Mampu Mengungkapkan Pikiran dan Perasaan dalam Menjalin Hubungan Yang Saling Mempercayai Mampu Mengelola Perasaan Mampu Mengukur Temperamen Diri Sendiri dan Orang Lain Mampu Memecahkan Masalah

e. Mampu Bertanggung Jawab Terhadap Perilaku Sendiri dan Menerima Konsekuensinya

Individu yang resilien dapat melakukan berbagai macam hal menurut keinginan mereka dan menerima berbagai konsekuensi dan perilakunya. Individu merasakan bahwa ia bisa mandiri dan bertanggung jawab atas hal tersebut. Individu mengerti batasan kontrol mereka terhadap berbagai kegiatan dan mengetahui saat orang lain bertanggung jawab.

3. I Can

I Can merupakan kemampuan individu untuk mengungkapkan perasaan dan berpikir dalam berkomunikasi dengan orang lain, memecahkan masalah dalam berbagai setting kehidupan akademis, pekerjaan, pribadi dan sosial dan mengatur tingkah laku, serta mendapatkan bantuan saat membutuhkannya. Beberapa sumber dalam faktor ini yang dimiliki oleh remaja dan harus dikembangkannya adalah :

a. Mampu Mengungkapkan Pikiran dan Perasaan dalam

Berkomunikasi Individu tersebut juga memiliki kemampuan untuk berkomunikasi serta memecahkan masalah dengan baik. Mereka mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dengan baik.

b. Menjalin Hubungan Yang Saling Mempercayai

Individu yang resilien mencari hubungan yang dapat di percaya dimana individu dapat menemukan seseorang misalnya orang tua, saudara, teman sebaya untuk meminta pertolongan, berbagi perasaan dan perhatian, guna Universitas Sumatera Utara mencari cara terbaik untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah personal dan interpersonal.

c. Mampu Mengelola Perasaan

Individu yang resilien memiliki keterampilan berkomunikasi dimana individu mampu mengekspresikan berbagai macam pikiran dan perasaan kepada orang lain dan dapat mendengar apa yang orang lain katakan serta merasakan perasaan orang lain.

d. Mampu Mengukur Temperamen Diri Sendiri dan Orang Lain

Individu yang resilien mampu mengukur temperamen diri sendiri dan orang lain dimana individu memahami temperamen mereka sendiri bagaimana bertingkah, merangsang, dan mengambil resiko atau diam, reflek dan berhati-hati dan juga terhadap temperamen orang lain. Hal ini menolong individu untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk berkomunikasi, membantu individu untuk mengetahui kecepatan untuk bereaksi, dan berapa banyak individu mampu sukses dalam berbagai situasi.

e. Mampu Memecahkan Masalah

Individu yang resilien memiliki kemampuan memecahkan masalah. Individu dapat menilai suatu masalah secara alami serta mengetahui apa yang mereka butuhkan agar dapat memecahkan masalah dan bantuan apa yang mereka butuhkan dari orang lain. Individu dapat membicarakan berbagai masalah dengan orang lain dan menemukan penyelesaian Universitas Sumatera Utara masalah yang paling tepat dan menyenangkan. Individu terus-menerus bertahan dengan suatu masalah sampai masalah tersebut terpecahkan. Resiliensi merupakan hasil kombinasi dari faktor-faktor I have, I am, dan I can. Untuk menjadi seorang yang resilien tidak cukup hanya memiliki satu faktor saja, melainkan harus ditopang oleh faktor-faktor lainnya Desmita, 2005. Oleh sebab itu, untuk menumbuhkan resiliensi remaja, ketiga faktor tersebut harus saling berinteraksi satu sama lain, interaksi ketiga faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan sosial dimana remaja hidup Desmita, 2005. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa resiliensi memiliki faktor yang terdiri dari pemaknaan remaja terhadap besarnya dukungan yang diberikan oleh lingkungan sosial terhadap dirinya I Have, kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang, kekuatan tersebut meliputi perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan yang ada dalam dirinya I Am, kemampuan individu untuk melakukan hubungan sosial dan interpersonal I Can. Dimana ketiga faktor tersebut masing-masing memiliki sumber yang memberikan konstribusi pada berbagai macam tindakan yang dapat meningkatkan potensi resiliensi. Individu yang resilien tidak membutuhkan semua sumber-sumber dari setiap faktor, tetapi apabila individu hanya memiliki satu faktor individu tersebut tidak dapat dikatakan sebagai individu yang beresiliensi, misalnya individu yang mampu berkomunikasi dengan baik I Can tetapi ia tidak mempunyai hubungan yang dekat dengan orang lain I Have dan tidak dapat mencintai orang lain I Am, ia tidak termasuk orang yang beresiliensi. Universitas Sumatera Utara II.B. EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIL II.B.1. Pengertian Eksploitasi Seksual Komersil ILO-IPEC dalam Suyanto, 2010 menjabarkan bahwa eksploitasi seksual komersil adalah salah satu masalah kemanusiaan yang membutuhkan perhatian serius karena dampaknya sangat merugikan dan membahayakan kelangsungan serta masa depan remaja putri korban eksploitasi seksual komersil. Remaja putri yang dilacurkan bukan saja rentan terhadap hinaan, penipuan dan marginaliasi, tetapi juga banyak di antara mereka yang tidak dapat menikmati hak untuk memperoleh pendidikan yang layak, serta tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya untuk berkembang secara sehat. Eksploitasi seksual komersil adalah penggunaan seseorang untuk tujuan- tujuan seksual guna mendapatkan uang, barang atau jasa kebaikan bagi pelaku eksploitasi, perantara atau agen dan orang-orang lain yang mendapatkan keuntungan dari eksploitasi seksual terhadap remaja yang menjadi korban ECPAT, 2006. Eksploitasi seksual komersil merupakan sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak yang beranjak dewasa. Pelanggaran tersebut terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa dan pemberian imbalan dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap korban, atau orang ketiga, atau orang-orang lainnya. Remaja yang menjadi korban eksploitasi tersebut diperlakukan sebagai sebuah objek seksual dan sebagai objek komersial. Eksploitasi seksual komersial yang terjadi pada remaja putri merupakan sebuah bentuk pemaksaan dan kekerasan Universitas Sumatera Utara terhadap remaja tersebut, dan mengarah pada bentuk-bentuk kerja paksa serta perbudakan modern ECPAT, 2008. Melalui eksploitasi seksual yang menimpa remaja putri, remaja tersebut tidak hanya menjadi sebuah objek seks tetapi juga sebuah komunitas yang membuatnya berbeda dalam hal intervensi ECPAT, 2006. ECPAT Internasional 2008 membagi eksploitasi seksual komersil menjadi lima bentuk, yaitu : 1. Prostitusi, tindakan menawarkan pelayanan atau pelayanan langsung seorang remaja putri untuk melakukan tindakan seksual demi mendapatkan uang atau imbalan lain. 2. Pornografi, pertunjukan apapun atau dengan cara apa saja yang melibatkan remaja putri di dalam aktivitas seksual yang nyata atau yang menampilkan bagian tubuh remaja tersebut demi tujuan-tujuan seksual. 3. Perdagangan remaja putri untuk tujuan seksual, prose perekrutan, pemindah-tanganan atau penampungan dn penerimaan remaja putri untuk tujuan eksploitasi seksual. 4. Wisata seks, eksploitasi seksual komersil yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat yang lain, dan di tempat tersebut mereka berhubungan seks dengan para remaja putri. 5. Pernikahan dengan remaja berusia dibawah 18 tahun, memungkinkan remaja tersebut menjadi korban eksploitasi seksual komersil, sebab tujuan menikahi remaja tersebut untuk menjadikannya sebagai objek seks dan menghasilan uang atau imbalan lainnya ECPAT, 2008 Universitas Sumatera Utara Berdasarakan uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa eksploitasi seksual komersil adalah sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak- hak anak. Perbuatan itu terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa, pemberian imbalan dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap anak atau orang ketiga yang menjadikan anak sebagai objek seksual dan sebagai objek komersial. II.B.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Eksploitasi Seksual Komersil Saptari dalam Suyanto, 2010 menyebutkan ada tiga faktor yang mempengaruhi remaja menjadi korban eksploitasi seksual komersil. Pertama, karena keadaan ekonomi atau kondisi kemiskinan yang dialami remaja korban eksploitasi seksual komersil. Kedua, karena pandangan tentang seksualitas yang cenderung menekankan arti penting keperawanan sehingga tidak memberi kesempatan bagi remaja yang sudah tidak perawan kecuali masuk kedalam peran yang diciptakan untuk mereka. Ketiga, karena sistem paksaan dan kekerasan. Selain karena faktor kemiskinan yang membelenggu, menurut Jones et al dalam Suyanto, 2010 ada faktor lain yang seperti kurangnya perhatian dari orang tua, beberapa kepercayaan tradisional serta kehidupan urban yang konsumtif. Ada banyak faktor yang memungkinkan terjadinya eksploitasi seksual komersil pada remaja. Walaupu karakteristik setiap daerah tidak persis sama, namun secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya eksploitasi seksual komersil terbagi atas faktor pendorong dan faktor penarik. ECPAT 2008 menjabarkan faktor-faktor tersebut, yaitu : Universitas Sumatera Utara

a. Faktor pendorong 1.