kasus TB MDR dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan TB Laten pada tunawisma
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konselor baik sebanyak 49 orang 77,8, konselor kurang sebanyak 14 orang 22,2,0. Di Rumah Sakit
terdapat unit DOTS pada unit DOTS peran perawat sangat strategis yaitu sebagai konselor. Perawat memfasilitasi pasien untuk mencari pemecahan masalah
kesehatan dalam perubahan perilaku yang terjadi dan dihadapi pasien Dinkes, 2014.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Husnawati
dkk 2007 tentang pengaruh konseling terapi OAT yang menemukan adanya pengaruh konseling terhadap kepatuhan minum obat dengan p.value 0,007. Hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh ElHameed, Howyida
Heba 2012 tentang efektifitas konseling manajemen self care terhadap perilaku kesehatan yang menemukan adanya pengaruh konseling terhadap
perilaku kesehatan pasien dengan TB.
5.3 Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepatuhan minum obat penderita TB MDR pada 63 responden didapat pasien yang patuh 44 orang 69,8 dan pasien
yang tidak patuh sebanyak 19 orang 30,2. Peneliti berasumsi ketidakpatuhan disebabkan karena efek samping OAT MDR berdasarkan data semua responden
mengalami lebih dari satu efek samping minum obat OAT MDR paling banyak pasien mengalami mual dan muntah sebanyak 59 orang 93,7 diikuti dengan
sakit kepala dirasakan sebanyak 57 orang 90,7 , oyong dan nyeri tulang
Universitas Sumatera Utara
dirasakan sebanyak 46 orang 73,0. Adanya efek samping OAT merupakan salah satu faktor resiko terjadinya default CDC, 2007. Penelitian oleh Sinha
Tiwari 2010 di distrik Raipur India, mendapatkan alasan ketidakpatuhan minum obat adalah ketakutan akan efek samping obat. Menurut Joenoes 1998 bahwa
kepatuhan penderita minum obat dipengaruhi antara lain dari faktor obat itu sendiri yakni obat yang memberikan efek samping tertentu menimbulkan keragu-
raguan untuk meminum obat sehingga tidak teratur minum obat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Munir, Nawas Sutoyo
2010 yang melakukan pengamatan pasien tuberkulosis paru dengan TB MDR di poliklinik Paru RSUP Persahabatan yang menemukan bahwa persentase
keteraturan pasien untuk datang berobat mencapai 78,9. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Titana 2011 yang meneliti tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pengobatan pada pasien Tuberkulosis Paru dengan resistensi obat di wilayah jawa tengah menemukan bahwa keteraturan berobat
berpengaruh kuat terhadap hasil pengobatan p=0,00 sebanyak 21 pasien 46,7 berobat secara teratur, persentasenya lebih rendah dibandingkan jumlah pasien
yang berobat tidak teratur 53,3. Penelitian Sarwani 2012 alasan utama gagalnya pengobatan adalah
pasien tidak mau minum obatnya secara teratur dalam waktu yang diharuskan . Pasien biasanya bosan harus minum banyak obat setiap hari selama beberapa
bulan. Penelitian tersebut juga menunjukkan adanya hubungan antara ketidakpatuhan minum obat dengan kejadian TB MDR. Seseorang yang tidak
Universitas Sumatera Utara
mengkonsusmsi obat TB secara teratur mempunyai resiko 2,3 kali lebih besar untuk menderita TB MDR.
Pada penelitian ini mayoritas pasien dikategorikan patuh dikarenakan mereka ingin segera sembuh dan tidak ingin minum obat lebih lama lagi
berdasarkan pengalaman lamanya minum obat TB terdahulu. Apabila dalam pengobatan TB MDR pasien tidak patuh minum obat maka pasien beresiko
mengalami XDR Extremely Drug Resistant dan pasien harus minum OAT seumur hidupnya.
Berdasarkan karakteristik responden ditemukan bahwa sebagian besar mendapat dukungan keluarga baik pada usia dewasa menengah 34-59 tahun
Menurut peneliti hal ini disebabkan pada usia ini pasien sudah menikah dan sudah tidak tinggal serumah dengan orang tuanya sehingga pasien mendapat dukungan
keluarga bukan hanya dari orang tua dan saudara kandung melainkan dari istrisuami dan anak-anaknya sesuai dengan hasil yang ditemukan sebagian besar
pasien yang sudah menikah dan mendapatkan dukungan keluarga baik. Sebagian responden berlatar belakang pendidikan SMUSederajat 42,9. Peneliti
berasumsi latar belakang pendidikan, pengetahuan dan pengalaman di masa lalu dapat membentuk cara berpikir seseorang sehingga mempengaruhi dukungan
keluarga yang diberikan. Sama halnya dengan pendapat Notoadmojo 2007 bahwa pendidikan akan membuat individu menuju kepada satu perubahan yang
diinginkan. Pendidikan sejalan dengan pengetahuan dimana pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan suatu objek tertentu
dan bila penderita tahu minum obat teratur akan memperoleh kesembuhan, maka
Universitas Sumatera Utara
penderita akan patuh. Pendapat Smet 1994 mengatakan bahwa pendidikan yang kurang akan menyebabkan penderita tidak patuh minum obat, apalagi kalau
penderita buta huruf, perlu penanganan lebih teliti untuk mengartikan instruksi tata cara penggunaan obat.
Pekerjaan responden dari penelitian ini sebagian besar wiraswasta dan pegawai swasta dengan penghasilan sebagian besar 1.000.000-2.000.000. Hal ini
disebabkan sebagian besar responden berada pada usia produktif sehingga masih bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan beraktivitas menghasilkan karya yang
mempunyai nilai jual. Penderita akan lebih termotivasi untuk lebih patuh berobat dibandingkan mereka yang tidak bekerja karena pekerjaan adalah sumber mata
pencahariannya. Berdasarkan karakteristik responden sebagian responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 43 orang 68,3, perempuan sebanyak 20 orang
31,7. Peneliti berasumsi perempuan lebih disiplin dan teratur dalam minum obat.
Hasil penelitian ini didukung Nasution 2007 yang menemukan pada kelompok yang berhasil dalam pengobatan lebih dari setengah 57,1 adalah
perempuan, tidak seperti pada kelompok yang tidak berhasil dalam pengobatan di mana lebih dari setengah 61,9 adalah laki-laki. Kondisi ini mungkin karena
perempuan memiliki motivasi lebih tinggi daripada laki-laki untuk pulih dari penyakit mereka. Hal ini bisa ter jadi karena perempuan memiliki tanggung jawab
untuk mengurus semua anggota keluarga dalam hal aktivitas sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menyiapkan pakaian bersih dan membersihkan rumah,
Universitas Sumatera Utara
karena sebagai seorang wanita berkaitan erat dengan pengasuhan dan ini bisa membuat perempuan lebih sesuai untuk pengobatan TB.
Kriteria suspek yang terbanyak adalah kriteria gagal kategori 1 sebanyak 55 orang 87,3, selanjutnya kriteria kambuh sebanyak 7 orang 11,1 dan
kriteria gagal kategori 2 sebanyak 1 orang 1,6. Hal ini tentu menjadi faktor resiko untuk terjadinya resistensi OAT. Pada penelitian Maharatta 2010
ditemukan riwayat pengobatan TB tidak teratur berhubungan kuat dengan kejadian TB MDR. Kejadian resisten dapat terjadi karena regimen pemberian obat
yang tidak tepat, pemberian obat yang tidak teratur, pengobatan yang tidak memuaskan dari para klinisi, lemahnya pengawasan pengobatan dan kontrol yang
lemah dari rumah sakit. Pasien harus patuh minum obat untuk mencapai keberhasilan pengobatan
yaitu meningkatkan kesempatan untuk sembuh, mengurangi resiko kekambuhan dan meminimalkan resisten terhadap obat Maartens Wilkinson, 2007.
Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan kepatuhan terhadap pengobatan Martins, et al. 2008; McInerney, et al. 2007; Trajman, et al.2010 namun dalam
perilaku kesehatan bukan hanya kepatuhan terhadap pengobatan saja yang diperlukan.
5.5 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat