Perilaku makan dan status gizi remaja

Citra tubuh ini memengaruhi remaja dalam perilaku makannya. Perilaku makan benar-benar dipandang sebagai aktivitas untuk mempertahankan hidup sehingga remaja selalu memperhatikan jumlah kalori dan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsinya. Sebaliknya remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif, merasa tidak puas dengan tubuh dan penampilan dirinya sendiri. Witari dalam Anwar 2009 menyatakan bahwa gejala-gejala tentang citra raga yang kurang baik meliputi perasaan depresi, gagal atau kebencian pada diri sendiri. Gejala-gejala ini biasanya muncul akibat rasa bersalah yang dihubungkan dengan makanan. Akibatnya, makanan dianggap sebagai musuh dan makan semata-mata hanya kegiatan yang dikaitkan dengan konflik dan bukan sebagai aktivitas untuk mempertahankan hidup. Remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif ini akan berperilaku makan negatif seperti selalu menghitung jumlah kalori yang masuk, tidak puas terhadap berat badannya, dan menyiksa tubuhnya dengan gizi yang minimum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa citra tubuh memberikan pengaruh pada perilaku makan remaja putri. Remaja yang mempunyai citra raga positif, akan cenderung berperilaku makan yang sehat. Sebaliknya remaja yang memiliki citra diri negatif, akan cenderung berperilaku makan yang kurang sehat.

2.6. Perilaku makan dan status gizi remaja

Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Public Health Problem. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu Universitas Sumatera Utara hamil adalah 50,9 persen pada tahun 1995 dan turun menjadi 40 persen pada tahun 2001, sedangkan pada wanita usia subur 15-44 tahun masing-masing sebesar 39,5 persen pada tahun 1995 dan 27,9 persen pada 2001. Prevalensi anemia gizi berdasarkan SKRT 2001 menunjukkan bahwa 61,3 persen bayi 6 bulan, 64,8 persen bayi 6-11 bulan, dan 58 persen anak 12-23 bulan menderita anemia gizi. Penyebab utama anemia gizi di Indonesia adalah rendahnya asupan zat besi Fe. Anemia gizi besi dapat menyebabkan penurunan kemampuan fisik, produktivitas kerja, dan kemampuan berpikir. Selain itu anemia gizi juga dapat menyebabkan penurunan anti bodi sehingga mudah sakit karena terserang infeksi. Dari aspek kesehatan dan gizi, remaja sebagai generasi penerus merupakan kelompok yang perlu mendapat perhatian. Jumlah remaja putri pada umumnya relatif lebih banyak dari jumlah remaja putra dan remaja putri juga lebih rawan untuk kekurangan gizi dibandingkan dengan remaja putra. Remaja putri secara normal akan mengalami kehilangan darah melalui menstruasi setiap bulan. Bersamaan dengan menstruasi akan dikeluarga sejumlah zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Oleh karena itu kebutuhan zat besi untuk remaja wanita lebih banyak dibandingkan pria. Dilain pihak remaja putri cenderung untuk membatasi asupan makanan karena mereka ingin langsing. Hal ini merupakan salah satu penyebab prevalensi anemia cukup tinggi pada remaja wanita. Keadaan seperti ini sebaiknya tidak terjadi, karena masa remaja merupakan masa pertumbuhan yang membutuhkan zat-zat gizi yang lebih tinggi Dep.Kes. 1998 Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian di Kota Bengkulu didapatkan bahwa prevalensi gizi kurang remaja sebesar 27,8 . Hasil uji menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara asupan total energi p=0,015, asupan protein p=0,034, asupan lemak p=0,027, asupan karbohidrat p=0,023, dan status riwayat malaria p=0,019 dengan status gizi Wuryani,2007. Remaja juga potensial mengalami status gizi kurang maupun obesitas yang disebabkan kebiasaan mengonsumsi makanan olahan cepat saji dalam jumlah yang berlebihan. Junk food sangat sedikit mengandung kalsium, besi, asam folat, vitamin A dan C sementara kandungan lemak jenuh, kolesterol dan natrium tinggi. Remaja yang melakukan diet dengan mengurangi jumlah konsumsi makanan dari yang seharunya dan tidak variatif akan berdampak pada status gizi dan kesehatan remaja, seperti pertumbuhan remaja terganggu, gangguan pencernaan dan reproduksi. Remaja juga bisa menderita anorexia nervosa dan bulimia nervosa yang bila terjadi dalam jangka waktu lama dan tidak segera diatasi bisa bermuara pada kematian. Remaja dengan pola diet yang salah akan menyebabkan terjadinya penumpukan lemak di pembuluh darah yang bisa memicu timbulnya penyakit degeneratif seperti diabetes, kanker, hipertensi, serta penyakit jantung. Lemak yang menumpuk juga bisa menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang bisa menyebabkan stroke. Sedangkan remaja yang malas makan bisa terkena penyakit gastritis atau tukak lambung. Meski asupan kalori dan protein sudah tercukupi, namun elemen lain seperti besi, kalsium, dan beberapa vitamin ternyata masih kurang. Secara garis besar, Universitas Sumatera Utara sebanyak 44 wanita di negara berkembang 10 negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia mengalami anemia kekurangan besi, sementara wanita hamil lebih besar lagi, yaitu 55, hal inisebabkan perilaku makan remaja yang tidak baik. Ketidakimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga ke dewasa, dan lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, artritis, penyakit kantong empedu, beberapa jenis kanker, gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai gangguan kulit. Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan ada pengaruh perilaku makan terhadap status gizi remaja.

2.7. Landasan teori