Epidemiologi Diabetes Mellitus Diabetes tipe II Non Insulin-Dependent Diabetes Mellitus atau NIDDM.

13 berhubungan dengan degenerasi atau kerusakan organ dan faktor gaya hidup Bustan, 2007. Menurut Brunner Suddarth Diabetes Mellitus Tipe I disebabkan oleh faktor genetik, di mana penderita diabetes mewarisi predisposisikecenderungan terhadap terjadinya Diabetes Mellitus Tipe I, biasanya ditemukan pada individu yang memiliki antigen H. Selain itu disebabkan oleh faktor imunologi, adanya respon autoimun yang abnormal, serta adanya kerusakan sel beta pankreas.

b. Diabetes tipe II Non Insulin-Dependent Diabetes Mellitus atau NIDDM.

Diabetes Mellitus Tipe II NIIDM merupakan diabetes yang paling sering ditemukan di Indonesia. Penderita tipe ini biasanya ditemukan pada usia di atas 40 tahun disertai berat badan yang berlebih Nabil, 2009. Kemungkinan lain terjadinya diabetes ini adalah karena sel-sel jaringan tubuh tidak peka atau resisten terhadap insulin. Resistensi terhadap insulin pada diabetes Mellitus tipe II ini terjadi karena turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan menghambat produksi oleh sel hati Tandra, 2007.

2.1.3 Epidemiologi Diabetes Mellitus

World Health Organization WHO menyatakan pada tahun 2005 penderita diabetes Mellitus mencapai 217 juta dan memperkirakan pada tahun 2030 mencapai 366 juta jiwa. Adanya globalisasi dan perubahan gaya hidup menyebabkan peningkatan kejadian overweight dan obesitas. Kedua hal tersebut diketahui merupakan faktor risiko diabetes Mellitus tipe 2, sehingga dengan semakin 14 banyaknya orang yang mengalami overweight atau obesitas, semakin banyak pula orang yang menderita diabetes mellitus Aso, 2008. Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8 dari total populasi, insidennya terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4.4 dari populasi dunia, DM terdapat diseluruh dunia, 90 adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang, peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika , ini akibat tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat, di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil dari 24417 responden berusia 15 tahun , 10,2 mengalami toleransi glukosa tergangggu kadar glukosa 140-200 mgdl setelah puasa selama 4 jam diberikan beban glukosa sebanyak 75 gram, DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding dengan pria, lebih sering pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah, daerah dengan angka penderita DM yang tertinggi adalah Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu 11.1 sedangkan kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13.5, beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor resiko DM adalah Obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya komsumsi sayur dan buah Manik, 2012. Penelitian yang dilakukan di USA pada 21.217 dokter US selama 5 tahun kohort study menemukan bahwa kasus DM tipe 2 lebih tinggi pada kelompok yang melakukan aktivitas fisik kurang dari 1 kali perminggu dibanding dengan kelompok yang melakukan olah raga 5 kali seminggu. Penelitian lain yang dilakukan selama 8 15 tahun pada 87.535 perawat wanita yang melakukan olahraga ditemukan penurunan resiko penyakit DM tipe 2 sebesar 3370 Soegondo dkk, 2009. Prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia 15 tahun diperkotaan 5,7, prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk 10 tahun sebesar 48,2 disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk 10 tahun sebesar 23,7 Depkes, 2009. Prevalensi nasional penyakit diabetes mellitus adalah 1,1, sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi penyakit diabetes mellitus diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua Barat Riskesdas, 2007. Hasil penelitian epidemiologi yang dilakukan pada tahun 1993 di Jakarta daerah urban membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1.7 pada tahun 1982 menjadi 5.7 kemudian tahun 2001 di Depok dan didaerah Jakarta Selatan menjadi 12.8, demikian juga di Ujung Pandang daerah urban meningkat dari 1.5 pada tahun 1981 menjadi 3,5 pada tahun1998, kemudian pada akhir 2005 menjadi 12.5, di daerah rural yang dilakukan oleh Arifin di Jawa Barat 1,1 di daerah terpencil, di Tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8 dapat dijelaskan perbedaan prevalensi daerah urban dan rural Soegondo dkk, 2009. 16 2.1.4Patogenesis Diabetes Mellitus Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan yang masuk. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk terlebih dahulu masuk ke dalam sel agar dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses metabolisme, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Dalam proses metabolisme ini insulin memegang peran yang sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Hidrat arang dalam makanan diserap oleh usus halus dalam bentuk glukosa. Glukosa darah dalam tubuh manusia diubah menjadi glikogen hati dan otot oleh insulin. Sebaliknya, jika glikogen hati maupun otot akan digunakan, dipecah lagi menjadi glukosa oleh adrenalin. Jika kadar insulin darah berkurang, kadar glukosa darah akan melebihi normal, menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan ini badan akan menjadi lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel Syah, 2011. 17 Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu : 1. Rusaknya sel-sel pancreas karena pengaruh ddari luar virus, zat kimia tertentu, dll ataupun dari dalam penyakit autoimune 2. Desensitasi penurunan sensitivitas reseptor glukosa pada kelenjar pankreas 3. Desensitasikerusakan reseptor insulin down regulation di jaringan perifer Tjokroprawiro, 1996. Menurut Soegondo 2011, patogenesis DM berbeda berdasarkan tipe penyakit yaitu:

1. DM Tipe 1

Insulin tidak ada dan hal ini disebabkan karena jenis penyakit ini ada reaksi autoimun. Pada individu yang rentan susceptible terhadap tipe 1, terdapat adanya ICA Islet Cell Antibody yang meningkat kadanya oleh karena beberapa faktor pencetus seperti infeksi virus, diantarnya virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain, hingga timbul peradangan pada sel beta insulitis yang akhirnya menyebabkan kerusakan permanen sel beta. Pada insulitis yang diserang hanya sel beta, biasanya sel alfa dan delta tetap utuh. Pada studi populasi ditemukan adanya hubungan antara DM tipe 1 dengan HLA DR3 dan DR4.

2. DM Tipe 2

Patogenesis pada DM tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer, gangguan Hepatic Glucose Production HGP, dan penurunan fungsi cell β, yang akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel β.