Analitycal Hierarchy Process AHP dan Aplikasinya untuk Perubahan

terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran Sektor pertanian mempunyai potensi yang strategis bagi pembangunan di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara, karena tanahnya subur dan cocok untuk komoditas tanaman pangan, hortikultur dan tanaman perkebunan. Hutan mangrove yang membentang dari pantai utara Pantai Timur Sumatera Utara ke daerah pantai selatan Kabupaten Labuhan Batu dengan ketebalan bervariasi antara 50-150 m ditumbuhi oleh mangrove sejati dan mangrove semu Purwoko, 2009. Irawan 2005, mengemukakan bahwa konversi yang lebih besar terjadi pada lahan sawah dibandingkan dengan lahan kering karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1 pembangunan kegiatan non pertanian seperti kompleks perumahan, pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan pada tanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah kering; 2 akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan produk padi maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan daripada daerah tanah kering; 3 daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan pegunungan.

D. Analitycal Hierarchy Process AHP dan Aplikasinya untuk Perubahan

Tutupan Lahan Teori AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty seorang ahli ilmu pasti dari University of Pennsylvania pada tahun 1971-1975. AHP memungkinkan menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan faktor nyata dan tidak Universitas Sumatera Utara nyata. Data, gagasan, dan intuisi dapat diatur dengan menggunakan struktur hierarki secara logis. Hierarki adalah susunan dari faktorelemen permasalahan yang ada yang dapat diatur dikendalikan. Selain itu AHP dapat menampung ketidakpastian dan dapat melakukan revisi sedemikian rupa atas masalah-masalah yang dihadapi. Dalam perkembangannya AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria atau multi kriteria, tetapi juga penerapannya telah meluas sebagai metoda alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah. Pada dasarnya AHP adalah pengukuran yang dilakukan untuk menemukan skala rasio dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan tersebut dapat diambil dari ukuran aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan dan prefensi relatif. Metode ini juga meperhatikan secara khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran, dan pada ketergantungan di dalam dan diantara kelompok elemen strukturnya Imamuddin dan Kadri, 2006. Proses Hirarki Analisis adalah model luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan- gagasan dan mendefenisikan persoalan dengan cara membuat asumsi dan memperoleh pemecahan yang diinginkan. Metode AHP memasukkan faktor kualitatif dan kuantitatif pikiran manusia. Aspek kualitatif mendefinisikan persoalan dan hirarkinya dan aspek kuantitatif mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat. Proses ini dengan jelasmenunjukkan bahwa demi pengambilan keputusan yang sehat dalam situasi yang komplek diperlukan penetapan prioritas dan melakukan perimbangan Saaty, 1993. Analytical Hierarchy Process AHP adalah suatu metode unggul untuk Universitas Sumatera Utara memilih aktivitas yang bersaing atau banyak alternatif berdasarkan kriteria tertentu atau khusus. Kriteria dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif, dan bahkan kriteria kuantitatif ditangani dengan struktur kesukaan pengambil keputusan daripada berdasarkan angka. Dengan adanya hirarki, masalah kompleks atau tidak terstruktur dipecah dalam sub-sub masalah kemudian disusun menjadi suatu bentuk hierarki. AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah multi- kriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki Amborowati, 2008. Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process menurut Saaty, 1993 dalam Tantyonimpuno, 2006 , meliputi : 1. Problem Decomposition Penyusunan Heirarki Masalah. Dalam penyusunan hierarki ini perlu dilakukan perincian atau pemecahan dari persoalan yang utuh menjadi beberapa unsurkomponen yang kemudian dari komponen tersebut dibentuk suatu hierarki. Pemecahan unsur ini dilakukan sampai unsur tersebut sudah tidak dapat dipecah lagi sehingga didapat beberapa tingkat suatu persoalan. Penyusunan hierarki merupakan langkah penting dalammodel analisis hierarki. 2. Comparative Judgement Penilaian Perbandingan Berpasangan. Prinsip ini dilakukan dengan membuat penilaian perbandingan berpasangan tentang kepentingan relatif dari dua elemen pada suatu tingkat hierrki tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya dan memberikan bobot numerik berdasarkan perbandingan tersebut. Hasil penelitian ini disajikan dalam matriks yang disebut pairwise comparison. 3. Synthesis of Priority Penentuan Prioritas. Universitas Sumatera Utara Sintesa adalah tahap untuk mendapatkan bobot bagi setiap elemen hirarki dan elemen alternatif. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat untuk mendapatkan global priority, maka sintesis harus dilakukan pada setiap local priority. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting. 4. Logical Consistensy Konsistensi Logis. Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Konsistensi data didapat dari rasio konsistensi CR yang merupakan hasil bagi antara indeks konsistensi Ci dan indeks random Ri. AHP sendiri memiliki kelebihan dan keuntungan dalam penerapannya. Kelebihan AHP tersebut yaitu : 1. struktur yang berhirarki merupakan konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai pada subkriteria paling dalam. 2. memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. 3. memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambil keputusan. Sedangkan keuntungan dari penggunaan metode AHP adalah sebagai berikut : 1. Kesatuan : AHP memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur. Universitas Sumatera Utara 2. Kompleksitas : AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. 3. Sintesis : AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif. 4. Konsistensi : AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan prioritas. 5. Saling ketergantungan : AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier. 6. Tawar menawar : AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas alternatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka. 7. Pengukuran : AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan wujud suatu metode penetapan prioritas. 8. Pengulangan proses : AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan. 9. Penilaian dan konsensus : AHP tak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda. 10. Penyusunan hirarki : AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa pada setiap tingkat. Saaty dalam Tantyonimpuno, 2006. Selanjutnya, Eri dan Elpira 2008 menjelaskan langkah-langkah atau prosedur dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan metode AHP, Universitas Sumatera Utara yaitu : 1. Mendefinisikan permasalahan dan menentukan tujuan. 2. Membuat hirarki. Masalah disusun dalam suatu hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3. Melakukan perbandingan berpasangan. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgmentdari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Langkah berikutnya dalam proses ini melibatkan perhitungan vektor kolom. Hal ini diperoleh dengan mengalikan matriks tujuan dengan bobot relatif, misalnya bobot tujuan. Dalam bentuk persamaan V k =M k wi k Keterangan: V k = vector kolom pengambil keputusan ke-k M k = matrik obyektif pengambil keputusan ke-k Wi k = bobot relative dari obyek ke-I terhadap pengambil keputusan ke-k Dengan vektor kolom dari bobot, nilai eigen maksimum atau pokok yang disumbangkan oleh Ymaks dihitung. Semakin dekat nilai eigen utama adalah ke n, yang lebih konsisten adalah penilaian subjektif itu berasal dengan mengambil rata-rata dari jumlah rasio dari vektor kolom dan bobot relatif Saaty, 1980 dalam Rahmawaty, 2011. Pusat untuk AHP adalah ukuran dari konsistensi dalam penilaian manusia. Universitas Sumatera Utara Penyimpangan dari konsistensi dapat diwakili oleh indeks konsistensi CI. Nilai ini adalah perbedaan antara nilai eigen maksimum atau pokok dan jumlah tujuan N dibagi dengan n-1. Bentuk persamaan sebagai berikut: λ maks – n CI = n- 1 Keterangan: CI = indeks konsistensi λmaks = nilai eigen pokok Untuk mendapatkan ide dari konsistensi penilaian, CI dibandingkan dengan indeks konsistensi acak RI dari nilai-nilai seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Sebuah rasio konsistensi sepuluh persen atau kurang dianggap dapat diterima. Persamaan rasio konsistensi CR sebagai berikut: CR = CIRI Keterangan: CI = indeks konsistensi RI = indeks random Malczewski 1999 dalam Rahmawaty 2011 menyebutkan bahwa ketika CR kurang dari 0,1, ada tingkat wajar konsistensi dalam perbandingan berpasangan. Jika CR lebih dari atau sama 0,1, nilai-nilai dari rasio tersebut tidak konsisten. Dalam kasus terakhir, nilai asli dalam matriks perbandingan pasangan yang bijaksana harus direvisi. Dalam proses yang terkait dengan derivasi dari prioritas alternatif, sehubungan dengan setiap tujuan pada tingkat 3 hirarki, bobot relatif dari alternatif yang didasarkan pada tujuan masing-masing dihitung dengan cara yang Universitas Sumatera Utara sama. Peringkat akhir dari alternatif menunjukkan dengan ωj itu dihitung dengan melakukan perkalian matriks bobot relatif dari alternatif per tujuan dilambangkan dengan ωij dan bobot relatif dari tujuan dilambangkan dengan ωi. Ini dihitung dengan menggunakan persamaan: ωj= Mij ωi Keterangan: ωj = bobot akhir dari alternatif j Mij = matriks bobot relatif alternatif perobyektif ωi = Pembobotan obyektif di samping itu, Mij mengambil bentuk: Mij = ω11…..ω1p ωn1…..ωnp Keterangan: ω11 = bobot relative dari alternatif 1 j ke p terhadap obyektif 1 I ke n Langkah terakhir adalah untuk agregat prioritas vektor dari setiap tingkat yang diperoleh pada langkah kedua, untuk menghasilkan bobot keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara perkalian urutan vektor bobot pada setiap tingkat hirarki. Bobot keseluruhan mewakili rating alternatif sehubungan dengan tujuan keseluruhan. Ri skor keseluruhan alternatif ke-i adalah jumlah total dari peringkat tersebut pada setiap tingkat yang dihitung sebagai berikut : RI = ∑ k ω k r ik Keterangan: ω k = vektor prioritas berhubungan dengan elemenke-k dari hirarki r ik = vektor prioritas berasal dari membandingkan alternatif pada setiap kriteria. Universitas Sumatera Utara Malczewski, 1999 dalam Rahmawaty, 2011. Prinsip kerja Proses Hierarki Analitik atau Analytical Hierarchy Process AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis dan dinamik menjadi bagian-bagiannya secara berjenjang. Setelah itu, tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan dalam mempengaruhi hasil dari sistem tersebut Marimin, 2004. Pertimbangan kompleksitas masalah pengelolaan dan pemenuhan peraturan, AHP meluas ke berbagai macam tugas managerial dan perencanaan, contohnya: pengelolaan dan perencanaan untuk Daerah Aliran Sungai termasuk berhubungan dengan masalah kualitas dan kuantitas air, pengelolaan hutan, pengelolaan satwa liar, dan rekreasi. Input diperlukan dari ahli subjek masing- masing disiplin yang bertujuan untuk prioritas dan membuat keputusan informasi mengenai distribusi spatial dan temporal sumberdaya. Di samping luasnya aplikasi, AHP relatif mudah untuk diaplikasikan, dimengerti dan ditafsirkan Furthermore, Schmoldt et al 2001 dalam Rahmawaty, 2011 Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan para ahli dan diskusi, terdapat beberapa alasan mereka memilih kriteria dan alternatif. Alasan memilih lingkungan dan konservasi karena pada wilayah tersebut terdapat kawasan- kawasan lindung. Hal tersebut memiliki fungsi yang pokok pada keanekaragaman ekosistem, warisan budaya, dan struktur geologi yang diantaranya untuk pengembangan yang berkelanjutan Rahmawaty, 2011. Universitas Sumatera Utara Pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor. Supriyadi 2004 menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu: 1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan fisik maupun spasial, demografi maupun ekonomi 2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. 3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan. Berdasarkan penelitian Gani 2004 menyatakan bahwa perkembangan kota sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, bentuk dan letak kota serta fungsi kota terhadap daerah pinggiran hinterland. Kota dapat berkembang dengan baik jika adanya interaksi antara penghuni penduduk dengan keselarasan tata ruang kota dan ketaatan di dalam penegakan peraturan tata ruang yang telah ada. Perkembangan penduduk dan peningkatan perekonomian kota mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk penggunaan lahan perkotaan yang akan merubah tata ruang kota. Kota Binjai merupakan hinterland efektif Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara dan Kota Binjai merupakan kesatuan dari konsep pengembangan Medan Binjai Deli Serdang Mebidang Berdasarkan penelitian Nababan 2011 menyatakan bahwa dalam mengamati perubahan penggunaan lahan Kelurahan Bagan Deli dapat dilihat telah terjadi perubahan guna lahan yang dulunya pemukiman, saat ini mulai di dominasi guna lahan industri, pelabuhan pergudangan, dan perdaganganjasa. Untuk masa Universitas Sumatera Utara yang akan datang,kecenderungan penggunaan lahan di Kelurahan Bagan Deli telah dapat diketahui arahnya, yaitu ke arah fungsi perdagangan dan jasa. Hal ini ditandai dengan terjadinya perubahan fisik dan fungsi lahan yang merupakan konsekwensi dari pertumbuhan penduduk. Di akhir penelitian ini dapat diambil kesimpulan, bahwa perubahan tata guna lahan terutama disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor manusia dimana kurangnya sosialisasi tentang RTRW sehingga masyarakat kurang memahami dan mengetahui arahan dan kebijakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan. Rekomendasi dari penelitian ini adalah apabila perumahan dan permukiman yang sudah sempat terbangun telah memiliki IMB maupun tanpa IMB, ternyata tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan 2011-2030, maka Pemerintah kota harus mengeluarkan kebijakan yang berhubungan hal tersebut, misalnya penggusuran, ganti rugi, ataupun relokasi. Berdasarkan penelitian Panjaitan 2013 menyimpulkan bahwa pengendalian alih fungsi lahan yang sudah terjadi tidak akan tercapai jika tidak ada partisipasi atau kepedulian masyarakat itu tanpa adanya sosialisasi dan advokasi. Karena dilihat dari semua pandangan,sifat dan tingkah laku setiap orang itu berbeda-beda, walaupun kebijakan dan peraturan pemerintah setempat membuat segala sesuatu peraturan yang akan membuat masyarakat itu akan menghentikan alih fungsi lahan, tentu tidak sendirinya berjalan dengan baik tanpa adanya bujukan yang mengenali setiap manusia dan memberikan hal-hal yang bisa membuat masyarakat itu bisa ikut berpartisipasi, tentunya harus membuat suatu modal dengan mengenali masyarakat dari segi pemahaman terhadap kearifan lokal. Universitas Sumatera Utara

III. METODE PENELITIAN