Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Keaslian Penelitian Kerangka Teori dan Konsepsi

Sipil PPNS Hak Atas Kekayaan Intelektual harus menunggu adanya pengaduan dari pihak yang memiliki merek walaupun sudah mengetahui bahwa merek tersebut telah memenuhi unsur pelanggaran merek. Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas formula kebijakan hukum pidana terhadap pelanggaran hak merek sebagai kejahatan ekonomi sebagai suatu karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Pelanggaran Hak Merek Sebagai Kejahatan Di Bidang Ekonomi.

b. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kebijakan pidana penal policy di Indonesia mengenai tindak pidana dalam bidang merek? 2. Bagaimanakah pengaturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelanggaran pidana hak merek di Indonesia? 3. Bagaimanakah perkembangan penerapan kebijakan penanganan kejahatan merek?

c. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kebijakan pidana penal policy di Indonesia mengenai tindak pidana dalam bidang merek. Universitas Sumatera Utara 2. Untuk mengetahui pengaturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelanggaran pidana hak merek di Indonesia. 3. Untuk mengetahui perkembangan penerapan kebijakan penanganan kejahatan merek.

d. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu: 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat melalui sumbangsih pemikiran di bidang hukum Hak Kekayaan Intelektual HKI khususnya mengenai hukum merek di Indonesia. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan dalam pemahaman dan penyelesaian pelanggaran hak merek sebagai kejahatan ekonomi dalam perkembangan era globalisasi.

e. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi pelanggaran hak merek sebagai kejahatan di bidang ekonomi, belum pernah dilakukan penelitian pada topik dan permasalahan yang sama. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan penelitian yang pertama kali dilakukan, sehingga keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

f. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori Didalam melakukan suatu penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro bahwa “untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai dengan pemikiran teoritis”. 24 Selanjutnya tugas terpokok hukum adalah menciptakan ketertiban, sebab ketertiban merupakan suatu syarat dari adanya masyarakat yang teratur. Hal ini berlaku bagi masyarakat manusia dalam segala bentuknya. Oleh karena itu pengertian manusia, masyarakat dan hukum tak akan mungkin dipisah-pisahkan. 25 Agar tercapai ketertiban dalam masyarakat, diusahakanlah untuk mengadakan kepastian. Kepastian disini diartikan sebagai kepastian dalam hukum dan kepastian oleh karena hukum. Hal ini disebabkan karena pengertian hukum mempunyai dua segi. Segi pertama adalah bahwa ada hukum yang pasti bagi peristiwa yang kongkret, segi kedua adalah adanya suatu perlindungan hukum terhadap kesewenang-wenangan. 26 24 Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghali, 1982, hal. 37. 25 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Jakarta: Binacipta, 1983, hal. 42. 26 Ibid. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian, inti kepastian hukum bukanlah terletak pada batas daya berlakunya menurut wilayah atau golongan masyarakat tertentu. Hakekatnya adalah suatu kepastian, tentang bagaimana para warga masyarakat menyelesaikan masalah hukum, bagaimana peranan dan kegunaan lembaga hukum bagi masyarakat, apakah hak dan kewajiban para warga masyarakat, dan seterusnya. 27 Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan rechtsgerechtigheid, kemanfaatan rechtsutiliteit dan kepastian hukum rechtszekerheid. 28 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith 1723-1790, Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada tahun 1750, 29 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan justice. Smith mengatakan bahwa : ‘Tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian’ the end of justice is to secure from injury. 30 Menurut Satjipto Rahardjo : “Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasaan dan kedalamanya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang. 31 27 Ibid. 28 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Jakarta: PT. Gunung Agung Tbk, 2002, hal. 85. 29 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar, USU – Medan, 17 April 2004, hal. 4-5. Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cormick, “Adam Smith on Law”, Valvaraiso University Law Review, Vol. 15, 1981 hal. 244. 30 Ibid, sebagaimana dikutip dari R.L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, e.d, Lecture of jurisprudence, Indianapolis, Liberty Fund, 1982, hal. 9. 31 Satjipto Rajardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke – V, 2000, hal. 53. Universitas Sumatera Utara Kemudian Van Apeldoorn dalam bukunya Inleding tot de Studies van het Nederlands Recht, mengatakan: Tujuan hukum adalah untuk mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki kedamaian. Kedamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang tertentu, yaitu kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda, dan sebagainya terhadap yang merugikannya. Kepentingan individu dan kepentingan golongan- golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan-kepentingan ini selalu akan menyebabkan pertikaian dan kekacauan satu sama lain. Kalau tidak diatur oleh hukum untuk menciptakan kedamaian. Dan hukum pertahankan kedamaian dengan mengadakan keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi, dimana setiap orang harus memperoleh sedapat mungkin yang menjadi haknya. 32 Sejalan dengan itu, Satjipto Rahardjo dalam bukunya “Masalah Penegakan Hukum”, menyatakan bahwa penegakkan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat dari penegakan hukum. 33 Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang menginginkan dapat ditegakkannya hukum terhadap peristiwa kongkret yang terjadi. Dengan adanya kepastian hukum, ketertiban dalam masyarakat tercapai. 34 32 Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum terjemahan Inleding tot de Studies van het Nederlands Recht , cetakan IV oleh M. Oetarid Sadino, Jakarta: Noordhoff-Kolff NV, 1958, hal. 20. Tesis ini didasarkan pada teori tujuan hukum yakni mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, dalam penanggulangan pelanggaran hak merek sebagai kejahatan di bidang ekonomi. 33 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, hal. 181-182. 34 Ibid. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya kebijakan hukum pidana penal policy merupakan suatu upaya untuk mewujudkan peraturan hukum pidana dirumuskan lebih baik untuk memberi pedoman tidak hanya bagi masyarakatwarga negara melainkan juga penegak hukum untuk menerapkan aturan hukum pidana. 35 Menurut Soedarto, 36 a. Kebijakan negara melalui badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam mencapai apa yang dicita-citakan. politik hukum pidana mencakup: b. Usaha untuk mewujudkan peraturan yang baik sesaui dengan keadaan dan situasi pada waktu tertentu. Kemudian kebijakan hukum pidana merupakan garis kebijakan untuk menentukan 37 a. Sejauh mana ketentuan hukum pidana yang berlaku perlu diubah dan diperbarui. : b. Apa yang diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana. c. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan peradilan dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan. Dari pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa kebijakan hukum pidana merupakan upaya untuk memilih norma law choosing hukumsubstansi hukum pidana, menetapkan law-making dan melaksanakan norma law enforcing hukum pidana. Semua upaya tersebut tentu saja dilaksanakan oleh aparat dan institusi yang berwenang untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Kebijakan hukum pidana yang dilakukan dalam suatu negara tentu saja harus sesuai dengan dasar filosifi, sosial dan 35 M. Hamdan, Politik Hukum Pidana, Jakarta: Rajawali, 1997, hal. 19. 36 Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana….., Op.Cit., hal. 151. 37 M. Hamdan, Politik Hukum Pidana..….., Op.Cit., hal. 20. Universitas Sumatera Utara yuridis suatu masyarakat. Khusus dalam hukum pidana ekonomi kebijakan hukum pidana ekonomi tentu harus mendukung upaya-upaya pembangunan ekonomi negara. Walaupun kebijakan hukum pidana sangat memegang penting dalam mendukung upaya pencapaian tujuan pembangunan ekonomi negara, namun upaya pendekatan lain non-penal policy harus tetap dilakukan. Dengan demikian Masalah utamanya adalah bagaimana mengintegrasikan dan mengharmonisasikan kegiatan atau kebijakan non-penal dan penal kearah penegakkan dan pengurangan faktor- faktor yang potensial tumbuh suburkan kejahatan. 38 Selanjutnya agar suatu kebijakan yang ditempuh benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi suatu masyarakat, maka semua upaya itu harus dimulai melalui pemilihan norma hukum dan penetapan norma hukum oleh lembaga negara khusunya lembaga legislatif. Oleh sebab itu, harus memperhatikan landasan filsafat, sosial dan budaya yang hidup dalam masyarakat. Dalam pembentukannya, selanjutnya suatu peraturan perundang-undangan harus memuat asas-asas seperti demokratis, partisipatif, sustainability. Kesemuanya itu sangat menentukan dalam efektivitas dari segi pencapaian tujuan doeltreffendheid, keterlaksanaan uitvoerbaarheid dan ketertegakkan handhaafbaarheid dari semua aturan tersebut. 39 Upaya penanggulangan tindak pidana khususnya tindak pidana di bidang ekonomi tentu saja sangat membutuhkan suatu kebijakan yang tepat mengingat tindak 38 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1992, hal. 161. 39 Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik Dalam Rangka Pembuatan Undang-Undang Berkelanjutan, Ringkasan Disertasi, Surabaya: Airlangga, 2007, hal. 62. Universitas Sumatera Utara pidana ekonomi mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dengan kejahatan konvensional. Tindak Pidana ekonomi sebagai sebuah tidak pidana sangat erat kaitannya dengan motif dan kebijakan ekonomi. Bagitu pula akibat yang ditimbulkannya jauh lebih luas dampaknya di banding kejahatan konvensional. Kalau tindak pidana pencurian, misalnya kerugian ekonomis yang ditimbulkan sangat terbatas sekali. Sedangkan kejahatan ekonomi mempunyai dampak yang sangat luas bagi masyarakat. Tindak pidana ekonomi sebagai suatu bentuk tindak pidana yang melanggar berbagai aturan di bidang ekonomi jelas mempunyai kerakter sendiri. Pada dasarnya, hukum pidana ekonomi mempunyai kekhususan yakni 40 a. Sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan atau pasar; : b. Bersifat elastis dan tidak ditepatkan di bawah stricta interpretation; dan c. Sanksi dapat diperhitungkan oleh mereka yang bersangkutan. Walaupun tindak pidana ekonomi seperti yang dikemukakan di atas, bersifat elastis dan tergantung pasar dan adanya kemungkinanan para pihak yang bersangkutan menetukan sanksinya, namun dari aspek makro, tindak pidana di bidang ekonomi berdampak sangat luas yakni dapat merusak bahkan menghancurkan stabilitas dan pembangunan ekonomi itu sendiri . Berbagai bentuk tindak pidana ekonomi yang terjadi menunjukkan bahwa dampak dari tindak pidana tersebut sungguh memberikan jangkauan yang sangat luas. Berbagai kasus perbankan baik yang terjadi di Indonesia, dan di luar negeri menimbulkan 40 A.Z. Abidin Farid dan Andi Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus….Op.Cit., hal. 23. Universitas Sumatera Utara hilangnya kepercayaan kepada perbankan, padahal bank merupkan salah saktu sektor penting dalam perekonomian. Begitu pula halnya dengan tindak pidana lain yang sangat terkait dengan aktivitas ekonmi seperti di bidang kehutanan, lingkungan hidup, perikanan dan lainnya juga telah menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat. Oleh sebab itu upaya pengkajian dan guna pengambilan kebijakan yang tetap sangat penting dalam menunjang pembangunan itu sendiri. 41 Pengaturan tindak pidana ekonomi dalam sistem hukum pidana Indonesia merupakan salah satu bentuk dari hukum pidana khusus bijzondere strafrecht. Pada awalnya persoalan ekonomi hanya merupakan persoalan administratif dan keperdataan. Namun mengingat pemerintah membutuhkan adanya suatu upaya pelaksanaan untuk pemberlakuan hukum ekonomi, maka diperkuat dengan sanksi pidana sehingga melahirkan aturan hukum pidana ekonomi. Walaupun demikian penggunaan hukum pidana sebagai sarana utama harus dipertimbangkan. Pengendalian ekonomi yang semata-mata menggunakan hukum pidana dapat mengakibat overcriminnalization dan sekaligus dapat menimbulkan dampak negatif juga bagi perekonomian. 42 Adanya sanksi pidana dalam berbagai undang-undang di bidang ekonomi mestinya hanya berfungsi sebagai pengawal agar aturan yang ada ditaati. 43 Selanjutnya walaupun secara hukum fungsi hukum pidana sebagi ultimum remidium upaya terakhir namun ada kecendrungan untuk menggunakan pidana 41 Adhi Wibowo, Analisis Kejahatan Perbakan Perspektif Hukum Pidana, dalam Jurnal Hukum Respublika Vol. 7 Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru, 2007, hal. 25. 42 Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana….., Op.Cit., hal. 23. 43 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Jakarta: Rajagrafindo, 2007, hal. 25. Universitas Sumatera Utara sebagai upaya yang pertama premium remedium. Dalam hal tertentu memang dimungkinkan, yakni dengan alasan: korban yang sangat besar, terdakwa residivis dan kerugian tidak dapat dipulihkanirreperable. 44 Secara umum pandangan tersebut dapat dibenarkan, namun dalam bidang perekonomian hal itu perlu dipertimbangkan secara khusus. Di samping itu, penggunaan sarana penal atau sanksi pidana yang merupakan ciri dominan dalam sistem hukum pidana konvesional dirasakan kurang tepat. Sanksi pidana sebagai upaya pencegahan prevensi dan penjeraan detterance tidak sepenuhnya didukung oleh suatu fakta empiris. Malahan terdapat kajian empiris yang membuktikan sebaliknya yaitu 45 “An altrnative hypothesis holds that variation in the certainty and sevirity of punishment do not significantly deter the criminal. Rather crime is a result of a complex set of socioeconomic factors or possibility biological factor. The appropriate way ti minimize the social cost of the crime is to attct the root causes of crime, and programs designed to alleviate sociual, economi, and biological causes of crime”. : Keseluruhan upaya penanggulangan kejahatan termasuk tindak pidana ekonomi yang melalui jalur represif atau penegakan hukum pada dasarnya berada dalam satu sistem atau satu kesatuan yang disebut dengan Sistem Peradilan Pidana Criminal Justice System. Di samping melalui jalur repressif, penanggulangan kejahatan juga dapat dilakukan melalui jalur preventif yang merupakan setiap usaha untuk mencegah 44 Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, Jakarta: Kencana, 2003, hal. 79. 45 Robertt Cooter dan Thomas Ulen, Law and Economics, Boston: Pearson, 2004, hal. 484. Universitas Sumatera Utara terjadinya suatu tindak pidana atau kejahatan. 46 Sebagai suatu sistem, Sistem Peradilan Pidana pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang terdiri dari sub-sistem yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain yakni untuk melakukan penegakan hukum pidana Criminal Law Enforcement. Walaupun masing-masing sub sistem merupakan suatu institusi yang mandiri dan mempunyai tugas dan kewenangan sendiri, semua sub sistem itu dihubungkan oleh suatu mata rantai yang menyatukan gerak langkah operasional masing-masingnya. Dari kesemua mata rantai tersebut akhirnya akan bermuara pada penegakan hukum secara konkrit dalam suatu kasus tertentu. Conklin Dalam kehidupan bernegara atau bermasyarakat, upaya represif merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari, karena bagaimanapun akan selalu terjadi suatu tindak pidana yang melahirkan konsekuensi harus dilakukan upaya penegakkan hukum law enforcement. Penegakkan hukum pidana membutuhkan aturan prosedural yang mempunyai cakupan yang luas dan berada dalam suatu kerangka Sistem Peradilan Pidana. 47 Upaya pencegahan tindak pidana di bidang ekonomi membutuhkan integrasi dari berbagai sub sistem peradilan pidana terdiri dari berbagai sub sistem yang idealnya harus merupakan satu kesatuan integrated. menggambarkan: “The Criminal justice system has been descired as a funnel or sieve that sorts out cases”. 48 46 Andi Hamzah, Reformasi Penegakan Hukum, Pidato Pengukuhan Guru Besar Pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta, 1998, hal. 2. Dengan demikian, persoalan penegakkan hukum seperti penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan 47 John E. Conklin, Criminology, Fouth Edition, New York: Macmillian Publishing Company, 1994, hal. 391. 48 Mardjono Reksodiputro, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Universitas Indonesia, 1994, hal. 85. Universitas Sumatera Utara hukuman harus berada dalam suatu sinkronisasi dan koordinasi yang baik. Kalau tidak, sistem tersebut tidak akan berjalan dengan baik dan upaya penegakkan hukum tidak akan berjalan secara maksimal. 49 Kemudian tindak pidana di bidang merek disebut juga sebagai economic crime, juga dapat disebut sebagai kejahatan berdimensi baru. Kejahatan ini untuk menunjuk pada suatu kejahatan yang berhubungan dengan perkembangan masyarakat di bidang perekonomian dalam masyarakat industri, yang pelakunya terdiri dari golongan mampu, intelek dan terorganisir termasuk dalam white collar crime . Mobilitas kejahatan tinggi dilakukan tidak hanya di satu wilayah melainkan antar wilayah, bahkan menerobos batas regional, trans-nasional. Modus operandinya menggunakan peralatan canggih, memanfaatkan kelemahan sistem hukum, sistem manajemen. Korbannya tidak lagi bersifat individual melainkan sudah bersifat kompleks menyerang kelompok masyarakat, negara, dan kemungkinan korban tidak segera menyadari kalau dirugikan. 2. Konsepsi Bagian landasan konsepsional ini, akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang digunakan oleh penulis. Konsep dasar yang digunakan dalam tesis ini antara lain : 49 Ronald Jay Allen, Comprehensive Criminal Procedure, New York: Aspen Law Business, 2001, hal. 4. Universitas Sumatera Utara a. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. 50 b. Kebijakan adalah prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah khususnya aparat penegak hukum dalam mengelola, mengatur atau menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang- bidang penyusunan pengaturan perundang-undangan dan pengaplikasikan hukumperaturan, dengan suatu tujuan umum yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat warga Negara. 51 c. Kebijakan pidana adalah merupakan suatu kebijakan atau usaha yang rasional untuk menanggulangi kejahatan. Kebijakan pidana memiliki tiga arti, yaitu 52 1. Keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana dalam arti sempit; : 2. Keseluruhan fungsi dari aparat penegak hukum, termasuk didalamnya cara kerja pengadilan dan polisi dalam arti luas; dan 3. Keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan atau badan-badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. 50 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Pasal 1 butir 1. 51 Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 23-24 52 Ibid., hal. 2. Universitas Sumatera Utara d. Kebijakan hukum pidana penal policycriminal law policystrafrechtspolitiek dapat didefinisikan sebagai usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa yang akan datang. 53 Kata sesuai dalam pengertian tersebut mengandung makna baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. 54 e. Kejahatan ekonomi adalah perbuatan melawan hukum yang diancam sanksi pidana, dilakukan oleh seseorang atau koorporasi dalam pekerjaannya secara sah dalam usahanya di bidang industri atau perdagangan, serta bertujuan untuk memperoleh kekayaan, penghindaran pembayaran utang, serta memperoleh keuntungan bisnis ataupun pribadi. 55

g. Metode Penelitian