2.3.2. Logaritmic Mean Temperature Difference LMTD
1. Heat Exchanger Aliran Belawanan Murni
Kasus heat exchanger aliran berlawanan murni diperlihatkan dalam gambar 2.7. Panas berpindah dari suatu fluida panas pada temperatur T
h
menuju fluida dingin pada temperatur T
c
, dimana fluida yang satu mengalir dalam arah yang berlawanan terhadap fluida lainnya.
Gambar 2.7 Heat Exchanger Aliran Berlawanan Murni
Pada kasus heat exchanger aliran berlawanan murni, perbedaan temperatur rata- rata disebut sebagai logarithmic mean temperatur difference
ΔT
LM
yang dinyatakan sebagai
[ ]
[ ]
in c
out h
out c
in h
in c
out h
out c
in h
LM M
T T
T T
T T
T T
T T
, ,
, ,
, ,
, ,
ln −
− −
− −
= ∆
= ∆
2.7
Universitas Sumatera Utara
2. Heat Exchanger Aliran Searah Murni
Kondisi untuk aliran searah murni diperlihatkan dalam gambar 2.8. Perbedaan temperatur rata-rata dapat diperoleh melalui prosedur yang sama
seperti dalam perhitungan aliran berlawanan, yang dinyatakan dalam persamaan berikut
[ ]
[ ]
out c
out h
in c
in h
out c
out h
in c
in h
LM M
T T
T T
T T
T T
T T
, ,
, ,
, ,
, ,
ln −
− −
− −
= ∆
= ∆
2.8
Gambar 2.8 Heat Exchanger Aliran Searah Murni
Heat exchanger aliran searah murni mempunyai efisiensi yang lebih rendah dari pada heat exchanger aliran berlawanan. Pada heat exchanger aliran
searah, temperatur keluar fluida dingin tidak bisa melebihi temperatur keluar fluida panas. Sedangkan pada heat exchanger aliran berlawanan, temperatur
keluar fluida dingin bisa mendekati temperatur masuk fluida panas. Oleh karena
Universitas Sumatera Utara
itu, heat exchanger aliran searah hanya digunakan dalam kondisi khusus seperti pada saat dibutuhkan pendinginan awal suatu fluida yang cepat.
3. Heat Exchanger Tipe Shell and Tube dengan Aliran Tube Dua laluan
Kasus ini diperlihatkan secara skematik dalam gambar 2.9 dan telah ditemukan solusinya oleh Underwood 1934. Pada kasus penukar panas tipe shell
and tube dengan aliran tube dua laluan atau one shell and two tube-passes terhadap suatu faktor koreksi dalam menentukan perbedaan temperatur rata-rata.
Perbedaan temperatur rata-rata aktual diperoleh dengan cara mengalikan perbedaan temperatur rata-rata pada kasus aliran berlawanan murni persamaan
2.7 dengan nilai suatu faktor F sehingga diperoleh
LM M
T F
T ∆
⋅ =
∆
2.9
Gambar 2.9 Heat Exchanger Tipe Shell and Tube Dua Laluan
Universitas Sumatera Utara
Nilai faktor F merupakan fungsi dari perbandingan temperatur R dan P yang didefenisikan sebagai
in c
out c
out h
in h
ph h
pc c
T T
T T
c M
c M
R
, ,
, ,
− −
= =
2.10
in c
in h
in c
out c
T T
T T
P
, ,
, ,
− −
=
2.11
dimana R dan P berkaitan erat terhadap efektivitas heat exchanger. Selanjutnya, nilai faktor F dapat dihitung melalui persamaan
[ ]
{ }
{ }
[ ]
1 1
2 1
1 2
ln 1
1 1
ln 1
2 2
2
+ +
+ −
+ −
+ −
− −
− +
= R
R p
R R
P R
PR P
R F
2.12
Persamaan 2.12 juga dapat digunakan untuk heat exchanger dengan jumlah laluan empat, enam, delapan, dan lebih besar meskipun terdapat perbedaan
yang kecil. Persamaan tersebut banyak dipakai dalam perhitungan untuk semua heat exchanger dengan jumlah laluan genap. Selain menggunakan persamaan
2.12, nilai faktor F juga bisa diperileh dari grafik pada gambar 2.10
Gambar 2.10 faktor F untuk Heat Exchanger tipe Shell and Tube Dua Laluan
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Koefisien Perpindahan Panas Total