Kajian ergonomi pada modifikasi kondisi kerja di penggilingan padi

35 antropometri yang digunakan adalah antropometri pekerja penggilingan padi dengan menggunakan satuan utamanya a tapak batis panjang telapak kaki pekerja dan satuan penguripnya a ngandang lebar telapak kaki pada antropometri sikut natah. Data antropometri sikut natah dapat dilihat pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 Antropometri Sikut Natah Variabel Rerata Standar Deviasi Rentangan A tapak kaki 25,68 1,26 24 – 28,8 A tapak ngandang 10,38 0,69 8,2 – 11,8 Sumber: Parwata, 2011. Manusia pada umumnya berbeda –beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Pheasant dan Haslegrave 2006 menjelaskan bahwa antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh dan karakteristik fisik tubuh lainnya yang digunakan untuk mendesain suatu produk suatu alat. Dalam menentukan ukuran stasiun kerja untuk pekerja penggilingan padi maka data antropometri pekerja yang bersangkutan sangat memegang peranan penting. Dengan mengetahui ukuran antropometri pekerja yang bersangkutan, maka akan dapat dilakukan perbaikan stasiun kerja yang sesuai dengan pekerja yang akan menggunakan, dengan harapan dapat menciptakan kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan estetika kerja. Upaya menciptakan keserasian antara pekerja dengan perbaikan stasiun kerja yang akan digunakan harus memperhitungkan faktor –faktor seperti: Stasiun kerja harus didesain sedemikian rupa sehingga pada saat melakukan pekerjaan menggiling padi pekerja dapat bergerak bebas selama proses kerja berlangsung.

2.3.3 Kajian ergonomi pada modifikasi kondisi kerja di penggilingan padi

Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni untuk menserasikan alat, cara kerja, dan lingkungan dengan kemampuan, kebolehan, dan batasan manusia sehingga diperoleh 36 kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, dan efisien serta produktivitas yang setinggi-tingginya Manuaba, 2003a. Ergonomi sebagai sebuah disiplin keilmuan meletakkan human center design dalam sebuah perancangan sistem kerja di mana manusia terlibat didalamnya. Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produknya Helander dan Shuan, 2005. Disiplin ini berangkat dari kenyataan bahwa manusia memiliki batas-batas kemampuan baik jangka panjang pada saat berhadapan dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa perangkat keras dan perangkat lunak Niebel dan Freivalds, 2003; Helander, 2006. Penelitian ergonomi yang selalu melibatkan manusia di dalamnya tidak terlepas dari faktor sosial budaya di mana orang tersebut dilahirkan dan dibesarkan. Pada usaha penggilingan padi di Desa Jinengdalem Bueleng tidak terlepas dari budaya THK yang merupakan filosofi sekaligus telah menjadi way of life masyarakat Hindu Bali dalam segala aspek kehidupan termasuk penggilingan padi. Budaya THK di penggilingan padi mengandung makna bagaimana mencari keharmonisan dengan tidak semata-mata mencari materi ataupun keuntungan, namun bagaimana tujuan hidup untuk mendapatkan kebahagian yang kekal. Permasalahan ergonomi dari aspek sosio budaya THK pada penggilingan padi di Desa Jinengdalem Buleleng dapat diselesaikan dengan intervensi ergonomi sehingga bermanfaat pada: a pekerjaan bisa cepat selesai; b risiko kecelakaan kerja lebih kecil; c man-days hours tidak banyak hilang; d risiko penyakit akibat kerja lebih kecil; e kepuasan kerja lebih tinggi; f penyakit akibat kerja bisa ditekan; g absensi kerja rendah; h kelelahan kerja berkurang; i rasa sakit lebih kecil; dan j 37 produktivitas kerja meningkat Valasco, 2002; Manuaba, 2003a; Hedge dan Sakr, 2005. Modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK pada penggilingan padi di Desa Jinengdalem Buleleng, meliputi; 1 perbaikan sikap kerja; 2 perbaikan jam kerja, dan pemberian istirahat aktif; 3 redesain undakan dan pemberian pengaman pada vent belt disesuaikan dengan antropometri pekerja penggilingan padi; 4 redisain ventilasi sesuai konsep sanga mandala. Dengan demikian modifikasi kondisi kerja harus menempatkan manusia sebagai pusat perhatian yang dikaitkan dengan task, organisasi dan lingkungan. Beberapa aspek ergonomis yang harus dipertimbangkan sebagai berikut: a. Sikap dan posisi kerja, dengan pertimbangan ergonomis; 1 mengurangi sikap dan posisi membungkuk; 2 tidak menggunakan jarak jangkauan maksimum; 3 tidak seharusnya duduk atau berdiri dalam sikap atau posisi miring, telentang dan tengkurap; dan 4 tidak bekerja dengan tangan atau lengan dalam posisi diatas level siku normal. b. Antropometri dan dimensi ruang kerja, pada dasarnya akan menyangkut ukuran fisik atau fungsi dari tubuh manusia seperti; ukuran linier, berat volume, ruang gerak, dan lain-lain. Delapan aspek permasalahan ergonomi dari aspek sosio budaya THK yang harus mendapat perhatian dalam setiap modifikasi kondisi kerja dengan intervensi berbasis ergonomi di dalam suatu industri Manuaba, 2006 yaitu: 1. Energi status nutrisigizi Manusia memerlukan sejumlah energi untuk mampu menyelesaikan satu pekerjaan tertentu, Pekerjaan penggilingan padi termasuk pekerjaan kategori berat. Jumlah energi yang dikeluarkan harus diimbangi oleh energi yang masuk dengan pemberian 38 asupan nutrisi tambahan yang cukup, agar bisa melakukan pekerjaan dengan sehat dan aman. Dalam budaya THK, keseimbangan antara atman, prana, angga sarira mikrokosmos dalam diri pekerja penggilingan padi harus tetap ada. Dimana energi sebagai sumber tenaga pekerja untuk melakukan aktivitas merupakan bagian dari prana . Prana yang terdiri dari bayu, sabda, idep Tri pramana adalah daya atau kekuatan pokok manusia untuk dapat melakukan suatu pekerjaanaktivitas. Pemberian asupan nutrisi yang cukup dapat menjaga keseimbangan antara tubuhbody, pikiranmind, dan jiwasoul Tri pramana, sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan sehat dan aman. 2. Pemanfaatan tenaga otot Pemanfaatan tenaga otot untuk melakukan pekerjaan tidak boleh ada unsur paksaan di luar kemampuan, karena itu perlu semua alat yang dipakai harus dirancang sedemikian rupa sehingga gerakan otot tidak bertentangan dengan gerakan alamiah otot. Pemanfaatan tenaga otot pada aktivitas penggilingan padi terjadi pada saat pekerja mengangkat karung gabah dengan sikap membungkuk dari atas undakan, mengangkat ember berisi beras pecah kulit dengan sikap kerja membungkuk, dan menuang beras pecah kulit ke mesin penyosohan dengan posisi lengan melebihi tinggi bahu pekerja. Kesalahan pada mengangkat, mengangkut dan menuang gabah, sikap tubuh tidak fisiologis dan beban terlalu berat akan berakibat fatal pada tubuh. Dilihat dari aspek budaya THK pemanfaatan tenaga otot merupakan bagian dari Tri pramana bayu, sabda, idep pada aspek bayu. Tenaga ototbayu menjadi hal penting dalam pekerja beraktivitasbergerak melakukan pekerjaan. Jika aspek bayu tenaga mengalami cedera karena penggunaan tenaga otot yang belebihan dampaknya akan menimbulkan ketidakseimbangan pada Tri pramana, secara tidak langsung dapat menimbulkan permasalahan ergonomi yang dialami pekerja. 39 3. Sikap tubuh Posisi tubuh yang tidak fisiologis saat melakukan aktivitas penggilingan padi dengan waktu lama menyebabkan kelelahan dan mengurangi produktivitas. Pada saat mengangkat karung dan mengangkat beras pecah kulit dilakukan dengan sikap membungkuk dan menuang beras pecah kulit ke mesin penyosohan dengan posisi lengan melebihi tinggi bahu pekerja yang dilakukan dengan cara terus-menerus. Sikap kerja seperti ini adalah sikap yang tidak fisiologis sehingga menimbulkan keluhan muskuloskeletal. Dengan modifikasi kondisi kerja penggilingan padi, pekerja dapat bekerja dengan sikap dinamis sehingga dapat menurunkan kelelahan, keluhan muskuloskeletal, ketegangan otot, dan beban kerja pekerja. Dilihat dari budaya THK, sikap tubuh merupakan bagian dari aspek bayu. Hal ini sama dengan pada ke 2 aspek permasalahan ergonomi di atas, karena aspek energi, pemanfaatan tenaga otot, dan sikap tubuh merupakan bagian dari aspek bayu pada konsep Tri pramana bayu, sabda, idep. Bila salah satu aspek pada Tri pramana terjadi ketidak seimbangan, akan berakibat terjadinya ketidaknyamanan dalam bekerja, hal ini berdampak pada penurunan kesehatan kerja dan produktivitas pada pekerja penggilingan padi. 4. Kondisi lingkungan Kondisi bising dan berdebu yang berlebihan akan mengakibatkan lelah dan mengganggu kenyamanan saat berkomunikasi, mengurangi kestabilan dan peningkatan angka kesalahan kerja. Kondisi ini dialami pekerja penggilingan padi, sehingga ada penambahan beban fisik dan mental. Untuk itu langkah perbaikan terhadap kondisi lingkungan dengan meredesain ventilasi pada dinding sesuai konsep sanga mandala nistaning-nistakelod-kauh menempatkan kegiatan yang dipandang bersifat kotor mengandung limbah pada arah kelod dan kauh. Kondisi ini 40 diperkuat dengan letak bangunan penggilingan padi yang menghadap ke arah timur dan bagian belakang menghadap ke barat yang posisinya lebih rendah. Di mana arah angin berhembus dari timur ke barat. Sehingga kondisi ini dapat membantu menurunkan kadar debu dan intensitas kebisingan di penggilingan padi. Dilihat dari budaya THK, kondisi lingkungan merupakan aspek palemahan. Aspek palemahan ini berupa bising dan debu yang dihadapi pekerja penggilingan padi setiap hari. Untuk itu perlu dilakukan redesain ventilasi untuk mengurangi kebisingan dan kadar debu, sehingga pekerja bekerja dengan ENASE dan keseimbangan dalam THK bisa terwujud. 5. Kondisi waktu Pemanfaatan waktu yang teratur dan terjadwal sangat mendukung kenyamanan dan kesehatan kerja. Aktivitas penggilingan padi dilakukan mulai pukul 08.00-17.30 WITA dengan waktu istirahat siang pukul 11.30-12.30 tanpa pemberian makan siang. Waktu kerja yang lama 8 jamhari, terjadi beban kerja berat pada penggilingan padi, akan mempercepat terjadinya kelelahan, sehingga dapat menurunkan produktivitas pekerja. Sehingga modifikasi kondisi kerja dengan mengatur waktu kerja mulai pukul 08.00-16.00 WITA dan pemberian istirahat pendek 5 menit sebanyak 2 kali pada pukul 09.30-09.35 WITA dan 14.30-14.35 WITA dapat meningkatkan kesehatan kerja dan produktivitas pekerja penggilingan padi. Dalam budaya THK, kondisi waktu merupakan konsep desa, kala, patra. Di manapun, kapanpun dan dalam situasi yang bagaimanapun hendaknya seseorang berpikir, berkata dan bekerjabertindak sesuai dengan kemampuan dari pekerja. Dengan berpedoman pada konsep ini, pekerja dapat bekerja dengan aman dan nyaman sehingga kesehatan kerja dan produktivitas dapat dicapai. 41 6. Kondisi sosial Hubungan antar pemilik dan pekerja, antar pekerja dan pekerja lain di penggilingan padi relatif baik, walaupun sering frekuensi komunikasi tidak tinggi karena aktivitas pekerjaan penggilingan padi dengan lingkungan kerja yang bising, sulit bagi pekerja untuk berkomunikasi. Pada budaya THK, kondisi sosial merupakan perwujudan dari filosofi tat twam asi, di mana sistem kekeluargaan dan kekerabatan adalah sebuah ciri yang melekat pada masyarakat Hindu di Bali seperti rasa empati dan solidaritas menyama braya. Dengan meningkatkan pola pikir, sikap hidup, berbuat baik, dan keterbukaan antara pemilik usaha dan pekerja sehingga permasalahan ergonomi di penggilingan padi dapat dipecahkan. 1. Kondisi informasi Modifikasi kondisi kerja penggilingan padi dengan meredesain fasilitas kerja yang dibuat, harus diikuti dangan informasi yang memadai, baik untuk keperluan mengoperasikan alat dan juga untuk kenyamanan lingkungan kerja. Informasi dibutuhkan pekerja agar mampu bekerja seoptimal mungkin. Informasi yang memadai diadakan untuk menunjang aktivitas usaha penggilingan padi. Faktor pekerja merupakan hal penting dalam menerima informasi dan menentukan kesuksesan dalam melaksanakan pekerjaan di penggilingan padi. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan faktor budaya dalam penerimaan dan penggunaan fasilitas kerja karena budaya mempunyai dampak besar terhadap prilaku dan praktik manusia di dalam melaksanakan pekerjaannya. Informasi menyangkut apa dan bagaimana harus bekerja serta berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam budaya THK keyakinan dalam menerima informasi yang dibutuhkan akan memberi keyakinan pekerja untuk mempermudah dalam penggunaan alat kerja tanpa menimbulkan permasalahan ergonomi dalam bekerja. 42 2. Interaksi manusia-mesinalat Interaksi manusia dengan alat pada aktivitas penggilingan padi terjadi mulai dari proses mengangkat karung gabah menaiki undakan, menuang gabah dalam mesin penggilingan, mengangkat beras pecah kulit ke mesin penyosohan sampai menjadi beras siap konsumsi. Redesain undakan dan pengaman pada vent belt dirancang sangat sederhana sesuai dengan antropometri pekerja penggilingan padi, konsep sanga mandala dan asta kosala-kosali melalui pendekatan teknis, ekonomis, ergonomis, sosio-budaya, hemat energi, ramah lingkungan, dan trendi. Sehingga nyaman dan aman dalam penggunaannya. Evaluasi dan analisis terhadap kondisi kerja di penggilingan padi Desa Jinengdalem dilakukan karena fasilitas kerja yang digunakan tidak sesuai dengan prinsip dan norma kelayakan ergonomi. Modifikasi kondisi kerja berbasis egonomi THK yang dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah ergonomi dan aspek sosio- budaya yang dapat dipertanggungjawabkan. Di sini akan diaplikasikan segala macam informasi yang berkaitan dengan faktor manusia kekuatan, kelemahan atau keterbatasan dalam modifikasi kondisi kerja penggilingan padi di Desa Jinengdalem melalui redesain kondisi kerja yang lebih efektif, aman, nyaman, sehat, dan efisien ENASE.

2.3.4 Intensitas kebisingan di penggilingan padi