RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RPP
Satuan Pendidikan : SMA N 1 Jetis Bantul
Mata Pelajaran : Sejarah Wajib
KelasSemester : XI1
Materi PokokTopik : Dominasi Pemerintahan Kolonial Belanda
Alokasi Waktu : 1 pertemuan 2 jam pelajaran 45 menit
A. Kompetensi Dasar
3.2 Menganalisis proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa Barat di
Indonesia.
4.2 Mengolah informasi tentnag prose masuk dan perkembangan penjajahan
bangsa Barat di Indonesia dan menyajikannya dalam bentuk presentasi. B.
Indikator Pencapaian Kompetensi
3.2.3 Menjelaskan sikap bangsa Indonesia dalam menerima kedatangan bangsa- bangsa Barat.
4.2.3 Mengolah informasi tentang sikap bangsa Indonesia dalam menerima kedatangan bangsa-bangsa Barat.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Latar belakang dilaksanakan tanam paksa. 2. Ketentuan-ketentuan dalam tanam paksa.
3. Praktik dan berbagai penyelewengan tanam paksa. 4. Sebab-sebab dilaksanakannya usaha swasta dan akhirnya tanam paksa.
D. Materi Pembelajaran
Latar belakang tanam paksa
Tanam paksa cultuur steel telah berjalan sejak Van den Bosch menjabat. Sejak tahun 1830, sistem ini sudah berjalan. Penyebab dilaksanakan kebijakan ini,
karena kesulitan finansial yang dihadapi Belanda. Krisis keuangan disebabkan oleh perang Jawa dan perang Belgia sjeak 1830-1831 di negara Belanda.
Kewajiban bagi setiap desa untuk menyisihkan tanah sebesar 20 persen dari luas
tanah pertanian yang nantinya akan dibeli Belanda ialah tanaman tebu, kopi, serta nila.
Belanda mengalami kekalahan dalam beberapa perang, hal ini yang membuat Van den Bosch diangkat menjadi Komaris Jenderal. Mendapatkan jabatan baru,
membuat dia semakin besar kekuasaannya. Daerah Parahyangan yang pertama menjalankan sistem tanam paksa. Di daerah ini diwajibkan untuk menanam indigo.
Pada bulan Agustus 1830, Gubernur Jenderal mengeluarkan keputusan tentang pelaksanaan penanaman tebu bagi seluruh karesidenan di Jawa.
Ciri utama sistem tanam paksa yang dilaksanakan oleh Van den Bosch ialah keharusan rakyat Jawa untuk membayar pajak dalam bentuk pajak in natura, yaitu
dalam bentuk hasil pertanian mereka. Pelaksanaan natura diharapkan dapat meningkatkan hasil tanaman ekspor bagi pemerintah dan penguasaha Belanda.
Ketentuan- ketentuan tanam paksa
Kebijakan tanam paksa dimuat dalam Staatblad No. 22 tahun 1834, undang- undang ini baru keluar, setelah 4 tahun pelaksanaan sistem tanam paksa. Adapun
ketentuan-ketetuan pokok sebagai berikut: 1. Pihak yang berwenang dalam sistem tanam paksa akan mengadakan perjanjian
dengan warga untuk menyerahkan sebagian dari tanahnya untuk ditanami dengan tanaman yang laku dijual di pasaran Eropa.
2. Tanah yang diserahkan seluas seperlima dari jumlah tanah pertanian satu desa 3. Perkerjaan tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam
padi. 4. Tanah yang digunakan bagi tanama perdagangan dibebaskan dari pajak.
5. Jika harga tanaman yang diberikan kepada pemerintah lebih besar dari pajak, akan diserahkan kelebihannya kepada penduduk.
6. Kegagalan tanaman perdagangan, bukan karena kesalahan penduduk menjadi tanggungan pemerintah.
7. Penduduk dalam perkerjaannya dipimpin oleh kepala mereka, sedangkan pegawai Eropa mengawasi bagian pengusaha pemungutan dan pemungut hasil.
8. Bagi penduduk yang tidak memilikii tanah harus berkeja di tanah-tanah pemerintah selama seperlima tahun atau 66 hari.
Pratik dan berbagai penyelewengan tanam paksa
Ketentuan yang dikeluarkan dengan pelaksanaan di lapangan berbeda. Pada hakikatnya sistem tanam paksa dilakukan atas dasar paksaan di segala jenjang dari
atas ke bawah. Pegawai Eropa maupun Indonesia akan diberikan bonus yang disebut cultuurprocenten hadiah tanam paksa. Semakin besar hasil yang
diserahkan, semakin besar cultuurprocenten yang diterima. Sistem ini yang menyebabkan para pegawai tidak mengiraukan rasa keadilan.
Banyaknya pegawai yang berlomba-lomba mendapatkan hadiah, akibatnya tidak satupun ketentuan tanam paksa dilakukan sesuai aturannya. Dalam
kebijakannya, sistem tanam paksa harus melalui perjanjian sukarela kepada penduduk. Faktanya, hal ini tidak terjadi. Perjanjian hanya dilakukan dengan
kepala desa. Pegawai pemerintah tidak mau terjun langsung untuk mengadakan perjanjian dengan para petani. Mereka lebih mementingkan target yang harus
dicapai untuk desa secaraa keseluruhan.
Seharusnya tanah yang diserahkan seluas seperlima dari jumlah tanah pertanian satu desa. Tekanan yang diterima rakyat lebih besar, dibandingkan
penananman padi atau pembayaran sewa tanah. Waktu yang dikerjakan dalma tanam paksa melebihi waktu untuk menenam padi. Tanah yang menjadi
pengerjaan sistem tanam paksa seharusnya dibebaskan dari pajak, namun kenyataannya tidak. Harga yang diberikan pemerintah sangat rendah. Kegagalan
panen dan kerusakan tanaman menjadi tanggungjawab penduduk. Sebab-sebab dilaksanakan usaha swasta dan akhirnya tanam paksa
Kemenangan golongan liberal di parlemen Belanda, maka mulai menerapkan sistem ekonomi liberal yang ditandai dengan masuknya modal asing ke Indonesia.
Zaman ini disebut masa politik ekonomi liberal kolonial yang dilandasi dengan beberapa undang-undang diantaranya:
1. Comptabiliteitswet tahun 1867: anggaran belanja Hindia Belandaharus
ditetapkan dengan undang-undang atau persetujuan parlemen Belanda. 2.
Suikerwet 1870 UU Gula: tanaman tebu sebagai tanaman monopoli pemerintah berangsur-angsur akan dihilangkan, sehingga di pulau Jawa
dapat diusahakan oleh penguasa swasta 3.
Agrarichwet 1870 atau Undang- Undang Agraria berisi: a. Tanah di Indonesia dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tanah rakyat
dan tanah pemerintah. b. Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang sifatnya bebas dan tanah
desa yang tidak bebas. Tanah rakyat tidak boleh dijual kepada pemerintah asing, hanya boleh disewakan.
c. Tanah pemerintah dapat dijual untuk tanah milik atau disewakan selama 75 tahun.
Tujuan dari Undang-Undang Agraria untuk melindungi petani agar tidak kehilangan tanahnya dan membuka peluang orang asing untuk menyewa tanah dari
rakyat Indonesia.Sistem tanam paksa mengakibatkan kemelaratan bagi bangsa Indonesia, khususnya Jawa. Hal ini menimbulkan reaksi dari berbagai pihak.