yaitu nilai, simbol, norma, dan pandangan hidup umumnya dimiliki bersama oleh anggota suatu masyarakat.
commit to user
b. Pedesaan dan perkotaan yaitu suatu persekutuan hidup permanen pada suatu tempat sifat yang khas.
c. Ekonomi, meliputi kemiskinan adalah kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan beradadi garis
kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Lebih lanjut, Soelaeman 1998: 5 mengemukakan bahwa kehidupan manusia sebagai makhluk sosial selalu dihadapkan kepada masalah sosial yang
tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Masalah sosial ini timbul sebagai akibat dari hubungannya dengan sesama manusia lainnya dan akibat tingkah
lakunya. Masalah sosial ini tidaklah sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain karena adanya perbedaan dalam tingkat perkembangan dan
kebudayaannya, sifat kependudukannya, dan keadaan lingkungan alamnya. Masalah-masalah sosial merupakan hambatan dalam usaha untuk mencapai
sesuatu yang
diinginkan.Pemecahannya mengunakan
cara-cara yang
diketahauinya dan yang berlaku tetapi aplikasinya menghadapi kenyataan, hal yang biasanya berlaku telah berubah, atau terlambat pelaksanaannya. Masalah-
masalah tersebut dapat terwujud sebagai masalah sosial, masalah moral, masalah politik, masalah ekonomi, masalah agama, atau masalah-masalah lainnya
Soelaeman, 1998: 6. Menurut Soerjono Soekanto 2010: 54-55 yang dimaksud proses-proses
sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila para individu dan kelompok-kelompok saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk
commit to user
hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Atau dengan
perkataan lain, proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama. Tiga bentuk interaksi sosial yaitu Persaingan
Competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui
bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum baik perseorangan maupun kelompok manusia dengan cara menarik
perhatian publik atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan Soerjono Soekanto, 2010: 83.
Adapun pertentangan Pertikaian atau Conflict adalah merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya
dengan jalan menantang lawan yang disertai dengan ancaman danatau kekerasan. Soerjono Soekanto, 2010: 91.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek sosial adalah hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan timbal
balik antarindividu, antarkelompok manusia, maupun antara orang dengan kelompok manusia dan masalah sosial ini tidaklah sama antara masyarakat yang
satu dengan masyarakat yang lain karena adanya perbedaan dalam tingkat perkembangan dan kebudayaannya, sifat kependudukannya, dan keadaan
lingkungan alamnya. Aspek sosial masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain berbeda.
commit to user
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi budi atau akal diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culuture, yang berasal dari bahasa latin Colore, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diartikan sebagai “kultur” dalam bahasa
Indonesia. Edward Burnett Tylor dalam Alo Liliwori, 2009: 107 menjelaskan
bahwa kebudayaan adalah kompleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan lain dan
kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Adapun Bounded et. al dalam Alo Liliwori, 2009: 110 mendefinisikan bahwa
kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol
bahasa sebagai rangkaian simbol, yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang
kebudayaan yang diharapkan dapat ditemukan di dalam media, pemerintahan, institusi agama, sistem pendidikan dan bermacam-macam.
Adapun P. Hariyono 2009: 23-24 mendefinisikan bahwa kebudayaan berdasarkan pengertian luas dan pengertian sempit sebagai berikut,
1 Kebudayaan dalam arti luas, adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia melalui proses belajar. Istilah
commit to user
kebudayaan untuk menunjuk dan menekankan hasil karya fisik manusia, sekalipun hasil karya fisik manusia ini sebenarnya tidak
lepas dari pengaruh pola pikir gagasan dan pola perilaku tindakan manusia.
2 Kebudayaan dalam arti sempit dapat disebut istilah budaya atau sering disebut kultur yang mengandung pengertian keseluruhan
sistem gagasan dan tindakan. Pengertian budaya atau kultur dimaksudkan untuk menyebut nilai-nilai yang digunakan oleh
kelompok manusia dalam berpikir dan bertindak. Kebudayaan Koentjaraningrat, 2000: 9 adalah keseluruhan gagasan dan
karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari budi dan karyanya itu. Lebih lanjut, Koentjaraningrat 2000: 5 berpendapat
bahwa kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan-
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola
dari manusia dalam masyarakat. 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Berdasarkan berbagai definisi kebudayaan menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian kebudayaan adalah sesuatu yang
akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari
kebudayaan itu bersifat abstrak. Adapun, perwujudan kebudayaan adalah benda-
commit to user
benda yang diciptakan oleh manusia sebagai mahkluk yang berbudaya, berupa perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain,
yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Unsur-unsur kebudayaan adalah rincian suatu kebudayaan agar dapat kebudayaan yang khusus.Ada tujuh unsur kebudayaan yang merupakan isi
pokok dari setiap kebudayaan yang bersifat universal, yang artinya ada dalam setiap kebudayaan dunia. Hadi Rahman, 2009: 40.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan antara lain C. Kluckhohn dalam bukunya Universal Categories of
Culture membahas kerangka-kerangka kebudayaan yang kemudian dijadikan kerangka umum. Berdasarkan itu pulalah, Koentjaraningrat dalam P. Hariyono,
2009: 38 dan Mg. Sri Wijiyati, 2007: 133 memaparkan tujuh unsur kebudayaan sebagai berikut: 1 Sistem religi yang meliputi: sistem kepercayaan, sistem nilai
dan pandangan hidup, komunikasi keagamaan dan upacara keagamaan; 2 Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial: kekerabatan, asosiasi dan
perkumpulan, sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup dan perkumpulan; 3 Sistem pengetahuan: Flora dan fauna, waktu, ruang dan bilangan dan tubuh
manusia dan perilaku antar sesama manusia; 4 Bahasa: lisan dan tulisan; 5 Kesenian: seni patungpahat, relief, lukis dan gambar, rias, vocal, music,
bangunan, dan kesusateraan; 6 Sistem mata pencaharian; berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan dan
perdagangan; dan 7 Sistem peralatan hidup atau teknologi: produksi, distribusi,
commit to user
dan transportasi, peralatan komunikasi, peralatan konsumsi dalam bentuk wadah, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan dan senjata.
Ketujuh unsur kebudayaan di atas, masing-masing memiliki tiga wujud kebudayaan.Sehingga tiap-tiap kebudayaan dapat dijelaskan pada 1 wujud
budaya gagasan, pola berpikir, 2 wujud sosial tindakannya, pola aktivitas, dan 3 wujud fisik. Keseluruhan sistem dalam wujud kebudayaan itu pada
akhirnya menjelma menjadi kebudayaan makro suatu masyarakat, yang memiliki peraturan-peraturan antar unsur kebudayaan dan wujud kebudayaan P.
Hariyono, 2009: 38. Unsur-unsur kebudayaan yang disebut cultural universal atau
kebudayaan umum atau universal dapat dijumpai dalam kebudayaan manapun kebudayaan yang bersifat pokok. Meminjam istilah Ralph Liton kebudayaan
umum dapat dibagi lagi menjadi unsur-unsur yang lebih kecil yang disebut cultural activity atau kegiatan-kegiatan kebudayaan.Cultural activity dapat
dipecah lagi menjadi unsur-unsur yang disebut triat complex atau rincian dari kegiatan kebudayaan. Trias complek dibagi lagi atas unsur-unsur traits. Dan
traits dapat dibagi lagi atas items atau bagian terkecil yang membentuk traits. Keterangan:
Cultural universal :mata pencaharian dan sistem-sistem sosial Cultural activity
: pertanian, nelayan, peternakan, dsb Triats complex : sistem irigasi, teknik menanam, system mengolah
tanah Trait
: sistem mengolah tanah dengan dibajak Items
: unsur-unsur kecil dapat melepaskan diri satu samalain
Mg. Sri. Wiyarti, 2007: 134-135
commit to user
Menurut Koentjaraningrat 2000: 5, ada tiga wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai
suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Pertama, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma peraturan dan sebagainya.Wujud ini adalah wujud ideal dari kebudayaan.Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba
atau difoto.Lokasinya ada di dalam kepala-kepala. Atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat di mana
kebudayaan bersangkutan itu hidup. Kedua, wujud kebudayaan yang sering disebut sistem sosial, mengenai
kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sitem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul
satu dengan lain. Sebagai rangkaian aktivitas manusia-manusia dalam suatu masyarakat, maka sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di
sekeliling kita sehari-hari bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasi. Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia,
disebut kebudayaan fisik, dan memerlukan keterengan banyak. Karena merupakan seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan
karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang diraba, dilihat, dan difoto.
Ketiga wujud kebudayaan tersebut di atas dalam kehidupan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Oleh
karena itu, ada tiga hal yang menjadi kata kunci dalam memahami sebuah kebudayaan yaitu ide mantefak, sistem sosial sosiofak, dan wujud fisik
artefak. Berdasarkan teori tentang pengertian sosial budaya menurut para ahli di
atas, maka dalam penelitian ini mengacu pada teori sosial budaya yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat 2000: 5 bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar,
commit to user
beserta keseluruhan dari budi dan karyanya itu. Ada tujuh unsur kebudayaan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Tujuh unsur kebudayaan tersebut adalah 1
Sistem religi yang meliputi: sistem kepercayaan, sistem nilai dan pandangan hidup, komunikasi keagamaan, upacara keagamaan; 2 Sistem kemasyarakatan
atau organisasi sosial : kekerabatan, asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup, perkumpulan; 3 Sistem pengetahuan : Flora dan fauna,
Waktu, ruang dan bilangan, Tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia; 4 Bahasa : lisan dan tulisan; 5 Kesenian : seni patungpahat, relief, lukis dan
gambar, rias, vokal, musik, bangunan, kesusateraan; 6 Sistem mata pencaharian : berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan
dan perdagangan; 7 Sistem peralatan hidup atau teknologi : produksi, distribusi, dan transportasi, peralatan komunikasi, peralatan konsumsi dalam bentuk wadah,
pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan dan senjata. Dari tujuh unsur kebudayaan yang dikemukaan oleh Koentjaraningrat
tersebut ada tiga wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep- konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas
manusia yang berpola Pertama, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma peraturan dan sebagainya; Kedua,
wujud kebudayaan yang sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri; . Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil
karya manusia, disebut kebudayaan fisik.
commit to user
b. Kebudayaan Minangkabau
Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnikNusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah
penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya
Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama
ibukota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak bermaksud
sama dengan orang Minang itu sendiri.
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatu legenda khas Minang yang dikenal di dalam tambo. Dari
tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing biasa ditafsirkan sebagai Majapahit yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk
mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau.Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang
besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar. Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka
kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut.
Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau, yang berasal dari ucapan Manang kabau artinya menang
commit to user
kerbau. Kisah tambo ini juga dijumpai dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan juga menyebutkan bahwa kemenangan itu menjadikan negeri yang sebelumnya
bernama Periaman Pariaman menggunakan nama tersebut. Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau juga digunakan untuk menyebut sebuah nagari,
yaitu Nagari Minangkabau, yang terletak di kecamatan Sungayang, kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat.
Dalam catatan sejarah kerajaan Majapahit, Nagarakretagama tahun 1365 M, juga telah ada menyebutkan nama Minangkabau sebagai salah satu dari negeri
Melayu yang ditaklukannya. Sedangkan nama Minang kerajaan Minanga itu sendiri juga telah disebutkan dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 682 Masehi dan
berbahasa Sanskerta. Dalam prasasti itu dinyatakan bahwa pendiri kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang bertolak dari Minanga. Beberapa ahli
yang merujuk dari sumber prasasti itu menduga, kata baris ke-4 ...minanga dan ke-5 tamvan.... sebenarnya tergabung, sehingga menjadi minangatamvan dan
diterjemahkan dengan makna sungai kembar. Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada pertemuan temu dua sumber aliran Sungai Kampar,
yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Namun pendapat ini dibantah oleh Casparis, yang membuktikan bahwa tamvan tidak ada
hubungannya dengan temu, karena kata temu dan muara juga dijumpai pada prasasti-prasasti peninggalan zaman Sriwijaya yang lainnya. Oleh karena itu kata
Minanga berdiri sendiri dan identik dengan penyebutan Minang itu sendiri. Selanjutnya ada beberapa kebudayaan Minangkabau antara lain sebagai berikut:
commit to user
1. Agama
Masyarakat Minang saat ini merupakan pemeluk agama Islam, jika ada masyarakatnya keluar dari agama islam murtad, secara langsung yang
bersangkutan juga dianggap keluar dari masyarakat Minang, dalam istilahnya disebut dibuang sepanjang adat. Agama Islam diperkirakan masuk melalui
kawasan pesisir timur, walaupun ada anggapan dari pesisir barat, terutama pada kawasan Pariaman, namun kawasan Arcat Aru dan Rokan serta Inderagiri yang
berada pada pesisir timur juga telah menjadi kawasan pelabuhan Minangkabau, dan Sungai Kampar maupun Batang Kuantan berhulu pada kawasan pedalaman
Minangkabau. Sebagaimana pepatah yang ada di masyarakat, Adat manurun, Syara mandaki Adat diturunkan dari pedalaman ke pesisir, sementara agama
Islam datang dari pesisir ke pedalaman, serta hal ini juga dikaitkan dengan penyebutan Orang Siak merujuk kepada orang-orang yang ahli dan tekun dalam
agama Islam, masih tetap digunakan di dataran tinggi Minangkabau.
Sebelum Islam diterima secara luas, masyarakat ini dari beberapa bukti arkeologis menunjukan pernah memeluk agama Buddha terutama pada masa
kerajaan Sriwijaya, Dharmasraya, sampai pada masa-masa pemerintahan Adityawarman dan anaknya Ananggawarman. Kemudian perubahan struktur
kerajaan dengan munculnya Kerajaan Pagaruyung yang telah mengadopsi Islam dalam sistem pemerintahannya, walau sampai abad ke-16, Suma Oriental masih
menyebutkan dari 3 raja Minangkabau hanya satu yang telah memeluk Islam.
commit to user
Kedatangan Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang dari Mekkah sekitar tahun 1803, memainkan peranan penting dalam penegakan hukum Islam di
pedalaman Minangkabau. Walau di saat bersamaan muncul tantangan dari masyarakat setempat yang masih terbiasa dalam tradisi adat, dan puncak dari
konflik ini muncul Perang Padri sebelum akhirnya muncul kesadaran bersama bahwa Adat berazaskan Al-Quran.
2. Adat dan Budaya
Menurut tambo, sistem adat Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara, Datuk Perpatih Nan Sebatang dan Datuk Ketumanggungan.
Datuk Perpatih mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang demokratis, sedangkan Datuk Ketumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang
aristokratis. Dalam perjalanannya, dua sistem adat yang dikenal dengan kelarasan ini saling isi mengisi dan membentuk sistem masyarakat Minangkabau.
Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik
pandai, dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin. Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama
tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.
commit to user
3. Matrilineal
Matrilineal merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan identitas masyarakat Minang. Adat dan budaya mereka menempatkan pihak
perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk kepada ibu yang dikenal dengan Samande se-ibu. Sedangkan
ayah mereka disebut oleh masyarakat dengan namaSumando ipar dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga.
Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan dalam
menentukan keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam posisi mereka sebagai mamak paman atau saudara dari pihak
ibu, dan penghulu kepala suku. Pengaruh yang besar tersebut menjadikan perempuan Minang disimbolkan sebagai Limpapeh Rumah nan Gadang pilar
utama rumah. Walau kekuasaan sangat dipengaruhi oleh penguasaan terhadap aset ekonomi namun kaum lelaki dari keluarga pihak perempuan tersebut masih
tetap memegang otoritas atau memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitasnya.
Matrilineal tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau sampai sekarang walau hanya diajarkan secara turun temurun dan tidak ada sanksi adat yang
diberikan kepada yang tidak menjalankan sistem kekerabatan tersebut.Pada setiap individu Minang misalnya, memiliki kecenderungan untuk menyerahkan harta
pusaka yang seharusnya dibagi kepada setiap anak menurut hukum faraidh dalam Islamhanya kepada anak perempuannya. Anak perempuan itu nanti menyerahkan
commit to user
pula kepada anak perempuannya pula. Begitu seterusnya. Sehingga Tsuyoshi Kato dalam disertasinya menyebutkan bahwa sistem matrilineal akan semakin menguat
dalam diri orang-orang Minangkabau walau mereka telah menetap di kota-kota di luar Minang sekalipun dan mulai mengenal sistem Patrilineal.
4. Bahasa
Bahasa Minangkabau merupakan salah satu anak cabang bahasa Austronesia. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa
Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya
kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu
serta ada juga yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa proto- Melayu. Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga
sudah terdapat berbagai macam dialek bergantung kepada daerahnya masing- masing.
Pengaruh bahasa lain yang diserap ke dalam Bahasa Minang umumnya dari Sanskerta, Arab, Tamil, dan Persia. Kemudian kosakata Sanskerta dan Tamil
yang dijumpai pada beberapa prasasti di Minangkabau telah ditulis menggunakan bermacam aksara di antaranya Dewanagari, Pallawa, dan Kawi. Menguatnya
Islam yang diterima secara luas juga mendorong masyarakatnya menggunakan Abjad Jawi dalam penulisan sebelum berganti dengan Alfabet Latin.
commit to user
5. Kesenian
Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan.
Di antara tari-tarian tersebut misalnya tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa
hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai, selanjutnya tari piring merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil
memegang piring pada telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang.
Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama.Selain itu, adapula tarian yang
bercampur dengan silek yang disebut dengan randai.Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengan sijobang, dalam randai ini juga terdapat seni
peran acting berdasarkan skenario.
Di samping itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata.Ada tiga genre seni berkata-kata, yaitu pasambahan persembahan, indang, dan
salawat dulang.Seni berkata-kata atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aphorisme. Dalam seni berkata-kata
seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak fisik.
commit to user
6. Rumah Adat
Rumah adat Minangkabau disebut dengan Rumah Gadang, yang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku tersebut secara
turun temurun. Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang. Umumnya berbahan kayu, dan
sepintas kelihatan seperti bentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut gonjong dan dahulunya atap
ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng. Di halaman depan rumah gadang, biasanya didirikan dua sampai enam buah Rangkiang yang digunakan
sebagai tempat penyimpanan padi milik keluarga yang menghuni rumah gadang tersebut.
Namun hanya kaum perempuan dan suaminya, beserta anak-anak yang jadi penghuni rumah gadang. Sedangkan laki-laki kaum tersebut yang sudah
beristri, menetap di rumah istrinya. Jika laki-laki anggota kaum belum menikah, biasanya tidur di surau. Surau biasanya dibangun tidak jauh dari komplek rumah
gadang tersebut, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat tinggal lelaki dewasa namun belum menikah. Selain itu dalam budaya
Minangkabau, tidak semua kawasan boleh didirikan Rumah Gadang, hanya pada kawasan yang telah berstatus nagari saja, rumah adat ini boleh ditegakkan.
commit to user
7. Perkawinan
Dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam siklus kehidupan, dan merupakan masa peralihan yang
sangat berarti dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru pelanjut keturunan. Bagi lelaki Minang, perkawinan juga menjadi proses untuk masuk
lingkungan baru, yakni pihak keluarga istrinya. Sedangkan bagi keluarga pihak istri, menjadi salah satu proses dalam penambahan anggota di komunitas rumah
gadang mereka.
Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek, mempunyai beberapa tahapan yang umum dilakukan.Dimulai dengan maminang
meminang, manjapuik marapulai menjemput pengantin pria, sampai basandiang bersanding di pelaminan. Setelah maminang dan muncul
kesepakatan manantuan hari menentukan hari pernikahan, maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang biasa dilakukan di Mesjid,
sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di depan penghulu atau tuan kadi, mempelai pria akan diberikan gelar
baru sebagai panggilan penganti nama kecilnya. Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru tersebut. Gelar panggilan tersebut biasanya
bermulai dari sutan, bagindo atau sidi sayyidi di kawasan pesisir pantai. Sedangkan di kawasan luhak limo puluah, pemberian gelar ini tidak berlaku.
commit to user
8. Masakan Khas
Masyarakat Minang juga dikenal akan aneka masakannya, dengan citarasa yang pedas, serta dapat ditemukan hampir di seluruh Nusantara, bahkan sampai ke
luar negeri. Walau masakan ini kadang lebih dikenal dengan nama Masakan Padang, meskipun begitu sebenarnya dikenal sebagai masakan etnik Minang
secara umum. Rendang salah satu masakan tradisional masyarakat Minang, pada tahun 2011 dinobatkan sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar World’s
50 Most Delicious Foods 50 Hidangan Terlezat Dunia yang digelar oleh CNN International.
9. Sosial Kemasyarakatan a Persukuan
Suku dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari organisasi sosial, sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental.
Pengertian awal kata suku dalam Bahasa Minang dapat bermaksud satu per- empat, sehingga jika dikaitkan dengan pendirian suatu nagari di Minangkabau,
dapat dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut. Selanjutnya, setiap suku dalam tradisi Minang, diurut
dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu, dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama.
Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan
commit to user
sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-
keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota
kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.
Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut payuang payung. Adapun unit yang paling kecil setelah sapayuang
disebut saparuik. Sebuah paruik perut biasanya tinggal pada sebuah rumah gadang secara bersama-sama
b Nagari
Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan
sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang berbeda. Tiap
nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan Kerapatan Adat
Nagari KAN. Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan.
Faktor utama yang menentukan dinamika masyarakat Minangkabau adalah terdapatnya kompetisi yang konstan antar nagari, kaum-keluarga, dan individu
commit to user
untuk mendapatkan status dan prestise. Oleh karenanya setiap kepala kaum akan berlomba-lomba meningkatkan prestise kaum-keluarganya dengan mencari
kekayaan berdagang serta menyekolahkan anggota kaum ke tingkat yang paling tinggi.
Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu Dari
Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan
Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang menjadi Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian
berkembang menjadi Nagari. Biasanya setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku yang mendomisili kawasan tersebut.Selanjutnya sebagai pusat
administrasi nagari tersebut dibangunlah sebuah Balai Adat sekaligus sebagai tempat pertemuan dalam mengambil keputusan bersama para penghulu di nagari
tersebut.
c Penghulu
Penghulu atau biasa yang digelari dengan datuk, merupakan kepala kaum keluarga yang diangkat oleh anggota keluarga untuk mengatur semua
permasalahan kaum. Penghulu biasanya seorang laki-laki yang terpilih di antara anggota kaum laki-laki lainnya. Setiap kaum-keluarga akan memilih seorang laki-
laki yang pandai berbicara, bijaksana, dan memahami adat, untuk menduduki posisi ini. Hal ini dikarenakan ia bertanggung jawab mengurusi semua harta
commit to user
pusaka kaum, membimbing kemenakan, serta sebagai wakil kaum dalam masyarakat nagari. Setiap penghulu berdiri sejajar dengan penghulu lainnya,
sehingga dalam rapat-rapat nagari semua suara penghulu yang mewakili setiap kaum bernilai sama.
Seiring dengan bertambahnya anggota kaum, serta permasalahan dan konflik intern yang timbul, maka kadang-kadang dalam sebuah keluarga posisi
kepenghuluan ini dipecah menjadi dua. Atau sebaliknya, anggota kaum yang semakin
sedikit jumlahnya,
cenderung akan
menggabungkan gelar
kepenghuluannya kepada keluarga lainnya yang sesuku. Hal ini mengakibatkan berubah-ubahnya jumlah penghulu dalam suatu nagari.
Memiliki penghulu yang mewakili suara kaum dalam rapat nagari, merupakan suatu prestise dan harga diri. Sehingga setiap kaum akan berusaha
sekuatnya memiliki
penghulu sendiri.
Kaum-keluarga yang
gelar kepenghuluannya sudah lama terlipat, akan berusaha membangkitkan kembali
posisinya dengan mencari kekayaan untuk membeli gelar penghulunya yang telah lama terbenam. Bertegak penghulu memakan biaya cukup besar, sehingga
tekanan untuk menegakkan penghulu selalu muncul dari keluarga kaya.
d Kerajaan
Dalam laporan de Stuerskepada pemerintah Hindia-Belanda, dinyatakan bahwa di daerah pedalaman Minangkabau, tidak pernah ada suatu kekuasaan
pemerintahan terpusat di bawah seorang raja. Tetapi yang ada adalah nagari-
commit to user
nagari kecil yang mirip dengan pemerintahan polis-polis pada masa Yunani kuno. Namun dari beberapa prasasti yang ditemukan pada kawasan pedalaman
Minangkabau, serta dari tambo yang ada pada masyarakat setempat, etnis Minangkabau pernah berada dalam suatu sistem kerajaan yang kuat dengan
daerah kekuasaan meliputi pulau Sumatera dan bahkan sampai Semenanjung Malaya. Beberapa kerajaaan yang ada di wilayah Minangkabau antara lain
Kerajaan Dharmasraya, Kerajaan Pagaruyung, dan Kerajaan Inderapura.
Sistem kerajaan ini masih dijumpai di Negeri Sembilan, salah satu kawasan dengan komunitas masyarakat Minang yang signifikan di Semenanjung
Malaya. Pada awalnya masyarakat Minang di negeri ini menjemput seorang putra Raja Alam Minangkabau untuk menjadi raja mereka, sebagaimana tradisi
masyarakat Minang sebelumnya, seperti yang diceritakan dalam Sulalatus Salatin.
c. Kebudayaan Pesantren
1. Unsur-unsur sebuah pesantren Untuk memberi definisi sebuah pondok pesantren, harus kita melihat
makna perkataannya. Kata pondok berarti tempat yang dipakai untuk makan dan istirahat. Istilah pondok dalam konteks dunia pesantren berasal dari pengertian
asrama-asrama bagi para santri. Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri
Dhofier 1985:18. Maka pondok pesantren adalah asrama tempat tinggal para santri. Menurut Wahid 2001:171, “pondok pesantren mirip dengan akademi
commit to user
militer atau biara monestory, convent dalam arti bahwa mereka yang berada di sana mengalami suatu kondisi totalitas.”
Sekarang di Indonesia ada ribuan lembaga pendidikan Islam terletak diseluruh nusantara dan dikenal sebagai dayah dan rangkang di Aceh, surau di
Sumatra Barat, dan pondok pesantren di Jawa Azra, 2001:70.Pondok pesantren di Jawa itu membentuk banyak macam-macam jenis. Perbedaan jenis-jenis
pondok pesantren di Jawa dapat dilihat dari segi ilmu yang diajarkan, jumlah santri, pola kepemimpinan atau perkembangan ilmu teknologi. Namun demikian,
ada unsur-unsur pokok pesantren yang harus dimiliki setiap pondok pesantren. Hasyim, 1998:39 Unsur-unsur pokok pesantren, yaitu kyai. masjid, santri,
pondok dan kitab Islam klasik atau kitab kuning, adalah elemen unik yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya.
2. Kyai Peran penting kyai dalam pendirian, pertumbuhan, perkembangan dan
pengurusan sebuah pesantren berarti dia merupakan unsur yang paling esensial. Sebagai pemimpin pesantren, watak dan keberhasilan pesantren banyak
bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan kyai. Dalam konteks ini, pribadi kyai sangat menentukan sebab dia
adalah tokoh sentral dalam pesantren Hasbullah, 1999:144. Istilah kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa
Ziemek, 1986:130. Dalam bahasa Jawa, perkataan kyai dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda, yaitu: 1 sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang
commit to user
dianggap keramat; contohnya, “kyai garuda kencana” dipakai untuk sebutkan kereta emas yang ada di Kraton Yogyakarta; 2 gelar kehormatan bagi orang-
orang tua pada umumnya; 3 gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar
kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya Dhofier 1985:55. 3. Masjid
Sangkut paut pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan erat dalam tradisi Islam di seluruh dunia. Dahulu, kaum muslimin selalu memanfaatkan
masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai tempat lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat kehidupan rohani,sosial dan politik, dan pendidikan Islam,
masjid merupakan aspek kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi masyarakat. Dalam rangka pesantren, masjid dianggap sebagai “tempat yang
paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, dan sembahyang Jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.”
Dhofier 1985:49 Biasanya yang pertama-tama didirikan oleh seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren adalah masjid.Masjid itu terletak dekat
atau di belakang rumah kyai. 4. Santri
Santri merupakan unsur yang penting sekali dalam perkembangan sebuah pesantren karena langkah pertama dalam tahap-tahap membangun pesantren
adalah bahwa harus ada murid yang datang untuk belajar dari seorang alim. Kalau
commit to user
murid itu sudah menetap di rumah seorang alim, baru seorang alim itu bisa disebut kyai dan mulai membangun fasilitas yang lebih lengkap untuk pondoknya.
Santri biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim.Santri kalong merupakan bagian santri yang tidak menetap dalam pondok
tetapi pulang ke rumah masing-masing sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren. Santri kalong biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren
jadi tidak keberatan kalau sering pergi pulang. Makna santri mukim ialah putera atau puteri yang menetap dalam pondok pesantren dan biasanya berasal dari
daerah jauh. Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren yang jauh merupakan suatu keistimewaan untuk santri karena dia harus
penuh cita-cita, memiliki keberanian yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan yang akan dialaminya di pesantren Dhofier, 1985:52.
5. Pondok Definisi singkat istilah ‘pondok’ adalah tempat sederhana yang merupakan
tempat tinggal kyai bersama para santrinya Hasbullah, 1999:142. Di Jawa, besarnya pondok tergantung pada jumlah santrinya. Adanya pondok yang sangat
kecil dengan jumlah santri kurang dari seratus sampai pondok yang memiliki tanah yang luas dengan jumlah santri lebih dari tiga ribu.Tanpa memperhatikan
berapa jumlah santri, asrama santri wanita selalu dipisahkan dengan asrama santri laki-laki.
Komplek sebuah pesantren memiliki gedung-gedung selain dari asrama santri dan rumah kyai, termasuk perumahan ustad, gedung madrasah, lapangan
commit to user
olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian danatau lahan pertenakan. Kadang- kadang bangunan pondok didirikan sendiri oleh kyai dan kadang-kadang oleh
penduduk desa yang bekerja sama untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan. Salah satu niat pondok selain dari yang dimaksudkan sebagai tempat
asrama para santri adalah sebagai tempat latihan bagi santri untuk mengembangkan ketrampilan kemandiriannya agar mereka siap hidup mandiri
dalam masyarakat sesudah tamat dari pesantren.Santri harus memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan diberi tugas seperti memelihara lingkungan pondok.
Sistem asrama ini merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan Islam lain
seperti sistem pendidikan di daerah Minangkabau yang disebut surau atau sistem yang digunakan di Afghanistan Dhofier, 1985:45.
6. Kitab-Kitab Islam Klasik Kitab-kitab Islam klasik dikarang para ulama terdahulu dan termasuk
pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agam Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam klasik sering disebut kitab
kuning oleh karena warna kertas edisi-edisi kitab kebanyakan berwarna kuning. Menurut Dhofier 1985:50, “pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab
Islam klasik…. merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren.” Pada saat ini, kebanyakan pesantren telah mengambil
pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian yang juga penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik masih diberi
commit to user
kepentingan tinggi.Pada umumnya, pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih mendalam dan
tingkatan suatu pesantren bisa diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan Hasbullah, 1999:144.
Ada delapan macam bidang pengetahuan yang diajarkan dalam kitab-kitab Islam klasik, termasuk: 1 nahwu dan saraf morfologi; 2 fiqh; 3 usul fiqh; 4
hadis; 5 tafsir; 6 tauhid; 7 tasawwuf dan etika; dan 8 cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Semua jenis kitab ini dapat digolongkan kedalam
kelompok menurut tingkat ajarannya, misalnya: tingkat dasar, menengah dan lanjut. Kitab yang diajarkan di pesantren di Jawa pada umumnya sama Dhofier
1985:51. 7. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren di Indonesia
Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, pendidikan Islam merupakan kepentingan tinggi bagi kaum muslimin.Tetapi hanya sedikit sekali yang dapat
kita ketahui tentang perkembangan pesantren di masa lalu, terutama sebelum Indonesia dijajah Belanda, karena dokumentasi sejarah sangat kurang. Bukti yang
dapat kita pastikan menunjukkan bahwa pemerintah penjajahan Belanda memang membawa kemajuan teknologi ke Indonesia dan memperkenalkan sistem dan
metode pendidikan baru.Namun, pemerintahan Belanda tidak melaksanakan kebijaksanaan yang mendorong sistem pendidikan yang sudah ada di Indonesia,
yaitu sistem pendidikan Islam.Pemerintahan penjajahan Belanda membuat
commit to user
kebijaksanaan dan peraturan yang membatasi dan merugikan pendidikan Islam. Ini bisa kita lihat dari kebijaksanaan berikut.
Pada tahun 1882 pemerintah Belanda mendirikan Priesterreden Pengadilan Agama yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan
pendidikan pesantren. Tidak begitu lama setelah itu, dikeluarkan Ordonansi tahun 1905 yang berisi peraturan bahwa guru-guru agama yang akan mengajar harus
mendapatkan izin dari pemerintah setempat. Peraturan yang lebih ketat lagi dibuat pada tahun 1925 yang membatasi siapa yang boleh memberikan pelajaran
mengaji. Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan dikeluarkan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau
yang memberikan pelajaran yang tak disukai oleh pemerintah. Dhofier 1985:41, Zuhairini 1997:149
Peraturan-peraturan tersebut membuktikan kekurangadilan kebijaksanaan pemerintah penjajahan Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia. Namun
demikian, pendidikan pondok pesantren juga menghadapi tantangan pada masa kemerdekaan Indonesia. Setelah penyerahan kedaulatan pada tahun 1949,
pemerintah Republik Indonesia mendorong pembangunan sekolah umum seluas- luasnya dan membuka secara luas jabatan-jabatan dalam administrasi modern bagi
bangsa Indonesia yang terdidik dalam sekolah-sekolah umum tersebut..Dampak kebijaksanaan tersebut adalah bahwa kekuatan pesantren sebagai pusat pendidikan
Islam di Indonesia menurun. Ini berarti bahwa jumlah anak-anak muda yang dulu tertarik kepada pendidikan pesantren menurun dibandingkan dengan anak-anak
muda yang ingin mengikuti pendidikan sekolah umum yang baru saja diperluas.
commit to user
Akibatnya, banyak sekali pesantren-pesantren kecil mati sebab santrinya kurang cukup banyak Dhofier 1985:41.
Jika kita melihat peraturan-peraturan tersebut baik yang dikeluarkan pemerintah Belanda selama bertahun-tahun maupun yang dibuat pemerintah RI,
memang masuk akal untuk menarik kesimpulan bahwa perkembangan dan pertumbuhan sistem pendidikan Islam, dan terutama sistem pesantren, cukup
pelan karena ternyata sangat terbatas. Akan tetapi, apa yang dapat disaksikan dalam sejarah adalah pertumbuhan pendidikan pesantren yang kuatnya dan
pesatnya luar biasa. Seperti yang dikatakan Zuhairini 1997:150, ternyata “jiwa Islam tetap terpelihara dengan baik” di Indonesia.
4. Kajian tentang Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel