1994. Di samping itu, kekhawatiran menjadi gemuk telah memaksa mereka untuk mengurangi jumlah pangan yang seharusnya disantap.
2.4. Status Gizi Remaja
Status gizi anak umur 6-18 tahun dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu umur 6-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18 tahun. Indikator status gizi yang digunakan
pada kelompok umur ini didasarkan pada pengukuran antropometri berat badan BB dan tinggi badan TB yang disajikan dalam bentuk tinggi badan menurut umur
TBU dan indeks masa tubuh menurut umur IMTU. Indeks masa tubuh dihitung berdasarkan rumus berikut :
BB kg IMT =
TBm²
Dimana: BB = Berat Badan dan TB = Tinggi Badan Dengan menggunakan baku antropometri anak 5-19 tahun WHO 2000
dihitung nilai Z-score IMTU masing-masing anak. Selanjutnya berdasarkan nilai Z- score ini status gizi dikategorikan sebagai berikut Rimbawan dan Siagian,2004 :
Tabel 2.1. klasifikasi bentuk tubuh dan risiko penyakit berdasarkan IMT Kategori IMT
kgm² Risiko Penyakit
Universitas Sumatera Utara
Kurus Underweight Normal ideal
Over Weight At Risk
Obes I Obes II
18,5 18,5-22,9
≥23 23,0-24,9
25,0-29,9 =30
Rendah Rata-rata
Rata-rata Meningkat
Sedang Berbahaya
2.5. Citra tubuh dan perilaku makan
Citra tubuh atau gambaran remaja tentang tubuhnya memengaruhi perilaku makannya sehari-hari. Remaja yang memiliki citra tubuh positif akan memiliki harga
diri yang tinggi, merasa mampu dan berfikir dengan penuh percaya diri. Dengan demikian remaja tersebut memiliki kemampuan untuk memilih perilaku yang tepat
untuk dirinya. Sebaliknya, remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif akan memilih harga diri yang rendah, merasa tidak seimbang, menganggap dirinya tidak
mampu melaksanakan tugas, sehingga remaja tersebut tidak memiliki kemampuan untuk memilih perilaku yang tepat bagi dirinya. Contohnya, remaja yang memiliki
citra tubuh yang positif akan merasa bahwa tubuh dan penampilannya menarik. Perasaan yang menyenangkan ini muncul karena remaja memiliki rasa percaya diri
yang tinggi. Walaupun pada kenyataannya tubuh dan penampilannya kurang menarik, tetapi individu tersebut tidak diliputi perasaan depresi, gagal atau kebencian pada diri
sendiri karena tubuh dan penampilannya yang menarik bukan merupakan satu- satunya syarat agar mereka memperoleh pengakuan dari lingkungan dan teman
sebayanya.
Universitas Sumatera Utara
Citra tubuh ini memengaruhi remaja dalam perilaku makannya. Perilaku makan benar-benar dipandang sebagai aktivitas untuk mempertahankan hidup sehingga
remaja selalu memperhatikan jumlah kalori dan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsinya. Sebaliknya remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif, merasa
tidak puas dengan tubuh dan penampilan dirinya sendiri. Witari dalam Anwar 2009 menyatakan bahwa gejala-gejala tentang citra raga
yang kurang baik meliputi perasaan depresi, gagal atau kebencian pada diri sendiri. Gejala-gejala ini biasanya muncul akibat rasa bersalah yang dihubungkan dengan
makanan. Akibatnya, makanan dianggap sebagai musuh dan makan semata-mata hanya kegiatan yang dikaitkan dengan konflik dan bukan sebagai aktivitas untuk
mempertahankan hidup. Remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif ini akan berperilaku makan negatif seperti selalu menghitung jumlah kalori yang masuk, tidak
puas terhadap berat badannya, dan menyiksa tubuhnya dengan gizi yang minimum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa citra tubuh memberikan pengaruh
pada perilaku makan remaja putri. Remaja yang mempunyai citra raga positif, akan cenderung berperilaku makan yang sehat. Sebaliknya remaja yang memiliki citra diri
negatif, akan cenderung berperilaku makan yang kurang sehat.
2.6. Perilaku makan dan status gizi remaja