Pengaruh Perbedaan Waktu Perendaman Gigi dalam Minuman Berkarbonasi terhadap Kekutan Tekan (Compressive Strength) Gigi (In Vitro)

(1)

PENGARUH PERBEDAAN WAKTU PERENDAMAN

GIGI DALAM MINUMAN BERKARBONASI

TERHADAP KEKUATAN TEKAN

(COMPRESSIVE STRENGTH)

GIGI (IN VITRO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: ERVI GANI NIM : 100600056

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Biologi Oral Tahun 2014

Ervi Gani

Pengaruh Perbedaan Waktu Perendaman Gigi dalam Minuman Berkarbonasi terhadap Kekutan Tekan (Compressive Strength) Gigi (In Vitro)

xiii + 68 halaman

Perubahan gaya hidup modern menyebabkan masyarakat lebih suka mengonsumsi minuman berkarbonasi dengan pH rendah dibawah pH kritis (pH ≤ 5,5) yang dapat menyebabkan demineralisasi enamel dan menurunkan kekuatan tekan gigi. Kekuatan tekan gigi merupakan indikator keberhasilan yang terpenting dalam menahan tekanan mastikasi dan kebiasaan parafungsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan waktu perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi terhadap kekuatan tekan gigi selama 1 menit, 5 menit dan 25 menit. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan rancangan penelitian Posttest Control Group Design. Sampel yang digunakan adalah 30 gigi premolar pertama maksila yang dibagi dalam 6 kelompok perendaman. Pengukuran pH minuman dilakukan dengan menggunakan pH meter Hanna dan perendaman sampel dilakukan selama 1, 5 dan 25 menit lalu diukur kekuatan tekannya dengan alat Universal Testing Machine Tarno Crocki, Germany. Analisis data dilakukan dengan uji Anova satu arah, uji LSD dan uji t independent. Hasil penelitian dengan uji Anova satu arah menunjukkan adanya pengaruh waktu terhadap kekuatan tekan gigi setelah perendaman minuman berkarbonasi selama 1 menit, 5 menit dan 25 menit (p<0,05) tetapi, tidak terdapat pengaruh waktu pada kelompok perendaman aquadest (kelompok kontrol) (p>0,05). Hasil uji LSD menunjukkan adanya pengaruh perbedaan waktu perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi yang signifikan baik antara kelompok perendaman 1 menit dan 5 menit dengan p=0,006 (p<0,05), kelompok perendaman 1 menit dan 25 menit dengan p=0,000 (p<0,05) serta kelompok perendaman 5 menit dan 25 menit dengan p=0,022 (p<0,05). Dalam uji t


(3)

independent menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) baik antara kelompok perendaman minuman berkarbonasi dengan kelompok kontrol masing-masing selama 5 menit dan 25 menit, sedangkan pada kelompok perendaman minuman berkarbonasi dengan kelompok kontrol selama 1 menit tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05). Berdasarkan penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa semakin lama gigi direndam dalam minuman berkarbonasi maka semakin turun kekuatan tekan giginya.

Daftar rujukan : 54 (2001-2014)


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 13 Mei 2014

Pembimbing : Tanda Tangan

Yendriwati, drg., M.Kes

NIP: 19630613 199003 2 002 .


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi Pada tanggal 13 Mei 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Yendriwati, drg., M.Kes ANGGOTA :1. Minasari, drg., M.M


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Yendriwati, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah begitu banyak menyumbangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing penulis serta memberikan dorongan dan semangat hingga penulisan skripsi ini selesai.

2. Prof.Nazruddin , drg., Sp. Ort, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Rehulina Ginting, drg., Msi selaku Ketua Departemen Biologi Oral yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokeran Gigi USU yaitu Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes, Minasari, drg., M.M, Lisna Unita, drg., M.Kes dan Yumi Lindawati, drg yang telah memberikan saran, masukan dan semangat dalam penyelesaian skripsi.

5. Staf Departemen Biologi Oral, khususnya Kak Ngaisah dan Kak Dani yang telah membantu dalam hal administrasi penulis sehingga skripsi ini dapatdiselesaikan.

6. Nevi Yanti, drg., M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.

7. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi USU atas bimbingan yang telah diberikan selama penulis menjalankan kuliah.


(7)

8. Drs. Nursuar, ST., M.Kom selaku Kepala Laboratorium Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan yang telah bersedia membimbing dan membantu penulis melakukan pengujian sampel dalam penelitian ini.

9. Maya Fitria, SKM., M.Kes selaku staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktu dan bimbingan dalam rancangan penelitian dan pengolahan data.

10. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis tercinta yaitu Faisal Gani dan Betty Sumiati serta abang dan kakak penulis yaitu Arifin Gani, Erna Gani dan Syaiful Gani yang selalu mendoakan, memberikan dukungan moril dan semangat maupun materil selama ini.

11. Sahabat-sahabat terbaik penulis yaitu Wennie, Dessi, Vivi, Winnie, Sunny, Jocelyn, Rose, Melisa, Fransisca, Juliana, Olivia, Henny, Franky, Kelvin, Widi serta senior dan teman-teman stambuk 2010 lainnya terutama yang membuat skripsi di Departemen Biologi Oral yaitu Kak Novelya, Kak Anita, Kak Sri, Kak Jihan, Kak Tellia, Kak Femy, Kak Ika, Bang Rahmat, Bang Wanda, Wai Swee Fan, Beactris, Cindy, Mayfiona, Michelle, Santi, Ariyani, Elline, Joseph, Eka, Josua dan Covin yang telah memberi semangat tiada henti kepada penulis.

Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Akhirnya tiada lagi yang dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur sedalam-dalamnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, 13 Mei 2014 Penulis,

(...) Ervi Gani


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Rumusan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 4

1.5.2 Manfaat Praktis ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Mekanik dan Fisis Gigi ... 6

2.1.1 Kekasaran Permukaan Gigi (Surface Roughness)... 7

2.1.2 Modulus Elastisitas Gigi (Young’s Modulus) ... 7

2.1.3 Warna Gigi (colour) ... 8

2.1.4 Ketebalan Gigi (thickness) ... 8

2.1.5 Kekerasan Gigi (hardness) ... 8

2.1.6 Ketahanan Fraktur gigi (fracture toughness) ... 9

2.1.6.1 Faktor Mempengaruhi Kekuatan Tekan (Compressive Strength) Gigi ... 11

2.1.6.2 Alat uji kekuatan tekan (compressive strength) gigi ... 13

2.2 Mastikasi ... 14

2.3 Hubungan Kekuatan Tekan (Compressive Strength) Gigi dengan mastikasi... 17


(9)

2.4 Fraktur Gigi ... 18

2.5 Morfologi gigi premolar satu maksila ... 19

2.5.1 Prisma Enamel (Enamel Rods)... 20

2.5.2 Enamel Tufts ... 23

2.5.3 Enamel Spindles ... 23

2.6 Demineralisasi ... 24

2.7 Erosi Gigi ... 25

2.8 Minuman Berkarbonasi ... 26

2.9 Peran Saliva ... 27

2.10 Kerangka Teori ... 29

2.11 Kerangka Konsep ... 30

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 31

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 31

3.2.2 Waktu Penelitian ... 31

3.3 Sampel dan Besar Sampel ... 31

3.3.1 Sampel Penelitian ... 31

3.3.2 Besar Sampel ... 32

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 32

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 32

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 33

3.5 Variabel Penelitian ... 33

3.5.1 Variabel Bebas ... 33

3.5.2 Variabel Terikat ... 33

3.5.3 Variabel Terkendali ... 33

3.5.4 Variabel Tidak terkendali ... 33

3.6 Definisi Operasional Penelitian... 34

3.7 Alat dan Bahan ... 35

3.7.1 Alat-Alat Penelitian ... 35

3.7.2 Bahan Penelitian ... 36

3.8 Pelaksanaan Penelitian ... 37

3.8.1 Persiapan Sampel ... 37

3.8.2 Penanaman Sampel dan Pembuatan Balok Akrilik ... 38

3.8.3 Pengukuran pH minuman ... 39

3.8.4 Perendaman Spesimen ... 40

3.8.5 Pengujian Spesimen ... 42

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 43

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik umum sampel yang diteliti ... 44

4.2 Pengaruh perbedaan waktu perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) setelah 1 menit, 5 menit dan 25 menit terhadap kekuatan tekan gigi ... 46


(10)

4.2.1 Pengaruh perbedaan waktu perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi setelah 1 menit, 5 menit dan 25 menit terhadap

kekuatan tekan gigi ... 47 4.2.2 Pengaruh perbedaan waktu perendaman gigi dalam aquadest

(kelompok kontrol) setelah 1 menit, 5 menit dan 25 menit

terhadap kekuatan tekan gigi ... 48 4.3 Perbedaan kekuatan tekan gigi setelah perendaman dalam minuman

berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) pada masing-masing

kelompok waktu ... 49 4.3.1Perbedaan kekuatan tekan gigi setelah perendaman dalam

minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) pada

kelompok waktu 1 menit ... 49 4.3.2Perbedaan kekuatan tekan gigi setelah perendaman dalam

minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) pada

kelompok waktu 5 menit ... 50 4.3.3Perbedaan kekuatan tekan gigi setelah perendaman dalam

minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) pada

kelompok waktu 25 menit ... 51 BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh perbedaan waktu perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) setelah 1 menit, 5 menit

dan 25 menit terhadap kekuatan tekan gigi ... 54 5.2 Perbedaan kekuatan tekan gigi setelah perendaman dalam minuman

berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) pada masing-masing

kelompok waktu ... 59

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 62 6.2 Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kekuatan mastikasi maksimum laki-laki dan perempuan pada beberapa

penelitian ... 15 2. Kekuatan mastikasi maksimum setiap gigi pada pria dan wanita menurut

Chladek W (2000) ... 16 3. Perbedaan surface enamel dan subsurface enamel ... 20 4. Pengukuran pH minuman berkarbonasi dan aquadest ... 44 5. Hasil kuesioner yang menyangkut faktor kebiasaan/ behavioral individu . 45 6. Pengaruh waktu perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi selama 1

menit, 5 menit dan 25 menit terhadap kekuatan tekan gigi (Newton) ... 47 7. Hasil uji LSD kekuatan tekan gigi setelah perendaman selama 1, 5 dan 25

menit dalam minuman berkarbonasi ... 48 8. Pengaruh waktu perendaman gigi dalam aquadest (kelompok kontrol)

selama 1 menit, 5 menit dan 25 menit terhadap kekuatan tekan gigi ... 49 9. Perbedaan kekuatan tekan gigi setelah perendaman dalam minuman

berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) pada kelompok waktu 1

menit (Newton) ... 50 10. Perbedaan kekuatan tekan gigi setelah perendaman dalam minuman

berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) pada kelompok waktu 5


(12)

11. Perbedaan kekuatan tekan gigi setelah perendaman dalam minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) pada kelompok waktu


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pengaturan pada uji compressive strength ... 14

2. Surface enamel dan subsurface enamel ... 20

3. Potongan melintang dan memanjang enamel rod ... 21

4. Arah susunan prisma enamel pada gigi premolar satu maksila ... 22

5. Penampang melintang dari mahkota gigi ... 24

6. Alat dan bahan penelitian ... 36

7. Pembersihan gigi menggunakan bubuk pumice dan bur brush ... 38

8. Sampel gigi yang ditanam dalam spuit serta cetakan balok akrilik (a), posisi spesimen saat dimasukkan ke dalam cetalan balok akrilik (b) ... 39

9. Pengukuran pH minuman berkarbonasi (coca cola)(a), pengukuran pH aquadest (b) ... 40

10.Spesimen yang direndam dalam minuman berkarbonasi selama 1 menit (a), spesimen yang direndam dalam aquadest (kelompok kontrol) selama 1 menit (b) ... 41

11.Spesimen yang direndam dalam minuman berkarbonasi selama 5 menit (a), spesimen yang direndam dalam aquadest (kelompok kontrol) selama 5 menit (b) ... 41


(14)

12.Spesimen yang direndam dalam minuman berkarbonasi selama 25 menit (a), spesimen yang direndam dalam aquadest (kelompok kontrol) selama

25 menit (b) ... 41 13.Alat uji kekuatan tekan (Tarno Crocki Universal Testing Machine,

Germany) ...   42 14.Tempat meletakkan spesimen dan balok akrilik sebelum dilakukan uji

kekuatan tekan (a), spesimen saat sedang diuji dengan alat uji kekuatan tekan (Tarno Grocki Universal Testing Machine, Germany(b) ... 43


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Skema Alur Pikir 2. Skema Alur Penelitian

3. Kuesioner Penelitian dan Lembar Pemeriksaan 4. Lembar hasil penelitian

5. Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian (Ethical Clearence) 6. Surat Keterangan Penelitian


(16)

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Biologi Oral Tahun 2014

Ervi Gani

Pengaruh Perbedaan Waktu Perendaman Gigi dalam Minuman Berkarbonasi terhadap Kekutan Tekan (Compressive Strength) Gigi (In Vitro)

xiii + 68 halaman

Perubahan gaya hidup modern menyebabkan masyarakat lebih suka mengonsumsi minuman berkarbonasi dengan pH rendah dibawah pH kritis (pH ≤ 5,5) yang dapat menyebabkan demineralisasi enamel dan menurunkan kekuatan tekan gigi. Kekuatan tekan gigi merupakan indikator keberhasilan yang terpenting dalam menahan tekanan mastikasi dan kebiasaan parafungsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan waktu perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi terhadap kekuatan tekan gigi selama 1 menit, 5 menit dan 25 menit. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan rancangan penelitian Posttest Control Group Design. Sampel yang digunakan adalah 30 gigi premolar pertama maksila yang dibagi dalam 6 kelompok perendaman. Pengukuran pH minuman dilakukan dengan menggunakan pH meter Hanna dan perendaman sampel dilakukan selama 1, 5 dan 25 menit lalu diukur kekuatan tekannya dengan alat Universal Testing Machine Tarno Crocki, Germany. Analisis data dilakukan dengan uji Anova satu arah, uji LSD dan uji t independent. Hasil penelitian dengan uji Anova satu arah menunjukkan adanya pengaruh waktu terhadap kekuatan tekan gigi setelah perendaman minuman berkarbonasi selama 1 menit, 5 menit dan 25 menit (p<0,05) tetapi, tidak terdapat pengaruh waktu pada kelompok perendaman aquadest (kelompok kontrol) (p>0,05). Hasil uji LSD menunjukkan adanya pengaruh perbedaan waktu perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi yang signifikan baik antara kelompok perendaman 1 menit dan 5 menit dengan p=0,006 (p<0,05), kelompok perendaman 1 menit dan 25 menit dengan p=0,000 (p<0,05) serta kelompok perendaman 5 menit dan 25 menit dengan p=0,022 (p<0,05). Dalam uji t


(17)

independent menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) baik antara kelompok perendaman minuman berkarbonasi dengan kelompok kontrol masing-masing selama 5 menit dan 25 menit, sedangkan pada kelompok perendaman minuman berkarbonasi dengan kelompok kontrol selama 1 menit tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05). Berdasarkan penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa semakin lama gigi direndam dalam minuman berkarbonasi maka semakin turun kekuatan tekan giginya.

Daftar rujukan : 54 (2001-2014)


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsumsi minuman maupun makanan asam secara global oleh masyarakat seluruh dunia telah banyak menimbulkan kasus erosi serta kerusakan lain pada gigi.1 Masyarakat yang hidup dalam lingkungan modern saat ini memiliki gaya hidup yang lebih bervariasi terutama pada kalangan remaja. Hal ini terlihat dari meningkatnya konsumsi makanan dan miuman ringan yang mengandung zat asam. Konsumsi makanan dan minuman asam secara terus menerus dapat menyebabkan erosi gigi walaupun erosi gigi juga dapat disebabkan oleh faktor ekstrinik (luar) lain maupun faktor intrinsik (dalam) seperti lingkungan pekerjaan, obat-obatan (vitamin C), gastroesofageal reflux, bulimia dan anorexia.2

Dampak asam fosfor dari minuman ringan terhadap enamel juga diteliti secara in vitro oleh Silaen DN dkk (2013) dengan menggunakan SEM yang memperlihatkan terjadinya kehilangan material dari permukaan enamel yang signifikan setelah perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi (pepsi cola) dengan pH 2,6 selama lima menit dan saline selama empat jam sebanyak tiga kali sehari dalam jangka waktu enam hari berturut-turut.3

Tingginya tingkat pengkonsumsian minuman berkarbonasi oleh masyarakat Indonesia maupun luar Indonesia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pertama karena pengaruh merek dagang minuman yang paling baik melalui iklan di televisi maupun dari majalah. Kedua, harga minuman berkarbonasi yang relatif lebih murah serta rasanya yang lebih enak dibandingkan air putih dimana hal ini dapat dilihat dari penelitian Vereecken CA (2005) terhadap 114.558 anak usia 11, 13 dan 15 tahun menunjukkan masyarakat dengan status ekonomi rendah dan kalangan non profesional lebih banyak mengkonsumsi minuman berkarbonasi daripada masyarakat dengan status ekonomi tinggi dan pada kalangan profesional. Faktor ketiga disebabkan oleh banyaknya mesin minuman yang disediakan baik di sekolah ataupun


(19)

di jalan raya.Faktor keempat disebabkan karena menurut Bere E (2007) minuman berkarbonasi dapat meningkatkan energi tubuh akibat kandungan indeks glikemik yang tinggi sehingga saat dikonsumsi, minuman ini dapat dengan cepat meningkatkan kadar gula dalam darah dan menyebabkan meningkatnya nafsu makan untuk mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak. Faktor kelima disebakan oleh tingginya tingkat promosi terhadap strategi harga dengan cara meningkatkan ukuran besar minuman dan memberikan promosi gratis minuman jika telah membeli satu minuman ( buy one get one free).4,5

Mikrostruktur gigi berperan dalam mempertahankan sifat mekanis gigi karena memiliki peran penting untuk menahan distribusi beban oklusal yang diberikan saat gigi menerima beban mastikasi. Kebanyakan beban yang diterima saat mastikasi diserap oleh enamel karena kekakuannya yang lebih tinggi dibandingkan dentin sehingga gaya mastikasi cenderung mengalir dari daerah sekitar enamel menuju ke dentin. Enamel memiliki kekerasan yang tinggi karena tingginya komposisi mineral anorganik enamel yang tersusun atas 92-96 % matriks anorganik, 1-2 % matriks organik dan 3-4 % air sehingga enamel dapat menahan beribu-ribu kontak dan tekanan setiap hari saat mastikasi. Namun, enamel mempunyai sifat yang rapuh / getas dimana kerapuhan ini dikarenakan enamel memiliki modulus elastisitas yang tinggi dan tensile strength yang rendah.6

Sifat rapuh / getas pada enamel inilah yang menyebabkan dibutuhkannya dentin dengan sifat yang kuat dan lentur untuk mendukung dan mencegah frakturnya enamel saat pemakaian. Enamel dan dentin bertemu pada perbatasan enamel-dentin (dentino enamel junction) dimana daerah ini memiliki ketahanan fraktur yang tinggi dan memiliki ligamen pembatas dari kolagen fibril yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan sehingga awal keretakan (crack) yang terjadi hanya sampai batas dentino enamel junction yang dapat mencegah fraktur gigi terutama saat gigi sedang berfungsi.6,7 Lawrence Livermore National Laboratory (2008) dalam penelitiannya dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM) menyatakan bahwa pada saat terjadi keretakan maka dentin juga berperan dalam mencegah terjadinya fraktur dimana mantel tubulus dentin yang dekat pada daerah


(20)

retak berusaha mencegah perluasan keretakan yang terjadi dengan menyerap tekanan yang diberikan dan membentuk suatu jembatan melalui jaringan kolagen.7

Ketahanan fraktur gigi terhadap beban maksimal yang diterima akan mengalami perubahan dengan terjadinya proses demineralisasi oleh minuman berkarbonasi. Hal ini dapat dilihat dari penelitian Yusuf dkk (2013) di India yang menggunakan sampel gigi mandibular bawah yang telah terpapar minuman berkarbonasi coca cola untuk dilakukan pengujian kekuatan tekan (compressive strength) dengan menggunakan alat Universal Testing Machine dan didapatkan bahwa terjadi penurunan kekuatan tekan gigi yang signifikan setelah terpapar minuman berkabonasi coca cola dibandingkan setelah terpapar air. Penurunan ketahanan gigi terhadap fraktur disebabkan oleh proses demineralisasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH minuman, jenis asam maupun konsentrasi ion fosfat, kalsium dan fluor dalam minuman.8

Fraktur gigi tidak hanya terjadi pada tekanan mastikasi yang besar melainkan dapat juga terjadi pada tekanan mastikasi yang normal apabila tekanan normal tersebut diberikan atau dikenakan pada gigi yang lemah.9 Dari uraian ini maka peneliti ingin melihat seberapa besar ketahanan gigi terhadap beban maksimum yang diberikan setelah terjadi proses demineralisasi oleh minuman berkarbonasi serta melihat ada tidaknya pengaruh perbedaan waktu perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi terhadap kekuatan tekan (compressive strength) gigi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Berapakah kekuatan tekan (compressive strength) gigi setelah direndam dalam minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) selama 1 menit, 5 menit dan 25 menit?

2. Apakah terdapat pengaruh perbedaan waktu perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) setelah 1 menit, 5 menit dan 25 menit terhadap kekuatan tekan (compressive strength) gigi?


(21)

3. Apakah terdapat perbedaan kekuatan tekan (compressive strength) gigi setelah perendaman dalam minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) pada masing-masing kelompok waktu?

1.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk melihat kekuatan tekan (compressive strength) gigi setelah perendaman dalam minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) selama 1 menit, 5 menit dan 25 menit.

2. Untuk melihat pengaruh perbedaan waktu perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) setelah 1 menit, 5 menit dan 25 menit terhadap kekuatan tekan (compressive strength) gigi.

3. Untuk melihat perbedaan kekuatan tekan (compressive strength) gigi setelah perendaman dalam minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) pada masing - masing kelompok waktu.

1.4 Hipotesa Penelitian

1. Ada pengaruh perbedaan waktu perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi setelah 1 menit, 5 menit dan 25 menit terhadap kekuatan tekan (compressive strength) gigi.

2. Ada perbedaan kekuatan tekan (compressive strength) gigi setelah perendaman dalam minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) pada masing-masing kelompok waktu.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis

1. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui perbedaan efek perendaman antara kelompok minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) pada beberapa waktu perendaman terhadap kekuatan tekan (compressive strength) gigi.


(22)

2. Sebagai data awal untuk penelitian lanjutan tentang kekuatan tekan (compressive strength) gigi.

1.5.2 Manfaat praktis

Sebagai bahan masukan dalam perkembangan ilmu kedokteran gigi dan tambahan informasi kepada masyarakat bahwa kebiasaan konsumsi minuman berkarbonasi secara terus menerus dapat memberikan dampak negatif terhadap kekuatan tekan (compressive strength) gigi.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Ketahanan fraktur gigi berbeda antara enamel dengan dentin akibat adanya perbedaan komposisi yang terkandung dalam kedua jaringan keras tersebut. Komposisi enamel terbesar tersusun atas zat anorganik dan sebagian lainnya tersusun atas zat organik dan air sedangkan dentin tersusun atas 70% zat anorganik, 18% zat organik dan 12% air. Zat organik enamel terdiri atas bahan yang dapat larut (mukopolisakarida) dan zat yang tidak dapat larut (keratin) dimana keratin ini mudah mengambil air sehingga menyebabkan enamel bersifat semipermeabel (dapat ditembus oleh air). Sifat semipermeabel ini yang menyebabkan enamel memiliki kemampuan melakukan pertukaran ion antara enamel dengan lingkungan rongga mulut (saliva, lapisan biofilm) yang terjadi pada daerah antar kristal apatit. Zat organik dentin sebagian besar adalah kolagen tipe I yang terikat antara kristal apatit dan berperan dalam menyimpan serta mendistribusikan tekanan yang diberikan sehingga dentin dikatakan struktur yang lentur dan kuat.10,11

2.1 Sifat mekanik dan fisis gigi

Struktur dan komposisi enamel berperan dalam membantu enamel menahan gaya mastikasi yang besar serta membantu dalam kecenderungan gigi untuk bertahan saat berkontak dengan asam secara terus menerus baik asam dari minuman/ makanan maupun asam hasil fermentasi bakteri. Komposisi kimia dari minuman asam secara jelas menjadi faktor yang penting dalam mempengaruhi sifat mekanik dari enamel. Komposisi mineral enamel yang tinggi dibandingkan jaringan gigi lainnya membuat enamel menjadi jaringan yang keras dan kaku.12 Adanya celah antar susunan kristal yang berperan sebagai jalan difusi (micropores) menyebabkan enamel dikatakan sebagai material padat yang microporous.13 Celah antar kristal apatit yang berisi matriks organik dan air terjadi akibat struktur dari kristal hidroksiapatit yang heksagonal sehingga sulit untuk mendapatkan ikatan yang sempurna.14 Hal ini


(24)

mengakibatkan enamel tidak dapat menahan tekanan mastikasi tanpa fraktur jika gigi tidak didukung oleh jaringan yang lebih lentur dibawah enamel. Jaringan yang lentur ini adalah dentin dimana dentin dapat mendukung enamel dan mengkompensasi terhadap kerapuhan enamel.12Fraktur terjadi akibat konsentrasi dari tekanan yang dterima spesimen telah mencapai tingkat kritis (critical level) sehingga spesimen tidak mampu menahan tekanan yang diberikan.8

Pada dasarnya gigi mempunyai beberapa karakteristik mekanik maupun fisik yaitu kekasaran permukaan (surface roughness), modulus elastisitas, warna (colour), ketebalan (thickness), kekerasan (hardness) dan ketahanan fraktur (fracture toughness) yang dapat diukur dengan uji tarik ( tensile strength), uji gesek ( shear strength), dan uji kompresi (compressive strength).14 Tensile strength, shear strength dan compressive strength merupakan gaya yang terjadi pada saat mastikasi tetapi compressive strength merupakan gaya yang paling banyak terjadi akibat beberapa gaya mastikasi adalah gaya kompresi.15,17

2.1.1 Kekasaran permukaan gigi (surface roughness)

Kekasaran merupakan pengukuran terhadap tekstur permukaan suatu material dan dapat dipengaruhi oleh adanya proses pemakaian (wear). Kekasaran pada enamel dapat mengalami perubahan seiring dengan adanya proses pemakaian seperti atrisi, abrasi dan erosi. Nilai kekasaran dihitung berdasarkan standar deviasi dari bentuk permukaan awalnya. Jika deviasi lebih besar dari normal maka permukaan dikatakan kasar tetapi jika deviasi lebih kecil maka permukaan dikatakan halus. Kekasaran enamel yang normal pada bagian oklusal akibat adanya kontak dengan gigi antagonis yaitu sekitar 0,64 ± 0,25 µm.14,16

2.1.2 Modulus elastisitas gigi (Young’s Modulus)

Modulus elastisitas digunakan untuk mengukur kekakuan suatu material dan merupakan kemampuan dari suatu material untuk menahan perubahan bentuk yang terjadi saat menerima tekanan. Saat tekanan diberikan pada suatu material, maka akan tergambar suatu hubungan garis yang linear antara tegangan (stress) dan


(25)

regangan (strain) yang disebut dengan daerah linear elastic sehingga material masih dapat kembali ke bentuk semula ketika beban dihilangkan. Kemampuan suatu material untuk kembali ke bentuk semula diakibatkan beban yang diterima belum melebihi batas normal material sehingga belum terjadi adanya deformasi. Jadi, ketika beban diberikan pada gigi maka beban tersebut akan ditransmisikan dan akan menaikkan stress dan strain sehingga apabila kenaikan tersebut melebihi nilai maksimum dari kemampuan material untuk bertahan maka fraktur akan terjadi.14,15

2.1.3 Warna gigi (colour)

Umumnya warna enamel adalah putih kebiruan atau putih keabuan. Adapun faktor yang mempengaruhi warna enamel yaitu ketebalan enamel, warna pada dentin, noda pada enamel yang mempengaruhi translusensi dimana translusensi dipengaruhi oleh derajat mineralisasi dan homogenitas. Selain itu, adanya anomali pada saat tahap perkembangan dan mineralisasi, pengkonsumsian obat antibiotik serta pengkonsumsian fluor yang berlebih dapat turut mempengaruhi warna dari enamel.14

2.1.4 Ketebalan gigi (thickness)

Ketebalan enamel berbeda pada setiap bagian gigi maupun jenis gigi. Ketebalan rata-rata enamel pada bagian insisal insisivus adalah 2mm, sedangkan cusp premolar dan molar memilki ketebalan sekitar 2,3-3 mm dimana gigi premolar memilki ketebalan enamel sekitar 2,3-2,5 mm dan cusp molar dengan ketebalan 2,5-3mm. Ketebalan enamel akan semakin berkurang perlahan-lahan dari cusp atau insisal menuju bagian cemento enamel junction (CEJ).14

2.1.5 Kekerasan gigi (hardness)

Kekerasan merupakan ketahanan material terhadap penetrasi dari beban yang diberikan dimana beban yang diberikan hanya mengenai sebagian kecil luas permukaan material dalam jangka waktu tertentu. Ada beberapa jenis alat yang dapat digunakan untuk mengukur kekerasan yaitu Brinell hardness testing machine, Vickers hardness testing machine dan Knoop hardness testing machine dimana


(26)

masing-masing alat tersebut memiliki bentuk ujung pemberi beban yang berbeda-beda. Brinell memiliki ujung yang bulat, Vickers memilki ujung yang berbentuk piramida atau diamond dan Knoop juga memiliki bentuk menyerupai piramida hanya saja bentuknya lebih panjang ke arah samping.14

2.1.6 Ketahanan fraktur gigi (fracture toughness)

Menurut Powers JM dkk (2009), ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menguji sifat mekanis gigi seperti ketahanan fraktur gigi yaitu kekuatan tarik, kekuatan gesek dan kekuatan tekan.15 Menurut Hatrick CD (2011) bahwa gaya kompresi, tarik dan gesek merupakan gaya yang dihasilkan saat mastikasi.15,17 Adapun ketiga cara yang digunakan untuk menguji ketahanan fraktur gigi menurut Powers JM dkk (2009) 15, yaitu:

a. Kekuatan tarik (tensile strength)

Tensile strength merupakan ketahanan material terhadap gaya tarik atau regangan. Gaya tarik dihasilkan dari dua buah gaya dengan arah yang berlawanan / menjauh dari spesimen yang diuji ataupun dapat dilakukan dengan memberikan gaya hanya pada salah satu ujung spesimen saja dengan arah gaya menjauh dari spesimen yang diuji.15,17 Gaya tarik dilakukan dengan menarik salah satu ujung dari material pada alat penguji dan ujung yang lain dilakukan pemberian beban yang dinaikkan secara bertahap pada interval waktu tertentu. Jika beban yang diberikan melebihi batas kemampuan material maka akan terjadi deformasi pada material.14,15 Enamel memiliki tensile strength yang lebih rendah dibandingkan dentin sehingga enamel dikatakan jaringan yang lebih rapuh / getas daripada dentin.6

b. Kekuatan geser atau gesek (shear strength)

Shear strength merupakan ketahanan suatu material terhadap gesekan yang terjadi dimana gaya gesek ini dihasilkan dari gesekan dua permukaan yang paralel dengan arah yang berlawanan satu dengan lainnya. Gaya gesek biasanya timbul pada saat mastikasi terutama saat menggerus makanan. Pada saat proses pengunyahan berlangsung maka akan terjadi tiga gaya sekaligus yaitu gaya kompresi yang paling


(27)

banyak berperan, gaya tarik serta gaya gesek. Gaya gesek ini timbul akibat adanya gesekan antara makanan dengan gigi pada saat pengunyahan.15,17,18

c. Kekuatan tekan (compressive strength) gigi

Compressive strength merupakan ketahanan fraktur suatu material terhadap beban maksimum yang diberikan serta merupakan indikator keberhasilan yang terpenting karena compressive strength gigi yang tinggi sangat diperlukan dalam menahan tekanan mastikasi dan kebiasaan parafungsi.19,20 Gaya kompresi lebih banyak dihasilkan dari gigi posterior khususnya saat mengunyah makanan.17 Compressive strength sangat berguna untuk menguji material yang rapuh dan material dengan tensile strength yang rendah.14,15 Uji kekuatan tekan dapat dilakukan dengan memberikan dua gaya kompresi dari atas dan bawah dengan arah kedua gaya menuju ke spesimen yang diuji atau dapat juga dilakukan dengan memberikan gaya hanya pada salah satu ujung spesimen sehingga spesimen tersebut akan dikompresi menuju ujung spesimen lainnya yang tidak diberi gaya sampai terjadi fraktur.15

Enamel mempunyai compressive strength yang lebih rendah daripada dentin sehingga membuat dentin lebih berperan dalam menahan gaya mastikasi daripada enamel. Soderholm KJ (2012) melaporkan bahwa enamel mempunyai kekerasan dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada dentin tetapi mempunyai ketahanan fraktur yang lebih rendah daripada dentin sehingga hal ini menyebabkan enamel menjadi lebih rapuh dan lebih mudah fraktur.11,19 Adapun terdapatnya variasi kekuatan tekan enamel pada setiap penelitian terjadi karena faktor komposisi kimiawi pada gigi, penyiapan sampel, atau kesalahan membaca (reading error).21

Enamel memilki modulus elastisitas dan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dentin karena tingginya matriks anorganik yang terdapat pada enamel sehingga enamel dikatakan struktur yang kaku, keras serta lebih tahan terhadap perubahan bentuk saat tekanan mastikasi diberikan.6,19 Namun, dentin mempunyai compressive strength dan tensile strength yang lebih tinggi daripada enamel karena lebih tingginya matriks organik dentin yang sebagian besar tersusun atas kolagen tipe I sehingga dapat memberikan efek penyerapan serta pendistribusian tekanan yang


(28)

lebih baik. Pada dentin, tensile strength lebih dipengaruhi oleh intertubular dentin daripada peritubular dentin karena lebih tingginya matriks organik yang terdapat pada intertubular dentin yaitu adanya kolagen fibril yang tersusun dengan arah yang sesuai dengan arah tubulus dentin.6,11,19,22,23

2.1.6.1 Faktor mempengaruhi kekuatan tekan (compressive strength) gigi

Gigi sangat berperan dalam menahan beribu-ribu kontak dan tekanan setiap hari yang terjadi saat mastikasi. Walaupun telah terjadi berjuta-juta gaya mastikasi yang berulang-ulang sepanjang hidup saat mastikasi tetapi gigi tidak mudah terjadi fraktur akibat adanya beberapa faktor yang berperan.6Adapun beberapa faktor yang berperan, yaitu:

a. Komposisi matriks enamel

Enamel merupakan jaringan dengan derajat mineralisasi yang tinggi dibandingkan jaringan gigi lainnya dimana hal ini disebabkan karena tingginya matriks anorganik dan sedikitnya kandungan air yang terdapat pada enamel yang membuat enamel menjadi lebih keras dan kaku. Enamel menerima beban pengunyahan yang lebih banyak saat mastikasi daripada dentin karena enamel memilki kekakuan yang lebih tinggi dibandingkan dentin.23-5

Enamel merupakan jaringan biologis yang terkeras dan sangat tahan terhadap pemakaian (wear). Enamel memiliki kecenderungan yang kecil untuk terjadi deformasi, tetapi dengan adanya proses demineralisasi secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya pelepasan material anorganik enamel dan membuat enamel menjadi lebih poreus. Keporeusan tersebut dapat bertambah besar akibat adanya peningkatan permeabilitas enamel terhadap ion-ion asam sehingga kehilangan material interprismatik meningkat dan menyebabkan enamel lebih rentan terhadap fraktur. Adapun proses demineralisasi bermula pada area selubung prisma (prism sheath) yang kemudian berlanjut pada bagian inti prisma (core prism) dan akhirnya asam akan berdifusi ke bagian interprismatik enamel dan melarutkan mineral pada bagian subsurface enamel sehingga pada mikroskop terlihat gambaran menyerupai sarang lebah (honey comb).21,26


(29)

b. Susunan prisma enamel dan kristal apatit

Mikrostruktur gigi sangat berpengaruh pada mekanisme ketahanan gigi. Pada gambaran makroskopis hal yang paling penting dalam menahan gaya mastikasi adalah tergantung pada ukuran besar gigi dan ketebalan gigi. Adanya keterbatasan gigi dalam menahan tekanan pengunyahan dikarenakan kecenderungan gigi dapat terjadi fraktur. Adapun hal yang paling berpengaruh dalam membantu enamel menahan tekanan mastikasi adalah struktur enamel yang kompleks yaitu susunan dari prisma enamel dan kristal apatit.Umumnya prisma enamel tersusun secara horizontal dengan arah tegak lurus terhadap DEJ pada bagian servikal yang kemudian tersusun secara oblik dengan sedikit inklinasi (60 o- 70o) menuju permukaan oklusal dan pada puncak cusp prisma enamel tersusun lebih vertikal. 24,26

Menurut M.Baldassari dkk (2008) bahwa apabila arah gaya (beban) yang diberikan pada enamel sejajar dengan arah susunan prisma enamel maka matriks anorganik serta faktor tipisnya protein antar kristal yang lebih berpengaruh terhadap sifat mekanik gigi sehingga menyebabkan enamel menjadi lebih keras dan rapuh. Namun, jika arah gaya (beban) yang diberikan tegak lurus dengan arah susunan prisma enamel maka dalam hal ini ketebalan pembungkus prisma (matriks organik) yang lebih berpengaruh dalam menahan tekanan yang diberikan sehingga gigi menjadi lebih lentur.27

Susunan kristal apatit juga berpengaruh terhadap sifat mekanis gigi dimana adanya ketidakseragaman antara susunan kristal apatit pada prisma enamel yang terdapat pada bagian kepala dan ekor menyebabkan enamel menjadi lebih tahan terhadap tekanan mastikasi dibandingkan jika susunan kristal apatit yang disusun seragam. Hal ini disebabkan karena susunan prisma enamel yang tidak seragam dapat meningkatkan kemampuan enamel untuk menyimpan tekanan yang diterima sehingga dapat memberikan kekakuan yang cukup pada enamel. Selain itu, adanya matriks organik (protein) yang terdapat antar kristal apatit juga turut mempengaruhi sifat mekanis gigi yaitu dalam hal menahan tekanan yang diberikan akibat kemampuan protein dalam menyerap dan menyimpan energi.27


(30)

c. Dentino enamel junction (DEJ)

Dentino enamel junction merupakan struktur kompleks pada gigi manusia yang berperan dalam memisahkan enamel yang keras dan rapuh dengan dentin yang lentur dan kuat. Adanya tekanan yang diberikan saat mastikasi akan disalurkan dari permukaan oklusal gigi menuju ke dentino enamel junction dan akhirnya ke dentin. DEJ merupakan zona hipomineralisasi dengan ketebalan 30 mikron dan merupakan bagian yang berada diantara dua jaringan serta berfungsi dalam menambah kekuatan gigi saat mastikasi.10,28

DEJ dapat memberhentikan keretakan yang berasal dari enamel dan pada potongan melintang gigi, DEJ tampak berbentuk seperti scalloped dengan bagian yang cembung menghadap ke dentin dan bagian yang cekung menghadap ke enamel. DEJ dapat memberhentikan keretakan yang terjadi dari enamel ke dentin dengan cara menyerap konsentrasi tekanan (stress) yang diberikan akibat adanya matriks organik terutama kolagen fibril pada DEJ sehingga DEJ berperan penting dalam mekanisme pertahanan terhadap fraktur untuk menahan tekanan mastikasi yang terjadi secara terus menerus. Selain itu, adapun bentuk scalloped DEJ akan meningkatkan permukaan kontak antar enamel dengan dentin sehingga dapat lebih memperkuat ikatan diantara kedua jaringan tersebut serta dapat mengurangi kesempatan untuk terjadinya keretakan sepanjang DEJ.26,28

2.1.6.2 Alat uji kekuatan tekan (compressive strength)

Uji kompresi biasanya digunakan pada material yang rapuh (brittle) dan dilakukan dengan memberikan penekanan pada suatu spesimen berbentuk silinder dimana spesimen berbentuk silindris tersebut mempunyai ukuran panjang yang lebih besar daripada ukuran diameternya dan pada bagian dasar dari spesimen dibuat rata. Spesimen akan dikompresi diantara plat pada alat penguji dan tekanan kompresi yang diberikan pada spesimen tersebut akan menyebabkan terjadinya pengurangan panjang spesimen yang akhirnya menyebabkan terjadinya fraktur.14,15


(31)

Universal Testing Machine (UTM) yang juga dikenal dengan universal tester merupakan alat yang dapat digunakan untuk menguji kekuatan tarik (tensile strength) dan kekuatan tekan (compressive strength) suatu material. Alat ini tidak hanya digunakan untuk mengukur kekuatan tekan suatu material tetapi juga dapat digunakan untuk mengukur kekuatan tekan gigi dimana dengan alat ini gigi akan diberi penekanan sampai gigi tersebut fraktur dan hasil yang diperoleh kemudian dibaca serta dicatat dalam satuan Newton (N). Pemakaian alat Universal Testing Machine ini dalam menguji kekuatan tekan gigi juga digunakan pada penelitian Chun KJ dkk (2014) yang menggunakan alat UTM untuk membandingkan sifat mekanis antara enamel dan dentin pada gigi manusia yaitu pada gigi kaninus dan premolar pertama maksila.23

Gambar 1. Pengaturan pada uji compressive strength14

2.2 Mastikasi

Mastikasi adalah suatu proses kompleks yang melibatkan lidah, gigi dan otot orofasial dalam pemecahan makanan menjadi bolus makanan menjadi konsistensi yang lunak sebelum dilanjutkan dengan penelanan. Kekuatan mastikasi pada setiap individu berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor seperti jenis kelamin, umur, jenis makanan, keadaan gigi, keadaan rahang serta kekuatan otot. Adapun kekuatan maksimum mastikasi berbeda-beda pada setiap penelitian tetapi umumnya rata-rata kekuatan mastikasi maskimum pada seluruh gigi berkisar antara 500-700 N.18


(32)

Kekuatan mastikasi dapat semakin meningkat pada penderita bruksism dimana dilaporkan bahwa penderita bruksism dapat memiliki kekuatan mastikasi kira-kira sebesar 1000 Newton atau tiga kali lipat dibandingkan kekuatan mastikasi normal.6,17

Faktor umur mempengaruhi kekuatan mastikasi seseorang dimana pada penelitian Singh (2011) terlihat adanya pengurangan kekuatan mastikasi pada orang usia tua dibandingkan usia muda. Selain faktor umur, kekuatan mastikasi juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin yaitu umumnya laki-laki memilki kekuatan mastikasi yang lebih besar daripada perempuan.Adapun alat yang sering digunakan untuk mengukur kekuatan mastikasi dalam rongga mulut adalah gnathodynamometer dimana alat ini ditempatkan diantara gigi maksila dan mandibula yang akan diuji, selanjutnya pasien diinstruksikan untuk mengigit alat tersebut dan kemudian hasil dari kekuatan mastikasi tersebut dicatat.18,29,30

Tabel 1. Kekuatan mastikasi maksimum laki-laki dan perempuan pada beberapa penelitian18

NO Kekuatan mastikasi

maksimum laki-laki (N)

Kekuatan mastikasi maksimum perempuan (N)

Penelitian

1 847 597 Waltimo & Könönen

1993

2 909 777 Waltimo & Könönen,

1995

3 587 425 Calderon, Kogawa,

Lauris, & Conti, 2006

4 652 553 Van Der Bilt,

Tekamp, Van Der Glas, & Abbink, 2008

5 505 315 Regalo, et al., 2008

Rerata 700 533 -

Tabel 1 menunjukkan adanya perbedaan nilai kekuatan mastikasi antara laki-laki dan perempuan. Pada umumnya, perempuan memiliki kekuatan mastikasi yang


(33)

lebih rendah dibandingkan laki-laki dimana hal ini dapat dipengaruhi akibat adanya perbedaan kekuatan otot mastikasi antara laki-laki dan perempuan.29 Selain itu, adanya perbedaan nilai kekuatan mastikasi pada setiap peneliti dari tahun ke tahun pada tabel 1 ini kemungkinan dapat disebabkan oleh perubahan pola konsumsi masyarakat pada zaman dahulu yang lebih sering mengonsumsi makanan keras dibandingkan masyarakat zaman sekarang.6

Tabel 2. Kekuatan mastikasi maksimum setiap gigi pada laki-laki dan perempuan menurut Chladek W (2001) 30

NO Jenis Gigi Kekuatan mastikasi

maksimum laki-laki (N)

Kekuatan mastikasi maksimum perempuan (N)

1 Insisivus 260 215

2 Kaninus 413 301

3 Premolar 540 413

4 Molar Satu 606 433

5 Molar Dua 628 450

Tabel 2 merupakan tabel kekuatan mastikasi pada masing-masing jenis gigi dimana terlihat bahwa kekuatan mastikasi terendah baik pada laki-laki maupun perempuan terdapat pada gigi insisivus sedangkan kekuatan mastikasi yang terbesar terdapat pada gigi molar dua. Fraktur gigi akan terjadi apabila kekuatan mastikasi telah melebihi nilai normal kekuatan mastikasi ataupun nilai normal dari kekuatan tekan enamel dan dentin seperti yang terjadi pada orang bruksism / clenching dengan kekuatan mastikasi yang besar sehingga dapat menyebabkan gigi menjadi fraktur.6,31

Pemberian beban yang melebihi batas normal mastikasi (overloads) dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada gigi. Beban besar yang menyebabkan fraktur ini dihasilkan dari jenis makanan yang keras seperti tulang, biji atau kacang-kacangan. Adapun variasi perbedaan ketahanan fraktur gigi saat mastikasi dapat dipengaruhi oleh segi biologis gigi yaitu besarnya tekanan yang diberikan dan sifat material dari gigi. Ketahanan gigi saat mastikasi juga dapat diperlemah oleh proses


(34)

demineralisasi asam minuman. Hal ini disebabkan adanya difusi ion-ion asam dari saliva ke enamel yang dapat meningkatkan kehilangan kristal apatit dan membuat celah antar matriks apatit menjadi lebih besar. Kehilangan kristal apatit inilah yang membuat enamel menjadi lebih poreus sehingga dapat mempengaruhi kekuatan tekan (compressive strength) gigi dan menurunkan kemampuan gigi dalam mastikasi terutama saat mengunyah jenis makanan dengan konsistensi keras.26,32,33

2.3 Hubungan kekuatan tekan (compressive strength) gigi dengan mastikasi

Compressive strength gigi merupakan indikator keberhasilan yang terpenting karena compressive strength gigi yang tinggi sangat diperlukan dalam menahan tekanan mastikasi dan kebiasaan parafungsi.20 Gaya kompresi merupakan gaya yang kebanyakan dihasilkan dari gigi posterior saat mengunyah makanan.17 Pergerakan rahang bawah (mandibula) ke atas dan ketahanan gigi maksila terhadap tekanan gigi dari mandibula tersebut pada saat mastikasi akan mengakibatkan gigi menerima tekanan kompresi baik pada mahkota maupun radiks. Compressive strength berperan penting pada proses mastikasi karena kebanyakan gaya yang dihasilkan saat mastikasi adalah gaya kompresi.34,35

Pada saat mastikasi, gigi dan ligamen peridontal akan mentransmisikan gaya mastikasi ke tulang alveolar sehingga tekanan yang diterima gigi menjadi berkurang. Ligamen peridontal merupakan struktur terlembut yang berperan dalam menerima gaya kompresi sehingga ligamen periodontal inilah yang akan pertama mengalami deformasi daripada tulang alveolar pada saat menerima tekanan yang melebihi batas normal. Adapun perbedaan nilai tekanan yang diterima oleh cusp bukal dan palatal pada gigi premolar satu maksila disebabkan akibat adanya perbedaan dalam fungsi dimana cusp palatal (cusp fungsional) umumnya menerima tekanan kompresi yang lebih besar dibandingkan cusp bukal (cusp non fungsional) pada saat oklusi.34-6


(35)

Fraktur gigi dapat terjadi dalam arah vertikal maupun horizontal yang melibatkan mahkota atau radiks dimana fraktur gigi vertikal dikarakteristikkan sebagai garis fraktur yang komplit atau tidak komplit yang memanjang sepanjang aksis panjang gigi dan akan berkembang serta berubah sepanjang waktu. Klasifikasi dari fraktur gigi menurut American Dental Association (ADA) dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok mulai dari ringan sampai berat yaitu garis retak (craze lines), fraktur pada cusp (fractured cusp), keretakan gigi (cracked tooth), gigi yang terbelah (split tooth), fraktur radiks vertikal (vertical root fracture). Craze lines merupakan retak garis yang hanya mengenai enamel dan biasanya muncul pada gigi posterior orang dewasa yang dapat timbul secara alami akibat tekanan mastikasi yang terjadi sepanjang hidup atau akibat trauma sekunder dimana biasanya craze line akan tampak seperti garis yang baik (fine line) serta dapat diteruskan oleh sinar transluminasi; fractured cusp terjadi akibat kurangnya dukungan dari cusp; cracked tooth terjadi akibat perpanjangan keretakan dari permukaan oklusal yang meluas ke mesial-distal dan hanya dapat melibatkan mahkota saja ataupun dapat sampai melibatkan radiks tetapi tidak menyebabkan pemisahan dari elemen gigi; split tooth terjadi akibat efek lanjutan dari keretakan gigi yang biasanya terjadi pada bagian tengah gigi dan menyebabkan adanya pemisahan gigi; vertical root fracture merupakan keretakan gigi yang paling parah yang meluas ke bawah sepanjang aksis radiks gigi dan mengenai bagian bukal-lingual/palatal radiks gigi serta dapat melibatkan sebagian maupun keseluruhan radiks.9,11,37

Adapun keretakan yang mengakibatkan fraktur ini dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor seperti tekanan yang berlebihan saat oklusi maupun mastikasi baik akibat kesalahan oklusi, tekanan mastikasi yang terlalu besar pada gigi yang normal saat mengunyah makanan yang keras, otot mastikasi, kesalahan iatrogenik ataupun kebiasaan parafungsi. Selain itu, fraktur tidak hanya terjadi pada tekanan mastikasi yang besar melainkan dapat juga terjadi pada tekanan mastikasi yang normal jika tekanan tersebut diberikan pada gigi yang lemah.9 Diagnosis dari keretakan ataupun fraktur pada enamel dapat diamati dengan beberapa cara seperti pemeriksaan klinis, tes menggigit (bite test), pemeriksaan taktil, pewarnaan dye, dental operating


(36)

microscope, dan transluminasi. Transluminasi merupakan alat diagnosa yang sangat baik untuk melihat keretakan gigi dimana keretakan gigi ini akan menghambat transmisi dari cahaya melewati gigi sedangkan pada gigi normal maka cahaya yang melewati gigi akan diabsorbsi diteruskan ke bagian gigi lainnya.11

2.5 Morfologi gigi premolar satu maksila

Gigi premolar satu maksila merupakan gigi keempat dari garis tengah wajah (median line) baik kiri maupun kanan yang terletak pada rahang atas dan merupakan gigi posterior pertama antara gigi kaninus dan premolar dua maksila. Gigi premolar satu maksila memiliki dua buah cusp yaitu cusp bukal dan cusp palatal dimana cusp bukal lebih panjang 1 mm dari cusp palatal dan cusp bukal memiliki ujung runcing menyerupai gigi kaninus. Apabila belum terjadi perubahan akibat pemakaian maka bagian mesial dari cusp bukal lebih panjang dan lurus daripada bagian distalnya lebih melengkung dan pendek.38 Menurut Ferreira FV dkk (2012) bahwa gigi premolar satu maksila memiliki ketebalan enamel lebih tinggi dibandingkan gigi premolar satu mandibula, tetapi pada gigi premolar dua maksila ketebalan enamelnya lebih rendah daripada gigi premolar dua mandibula.39

Enamel merupakan jaringan yang terkeras dibandingkan jaringan gigi lainnya seperti dentin dan sementum, tetapi enamel memiliki sifat yang rapuh / getas (mudah patah). Enamel pada gigi posterior mempunyai bagian yang tertebal dan terkeras di cusp dan pada gigi anterior ketebalan dan kekerasan enamel tertinggi terdapat di tepi insisal sedangkan bagian enamel yang tertipis pada gigi anterior maupun gigi posterior terdapat di margin servikal. Enamel merupakan jaringan yang tidak mempunyai sel, pembuluh darah, saraf dan limfe sehingga enamel tidak dapat beregenerasi dan tidak mempunyai daya reparatif jika terjadi fraktur (non vital). Enamel dapat hilang melalui beberapa proses seperti karies, atrisi, abrasi, erosi dan dapat dibangun kembali dengan berbagai prosedur restorasi.10,12,23,37 Walaupun enamel merupakan jaringan yang non vital, enamel bersifat semipermeabel sehingga pertukaran ion dapat terjadi antara enamel dan lingkungan rongga mulut melalui daerah inter prismatik yaitu pada daerah yang mengandung matriks organik


(37)

(protein).27Enamel terbagi atas dua bagian yaitu bagian luar (surface enamel) dan bagian dalam (subsurface enamel atau body enamel) yang dapat dilihat pada gambar 2. Adapun perbedaan sifat antara kedua bagian tersebut dapat dilihat pada tabel 3.10 Tabel 3. Perbedaan surface enamel dan subsurface enamel10

Surface Enamel Subsurface Enamel

1. Lebih banyak mengandung fluor sehingga lebih tahan terhadap asam 2. Lebih sedikit karbonat sehingga tahan

terhadap asam

1. Lebih sedikit fluor sehingga lebih mudah dilarutkan asam

2. Lebih banyak karbonat sehingga lebih mudah dilarutkan asam

Gambar 2. Surface enamel dan subsurface enamel10

2.5.1 Prisma Enamel (enamel rods)

Prisma enamel merupakan struktur atau unit dasar penyusun enamel yang terdiri atas berjuta-juta dengan dasarnya yang tersusun tegak lurus pada dentino enamel junction. Puncak enamel rod terletak pada permukaan luar gigi dengan penampang yang makin melebar ke arah permukaan luar gigi.25,27 Pada potongan melintang, enamel rod tampak seperti lubang kunci dengan bagian kepala yang dibentuk oleh prisma dan bagian ekor dibentuk oleh enamel interrod dimana


(38)

diameter kepala 5μ yang berarah menuju daerah insisal dan oklusal sedangkan diameter ekor 4μ yang berarah menuju regio servikal gigi. Pada potongan memanjang, enamel rod tampak seperti bentuk silindris dengan diameter sekitar 3 sampai 4 mikron mendekati dentino enamel junction dan meningkat perlahan-lahan sampai ke permukaan luar enamel dengan perbandingan rasio 1:2. Enamel rod dipisahkan oleh bermacam material yang terletak antar enamel rod (interrod).10,25

Gambar 3. Potongan melintang dan memanjang enamel rod10

Prisma enamel berisi banyak sekali kristal-kristal yang diberi nama apatit yang bentuknya sepintas seperti jarum (neddle crystal). Pada potongan melintang, penampang kristal apatit berbentuk segi enam (heksagonal) sedangkan pada potongan memanjang penampang berbentuk empat persegi panjang dengan panjang 3000-5000 Å, lebar 500 Å dan ketebalan 250 Å sehingga perbandingan panjang dan lebar yaitu 6:1. Setiap kristal terdiri atas banyak molekul (rumus kimia) yang berhubungan satu sama lain secara simetris dan hubungan simetris inillah yang membedakan kristal dengan zat lain. Rumus kimia molekul kristal apatit adalah Ca10(PO4)6(OH)2 (hidroksiapatit) dan Ca10(PO4)6(F)2 (fluoroapatit). Fluoroapatit

lebih tahan terhadap pelarutan asam daripada hidroksiapatit dan meskipun rumus kimia molekul hidroksiapatit dan fluoroapatit berlainan, kedua kristal apatit tersebut selalu mempunyai bentuk yang sama (heksagonal).10,25,26


(39)

Letak kristal apatit pada bagian kepala prisma enamel sejajar dengan sumbu panjang prisma enamel sedangkan pada bagian ekor prisma enamel letak kristal apatit membentuk sudut 70o dengan sumbu panjang prisma enamel sehingga pada daerah ini tidak terlalu padat yang menyebabkan mudahnya dimasuki asam. Enamel yang matur tersusun atas kristal hidrosksiapatit heksagonal yang berbentuk jarum dengan panjang sekitar 160 nm, lebar 40 nm, dan tebal 125 nm dimana kristal pada bagian kepala dari prisma enamel yang berbentuk kunci tadi tersusun paralel dengan panjang aksis dari prisma tetapi pada bagian ekor kristal dari prisma enamel berubah arah menjadi tegak lurus terhadap panjang aksis prisma.13,26

Menurut Nanci (2008) bahwa prisma enamel pada gigi manusia tersusun berkelompok secara sirkumferensial disekitar panjang aksis gigi. Umumnya prisma enamel tersusun dengan arah tegak lurus terhadap dentin dengan sedikit inklinasi menuju cusp gigi dimana pada puncak cusp prisma enamel tersusun lebih vertikal sedangkan pada bagian servikal prisma enamel tersusun lebih horizontal.12 Perbedaan arah susunan prisma enamel dapat mempengaruhi kekuatan mekanik dari gigi. Ketahanan fraktur dari gigi sangat dipengaruhi oleh arah gaya beban yang diberikan karena enamel merupakan struktur yang anisotropic (arah susunan prisma enamel berbeda pada setiap bagian gigi) sehingga perbedaan dalam arah gaya yang diberikan dapat mempengaruhi ketahanan fraktur gigi.27

Gambar 4. Arah susunan prisma enamel pada gigi premolar satu maksila22


(40)

2.5.2 Enamel Tufts

Enamel tufts merupakan prisma enamel yang hipokalsifikasi dan ditemukan pada bagian sepertiga atau seperlima dalam enamel serta merupakan jaringan yang kurang termineralisasi dengan bentuk menyerupai rumput yang pendek. Dasar dari enamel tufts terletak kira-kira 100 µm sepanjang perbatasan dentino enamel junction (DEJ) dan memanjang pendek ke enamel. Enamel tufts ini dapat terlihat jelas dalam arah potongan transversal dari enamel. Enamel tufts merupakan struktur hipokalsifikasi yang berbentuk pita dan memiliki konsentrasi protein enamel atau matriks organik yang tinggi yang hampir mirip dengan enamelin.12,22

Biasanya enamel tufts tidak memiliki peran yang berarti tetapi ada yang menyatakan bahwa walaupun enamel tufts merupakan daerah awal terjadinya keretakan namun, enamel tufts dapat mencegah terjadinya fraktur pada enamel. Hal ini disebabkan enamel tufts berperan dalam menyatukan enamel dan dentin, mendistribusikan gaya mastikasi sehingga dapat menstabilkan keretakan yang terjadi pada daerah dentino enamel junction (DEJ) serta memilki kemampuan untuk menutupi keretakan yang terjadi akibat tingginya matriks organik yang terkandung pada enamel tufts.33,37

2.5.3 Enamel Spindles

Enamel spindles merupakan komponen mikroskopik lain yang ditemukan pada enamel dan merupakan bagian akhir dari tubulus dentin yang memanjang dari DEJ ke enamel dengan jarak sekitar 10 mikron. Enamel spindles merupakan tubulus dentin pendek yang dijumpai dekat dentino enamel junction (DEJ) dan terbentuk pada saat tahap diferensiasi amelogenesis dimana prosesus odontoblast memanjang dengan jarak pendek menembus diantara sel ameloblast pada saat sebelum pembentukan enamel. Hal ini menyebabkan tubulus dentin menjadi terperangkap pada saat pembentukan matriks enamel dan enamel spindle menjadi termineralisasi disekitar enamel tersebut.12,22


(41)

Gambar 5. Penampang melintang dari mahkota gigi25

A. Enamel Tufts, B. Enamel Spindle, C.Dentino-enamel junction, D. Mantle dentin , E.Interglobular dentin F.Enamel, G. Dentin

2.6 Demineralisasi

Demineralisasi merupakan suatu proses pelepasan atau pelarutan mineral hidroksiapatit dari enamel akibat proses kimia yang menyebabkan pembentukan pori-pori kecil pada permukaan enamel jika demineralisasi terjadi secara terus menerus. Demineralisasi dapat terjadi apabila enamel berada dalam suatu lingkungan pH di bawah pH kritis (pH ≤ 5,5). Hal ini diakibatkan banyaknya minuman ringan dengan pH di bawah 5,5 yang dikonsumsi oleh masyarakat pada saat ini dan efek pH yang rendah akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen yang akan merusak hidroksiapatit enamel. Jika pH larutan berada dibawah pH kritis maka larutan akan menjadi undersaturated sehingga pelarutan dari mineral enamel akan terus berlanjut sampai larutan menjadi jenuh (saturated).13,40

Demineralisasi dapat terjadi akibat proses karies yang melibatkan asam dari hasil fermentasi bakteri maupun non karies yang melibatkan asam dari makanan atau minuman asam. Demineralisasi terjadi melalui proses difusi yaitu suatu proses perpindahan molekul / ion yang larut dalam air ke dalam enamel atau dari dalam enamel ke saliva karena adanya perbedaan konsentrasi antara asam minuman di permukaan enamel dengan di dalam enamel gigi.13,40,41


(42)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prosesdemineralisasi yaitu jenis asam, konsentrasi asam atau konsentrasi ion H+ yang ada (pH) dalam minuman, titratable acid (jumlah total ion H+ yang tersedia untuk berinteraksi dengan permukaan gigi), kandungan karbohidrat dalamminuman, kapasitas buffer minuman, kandungan fosfat, kalsium dan fluor pada minuman. Selain itu, ada juga beberapa faktor yang dapat memperparah potensi erosif yaitu faktor perilaku seperti frekuensi minum, metode minum, lamanya mulut terpapar minuman serta faktor pendukung lain temperatur minuman dimana minuman dengan temperatur yang dingin dapat menaikkan pH minuman sehingga menurunkan efek erosif minuman.40,41

Terdapat dua alasan penyebab meningkatnya pelarutan enamel oleh asam yaitu pertama disebabkan oleh ion hidrogen (H+) dari asam yang menggantikan ion hidroksil (OH-) dari kristal hidroksiapatit untuk membentuk air (H2O). Alasan kedua

disebabkan adanya empat bentuk material anorganik fosfat yang terdapat dalam saliva yaitu H3PO4, H2PO4-, HPO42-, PO43- yang setiap proporsinya tergantung pada

pH sehingga jika semakin rendah pH maka konsentrasi dari ion PO43- yang terdapat

pada saliva juga semakin rendah sehingga proses pelarutan enamel oleh asam akan terjadi. Selain itu, dengan menurunya pH maka ion PO43- pada enamel akan berikatan

dengan asam membentuk HPO42- dan demineralisasi yang terus menerus akhirnya akan membentuk H2PO4- sehingga dapat menyebabkan terjadinya pelarutan ion-ion

enamel ke dalam larutan asam.41,42

2.7 Erosi gigi

Erosi adalah hilangnya substansi kimia dari jaringan keras gigi yang irreversible akibat proses kimia yang tidak melibatkan mikroorganisme. Proses erosi gigi dimulai dari adanya pelepasan kalsiumenamel gigi, bila hal ini berlanjut terus akan menyebabkan kehilangan sebagian elemen enamel, dan apabila telahsampai ke dentin maka penderita akan merasa ngilu. Minuman ringan yang berbahaya bagi enamel adalah minuman yang mengandung karbohidrat yang mudah difermentasi, sangat asam dan mempunyai adesi termodinamik yang sangat tinggi, sehingga minuman ini tidak mudah dihilangkan oleh saliva. Perlekatan asam minuman pada


(43)

permukaan gigi dapat menjadi faktor yang mempengaruhi proses erosi akibat adanya perbedaan kemampuan perlekatan enamel antar berbagai minuman dimana semakin kuat perlekatan minuman ke enamel maka semakin lama efek minuman tersebut ke enamel sehingga kerusakan enamel akibat erosi semakin besar. Dibandingkan dengan minuman ringan lain seperti jus jeruk, cola memiliki efek perlekatan ke gigi yang lebih rendah akibat cola lebih mudah dibersihkan oleh saliva.40,41,43

Etiologi dari erosi dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor intrinsik (dalam) dan faktor ekstrinsik (luar). Faktor intrinsik terjadi akibat adanya gangguan gastrointestinal seperti gastroesophageal reflux disease (GERD) dan regurgitasi dari asam lambung yang terjadi pada penderita anorexia atau bulmia. Faktor ekstrinsik dapat berasal dari lingkungan pekerjaan, obat-obatan, makanan dan minuman yang mengandung asam serta perubahan gaya hidup yang menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi minuman berasam seperti minuman berkarbonasi, minuman

olahraga atau jus buah.2,43,44

Pada tahap awal erosi, akan terjadi pelunakan dari enamel akibat adanya demineralisasi sebagian pada permukaan enamel. Kemudian jika tidak ada efek buffer pada saliva yang mendukung remineralisasi, maka akan dilanjutkan tahap selanjutnya yaitu terjadinya pelepasan seluruh mineral dari permukaan luar enamel. Secara klinis, erosi yang terjadi dapat diperparah akibat adanya gesekan pada saat mastikasi maupun saat menyikat gigi. Selain itu, beberapa penelitian juga melaporkan bahwa enamel yang telah tererosi lebih rentan terhadap abrasi dan atrisi daripada enamel yang masih sehat. Erosi dapat menurunkan kekerasan enamel sebesar beberapa mikron yang nantinya akan mempengaruhi karakteristik mekanik gigi.2,21,41,43 Menurut Noor RV bahwa terdapat hubungan antara kekerasan dengan kemampuan gigi untuk menahan beban maksimumyang diberikan.14

2.8 Minuman berkarbonasi

Minuman berkarbonasi merupakan salah satu jenis minuman ringan yang tidak mengandung alkohol (non-alkohol) dengan kandungan asam fosfor dan asam karbonat. Minuman ringan mengandung air, bahan pemanis, asam, bahan perasa,


(44)

kafein dan bahan pewarna.Adapun dua faktor utama yang paling berperan dalam menjelaskan mengapa minuman ringan dapat menyebabkan kerusakan gigi yaitu akibat pH yang rendah dan keasaman minuman ringan.2,44 Menurut Jensdottir T dkk (2006) bahwa jumlah dan laju pelepasan kalsium enamel berbanding lurus dengan pH dari minuman sehingga semakin rendah pH minuman maka semakin tinggi laju dan jumlah pelepasan kalsium dari permukaan enamel.45

Minuman ringan mengandung asam polybasic dimana asam yang paling banyak terkandung dalam minuman ringan adalah asam sitrat dan asam fosfor dibandingkan asam organik lain seperti asam malat dan asam tartar. Asam fosfor merupakan asam yang biasanya ditambahkan pada minuman cola untuk memberi rasa asam yang tajam pada minuman. Asam fosfor menyebabkan pH minuman berubah menjadi sekitar 2,4-2,7 sehingga memicu terjadinya erosi gigi. Beberapa peneliti menyatakan bahwa efek keasaman dari minuman berkarbonasi disebabkan akibat adanya kandungan asam fosfor dimana persentasi asam fosfor yang terdapat pada minuman berkarbonasi sebesar 10% dapat menurunkan pH menjadi 2,6.37,43,44

Pada dasarnya ada dua peranan utama asam pada minuman berkarbonasi yaitu pertama, asam digunakan untuk menyeimbangkan rasa manis pada minuman karena kebanyakan orang lebih memilih makanan dan minuman yang lebih asam. Kedua, asam berperan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti jamur, lumut dan bakteri. Hal ini disebabkan karena kebanyakan bakteri tumbuh pada suasana yang lembab, hangat ataupun lingkungan dengan pH mendekati 7. Jadi, untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme tersebut diperlukan penambahan asam pada minuman berkarbonasi dan biasanya pH dibawah 4,5 merupakan pH yang paling cocok atau aman untuk menghambat pertumbuhan organisme patogen.46

2.9 Peran Saliva

Saliva dihasilkan dari kelenjar mayor, kelenjar minor dan cairan gingiva. Adapun tiga kelenjar mayor tersebut yaitu kelenjar parotid, kelenjar submandibularis dan kelenjar sublingualis dengan komposisi cairan yang terdiri atas 99,5% air serta sisanya berupa komponen-komponen yang larut disekresi oleh saliva yaitu


(45)

komponen inorganik dan organik. Komponen inorganik yang berperan sebagai efek buffer dari saliva adalah ion bikarbonat sedangkan ion kalsium dan ion fosfat berperan dalam menjaga integritas mineral gigi. Adapun komponen organik pada saliva yang berperan dalam rongga mulut terdiri atas mucin, protein, glikoprotein, ureum, lipid dan asam lemak. Dalam keadaan normal, pH saliva berada antara 5,7-7,0 dengan rata-rata 6,7 dimana derajat keasaman (pH) rongga mulut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti diet maupun laju aliran saliva.21,47

Saliva berperan dalam mendukung terjadinya remineralisasi akibat adanya peran dari beberapa komposisi ion utama seperti ion natrium, potasium, magnesium, bikarbonat, kalsium, fluoride dan fosfat. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan oleh saliva dalam menetralkan asam yaitu pertama, dengan bantuan pembentukan pelikel yang berasal dari protein dan glikoprotein yang telah dibuktikan dapat menurunkan potensial erosif dari minuman berkarbonasi sebesar 50%; kedua, saliva berperan sebagai pelarut dan pembersihan asam dari rongga mulut walaupun dikatakan bahwa perubahan volume awal saliva yang berjumlah 1,1 ml menjadi 0,8 ml paska penelanan minuman asam tidak efektif dalam pembersihan asam di rongga mulut; ketiga, saliva melakukan pembersihan asam melalui penelanan; keempat, saliva dapat menetralkan asam melalui efek buffer dari ion bikarbonat dan fosfat; kelima, kandungan ion kalsium, fosfat dan fluoride pada saliva dapat mendukung terjadinya remineralisasi.21,40,47,48


(46)

2.10 Kerangka Teori

Struktur Gigi

Pulpa Enamel

Dentin Sementum

Mechanical dan physical properties

Remineralisasi  Kekerasan (hardness)

 Modulus elastisitas (Young’s Modulus)  Kekasaran (roughness)

 Warna (colour)  Ketebalan (Thickness)

 Ketahanan fraktur ( Fracture toughness)

Tensile strength

Shear strength Mastikasi 

- Compressive strength

Erosi gigi

Jenis asam, konsentrasi asam, tingkat keasaman (pH), titratable

acid, kapasitas buffer saliva, komposisi kalsium, fosfor dan fluor

dalam minuman ++ Demineralisasi Karies Non karies Komposisi matriks enamel yaitu: 96% matriks anorganik, 1-2% matriks organik dan 3-4 % air

Susunan prisma enamel dan kristal

apatit

Struktur dentino enamel junction

Enamel menjadi poreus

Minuman berkarbonasi serta minuman lainnya dengan

pH ≤ 5,5


(47)

2.11 Kerangka Konsep

pH kritikal (pH ≤ 5,5) Premolar satu maksila perempuan

Perendaman spesimen selama 1 menit, 5 menit dan 25 menit

Kelompok kontrol (aquadest) pH 7,17

Minuman berkarbonasi pH 3,53

Penanaman sampel pada akrilik

Demineralisasi matriks interprismatik oleh asam

Ca10(PO4)6(OH)2 10Ca 2+ + 6PO43- + 2OH

-Presipitasi Demineralisasi

Compressive strength Enamel menjadi poreus


(48)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan penelitian postest control group design. Alasan digunakan jenis penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan kekuatan tekan (compressive strength) antar kelompok setelah diberi perlakuan pada sampel yang diteliti.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Persiapan dan penanaman sampel serta pengukuran pH dari masing-masing minuman dilakukan di Laboratorium Biologi Oral FKG Universitas Sumatera Utara sedangkan pengukuran kekuatan tekan (compressive strength) gigi dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan Universitas Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian untuk persiapan dan penanaman sampel serta pengukuran pH dari masing-masing minuman dan pengujian kekuatan tekan (compressive strength) gigi dilakukan dalam waktu dua bulan yaitu Desember 2013 hingga Januari 2014.

3.3 Sampel dan Besar Sampel 3.3.1 Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang akan digunakan adalah gigi premolar satu maksila manusia yang telah diekstraksi untuk kepentingan ortodonti yang diperoleh dari praktek dokter gigi disekitar Kotamadya Medan dan dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.


(49)

3.3.2 Besar sampel

Dalam menghitung besar sampel eksperimental dapat digunakan Rumus Federer dengan teknik purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Rumus besar sampel Frederer yaitu:

(t-1) (r-1) ≥ 15

(6-1) (r-1) ≥ 15 r ≥ 4 ; r = 5

r = jumlah sampel, t = jumlah perlakuan

Berdasarkan hitungan tersebut maka jumlah sampel minimal yang diperlukan dalam tiap kelompok perlakuan adalah 5 gigi sehingga total sampel yang diperlukan oleh enam kelompok perlakuan adalah 30 gigi. Dalam penelitian ini, terdapat enam kelompok perlakuan yang terdiri dari:

 Kelompok I : 5 sampel gigi direndam minuman berkarbonasi selama 1 menit  Kelompok II : 5 sampel gigi direndam minuman berkarbonasi selama 5 menit  Kelompok III : 5 sampel gigi direndam minuman berkarbonasi selama 25 menit  Kelompok IV : 5 sampel gigi direndam aquadest selama 1 menit

 Kelompok V : 5 sampel gigi direndam aquadest selama 5 menit  Kelompok VI : 5 sampel gigi direndam aquadest selama 25 menit

3.4 Kriteria inklusi dan eksklusi 3.4.1 Kriteria inklusi

 Gigi premolar satu maksila yang diekstraksi (umur 17-24 tahun)  Gigi premolar satu maksila pada pasien wanita

 Mahkota gigi yang masih utuh (tidak fraktur dan tidak karies)  Gigi dalam keadaan normal baik bentuk, warna maupun ukuran


(50)

3.4.2 Kriteria Eksklusi

 Gigi yang memiliki tambalan

 Gigi yang mengalami atrisi, abrasi dan erosi

 Gigi yang pernah perawatan ortodonti (fixed appliances)

3.5 Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah minuman berkarbonasi (coca cola).

3.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kekuatan tekan (compressive strength) gigi yang telah diekstraksi.

3.5.3 Variabel Terkendali

Variabel terkendali pada penelitian ini yaitu:

 Jenis gigi yang digunakan (gigi premolar satu maksila)  Volume minuman untuk perendaman sampel (75ml)

 Lama waktu perendaman sampel dalam minuman (1, 5 dan 25 menit)  Perendaman sampel dalam larutan normal saline 0,9%

 Keterampilan operator

 Alat pengukur pH : pH meter Hanna 96107

 Teknik pengujian tekanan (alat, besar, kecepatan, dan sudut pemberian tekanan)

 Alat pengukur kekuatan kompresi (Universal Testing Machine)

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali

Variabel tidak terkendali pada penelitian ini adalah: Suhu ruangan


(51)

3.5 Definisi Operasional Penelitian

Definisi operasional dalam penelitian ini yaitu:

1.Gigi Premolar pertama maksila adalah gigi yang pada anatomi normal terletak pada urutan keempat dihitung dari garis tengah wajah pada rahang atas baik kiri maupun kanan serta memiliki dua buah cusp yaitu cusp bukal dan cusp palatal.

Variabel Terkendali

 Jenis gigi yang digunakan (gigi premolar satu maksila  Volume minuman untuk perendaman sampel (75ml )

 Lama waktu perendaman sampel dalam minuman (1, 5 dan 25 menit)

 Perendaman sampel dalam larutan normal saline 0,9%  Keterampilan operator

 Alat pengukur pH : pH meter Hanna 96107

 Teknik pengujian tekanan (alat, besar, kecepatan, dan sudut pemberian tekanan)

 Alat pengukur kekuatan kompresi (Tarno Grocki Universal Testing Machine, Germany)

 

Variabel Terikat

Kekuatan tekan (compressive strength) gigi

yang telah diekstraksi

Variabel tidak terkendali

 Suhu ruangan  Komposisi kimiawi

dan struktur gigi

Variabel Bebas

Minuman berkarbonasi (coca cola)


(52)

2. pH minuman adalah derajat keasaman suatu minuman yang diambil pada temperatur ruangan dan diukur dengan menggunakan pH Meter Hanna 96107

3. pH Meter Hanna 96107 adalah alat yang digunakan untuk mengetahui pH suatu minuman dimana alat ini dikalibrasi terlebih dahulu dalam aquadest atau larutan buffer sebelum dilakukan pengukuran pH minuman

4. Minuman berkarbonasi (coca cola) adalah salah satu jenis minuman ringan yang mengandung bahan pemanis, asam fosfor dan asam karbonat serta bahan perasa alami atau buatan dengan pH sekitar 3,5

5. Aquadest merupakan air hasil penyulingan (destilasi) atau air yang telah dimurnikan yang tidak mengandung mineral dan mempunyai pH 7,17

6. Compressive strength gigi adalah ketahanan fraktur gigi terhadap beban maksimal yang diberikan

7. Newton merupakan satuan yang digunakan dalam uji tekan (compressive strength) material

3.7 Alat dan Bahan 3.7.1 Alat-alat penelitian

 pH meter Hanna 96107  Bur brush dan bubuk pumice  Bur fraser

 Kertas Pasir

 Mikromotor (Marathon, Korea)  Wadah perendaman

 Beaker glass 300 ml  Pot dan pengaduk akrilik

 Cetakan balok akrilik, terbuat dari kaca berukuran 6 x 3 x 3 cm sehingga spesimen dapat dimasukkan ke dalam alat uji tekan

 Spuit 10 ml untuk cetakan penanaman sampel ke dalam akrilik sehingga spesimen yang diperoleh berbentuk silinder. (Onionex, Indonesia)


(53)

Busur dan Timer Pinset

LED curing light (Coxo, China)

Alat pengukur uji tekan (Tarno Grocki Universal Testing Machine, Germany)

3.7.2 Bahan Penelitian

 Gigi premolar satu maksila

 Minuman berkarbonasi (coca cola)  Aquadest (Brataco Chemika, Medan )  Larutan saline 0,9%

 Resin akrilik self cure (Vertex, Holland) dan liquid (Hillon, England)  Masker dan sarung tangan

Tissue

 

a b


(54)

Gambar 6. Alat dan bahan penelitian

Mikromotor (Marathon, Korea) (a), Light cure (Coxo, china) (b), pumice dan bur brush (c), balok kaca dan cetakan spuit (d), resin akrilik self cure (Vertex, Holland) dan liquid (Hillon, England (e), pH meter Hanna 96107 dan beaker glass (f), minuman berkabonasi (coca cola) dan aquadest (Brataco Chemika, Medan) (g)

3.8 Pelaksanaan penelitian

Tahap-tahap pengambilan dan pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.8.1 Persiapan sampel

Sampel gigi premolar satu maksila yang telah diekstraksi disimpan di dalam larutan normal saline. Kemudian, semua sampel tersebut dibersihkan dari debris dan

e f


(55)

karang gigi dengan bubuk pumice yang ditambah air dan bur brush serta dilanjutkan pencucian menggunakan air dan dikeringakan dengan tissue.

Gambar 7. Pembersihan gigi menggunakan bubuk pumice dan bur brush

3.8.2 Penanaman sampel dan pembuatan balok akrilik

Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam penanaman sampel cetakan yaitu: a. Penanaman sampel

Sampel yang telah dibersihkan dan dikeringkan kemudian ditanam dalam cetakan potongan spuit 10 ml dengan bagian dalam spuit tersebut diisi dengan self cure akrilik. Sampel gigi tersebut ditanam dengan batas resin akrilik self cure berada 2 mm dibawah cemento enamel junction (CEJ) untuk menyerupai kedudukan tulang alveolar. Kemudian setelah akrilik mengeras, semua spesimen dirapikan dengan bur fraser dan kertas pasir. Selanjutnya, permukaan luar dari cetakan potongan spuit 10 ml tersebut diolesi dengan vaseline dan dilanjutkan dengan tahap pembuatan balok akrilik.

b. Pembuatan balok akrilik

Pembuatan balok akrilik berukuran 6x3x3 cm dilakukan dengan menggunakan balok kaca tetapi, sebelumnya seluruh bagian dalam balok kaca diolesi dengan vaseline untuk memudahkan dalam pengeluaran balok akrilik nantinya. Kemudian


(56)

lakukan pengisian self cure akrilik pada balok kaca dan dilanjutkan dengan penempatan sampel yang telah ditanam pada spuit 10 ml tadi ke dalam balok akrilik dengan posisi spesimen membentuk kemiringan 6o terhadap aksis panjang gigi dengan menggunakan busur sebagai dataran penuntun kemiringan untuk menyamakan posisi gigi dengan keadaan di rongga mulut. Setelah akrilik pada cetakan balok kaca hampir mengeras, spesimen tersebut dikeluarkan sehingga didapatkan lubang berbentuk silindris untuk tempat masuk spesimen berikutnya. Kemudian balok akrilik yang terdapat pada balok kaca juga ikut dikeluarkan agar dapat digunakan sebagai tempat penanaman spesimen untuk dimasukkan ke dalam alat uji tekan.

Gambar 8. Sampel gigi yang ditanam dalam spuit serta cetakan balok akrilik (a), posisi spesimen saat dimasukkan ke dalam cetalan balok akrilik (b)

3.8.3 Pengukuran pH minuman

Pengukuran pH minuman berkarbonasi dan aquadest dilakukan dengan menuangkannya terlebih dahulu ke dalam beaker glass 300 ml dan pengukuran pH dilakukan sebanyak tiga kali dengan menggunakan pH Meter Hanna.


(57)

Gambar 9. Pengukuran pH minuman berkarbonasi (coca cola)(a), pengukuran pH aquadest (b)

3.8.4 Perendaman spesimen

Kelompok perendaman pada penelitian ini terdiri atas 6 kelompok yaitu:  Perendaman spesimen dalam minuman berkarbonasi

a. Kelompok I : Masing-masing sampel gigi direndam dalam minuman berkarbonasi pada wadah yang berbeda-beda dengan volume 75 ml selama 1 menit.

b. Kelompok II : Masing-masing sampel gigi direndam dalam minuman berkarbonasi pada wadah yang berbeda-beda dengan volume 75 ml selama 5 menit.

c. Kelompok III : Masing-masing sampel gigi direndam dalam minuman berkarbonasi pada wadah yang berbeda-beda dengan volume 75 ml selama 25 menit.

 Perendaman spesimen dalam aquadest

Sampel gigi direndam dalam aqudest yang bertindak sebagai kontrol yang dibandingkan dengan minuman berkarbonasi yang terbagi atas 3 kelompok yaitu:

d. Kelompok IV : Masing-masing sampel gigi direndam dalam aquadest pada wadah yang berbeda-beda dengan volume sebanyak 75 ml selama 1 menit.

e. Kelompok V : Masing-masing sampel gigi direndam dalam aquadest pada wadah yang berbeda-beda dengan volume sebanyak 75 ml selama 5 menit.

f. Kelompok VI : Masing-masing sampel gigi direndam dalam aquadest pada wadah yang berbeda-beda dengan volume sebanyak 75 ml selama 25 menit.


(58)

Setelah spesimen dilakukan perendaman pada minuman berkarbonasi dan aquadest, spesimen tersebut kemudian dikeringkan menggunakan tissue. Setiap perlakuan yang diberikan pada spesimen akan menggunakan minuman berkarbonasi dan aquadest yang baru serta suhu minuman berkarbonasi dan aquadest yang diambil pada penelitian ini adalah pada suhu ruangan.

Gambar 10. Spesimen yang direndam dalam minuman berkarbonasi selama 1 menit (a), spesimen yang direndam dalam aquadest selama 1 menit (b)

Gambar 11. Spesimen yang direndam dalam minuman berkarbonasi selama 5 menit (a), spesimen yang direndam dalam aquadest selama 5 menit (b)

Gambar 12. Spesimen yang direndam dalam minuman berkarbonasi selama 25 menit (a), spesimen yang direndam dalam aquadest selama 25 menit (b)

b a 

a b 


(59)

3.8.5 Pengujian spesimen

Sebelum pengujian spesimen, maka tempatkan dahulu sampel yang telah ditanam dalam spuit 10 ml tadi pada balok akrilik dan kemudian dilanjutkan dengan penempatan spesimen dan balok akrilik tersebut pada alat penahan. Kemudian, spesimen dan balok akrilik yang telah ditempatkan pada alat penahan dipindahkan ke alat uji tekan (Universal Testing Machine) untuk dilakukan pengujian. Setelah itu, operator akan menekan tombol pada alat uji tekan untuk memulai pengujian sehingga metal baja pada alat uji yang berbentuk pipih dengan ujung bersudut akan turun dan menekan bagian tengah permukaan oklusal gigi P1 maksila tepatnya pada 1/3 tengah fossa central. Spesimen diuji kekuatan tekannya dengan kecepatan 0,5 mm / menit hingga fraktur dan kemudian hasil yang tertera pada alat uji dibaca serta dicatat untuk mendapatkan nilai kekuatan tekan pada semua kelompok spesimen yang telah diuji dalam satuan Newton (N).

Gambar 13. Alat uji kekuatan tekan (Tarno Crocki Universal Testing Machine, Germany)


(1)

ANOVA

Minuman berkarbonasi

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1230333.333 2 615166.667 17.660 .000 Within Groups 418000.000 12 34833.333

Total 1648333.333 14

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Minuman berkarbonasi

LSD

(I) kelompok

(J) kelompok

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

1 menit 5 menit 390.000* 118.040 .006 132.81 647.19

25 menit 700.000* 118.040 .000 442.81 957.19

5 menit 1 menit -390.000* 118.040 .006 -647.19 -132.81

25 menit 310.000* 118.040 .022 52.81 567.19

25 menit 1 menit -700.000* 118.040 .000 -957.19 -442.81

5 menit -310.000* 118.040 .022 -567.19 -52.81

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Test of Homogeneity of Variances Minuman berkarbonasi

Levene Statistic df1 df2 Sig.


(2)

Aquadest

Oneway

Descriptives

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

1 menit 5 3170.00 564.137 252.290 2469.53 3870.47 2650 3800 5 menit 5 2790.00 408.350 182.620 2282.97 3297.03 2350 3350

25 menit 5 2770.00 461.790 206.519 2196.61 3343.39 2400 3300 Total 15 2910.00 485.578 125.376 2641.10 3178.90 2350 3800

Test of Homogeneity of Variances Aquadest

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.394

2

12

.286

ANOVA Aquadest

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 508000.000 2 254000.000 1.091 .367 Within Groups 2793000.000 12 232750.000


(3)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Aquadest

LSD

(I) kelompok

(J) kelompok

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

1 menit 5 menit 380.000 305.123 .237 -284.81 1044.81

25 menit 400.000 305.123 .214 -264.81 1064.81

5 menit 1 menit -380.000 305.123 .237 -1044.81 284.81

25 menit 20.000 305.123 .949 -644.81 684.81

25 menit 1 menit -400.000 305.123 .214 -1064.81 264.81

5 menit -20.000 305.123 .949 -684.81 644.81

T-Test

Kelompok perendaman minuman berkarbonasi dan aquadest

(kontrol) selama 1 menit

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kekuatan tekan gigi

Minuman berkarbonasi

5 2480.00 120.416 53.852


(4)

Independent Samples Test

T-Test

Kelompok perendaman minuman berkarbonasi dan aquadest

(kontrol) selama 5 menit

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kekuatan tekan gigi

Minuman berkarbonasi

5 2090.00 171.026 76.485

aquadest 5 2790.00 408.350 182.620

Levene's Test

for Equality of

Variances T-test for Equality of Means

95% Confidence

Interval of the Difference

F Sig. T df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

Lower Upper

Kekuatan Tekan Gigi

Equal variances assumed

27.338 .001 -2.675 8 .028 -690.000 257.973 -1284.886 -95.114

Equal variances not assumed


(5)

Independent Samples Test

T-Test

Kelompok perendaman minuman berkarbonasi dan aquadest

(kontrol) selama 25 menit

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kekuatan tekan gigi

Minuman berkarbonasi

5 1780.00 246.475 110.227

Aquadest 5 2770.00 461.790 206.519

Levene's Test

for Equality of

Variances T-test for Equality of Means

95% Confidence

Interval of the Difference

F Sig. T df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

Lower Upper

Kekuatan Tekan Gigi

Equal variances assumed

2.865 .129 -3.536 8 .008 -700.000 197.990 -1156.566 -243.434

Equal variances not assumed


(6)

Independent Samples Test

 

Levene's Test

for Equality of

Variances T-test for Equality of Means

95% Confidence

Interval of the Difference

F Sig. T df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

Lower Upper

Kekuatan Tekan Gigi

Equal variances assumed

8.749 .018 -4.229

8 .003 -990.000 234.094 -1529.822 -450.178

Equal variances not assumed