49 sawo, jeruk nipis untuk program penanggulangan kemiskinan
http:hariansib.com20071122bupati-asahan-serahkan-benih-dan-alat-alat- pertanian-kepada-petani.
2.4.3 Fokus Pembangunan
Pertanian
Sudaryanto dan Rusastra menjabarkan bahwa ada empat program utama dalam pelaksanaan pembangunan pertanian lima tahun mendatang yaitu:
1. Transformasi struktur ekonomi berbasis pertanian
Pembangunan ekonomi nasional yang mengandalkan sektor pertanian selain industri dan pariwisata, perlu didukung oleh perumusan kebijaksanaan
sebagai berikut:
a. Reposisi sektor pertanian dengan menempatkannya sebagai sektor pemimpin
dan penggerak pembangunan nasional. b.
Restrukturisasi dalam sektor pertanian sendiri, khususnya sub-sektor perkebunan, peternakan, dan perikanan dengan keberpihakan kepada petani
dan nelayan. c.
Kebijaksanaan makro ekonomi, khusunya fiskal dan moneter harus diarahkan untuk menunjang restrukturisasi perekonomian nasional dan pertanian.
d. Pendekatan pembangunan pertanian berdasarkan pemanfaatan dan keunggulan
sumber daya lokal sumber daya alam, tenaga kerja, dan kapita secara efisien
50 dan optimal melalui pengembangan dan penataan kelembagaan pertanian dan
pedesaan. e.
Pengembangan agroindustri di pedesaan sehingga mampu meningkatkan nilai tambah, produktifitas, dan pendapatan masyarakat luas.
f. Mengembangkan kebijaksanaan pendukung dalam pengembangan sistem
komoditi produksi, pascapanenpengembangan produk, pemasaran dan perdagangan, serta pengembangan konsumsipermintaan domestik dan ekspor
secara komprehensif dan kondusif dengan sasaran peningkatan produksi, kesempatan kerja, pendapatankesejahteraan petani, dan devisa sektor
pertanian
2. Peningkatan ketahanan pangan nasional
Dimasa yang akan datang, fokus perlu diarahkan kepada implementasi paradigma baru ketahanan pangan berkelanjutan. Kelemahan mendasar konsep
ketahanan pangan sebelumnya perlu dipahami sebagai titik tolak pemahaman dan pelaksanaan paradigma baru ketahanan pangan ini. Kelemahan tersebut
diantaranya sebagai berikut:
a. Terfokus pada aspek ketersediaan dan keterjangkauan, dengan sasaran utama swasembada beras pada tingkat harga murah.
b. Penekanan pada stabilitas harga, tidak memberi insentif peningkatan produksi yang memadai bagi patani produsen sehingga kontraproduktif terhadap
pencapaian ketahanan pangan.
51 c. Diabaikannya pemberdayaan peningkatan pendapatan petani sehingga
timbul krisis pangan 1998 yang dipicu oleh lemahnya daya beli masyarakat.
d. Fokus yang dominan terhadap ketahan pangan beras nasional dan diabaikannya aspek ketahanan pangan rumah tangga.
e. Adanya dilema kebijaksanaan, yaitu upaya peningkatan produksi di satu piahak, dan pada sisi lain harga ditetapkan murah untuk melindungi
masyarakat berpendapatan rendah atau agar biaya produksi manufaktur rendah.
3. Program pengembangan agrobisnis
Pengembangan agrobisnis diyakini dapat menyumbang pada pertumbuhan dan sekaligus menjamin pemerataan pembangunan nasional, yang dilaksanakan
oleh proporsinya yang besar dalam penerapan tenaga kerja 73,0 dan PDB nasional 70,0, pada tahun 1997.
Pengembangan agrobisnis di daerah diyakini akan dapat mendorong pemerataan pembangunan antarwilayah berdasarkan potensi sumber daya dan
keunggulan komparatifnya, meningkatkan perdagangan antardaerah, dan menciptakan efisiensi pemanfaatan sumberdaya secara lenih baik, dengan
pertimbangan arah strategi pengembangan.
52 4.
Perspektif pembangunan agropolitan
Konsep agropolitan pada dasarnya mencoba untuk mengakomodasi dua hal utama, yaitu menempatkan sektor pertanian sebagai sumber pertumbuhan
ekonomi utama, dan diberlakukannya ketentuan-ketentuan mengenai otonomi daerah. Pentingnya wacana dan pengembangan agropolitan didasari oleh
pemikiran lemahnya hubungan fungsional antara desa dengan kota, yang secara hakiki saling menghidupi, namun kenyataannya bersifat eksplotatif. Indefendensi
rasio antara sektor pertanian dengan sektor pengelolaan tahun 1990 hanya 0,26, yang artinya hanya sekitar 26 dari produk pertanian yang mengalami proses
pengolahan sebelum sampai ke pasar, yang mengindikasikan diterlantarkannya pengembangan agroindustri Daniel, 2001:167.
2.4.4 Teori-Teori Pembangunan Pertanian