39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Panjang Gelombang Analisis
Hasil penentuan panjang gelombang maksimum dari baku simvastatin diperoleh pada 238 nm dalam pelarut asetonitril : air 80:20 dengan konsentrasi
8,0 µgml. Konsentrasi ini diperoleh dari hasil perhitungan E
1 1cm
dari baku simvastatin dalam pelarut HCl 0,1N yang mempunyai nilai E
1 1cm
= 524. Kurva serapansimvastatin baku dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kurva serapan maksimum simvastatin BPFI dengan pelarut
asetonitril : air 80:20
Dari kurva serapan tersebut, terlihat bahwa simvastatin memiliki 3 puncak yaitu pada panjang gelombang 246 nm, 238 nm dan 230 nm. Dari ketiga panjang
gelombang diatas, yang diambil sebagai panjang gelombang maksimum untuk
Universitas Sumatera Utara
40 pengukuran adalah 238 nm karena memeberikan serapan yang paling besar dan
selanjutnya digunakanuntuk analisis simvastatin.
4.2 Optimasi Komposisi Fase Gerak
Pada penelitian ini dilakukan optimasi untuk mendapatkan kondisi kromatografi yang optimal pada metode elusi isokratik dengan perbandingan fase
gerak asetonitril : air 40:60 ; 60:40 dan 80:20, volume penyuntikkan 20 µL dengan laju alir 1,5 mlmenit yang diukur pada panjang gelombang 238 nm
menggunakan suhu oven 50ºC. Perbandingan fase gerak yang optimal yang dipilih dalam penelitian ini adalah dengan perbandingan asetonitril : air 80:20.
Pemilihan fase gerak yang optimal ini didasarkan pada waktu retensi yang singkat, nilai lempeng teoritis theoretical plate dan faktor tailing yang
memenuhi persyaratan. Hubungan antara sistem elusi dan komposisi fase gerak terhadap parameter kromatogram dapat dilihat pada Tabel 1 dan gambar
kromatogram dapat dilihat pada Gambar 4, 5 dan 6 dibawah ini.
Tabel 1. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap parameter kromatogram
No Perbandingan fase
gerak Waktu
retensi
menit Nilai
theoritical plate
Resolusi Tailing factor
Asetonitril Air
1 40
60 37,881
779,657 4,782
1,405
2 60
40 5,984
6474,364 3,206
1,037
3 80
20 2,746
12402,097 4,480
1,159
Universitas Sumatera Utara
41
Gambar 4. Kromatogram Sampel Ethicol secara KCKT menggunakan kolom
Waters X-Bridge 250 x 4,6 mm dengan perbandingan fase gerak asetonitril:air 40:60 dan laju alir 1,5 mlmenit, volume penyuntikan
20 µl, panjang gelombang 238 nm dan suhu 50
o
C.
Gambar 5. Kromatogram Sampel Ethicol secara KCKT menggunakan kolom
Waters X-Bridge 250 x 4,6 mm dengan perbandingan fase gerak asetonitril:air 60:40 dan laju alir 1,5 mlmenit, volume penyuntikan
20 µl, panjang gelombang 238 nm dan suhu 50
o
C.
Universitas Sumatera Utara
42
Gambar 6. Kromatogram Sampel Ethicol secara KCKT menggunakan kolom
Waters X-Bridge 250 x 4,6 mm dengan perbandingan fase gerak asetonitril:air 80:20 dan laju alir 1,5 mlmenit, volume penyuntikan
20 µl, panjang gelombang 238 nm dan suhu 50
o
C.
Kondisi kromatografi yang dipakai dan penelitian ini antara lain kolom tipe C18 Waters X-Bridge 25 cm x 4,6 mm, fase gerak asetonitril : air 80:20
yang diperoleh dari hasil optimasi, laju alir 1,5 mlmenit, suhu 50
o
C dan dideteksi pada panjang gelombang 238 nm, sedangkan dalam USP 32 2009, penetapan
kadar dilakukan menggunakan kolom tipe C18 25 cm x 4,6 mm dengan fase gerak asetonitril :buffer 65:35. Adapun alasan menggunakan fase gerak
asetonitril : air 80:20 adalah untuk menghindari kerusakan kolom akibat pemakaian larutan buffer bersamaan dengan asetonitril.
Penetapan kadar secara KCKT telah dilaporkan oleh Guzik 2010, menggunakan sistem elusi gradien. Pada penelitian ini dilakukan optimasi
menggunakan sistem elusi isokratik dengan berbagai perbandingan fase gerak,
Universitas Sumatera Utara
43 dengan tujuan mendapatkan kondisi yang paling optimum sehingga dapat
diaplikasikan untuk penetapan kadar simvastatin yang beredar dipasaran. Optimasi dilakukan dengan variasi perbandingan fase gerak asetonitril : air yaitu
untuk sistem elusi isokratik 40 : 60 ; 60 : 40; dan 80 : 20.
4.3 Analisis Kualitatif