Berdasarkan dari uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik pekerja dan konsentrasi debu terhadap gangguan faal paru
pada pekerja di industri pakan ternak.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh karakteristik pekerja dan konsentrasi debu terhadap
gangguan faal paru pada pekerja di industri pakan ternak.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis pengaruh karakteristik pekerja dan konsentrasi debu terhadap gangguan faal paru pada pekerja
di industri pakan ternak.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh karakteristik pekerja dan konsentrasi debu terhadap gangguan faal paru pada pekerja di industri pakan ternak.
1.5. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian dilakukan dengan harapan bahwa penelitian ini dapat memberi manfaat, bagi peneliti maupun orang lain. Hasil ini diharapkan dapat
memberikan manfaat dalam berbagai hal, antara lain : a.
Memberikan masukan kepada para pekerja bahwa konsentrasi debu yang tinggi yang ditimbulkan oleh proses produksi dapat menimbulkan gangguan faal paru.
Universitas Sumatera Utara
b. Memberikan masukan kepada pihak perusahaan industri pakan ternak untuk
membuat suatu kebijakan dalam peningkatan kualitas lingkungan kerja yang sehat.
c. Sebagai informasi dan pengembangan untuk penelitian sejenis secara
berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Debu 2.1.1. Definisi Debu
Debu adalah partikel-partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatan- kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan,
pengepakan yang cepat, peledakan bahan-bahan baik organik maupun anorganik misalnya batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat-zat dan sebagainya
Suma’mur, 1996. Menurut Bohadana, dkk 2000 debu adalah partikel zat padat yang
mempunyai ukuran diameter 0,1- 50 µm atau lebih. Partikel-partikel debu yang dapat dilihat oleh mata adalah yang berukuran lebih besar dari 10 µm, sedangkan yang
berukuran kurang dari 5 µm, hanya dapat dideteksi oleh mata bila terdapat pantulan cahaya yang kuat dari partikel debu tersebut. Untuk dapat melihat partikel debu yang
berukuran kurang dari 10 µm respirable dust, maka harus menggunakan mikroskop. Menurut Departemen Kesehatan RI 2003 debu ialah partikel-partikel kecil
yang dihasilkan oleh proses mekanis. Jadi pada dasarnya, pengertian debu adalah partikel yang berukuran kecil sebagai hasil dari proses alami maupun mekanis.
Debu merupakan salah satu polutan yang dapat menganggu kenikmatan kerja. Debu juga dapat mengakibatkan gangguan pernafasan bagi pekerja pada industri-
industri yang berhubungan dengan debu pada proses produksinya. Polutan merupakan
Universitas Sumatera Utara
bahan-bahan yang ada di udara yang dapat membahayakan kehidupan manusia Amin, 1996.
2.1.2. Sifat-sifat Debu
Menurut Bohadana, dkk 2000, sifat-sifat debu terdiri dari: a.
Sifat pengendapan Adalah sifat debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi.
Namun karena kecilnya ukuran debu, kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di udara.
b. Sifat permukaan basah
Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu dalam tempat kerja.
c. Sifat penggumpalan
Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat menempel satu sama lain dan dapat menggumpal. Turbulensi udara meningkatkan pembentukan
penggumpalan debu. Kelembaban di bawah saturasi, kecil pengaruhnya terhadap penggumpalan debu. Kelembaban yang melebihi tingkat huminitas di atas titik
saturasi mempermudah penggumpalan debu. Oleh karena itu, partikel debu bisa merupakan inti daripada air yang berkonsentrasi sehingga partikel menjadi besar.
d. Sifat listrik statis
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Dengan demikian, partikel dalam larutan debu mempercepat
terjadinya proses penggumpalan.
Universitas Sumatera Utara
e. Sifat optis
Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap.
2.1.3. Klasifikasi Debu
Secara garis besar, ada tiga macam debu, yaitu: 1.
Debu organik seperti debu kapas, debu daun-daunan tembakau dan sebagainya 2.
Debu mineral yang merupakan senyawa kompleks seperti silikon dioksida, silikon trioksida dan sebagainya
3. Debu metal, seperti timah hitam, mercuri, Cadmiun, aseton dan lain-lain Depkes
RI, 2003. Menurut Suma’mur, 1996, debu yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan tergantung dari: a.
Solubility Jika bahan-bahan kimia penyusun debu mudah larut dalam air, maka bahan-bahan
itu akan larut dan langsung masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Apabila bahan- bahan tersebut tidak mudah larut, tetapi ukurannya kecil, maka partikel-partikel itu
dapat memasuki dinding alveoli, lalu ke saluran limpa atau ke ruang perobronchial, atau ditelan oleh sel phagocyt, kemudian masuk ke dalam kapiler
darah atau saluran kelenjar limpa, atau melalui dinding alveoli ke ruang peribronchial, keluar ke bronchioli oleh rambut-rambut getar dikembalikan ke
atas.
Universitas Sumatera Utara
b. Komposisi kimia debu − Inert dust
Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada paru. Efeknya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali pada penghirupan
normal. − Poliferatif dust
Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut atau fibrosis. Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga
mengganggu fungsi paru. Debu dari golongan ini menyebabkan fibrocytic pneumoconiosis. Contohnya: debu silika, asbestosis, kapas, berilium, dan
sebagainya. − Tidak termasuk inert dust dan poliferatif dust
Kelompok debu ini merupakan kelompok debu yang tidak tahan di dalam paru, namun dapat menimbulkan efek iritasi yaitu debu yang bersifat asam
atau asam kuat. c.
Konsentrasi debu Semakin tinggi konsentrasi debu di ruangan kerja, maka semakin besar
kemungkinan keracunannya. d.
Ukuran partikel debu Ukuran partikel besar akan ditangkap oleh saluran napas bagian atas
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Sumber-sumber Debu
Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernafasan. Selain dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga
komposisi debu di udara menjadi partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda
Pujiastuti, 2000. Polutan dapat dibagi 3 kelompok, yaitu: a.
Molekul yang terkandung di dalam udara murni yang kadarnya di atas normal, misalnya O
2
, N
2
, CO
2
b. Molekul-molekul gas-gas selain yang terkandung di alam udara murni tanpa
memperhitungkan kadarnya, misalnya ozone, HF, ikatan hidrokarbon dan lain- lain.
dan lain-lain.
c. Partikel-partikel yang respirabel adalah yang berdiameter kurang dari 10 µm
Sumber-sumber debu dapat berasal dari udara, tanah, aktivitas mesin maupun akibat aktivitas manusia yang tertiup angin.
2.1.5. Mekanisme Masuknya Debu pada Saluran Pernafasan
Brown 1976 dalam Sintorini 1998 menemukan bahwa 55 debu yang terhisap melalui udara pernafasan mempunyai ukuran antara 0,25-6 µm, dan 15-95
dari debu yang terhisap tersebut dapat mengalami retensi. Proporsi retensi mempunyai hubungan langsung dengan sifat-sifat fisik debu. Didasarkan atas sifat-
sifat fisik suspensi debu yang terdapat dalam udara dan anatomi sistem pernafasan
Universitas Sumatera Utara
maka dapat dikatakan bahwa partikel debu yang mempunyai ukuran lebih besar dari 10 µm dapat dikeluarkan secara komplit melalui saluran pernafasan bagian atas
hidung. Partikel debu yang berukuran 5-10 µm tertahan terutama pada saluran nafas
bagian atas. Debu akan ikut jatuh sejalan dengan percepatan gravitasi dan bila terhirup melalui pernafasan akan jatuh pada alat pernafasan bagian atas dan
menimbulkan banyak penyakit berupa iritasi sehingga menimbulkan penyakit pharyngitis.
Partikel debu yang berukuran 3-5 µm akan ditahan oleh saluran nafas bagian tengah. Partikel debu tersebut jatuhnya lebih kedalam yaitu pada saluran pernafasan
broncusbronchiolus yang dapat menimbulkan bronchitis, allergis atau asma. Partikel debu yang berukuran 1-3 µm dapat mencapai bagian yang lebih
dalam dan mengendap pada alveoli karena adanya gravitasi dan difusi. Partikel debu bergerak sejalan dengan kecepatan konstan untuk jenis-jenis debu tertentu. Debu-
debu tersebut dapat menghambat fungsi alveoli sebagai media pertukaran gas asam arang sehingga dengan melekatnya proses pertukaran gas yang lebih kecil ukurannya
dan lebih perlahan jatuhnya. Partikel debu yang berukuran 0,1-1 µm melayang-layang di permukaan
alveoli. Debu ukuran ini tidak menempel pada permukaan alveoli tetapi mengikuti gerak Brown dan berada dalam bentuk suspensi.
Partikel debu berukuran 0,5 µm akan berdifusi keluar masuk alveoli. Bila membentur alveoli, debu akan tertimbun disitu. Dalam dosis besar, semua debu
Universitas Sumatera Utara
bersifat merangsang dan dapat menimbulkan reaksi walaupun ringan. Reaksi tersebut berupa produksi lendir berlebihan. Debu yang masuk ke saluran nafas menyebabkan
timbulnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh berupa batuk dan bersin. Otot polos di sekitar jalan nafas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan Moerad,
2003.
2.1.6. Nilai Ambang Batas
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261MENKESSKII1998 tanggal 27 Februari 1998, Lampiran II Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Industri, kandungan debu total maksimal dalam udara ruangan dalam pengukuran rata-rata 8 jam adalah 10 mgm
3
.
2.2. Anatomi Pernafasan Manusia
Pernafasan respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung CO
2
sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Dalam paru-paru terjadi pertukaran zat oksigen ditarik dari udara masuk kedalam darah dan CO
2
akan dikeluarkan melalui traktus respiratorius dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler
vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri jantung atrium sinitra dilanjutkan ke aorta kemudian ke seluruh tubuh jaringan dan sel disini terjadi oksidasi
pembakaran sebagai ampas dari pembakaran adalah CO
2
dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung diteruskan kebilik kanan dan dari sini
Universitas Sumatera Utara
keluar melalui arteri pulponaris kejaringan paru-paru akhirnya akan dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli Cleimens dan Soetjipto, 1995.
Menurut Syaifudin 1997 anatomi pernapasan terdiri dari: a.
Nares Anterior Merupakan saluran-saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran bermuara ke
dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum rongga hidung. Vestibulum ini dilapisi dengan epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares
anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi oleh bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke rongga hidung.
b. Rongga Hidung
Hidung merupakan saluran pernapasan udara yang pertama, mempunyai 2 dua lubang kavum nasi, dipisahkan oleh sekat hidung septum nasi. Udara dari luar
akan masuk lewat rongga hidung cavum nasalis. Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat kelenjar sudorifera. Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan
tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi
menghangatkan udara yang masuk. c.
Faring atau Tekak Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan
jalan makanan. Faring dibagi ke dalam tiga bagian, nasofaring yang terletak
Universitas Sumatera Utara
dibelakang hidung, orofaring yang terletak dibelakang mulut, dan laringofaring yang terletak di belakang laring.
d. Laring
Laring atau tenggorok merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara yang terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
e. Batang Tenggorok trakea
Batang tenggorok atau trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai dengan 20 cincin terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti kaki
kuda huruf C. Sebelah dalam trakea diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9-11
cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-
sama dengan udara pernapasan. f.
Cabang Tenggorok bronkus Cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 dua buah yang terdapat
pada ketinggian vertebra torakalis ke-4 dan ke-5. Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3
Universitas Sumatera Utara
cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang yang lebih kecil
disebut bronchiolus bronchioli. Pada bronchioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronchioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa alveoli.
g. Paru
Paru-paru mengisi rongga dada, terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya
yang terletak di dalam mediastinum Paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung gelembung hawa atau alveoli. Gelembung-
gelembung ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara.
Hilus paru-paru dibentuk oleh beberapa struktur yaitu arteri pulmonalis yang mengembalikan darah tanpa oksigen ke dalam paru-paru untuk diisi oksigen. Vena
pulmonalis yang mengembalikan darah berisi oksigen dari paru-paru ke jantung. Bronkus yang bercabang dan beranting membentuk pohon bronchial merupakan
jalan utama. Arteri bronkhiali keluar dari aorta dan mengantarkan darah ke arteri ke jaringan paru-paru. Vena bronchialis mengembalikan sebagaian darah dari
paru-paru ke vena kava superior, dan pembuluh limfe. Fungsi utama paru-paru adalah untuk pertukaran udara dari atmosfir ke dalam
tubuh manusia dan sebaliknya, untuk pertukaran udara dalam paru-paru ini harus melalui alveoli. Dalam alveoli ini terjadi pertukaran gas oksigen dari atmosfer
dengan CO
2
dibawa ke seluruh tubuh. Karena terjadinya fibrosis dapat
Universitas Sumatera Utara
menurunkan kapasitas vital paru, akibatnya oksigen yang ditangkap akan berkurang sehingga bagian yang memerlukan oksigen akan terganggu hal ini
berakibat tidak sehatnya sel-sel tubuh. Akibatnya, terjadi penurunan daya kerja yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja Alsagaff dkk, 1989.
2.2.1. Fisiologi Saluran Pernapasan
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pernapasan terdiri atas dua bagian, inspirasi dan ekspirasi. selama pernapasan normal
dan tenang, hampir semua kontraksi otot pernapasan hanya terjadi selama inspirasi, sedangkan ekspirasi adalah proses yang hampir seluruhnya pasif akibat elastisitas
paru dan struktur rangka dada Guyton, 1997. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan paru-paru yaitu; 1
Ventilasi pulmoner atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar, 2 Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke
seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru, 3 Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari setiap dapat
mencapai semua bagian tubuh, 4 Difusi gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler CO
2
Mekanisme pernapasan dibagi menjadi kerja inspirasi dan kerja ekspirasi. Kerja inspirasi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu 1 Sesuatu yang dibutuhkan
untuk pengembangan paru dalam melawan daya elastisitas paru dan dada, yaitu kerja compliance atau kerja elastis, 2 Sesuatu yang dibutuhkan untuk mengatasi
viskositas jaringan paru dan struktur dinding dada, disebut kerja resistensi jaringan, lebih mudah berdifusi daripada oksigen Evelyn, 2000.
Universitas Sumatera Utara
3 Sesuatu yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi jalan napas selama udara masuk ke dalam paru, disebut kerja resistensi jalan napas Cleimens dan Soetjipto,
1995. Kerja ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu 1 Ventilasi, yaitu
masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru, 2 Transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek yaitu difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru
dan antara daerah sistemik da sel-sel jaringan, distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus dan reaksi
kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah. 3 Respirasi sel, yaitu saat dimana metabolit dioksida untuk mendapatkan energi, dan karbondioksida
terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru Cleimens dan Soetjipto, 1995.
Pada saat pernapasan tenang dan normal, sebagian besar kerja yang dilakukan oleh otot-otot pernapasan digunakan untuk mengembangkan paru. Normalnya hanya
sebagian kecil dari kerja total yang digunakan untuk mengatasi resistensi jaringan viskositas jaringan, yang lain lebih banyak digunakan untuk mengatasi resistensi
jalan napas. Pada saat pernapasan kuat, udara harus mengalir melalui saluran napas dengan kecepatan tinggi, lebih banyak lagi kerja yang digunakan untuk mengatasi
resistensi jalan napas. Pada penyakit paru, ketiga tipe diatas seringkali meningkat sangat cepat. Kerja compliance dan resistensi jaringan terutama meningkat pada
penyakit fibrosis paru, dan kerja resistensi jalan napas terutama meningkat pada penyakit obstruksi jalan napas Guyton, 1997.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Kapasitas Paru dan Kapasitas Vital Paru
Kapasitas paru merupakan kesanggupan atau kemampuan paru dalam menampung udara di dalamnya Syaifuddin, 1997. Kapasitas paru adalah suatu
kombinasi peristiwa-peristiwa sirkulasi paru atau menyatakan dua atau lebih volume paru yaitu volume alun nafas, volume cadangan ekspirasi dan volume residu Guyton,
1997. Kapasitas vital yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksimal. Pada keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak ± 5 liter Syaifuddin, 1997. Kapasitas total adalah jumlah udara maksimum
yang dapat dikeluarkan, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum yang dapat dikeluarkan dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya. Kapasitas vital
paru sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume alun nafas dan volume cadangan ekspirasi Guyton, 1997. Kapasitas vital paru pada laki-laki
normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan 3-4 liter Everlyn, 1993. Menurut Corwin 2001, kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum
pada seseorang yang berpindah pada satu tarikan nafas. Kapasitas ini mencangkup volume cadangan inspirasi, volume tidal dan cadangan ekspirasi. Nilainya diukur
dengan menyuruh individu melakukan inspirasi maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur, dan
terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
a. Kapasitas inspirasi yaitu jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai
pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum kira-kira 350 ml
b. Kapasistas residu fungsional, yaitu jumlah udara yang tersisa dalam paru pada
akhir ekspirasi normal kira-kira 2300 ml c.
Kapasitas paru total adalah volume maksimum dimana paru dapat dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa kira-kira 5800 ml
d. Kapasitas vital paru yaitu kapasitas vital paru sama dengan volume cadangan
ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan dikeluarkan
sebanyak-banyaknya kira-kira 4600 ml Menurut Al Sagaff dkk 2000, VC merupakan refleksi dari kemampuan
elastisitas jaringan paru, atau kekakuan pergerakan dinding toraks. VC yang menurun dapat diartikan adanya kekakuan jaringan paru atau dinding toraks, dengan kata lain
VC mempunyai korelasi yang baik dengan “complience” paru atau dinding toraks.
2.2.3. Nilai Normal Faal Paru
Nilai normal faal paru antara wanita dan pria berbeda, hal ini dapat dilihat pada tabel mengenai kapasitas pernafasan yang bisa dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Kekuatan Pernafasan pada Wanita dan Laki-laki No
Keterangan Wanita
liter Pria
liter
1 Kapasitas Inspirasi : jumlah udara sejak ekspirasi normal
lalu inspirasi maksimal. 2,4
3,8 2
Kapasitas Residu Fungsional : jumlah udara yang tertinggi dalam paru pada akhir ekspirasi normal.
1,8 2,2
3 Kapasitas Vital : jumlah udara maksimal yang dapat
dikeluarkan dari paru setelah paru dipenuhi secara maksimal.
3,1 4,8
4 Kapasital paru total : volume maksimal yang dapat
dicapai paru dengan kekuatan terbesar. 4,2
6,0 Sumber : Milos 1991
Pada uji fungsi paru yang perlu diperhatikan atau yang mempengaruhi
pemeriksaan adalah umur, tinggi badan, dan terutama kebiasaan merokok Al Sagaff dkk, 2000.
Standar kapasitas dan kriteria gangguan fungsi paru menurut American Thoracic Society ATS adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2. Standar Kapasitas dan Kriteria Gangguan Fungsi Paru menurut ATS American Thoracic Society.
Kategori KVP
pred. kapasitas vital
paksa VEP1
pred VEP1KVP
DLCO pred.
VO2 Max mlkgml
Normal ≥ 80
≥ 80 ≥ 75
≥ 80 ≥ 25
Ringan 60 – 79
60 – 79 60 – 74
60 – 79 16 – 24
Sedang 51 – 59
41 – 59 41 – 59
41 – 59 16 – 24
Berat ≤ 50
≤ 40 ≤ 40
≤ 40 ≤ 15
Sumber : Milos 2001
Universitas Sumatera Utara
2.3. Gangguan Faal paru
Gangguan fungsi paru adalah gangguan atau penyakit yang dialami oleh paru- paru yang disebabkan oleh berbagai sebab, misalnya virus, bakteri, debu maupun
partikel lainnya. Penyakit-penyakit pernapasan yang diklasifikasikan karena uji spirometri ada 2 macam, yaitu penyakit-penyakit yang menyebabkan gangguan
ventilasi obstruktif dan penyakit-penyakit yang menyebabkan ventilasi restriktif Guyton, 1995.
2.3.1. Penyakit Paru-paru Obstruktif Menahun
Penyakit Paru-paru Obstruktif Menahun PPOM merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara Suyono, 1995. Menurut Guyton 1995, penyakit-penyakit yang terrmasuk PPOM yaitu:
a. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai
batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang terdapat pada daerah
industri. b.
Emfisema Emfisema adalah penyakit obstruktif kronik akibat berkurangnya elastisitas paru
dan luas permukaan Alveolus. Resiko primer untuk emfisema adalah merokok. Pajanan berulang ke asap rokok perokok pasif juga dapat menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
emfisema. Selain itu terdapat suatu suatu bentuk emfisema familial yang timbul pada orang-orang yang tidak terpajan asap rokok.
c. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitifitas cabang- cabang takeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodik dan reversibel akibat bronkospasme.
d. Bronkiektasis
Bromkiektasis adalah peradangan nekrosis kronis yang menyebabkan atau mengikuti dilatasi abnormal dari bronki. Secara klinik, ditandai dengan batuk,
demam, dan dahak yang purulen, banyak sekali dan berbau
2.3.2. Penyakit Pernapasan Restriktif
Proses dimulai sebagai peradangan interstisial yang terutama mengenai septa- septa alveolitis interstisial, ditandai dengan kekacauan paru-paru, atau keduanya
akibat menurunnya compliance daya kembang dan semua volume paru-paru termasuk kapasitas vital Stanley L, 1995.
Menurut Suyono 1995, ada beberapa macam penyakit pernapasan restriktif, yaitu:
a. sarkoidosis
Penyakit ini relatif sering ditemukan yang ditandai dengan grunuloma non- kaseosa pada jaringan manapun. Paru adalah tempat yang biasa terkena, secara
karakteristik granuloma tersebar difus menunjukkan gambaran retikuloduner
Universitas Sumatera Utara
pada foto sinar X dan tidak terlihat secara makroskopik kecuali fokus granuloma yang berpadu. Lesi paru condong untuk penyembuh sehingga
mungkin terlihat sebagai parut secara mikroskopik. b.
fibrosis paru idiopatik Kelainan yang ditandai oleh fibrosis interstinum paru progresif yang
menyebabkan hipoksia. Penyakit ini progresif pada kebanyakan kasus, berakibat insufisiensi paru, kor pulmonaler dan payah jantung.
c. pnemokoniosis
Pnemokoniosis adalah sekelompok penyakit yang disebabkan karena inhalasi debu organik dan anorganik tertentu. Penyakit ini sering dikaitkan dengan
penyakit akibat kerja. Bahan-bahan lain yang dapat menyebabkan pnemokoniosis antara lain silika, batu bara, besi, asbes. Pnemokoniosis hanya timbul setelah
terpajan bertahun-tahun. d.
pnemonitis hipersensitivitas Kelainan karena faktor imunologik ini disebabkan oleh debu atau antigen
terinhalasi, misalnya spora pada jerami, protein bulu dan bakteri termofilik. e.
eosinofilia paru Bermacam-macam kondisi klinikopatologik yang ditandai oleh sebutan
infiltrasi eosinofil dalam interstinum paru danatau ruang alveolus, meliputie eosinofilia paru sederhana, eosinofilia tropikal, eosinofilia paru kronik sekunder,
pnemonia eosinofilia kronik idiopatik.
Universitas Sumatera Utara
f. bronkiolitis obliterans-pnemonia terorganisasi
Respons yang terjadi terhadap infeksi atau jejas radang pada paru, secara klinis terkait dengan batuk, sesak napas, dan sering dengan infeksi paru yang baru,
hubungan etiologi lain adalah toksin terinhalasi, obat, dan penyakit vaskuler- kolagen.
g. hemoragi paru difus
Komplikasi yang serius pada beberapa penyakit paru interstisial, terutama yang disebut sindrom paru hemoragik, termasuk dalam penyakit ini adalah sindrom
goodpasture, hemosiderosis pulmonal idiopatik dan pendarahan yang berkaiatan dengan vaskulitis.
h. proteinosis alveolar paru
Penyakit ini dapat terjadi setelah pemaparan debu dan bahan kimia yang menyebabkan iritasi dan pada penderita yang tertekan kemampuan
imunologiknya. Bersifat progresif pada kebanyakan penderita, tetapi beberapa penderita dapat mengalami perjalanan-perjalanan penyakit yang ringan dan
akhirnya terjadi resolosilesi
2.4. Karakteristik Pekerja
Fungsi paru yang ditampilkan dalam kapasitas vital paru dan daya fisik berubah-ubah akibat sejumlah faktor karakteristik pekerja yaitu usia, jenis kelamin,
ukuran paru, lama bekerja, kelompok etnik, tinggi badan, kebiasaan merokok, toleransi latihan, kekeliruan pengamat, kekeliruan alat, dan suhu lingkungan sekitar
Universitas Sumatera Utara
Harrington, 2005. Berikut dijabarkan faktor konsentrasi debu yang mempengaruhi nilai kapasitas vital paru.
2.4.1. Usia
Proses biologik yang sifatnya menua normal akan mempunyai dampak atau berakibat kemunduran atau disfungsi pada sistem dan sub sistem organ tubuh
manusia. Kuantitas dan kualitas disfungsi tiap organ akan saling berpengaruh pada sistem faal dan struktur lain. Akibat peningkatan usia, membuat perubahan struktur
muskulo skeletal dada yang ada hubungannya dengan paru-paru. Secara faali pada orang usia lanjut terjadi peningkatan volume udara residual di dalam saluran udara
paling perifer akibat dari disfungsi serabut elastik alveolus dan bronchiplus terminal, karena kapasitas paru total sifatnya konstan, maka meningkat volume udara residual
akan berakibat menurunnya udara melalui respirasi maksimal, sehingga mengakibatkan kapasitas vital tidak optimal Sanusi, 1996.
Kekuatan otot maksimal pada usia 20-40 tahun dan akan berkurang sebanyak 20 setelah usia 40 tahun. Kebutuhan zat tenaga terus meningkat sampai akhirnya
menurun setelah usia 40 tahun. Berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik Sanusi, 2003.
2.4.2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin akan mempengaruhi kapasitas parunya, karena secara anatomi sudah berbeda. Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai
25 persen lebih kecil dibandingkan pria Guyton, 1997.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Masa Kerja
Masa kerja merupakan kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu tempat Tulus, 1992. Menurut Suma’mur 1994 semakin lama seseorang
dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.
2.4.4. Lama Kerja
Menurut Horrington 2005, lama bekerja adalah durasi waktu untuk melakukan suatu kegiatanpekerjaan setiap harinya yang dinyatakan dalam satuan
jam. Budiono 2003 menyatakan lama kerja sebagai durasi waktu pekerja terpapar risiko faktor fisika atau faktor kimia dalam melakukan pekerjaannya time exposure.
2.4.5. Kebiasaan Merokok
Inhalasi asap tembakau baik primer maupun sekunder, jelas dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan. Konsumsi tembakau dan paparan
terhadap asap tembakau berdampak serius pada kesehatan, antara lain penyakit saluran pernapasan kronik yang dapat menurunkan kapasitas kemampuan paru-paru
Guyton, 1997. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan
volume ekspirasi paksa detik 1 FEV1 pertahun adalah 28,7 ml, 38,4 ml, dan 41,7 ml masing-masing untuk non perokok, bekas perokok, dan perokok aktif. Pengaruh asap
rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok Suryani dkk, 2005.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Alat Pelindung Pernafasan 2.5.1. Definisi Alat Pelindung Pernafasan
Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau
kecelakaan. Alat ini digunakan seseorang dalam melakukan pekerjaannya, yang dimaksud untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu baik yang berasal
dari pekerjaan maupun dari lingkungan kerja. Alat pelindung diri ini tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuhnya tetapi akan dapat mengurangi tingkat
keparahan yang mungkin terjadi Budiono, 2003 Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat,
peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadang- kadang, keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga di
gunakan alat-alat pelindung diri. Alat Pelindung haruslah enak di pakai, tidak mengggangu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif Suma’mur, 1996.
Alat pelindung pernafasan adalah bagian dari alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu, atau udara yang
terkontaminasi di tempat kerja yang dapat bersifat racun ataupun korasi. Pelindung pernafasan adalah alat yang penting, mengingat 90 kasus keracunan sebagai akibat
masuknya bahan-bahan kimia beracun atau korosi lewat saluran pernafasan Milos, 1991.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Jenis Alat Pelindung Pernafasan
a. Masker Masker berguna untuk melindungi debu atau partikel-partikel yang lebih besar
yang masuk dalam pernafasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu. Macam-macam masker di bedakan atas: 1 Masker penyaring debu yang
berguna untuk melindungi pernafasan dari sebuk logam penggerindaan, penggergajian atau serbuk kasar lainya; 2 Masker berhidung berguna untuk
menyaring debu atau benda sampai ukuran 0,5 mikron; dan 3 Masker bertabung yang mempunyai filter yang lebih baik dari pada masker berhidung dan sangat
tepat di gunakan untuk melindungi pernafasan dari gas tertentu Horrington, 2005.
b. Respirator
Respirator berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap, logam, asap dan gas. Alat ini dapat di bedakan atas : 1 Respirator pemurni udara yang
berfungsi untuk membersikan udara dengan cara menyaring atau menyerap kontaminan dengan toksinitas rendah sebelum memasuki sistem pernafasan; 2
Respirator penyalur udara yang berfungsi untuk membersikan aliran udara yang tidak terkontaminasi secara terus menerus dan digunakan di tempat kerja yang
terdapat gas beracun atau kekurangan oksigen Horrington, 2005.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Landasan Teori
Diantara banyaknya polutan udara di lingkungan kerja, debu merupakan salah satu agent kimia yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Dalam kondisi
tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat menimbulkan
keracunan umum. Debu juga dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis bila terinhalasi selama bekerja dan terus menerus. Bila alveoli mengeras akibatnya
mengurangi elastisitas dalam menampung volume udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun Depkes RI, 2003.
Gangguan fungsi paru adalah gangguan atau penyakit yang dialami oleh paru- paru yang disebabkan oleh berbagai sebab, misalnya virus, bakteri, debu maupun
partikel lainnya. Penyakit-penyakit pernapasan yang diklasifikasikan karena uji spirometri ada 2 macam, yaitu penyakit-penyakit yang menyebabkan gangguan
ventilasi obstruktif dan penyakit-penyakit yang menyebabkan ventilasi restriktif Guyton, 1995.
Penyakit Paru-paru Obstruktif Menahun PPOM merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara Suyono, 1995. Hasil penelitian Hendrawati dkk 2006 menunjukkan bahwa; 1 masa kerja yang
mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya obstruksi pada pekerja di industri yang berdebu lebih dari 10 tahun, 2 Responden yang menggunakan APD
mengalami gangguan fungsi paru 19,0 dan 81,0 tidak mengalami gangguan
Universitas Sumatera Utara
fungsi paru, 3 responden yang status gizinya kurang baik mengalami gangguan fungsi paru 25,0 dan 75,0 tidak mengalami gangguan fungsi paru, 4 Kebiasaan
merokok merupakan faktor risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru. Penyakit pernapasan restriktif dimulai sebagai peradangan interstisial yang
terutama mengenai septa-septa alveolitis interstisial, ditandai dengan kekacauan- kekacauan paru-paru, atau keduanya akibat menurunnya compliance daya kembang
dan semua volume paru-paru termasuk kapasitas vital Stanley L, 1995. Penelitian Mawardi 2009, menunjukan bahwa; 1 Berdasarkan hasil uji korelasi pearson
menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara kadar debu ambien dengan retriksi saluran nafas, 2 Hasil uji Chi-square menunjukkan hubungan signifikan antara
prilaku merokok dan penggunaan APD terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja pabrik kopi.
Faktor-faktor non pekerjaan yang mempengaruhi kapasitas fungsi paru seseorang adalah usia, jenis kelamin, masa kerja, lama bekerja, riwayat pekerjaan,
riwayat penyakit, status gizi, kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga Harrington, 2005. Penelitian Asep Irfan 2003 menunjukan bahwa; 1 Kadar debu kayu yang
melebihi NAB berhubungan dan berpengaruh terhadap kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja, 2 Responden dengan masa kerja
≥ 5 tahun mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 34,2 dan 65,8 tidak mengalami gangguan fungsi paru.
Tenaga kerja yang masa kerja 5 tahun mengalami gangguan fungsi paru 6,3 dan 93,8 tidak mengalami gangguan fungsi paru. Uji statistik dengan Chi square test
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan ada hubungan yang bermakna masa kerja dengan gangguan fungsi paru x2 = 6,491 ; p = 0,011
Kapasitas fungsi paru merupakan kesanggupan atau kemampuan paru untuk atau dalam menampung udara di dalamnya Syaifuddin, 1997. Kapasitas paru adalah
suatu kombinasi peristiwa-peristiwa sirkulasi paru atau menyatakan dua atau lebih volume paru yaitu volume alun nafas, volume cadangan ekspirasi dan volume residu
Guyton, 1997. Kondisi faal paru mempengaruhi lamanya keluhan subjektif saluran pernapasan seperti batuk berdahak kental, sesak napas dan demam Soegito, 2004.
2.7. Kerangka Konsep Penelitian