Aspek Penunjang Pembangunan Pertanian

57 keperluannya. Kadang-kadang analisa suatu masalah harus dilaksanakan dengan memakai lebih dari satu cara pendekatan sekaligus. Selain itu secara ekonomi makro pembangunan pertanian dapat dianalisa melalui tiga kerangka pemikiran: 1. Peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi. 2. Sifat-sifat ekonomi dari pada pertanian tradisionil. 3. Proses ekonomi dari pada modernisasi pertanian. Kerangaka pemikiran yang pertama dan kedua adalah sama ”pandangan sektoral” sebagai mana telah disebutkan diatas. Sayangnya bagi negara kita teori- teori yang dikembangkan dalam bidang ini kurang mengenai. Walaupun hubungan timbal balik antara sektor pertanian dan sektor-sektor di luar pertanian memang erat tapi tidak seperti yang dijumpai di Jepang. Sektor industri di indonesia tidak dapat dikatakan ”menggantungkan pada sektor pertanian”dalam persediaan tenaga kerjanya Mubyanto,1972:186.

2.4.5 Aspek Penunjang Pembangunan Pertanian

Aspek penunjang pembangunan pertanian khususnya yang menyangkut kebijaksanaan perangsang produksi, pada prinsipnya dikategorikan menjadi dua, yaitu kebijaksanaan harga dan kebijaksanaan non-harga. Tentang kebijaksanaan harga ini akan disajikan sebagi berikut. 58 Dapat dijelaskan aspek penunjang pembangunan pertanian, khususnya yang menyangkut kebijaksanaan non-harga, yaitu antara lain kebijaksanaan infrastruktur, irigasi, program intensifikasi, padat karya, subsidi desa, Koperasi Unit Desa KUD dan program pedesaan yang lain. 1. Kebijaksanaan infrastruktur Yang dimaksud dengan kebijaksanaan infrastruktur adalah kebijaksanaan yang menyangkut kegiatan pembangunan sarana transportasi dari pusat-pusat infrmasi ke daerah penerima informasi. Fungsi sarana transfortasi memeng tidak diragukan lagi peranannya dalam pembangunan pertanian.dari yang semula daerah ”tertutup” yang dicirikan oleh sistem ekonomi yang sederhana, kemudian menjadi ”terbuka” karena adanya sarana transportasi. Dengan demikian sistem ekonomi dari yang semula ”tertutup” juga akan menjadi ”terbuka”. Tentu saja karena pengaruh sentuhan teknologi. Begitu pula halnya dengan sistem ekonomi yang semula sistem saling tukar menukar berubah menjadi sistem uang di mana penjualan dan pembelian akan ditentukan oleh mekanisme pasar. Dalam kebijaksanaan pembangunan lima tahun PELITA, pembangunan infrastruktur ini kian semakin mendapat perhatian. Hal ini dapat dilihat dari data perkembangan panjangnya jalan yang semakin meningkat setiap tahunnya. 2. Kebijaksanaan irigasi Kebijaksanaan pembangunan irigasi dan infrastruktur transportasi, tampak menonjol sekali selama PELITA ini karena dua hal inilah maka kontribusi sektor 59 pertanian kian nyata dan bahkan produksi padi kini menjadi cukup besar sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Bagaimana mendahulukan pembangunan infrastruktur transportasi dan irigasi ini untuk kepentingan pembangunan industri. Khususnya dalam PELITA yang diawali sejak 19681969, kebijaksanaan infrastruktur transportasi dan irigasi ini juga mendapatkan perhatian yang cukup besar. Dalam pembangunan irigasi, bukan saja melaksanakan pembangunan waduk atau saluran irigasi yang baru, tetapi juga program rehabilitasi dan perluasan serta berbaikan irigasi. Misalnya proyek pekalen sampeyan, bengawan solo, kali brantas, dan sebagainya. 3. Program intensifikasi Program intensifikasi pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan produksi pertanian per kesatuan luas. Program ini akan berhasil kalau faktor yang mempengaruhi adanya senjang produktivitas itu diketahui. Di indonesia, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi senjang produktivitas tersebut, di antaranya adalah program intensifikasi. Sehingga dengan demikian dikenal istilah parogram BIMAS Bimbingan Masal, INMAS Intensifikasi Masal, ISKARA Intensifikasi Serat Karung Rakyat, INTAM Intensifikasi Tambak, dan sebagainya. Agar program intensifikasi berjalan lancar, diperlukan kebijaksanaan penunjang yang berupa kebijaksanaan perangsangan produksi. Misalnya kebijaksanaan subsidi sarana produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, atau kebijaksanaan subsidi produksi, misalnya sudsidi harga produksi. Di samping itu juga dilaksanakan kebijaksanaan perangsang 60 berproduksi yang lain, misalnya pelayanan yang diberikan oleh BULOG Badan Urusan Logistik, KUD, BPP Balai Penyuluhan Pertanian, dan sebagainya. 4. Padat karya Program padat karya dirancang untuk mengatasi masalah pengangguran tenaga kerja di pedesaan. Misalnya pelaksanaan program padat karya pada saat musin paceklik. Oleh karenanya, program ini biasanya bersifat massal yang memerlukan banyak tenaga kerja, sebagai contoh program padat karya perbaikan saluran irigasi, sarana transportasi di pedesaan, mendirikan lumbung desa, dan sebagainya. Karena program padat karya ini dititik beratkan pada sarana pendukung kegiatan ekonomi di pedesaan, maka pengaruhnya juga akan terlihat pada peningkatan produksi pertanian. 5. Subsidi desa Besarnya susidi desa beragam dari desa yang satu dengan desa yang lain. Subsidi ini dimaksudkan mendorong masyarakat desa untuk membangun desanya. Penggunaan subsidi desa ini umumnya diarahkan untuk kegiatan yang produktif dan mempunyai efek ekonomi yang positif bagi warga desa. Misalnya digunakan untuk membiayai rehabilitasi saluran irigasi, membangun lumbung desa, rehabilitasi jalan desa, dan sebagagainya. Subsidi desa ini biasanya diambil dari dana APBN atau APBD. Kemudian oleh desa pengelolaannya diserahkan pada LKMD Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa. Karena LKMD yang mengelola dana subsidi tersebut, maka keputusan dalam mementukan kegiatan yang 61 dilakukan adalah berdasarkan rapat warga desa. Musyawarah yang dilakukan oleh LKMD ini bertujuan untuk mementukan proyek pembangunan apa saja yang dikehendaki oleh masyarakat yang, tentunya, operasionalnya ditentukan oleh besar-kecilnya dana yang tersedia. 6. KUD dan program pedesaan yang lain KUD adalah lembaga koperasi yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan gotong royong. Pada lembaga ini keputusan tertinggi terletak di tangan anggota. Perkembangan KUD kian pesat dari tahun ketahun, terutama karena fungsinya sebagai lembaga yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan pengadaan pangan. Perkembangn KUD menjadi pesat terutama setelah 1974, ketika secara konsepsional, peranan KUD dilibatkan dalam proyek BIMAS, sebelumnya nama KUD adalah BUUD Badan Urusan Unit Desa. Perkembangan BUUDKUD sejak saat itu didasarkan pada konsep ”pendekatan potensial komoditi” tertentu. Perkembangan KUD yang didasarkan pada pendekatan komoditi yang potensial ini ternyata dalam perjalanannya dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain aktivitas yang dilaksanakan oleh pelaksana administratif di tingkat kecamatan. Di samping itu, dalam praktek, petani mempunyai kegiatan yang beragam sehingga perkembangan BUUDKUD tidak perlu dikembangkan pada konsep pendekatan komoditi yang potensial saja, melainkan untuk semua komoditi Soekartawi,2002:33. 62

2.5 Kerangka Pemikiran