Teknik Pengumpulan Data Tindak Pidana Ekonomi

process. 59 Dalam penelitian ini bahan kepustakaan dan studi dokumen dijadikan sebagai bahan utama sementara data lapangan yang diperoleh melalui wawancara akan dijadikan sebagai data pendukung atau pelengkap.

2. Sumber Data Penelitian

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder 60 a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan di bidang hukum Merek, antara lain Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan Merek baik pidana maupun perdata. , yang meliputi: b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan pakar hukum serta bahan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan Merek. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelesan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalahjurnal atau surat kabar sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini. 61

3. Teknik Pengumpulan Data

59 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah, disampaikan pada Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003, hal. 1. 60 Penelitian Normatif data sekunder sebagai sumberbahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier, Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hal. 14. 61 Soeryono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1985, hal. 23. Universitas Sumatera Utara Sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini maka pengumpulan data akan dilakukan melalui studi kepustakaan, dikumpulkan melalui studi literatur, yakni dengan mempelajari ketentuan perundang-undangan tentang Merek dan peraturan perundang-undangan lain yang relevan dengan materi penelitian. Untuk mengumpulkan data pendukung mengenai kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi pelanggaran hak merek sebagai kejahatan di bidang ekonomi, peneliti mengambil beberapa contoh putusan Pengadilan pada Kantor Pengadilan Niaga yang menangani masalah hukum dari sengketa merek dalam penerapan hukum dan sanksinya. Di samping itu data pendukung juga diperoleh dengan melakukan wawancara dengan : a. Bapak Amir Hamzah, SH, Kepala Sub Direktorat Pidana Khusus Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. b. Bapak Salmon Pardede, SH, M.Si dan Bapak Ignatius Silalahi, SH, MH Penyidik Pegawai Negeri Sipil HAKI pada Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia dan Bapak Jawasmer Saragih, SH, M.Kn dan Bapak Kurniaman Telaumbanua, SH, M.Hum Penyidik Pegawai Negeri Sipil HAKI pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara.

4. Analisis Data

Setelah semua data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan library research serta data pendukung yang diperoleh dari penelitian lapangan Universitas Sumatera Utara field research, maka dilakukan pemeriksaan dan evaluasi untuk mengetahui validitasnya, kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis. Terhadap data yang sifatnya kualitatif ditafsirkan secara yuridis, logis, sistematis dengan menggunakan metode induktif dan deduktif. Metode induktif maksudnya menarik dari generalisasi yang berkembang dalam praktek kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi pelanggaran hak merek sebagai kejahatan di bidang ekonomi. Metode deduktif maksudnya melihat suatu peraturan-peraturan yang berlaku secara umum walaupun tidak pasti mutlak, namun dijadikan dasar hukum dalam menanggulangi pelanggaran hak merek sebagai kejahatan di bidang ekonomi Dengan menggunakan metode induktif dan deduktif ini, maka akan diperoleh persesuaian tentang bagaimana sebenarnya kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi pelanggaran hak merek sebagai kejahatan di bidang ekonomi. Dari hasil pembahasan dan analisis ini diharapkan akan diperoleh kesimpulan yang memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. Universitas Sumatera Utara

BAB II KEBIJAKAN PIDANA

PENAL POLICY DI INDONESIA MENGENAI TINDAK PIDANA MEREK

A. Tinjauam Umum Tentang Tindak Pidana Ekonomi 1. Kejahatan Ekonomi

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana selanjutnya disebut KUHP, dikenal dua pengertian yang berhubungan dengan kejahatan, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan diatur dalam Buku II, yang dimulai dari Pasal 104 sampai dengan Pasal 488 KUHP, sedangkan pelanggaran diatur dalam Buku III mulai dari Pasal 489 sampai dengan Pasal 569. Adanya pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran tersebut, di dalam Memorie van Toelichting MvT, 62 dijelaskan sebagai berikut 63 1. Bahwa kejahatan adalah rechts delicten, yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai on recht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. : 2. Pelanggaran adalah wetsdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada Wet yang menentukan demikian. Dengan demikian, dalam konsep kejahatan tersebut KUHP hanya menetapkan saja apa yang menurut masyarakat dianggap sebagai kejahatan 64 62 Memorie van Toelichting MvT WvS Belanda Tahun 1886 merupakan sumber KUHP Indonesia. atau dengan kata lain dapat disebut sebagai mala perse. Sedangkan pelanggaran, 63 Mulyatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta: PT. Rieneke Cipta, 1993, hlm. 71. 64 Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Melihat Kepada Kejahatan dan Penegakan Hukum Dalam Batas-Batas Toleransi, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Pada Universitas Indonesia, 30 Oktober 1993, hlm. 23. Universitas Sumatera Utara merupakan ketetapan pembentuk undang-undang untuk menyatakan bahwa suatu perbuatan itu merupakan pelanggaran hukum pidana yang sebelumnya oleh masyarakat tidak dirasakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum pidana, atau disebut juga mala prohibita. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Darurat Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, mengenai pengertian kejahatan ditegaskan dalam Pasal 2 yang pada prinsipnya dilakukan dalam rangka membedakannya dengan pelanggaran. Dikatakan kejahatan apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja, sedangkan apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan tidak sengaja maka perbuatan tersebut diklasifikasikan sebagai pelanggaran. Memperhatikan pengertian kejahatan seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Darurat Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, dapat disimpulkan bahwa kejahatan dimaksud dilihat dari sisi pertanggungjawaban pidananya unsur kesalahan. Mengenai apakah secara sosiologis masyarakat menganggap hal itu sebagai kejahatan atau bukan, tidak menjadi pertimbangan pembentuk undang-undang. Menurut Mardjono Reksodiputro, 65 65 Mardjono Reksodiputro, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Kumpulan Karangan, Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI, 1994, hlm. 50. kejahatan ekonomi adalah setiap perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan dalam bidang perekonomian dan bidang keuangan serta mempunyai sanksi pidana. Lebih lanjut diakui bahwa pengertian ini hanyalah merupakan pengkajian ilmiah, hal ini dikemukakan karena pengertian ini sangat luas. Apabila pengertian di atas Universitas Sumatera Utara dihubungkan dengan pengertian kejahatan, maka pengertian kejahatan ekonomi di atas bersifat yuridis. 66 Selanjutnya perlu juga dikemukakan tentang pengertian ekonomi itu sendiri untuk melandasi pengertian kejahatan ekonomi. Menurut Deliarnov yang dimaksud dengan ekonomi adalah 67 1. Ilmu yang mempelajari bagaimana tiap rumah tangga atau masyarakat mengelola sumberdaya yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan mereka. : 2. Ilmu yang berkaitan dengan azas-azas produksi, distribusi dan konsumsi serta kekayaan seperti pengaturan keuangan, perindustrian dan perdagangan dan pemanfaatan ruang, tenaga, waktu dan sebagainya yang berharga. 3. Tata kehidupan perekonomian suatu negara. Dari apa yang dikemukakan oleh Deliarnov tentang pengertian ekonomi sebagaimana tersebut di atas, maka dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kejahatan ekonomi adalah perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang mempunyai sanksi pidana dan atau dirasakan oleh masyarakat sebagai kejahatan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tata perekonomian suatu negara untuk mencapai tujuan berkesejahteraan dan berkeadilan.

2. Tindak Pidana Ekonomi

Perbedaan antara kejahatan dan tindak pidana adalah bahwa kejahatan itu adalah sebagaian dari perbuatan a moral tanpa susila dan perbuatan ini adalah juga anti sosial tetapi menolak adanya perbuatan yang menurut kodratnya adalah jahat. 66 Ibid., hlm. 1-2. 67 Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Jakarta: Rajawali Pers, 1995, hlm. 2-5. Universitas Sumatera Utara Perbuatan mana yang merupakan kejahatan ditentukan berdasarkan rasa kesusilaan masyarakat karena masyarakat selalu berubah, maka pengertian kejahatan juga akan berubah menurut perasaan kesusilaan masyarakat. 68 Dalam pidato pengukuhan guru besarnya, Marjono Reksodiputro mengemukakan bahwa bagi sebagaian besar masyarakat kita mengartikan kejahatan sebagai pelanggaran atas hukum pidana. 69 Kemudian, pengertian tindak pidana berasal dari istilah Belanda yaitu strafbaar feit, yang diartikan sebagai kelakuan handeling yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Dalam undang-undang pidana maupun ketentuan-ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan lainnya, dirumuskan perbuatan ataupun perilaku yang dilarang dan diancam dengan hukuman pidana. Hukum pidana dilihat sebagai suatu reaksi terhadap perbuatan ataupun orang yang telah melanggar norma-norma moral dan hukum dan karena itu telah mengancam dasar-dasar pemerintahan, hukum, ketertiban dan kesejahteraan sosial. 70 68 Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Melihat Kepada Kejahatan dan Penegakan Hukum Dalam Batas-Batas Toleransi, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Pada Universitas Indonesia, Jakarta, 30 Oktober 1993, hal. 23. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kejahatan mempunyai pengertian yang lebih luas, karena disamping mencakup tindak pidana perbuatan yang dilarang undang-undang juga mencakup perbuatan yang anti sosial dan a moral. Sedangkan tindak pidana 69 Ibid., hal. 1. 70 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1985, hal. 56. Universitas Sumatera Utara merupakan konsep yuridis, yaitu suatu perbuatan yang bertentangan dengan aturan hukum pidana. Merujuk pada pengertian tindak pidana seperti diuraikan di atas, maka yang dimaksud dengan tindak pidana ekonomi adalah perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan peraturan hukum pidana ekonomi. Adapun tindak pidana ekonomi itu terdiri dari 71 a. Tindak Pidana Ekonomi dalam arti sempit, yaitu perbuatan yang melanggar aturan Undang-Undang Nomor 7DrtTahun 1995; dan : b. Tindak Pidana Ekonomi dalam arti luas, yaitu perbuatan yang melanggar aturan hukum pidana di bidang ekonomi Undang-Undang Nomor 7DrtTahun 1995 dan undang-undang lainnya.

3. Bentuk-Bentuk Kejahatan Ekonomi