Modifikasi Kondisi Kerja Berbasis Ergo Tri Hita Karana Meningkatkan Kesehatan Kerja Dan Produktivitas Pekerja Penggilingan Padi Di Desa Jinengdalem Buleleng.

(1)

i

DISERTASI

MODIFIKASI KONDISI KERJA

BERBASIS ERGO-

TRI HITA KARANA

MENINGKATKAN KESEHATAN KERJA DAN

PRODUKTIVITAS PEKERJA PENGGILINGAN PADI

DI DESA JINENGDALEM BULELENG

LUH PUTU RULIATI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

DISERTASI

MODIFIKASI KONDISI KERJA

BERBASIS ERGO-

TRI HITA KARANA

MENINGKATKAN KESEHATAN KERJA DAN

PRODUKTIVITAS PEKERJA PENGGILINGAN PADI

DI DESA JINENGDALEM BULELENG

LUH PUTU RULIATI NIM 1290271007

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

iii

MODIFIKASI KONDISI KERJA

BERBASIS ERGO-

TRI HITA KARANA

MENINGKATKAN KESEHATAN KERJA DAN

PRODUKTIVITAS PEKERJA PENGGILINGAN PADI

DI DESA JINENGDALEM BULELENG

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Kedokteran

Program Pascasarjana, Universitas Udayana

LUH PUTU RULIATI NIM 1290271007

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

iv

Lembar Pengesahan

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL : 22 JUNI 2016

Promotor,

Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH NIP. 19471211 197602 1 001

Kopromotor I, Kopromotor II,

Prof. dr. I.D.P. Sutjana, M.Erg., PFK NIP: 19470704 197903 1 001

Prof. Dr. Drs. I Made Sutajaya, M.Kes NIP: 19681217 199303 1 003

Mengetahui:

Ketua Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran

Universitas Udayana

Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro NIP: 19640417 199601 1 001

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP: 19590215 198510 2 001


(5)

v

Disertasi Ini Telah Diuji pada Tanggal 27 Mei 2016

Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana No: 2075/UN14.4/2016, Tanggal 10 Mei 2016

Ketua : Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH, MS., AIF Anggota :

1. Prof. dr. I.D.P. Sutjana, PFK., M.Erg. 2. Prof. Dr. Drs. I Made Sutajaya, M.Kes. 3. Prof. Drs. I.B. A. Manuaba, HonFErgS., FIPS. 4. Prof. dr. I Ketut Tirtayasa, MS., AIF.

5. Prof. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes. 6. Prof. Dr. Ir. I.B. Putra Manuaba, M.Phill. 7. Prof. Dr. Ir. I. Wayan Surata, M.Erg.


(6)

vi

SURAT PERNYATAAN

BUKAN KARYA PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Luh Putu Ruliati, SKM., M.Kes. NIM : 1290271007

Program Studi

: Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar - Bali

Konsentrasi : Ergonomi – Fisiologi Kerja

Alamat : Jl. Cekomaria Perum Kopertis Gang Gutiswa V no 4 Peguyangan Kangin Denpasar Bali - 80239

Telp. / HP. : 08123771408

Dalam rangka menempuh pendidikan Program Doktor saya menyatakan bahwa Disertasi ini bebas dari plagiat atau hasil jiplakan sebagian atau seluruhnya dari karya seseorang. Apabila di kemudian hari ditemukan adanya unsur plagiat maka gelar yang telah saya sandang bersedia untuk dicabut sebagaimana mestinya, sesuai dengan Peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan benar dan penuh kesadaran dengan segala konsekuensinya.

Denpasar, 27 Mei 2016 Yang membuat pernyataan,

Luh Putu Ruliati, SKM., M.Kes NIM. 1290271007


(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan disertasi dengan judul “Modifikasi Kondisi Kerja Berbasis Ergo Tri Hita Karana Meningkatkan Kesehatan Kerja Dan

Produktivitas Pekerja Penggilingan Padi Di Desa Jinengdalem Buleleng”

Dalam penyusunan disertasi ini, tentu tidak terlepas dari adanya bantuan dan

bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih

yang setulus-tulusnya kepada Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH., PFK., Sp.Erg sebagai

Promotor, Prof. dr. I Dewa Putu Sutjana, PFK., M.Erg, selaku koPromotor I dan Prof.

Dr. Drs. Made Sutajaya, M.Kes selaku koPromotor II. Ucapan terima kasih juga

disampaikan pada Tim Penguji Disertasi yang terdiri dari Prof. Drs. I. B. Adnyana

Manuaba, HonF.ErgS, FIPS., Prof. dr. Ketut Tirtayasa, M.S., AIF., Sp.Erg., Prof. Dr.

dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes., Prof Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, M.Phill.,

dan Prof. Dr. Ir. I Wayan Surata, M.Erg. yang telah memberikan masukan, arahan,

saran, sanggahan, dan koreksi sehingga disertasi ini dapat terwujud.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.

Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Doktor di

Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program

Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,


(8)

viii

Program Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis

ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Putu Astawa, M.Kes, Sp.OT sebagai Dekan

Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada

penulis untuk mengikuti pendidikan Program Doktor. Ucapan terima kasih ini juga

ditujukan kepada Ketua Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Pascasarjana

Universitas Udayana, Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M. Repro atas kesempatan

yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Doktor pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Ir. Fredrik L. Benu,

M.Si, Ph.D Rektor Universitas Nusa Cendana dan Dra. Engelina Nabuasa, MS selaku

Dekan FKM Universitas Nusa Cendana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk

menjadi mahasiswa Program Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bupati Kabupaten Malaka Prov. NTT

dr. Stefanus Bria Seran, MPH (Kepala Dinas Kesehatan Prov. NTT periode

2003-2015), yang telah membantu kelancaran penulis dalam menempuh pendidikan

Program Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik

Indonesia melalui Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah

memberikan bantuan finansial dalam bentuk BPPDN sehingga meringankan beban

finansial penulis dalam menyelesaikan studi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Nengah Nurdji selaku


(9)

ix

di Desa Jinengdalem Buleleng yang telah menyediakan tempat dan membantu dalam

pelaksanaan penelitian.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus

disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai

dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada

Ayahanda I Wayan Getar dan Ibunda Ratminah yang telah mengasuh, mendidik, dan

membesarkan penulis dengan doa dan kasih sayang. Penulis juga menyampaikan

ucapan terima kasih kepada kakak-kakak tercinta, Ni Putu Sridati, SKM beserta

keluarga, Dra. Made Widari beserta keluarga, Nyoman Nur Patria Krisna beserta

keluarga serta adikku Made Hendra Mardiana, SE beserta keluarga atas segala

dukungan yang diberikan kepada penulis.

Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Mertua I Ketut Sirna

(Alm) dan Ibu Mertua Nyoman Mudaning (Alm), dan Nengah Musri, suami tercinta

Nyoman Saniambara, SKM., M.Kes serta anak-anakku tersayang Luh Erlanggita

Narta Santi dan Made Jiyestha Arturito yang penuh pengorbanan telah memberikan

kepada penulis kesempatan untuk berkonsentrasi menyelesikan disertasi ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian disertasi ini.

Denpasar, Mei 2016


(10)

x ABSTRAK

MODIFIKASI KONDISI KERJA BERBASIS ERGO-TRI HITA KARANA MENINGKATKAN KESEHATAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA

PENGGILINGAN PADI DI DESA JINENGDALEM BULELENG

Dalam masyarakat Bali dikenal filosofi Tri Hita Karana (THK) merupakan suatu konsep hubungan yang harmonis dan sudah ditanamkan dalam suatu kegiatan apapun dan bersifat universal termasuk usaha penggilingan padi. Usaha penggilingan padi di Desa Jinengdalem merupakan salah satu usaha di sektor informal dimana aktivitas pekerja dilakukan dengan sikap kerja membungkuk, menengadah dengan

posisi lengan melebihi tinggi bahu saat mengangkat beban, menaiki tangga dengan

sikap membungkuk dengan lutut menekuk sehingga paha menyentuh perut dilakukan secara berulang ditambah lingkungan kerja yang bising dan berdebu. Kondisi kerja yang tidak ergonomis menyebabkan pekerja penggilingan padi di Desa Jinengdalem Buleleng tidak bisa bekerja optimal. Untuk meningkatkan kesehatan kerja dan produktivitas pekerja perlu dilakukan upaya intervensi ergonomi yaitu penerapan TTG dan pendekatan SHIP melalui modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan Randomized

Pretest and Posttest Control Group Design. Rancangan ini merupakan rancangan

paralel dengan jumlah sampel 30 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan. Kelompok Kontrol adalah pekerja yang bekerja dengan kondisi kerja lama berjumlah 15 orang dan 15 orang lainnya sebagai Kelompok Perlakuan yaitu pekerja bekerja dengan kondisi kerja yang ergonomis. Data kinerja pekerja antara kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan dibandingkan dan dianalisis dengan uji independent sample t test pada tingkat kemaknaan 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kesehatan kerja dilihat dari penurunan beban kerja pada Kelompok Perlakuan sebesar 21,43%, penurunan keluhan muskuloskeletal sebesar 35,95%, penurunan ketegangan otot sebesar 66,55%, penurunan kelelahan sebesar 27,31%, peningkatan fungsi paru sebesar 6,7%. Terjadi peningkatan produktivitas kerja sebesar 25,78%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK memberikan pengaruh terhadap peningkatan kesehatan kerja dan produktifitas.

Disimpulkan bahwa modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meningkatkan kesehatan kerja dan produktivitas kerja.

Kata Kunci: Modifikasi, Ergo THK, Ergonomi, Kondisi Kerja, Kesehatan kerja, Tri Hita Karana.


(11)

xi ABSTRACT

MODIFICATION OF WORKING CONDITIONS BASED ON

ERGO-TRI HITA KARANA IMPROVED OCCUPATIONAL HEALTH AND PRODUCTIVITY OF RICE MILLING WORKERS IN JINENGDALEM

VILLAGE BULELENG

In Balinese, there's a concept known as Tri Hita Karana (THK), a concept of harmonious relationships and is a concept that has been applied in any activity and universal including rice milling business. Enterprises rice mill in the village of Jinengdalem is one of the businesses in the informal sector where labor activity carried out by the working attitude bent down, looked at the position of the arm exceeds shoulder height while lifting weights, climbing stairs with an attitude of bending with the knees bent so your thighs touch the stomach is done repeatedly environment plus noisy and dusty work. Ergonomic working conditions cause working rice mill in the village of Buleleng Jinengdalem can not work optimally. To improve the health and productivity of workers necessary to the ergonomic intervention namely the application of TTG and SHIP approach through modification of working conditions based ergo THK.

This study was an experimental study with randomized pretest and posttest control group design. This design was a parallel design with the sample of 34 people that divided into 2 groups called control and experiment group. Control group that works with the original conditions and working environment with 15 peoples and 15 others as the treatment group that works with conditions and working environment that have been improved base on ergo THK. Workers performance data between the control and treatment groups were compared and analyzed with the test of independent sample t with 0.05 significance level.

The research result showed that an increase in occupational health seen from the decrease workload on treatment group amounted to 21.43%, decreased musculoskeletal disorders about 35.95%, decreased muscle tension about 66.55%, decreased fatigue about 27.31%, and increased pulmonary function about 6.7%. Work productivity increased about 25.78%.The results showed that the ergo THK give effects to improve the health and productivity of work.

It was concluded that the modification of the working conditions based on ergo THK improve occupational health and work productivity.

Keywords: Modification, Ergo-THK, Ergonomics, Working conditions, Occupational health, Tri Hita Karana.


(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL…...………... i

LEMBAR PERSETUJUAN PROMOTOR/KOPROMOTOR..………. Iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI………..……… iv

SURAT PERNYATAAN BUKAN PLAGIAT……….…… v

UCAPAN TERIMA KASIH……….……….….…. vi

ABSTRAK……….. ix

ABSTRACT……….. x

DAFTAR ISI….………..……. xi

DAFTAR TABEL………..………..………. xv

DAFTAR GAMBAR……….….…… xvi

DAFTAR RUMUS………. xvii

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH...……….. xviii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xx

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Rumusan Masalah………...… 10

1.3 Tujuan Penelitian………...………. 11

1.4 Manfaat Penelitian ………..…... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan kerja………..………...….….. 14

2.1.1 Beban kerja………... 14

2.1.2 Keluhan muskuloskeletal……...…………..…………...…… 16

2.1.3 Kelelahan.………..…..….……. 23

2.2 Produktivitas kerja………... 26


(13)

xiii

2.2.2 Aspek ekonomi dalam ergonomi………. 27

2.3 Modifikasi Kondisi Kerja……….….. 29

2.3.1 Kajian undakan di penggilingan padi………. 30

2.3.2 Kajian antropometri pada modifikasi kondisi kerja ….…….. 32

2.3.3 Kajian ergonomi pada modifikasi kondisi kerja di penggilingan padi………..………..…… 35

2.3.4 Intensitas kebisingan di penggilingan padi..………….….. 42

2.3.5 Kadar debu di penggilingan padi ……...………..……. 43

2.3.6 Ventilasi di penggilingan padi …….………..… 45

2.3.7 Sikap kerja……….. 46

2.3.8 Jam kerja ………..………..…… 47

2.3.9 Penyediaan air minum ………..…...…. 48

2.3.10 Istirahat dan kudapan ..………...…………. 50

2.3.11 Istirahat aktif.. ….………....………..……….. 51

2.4 Budaya THK di Penggilingan Padi..………...… 53

2.5 Ergo THK dalam Konsep Keseimbangan Ergonomi….….……… 57

2.6 Pendekatan Ergonomi Total………..….… 61

2.6.1 Pendekatan SHIP ………..…… 61

2.6.2 Penerapan teknologi tepat guna (TTG)…....……….………. 66

2.7 Ergo THK………...………..…….. 70

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir……….…….. 72

3.2 Kerangka Konsep……… 74

3.3 Hipotesis Penelitian..………..……. 75

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian……….…..….. 76

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………..….... 77

4.3 Penentuan Sumber Data……….. 77


(14)

xiv

4.3.2 Besar sampel………... 77

4.3.3 Teknik penentuan sampel……….….……. 78

4.4 Variabel Penelitian……….……. 79

4.4.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel………... 79

4.4.2 Definisi operasional variabel……….……. 79

4.5 Instrumen Penelitian……….…….. 85

4.6 Alur Penelitian………..…….. 87

4.7 Prosedur Penelitian………. 88

4.7.1 Tahap persiapan………. 88

4.7.2 Tahap pelaksanaan……….... 88

4.7.3 Protokol Penelitian..………... 89

4.8 Analisis Data……….…….. 90

4.9 Analisis Biaya dan Manfaat..………..……… 92

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Pekerja Penggilingan Padi……….……….… 94

5.2 Kondisi Lingkungan……….……. 96

5.3 Ergo THK……….……. 97

5.4 Beban Kerja Pekerja Penggilingan Padi……….…….. 98

5.5 Keluhan Muskuloskeletal Pekerja Penggilingan Padi ……… 99

5.6 Ketegangan Otot Pekerja Penggilingan Padi ……….. 100

5.7 Kelelahan Pekerja Penggilingan Padi ………. 101

5.8 Fungsi Paru Pekerja Penggilingan Padi ……….. 101

5.9 Produktivitas Kerja Pekerja Penggilingan Padi ………. 102

5.10 Penghasilan Perusahaan Penggilingan Padi…..……… 103

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Pekerja Penggilingan Padi………..……….. 106

6.1.1 Umur………..……… 109 6.1.2 Berat badan, tinggi badan, indek masa tubuh dan


(15)

xv

Antropometri……….…….. 109

6.2 Kondisi Lingkungan Kerja Penggilingan Padi…………..…..…… 108

6.3 Beban Kerja Pekerja Penggilingan Padi ………. 111

6.4 Keluhan Muskuloskeletal dan Ketegangan Otot Pekerja Penggilingan Padi………..…. 113

6.4.1 Keluhan muskuloskeletal……… 114

6.4.2 Ketegangan otot………..……… 116

6.5 Kelelahan Pekerja Penggilingan Padi ………. 118

6.6 Fungsi Paru Pekerja Penggilingan Padi ………..……... 120

6.7 Produktivitas Pekerja Penggilingan Padi ………..……. 122

6.8 Aspek Ekonomi dalam Ergonomi………..…..……….. 124

6.9 Novelty (Kebaruan) ...……….………….. 125

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan……….. 127

7.2 Saran……….…………. 128

DAFTAR PUSTAKA……….. 129


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategori Beban Kerja berdasarkan Denyut Nadi Kerja……... 16

Tabel 2.2 Perhitungan Nilai Persentil …..……… 33

Tabel 2.3 Antropometri Sikut Natah….………..……….…… 35

Tabel 2.4 Jenis Kudapan dan Energi yang Terkandung……… 51

Tabel 4.1 Perhitungan Jumlah Sampel……….. 78

Tabel 5.1 Hasil Uji Beda Data karakteristik Subjek ……… 94

Tabel 5.2 Antropometri Pekerja Penggilingan Padi Di Desa Jinengdalem Buleleng Persentil 5 dan Penggunaannya………. 95

Tabel 5.3 Hasil Uji Beda Data Lingkungan Kerja….……… 97

Tabel 5.4 Hasil Uji Beda Implementasi Ergo THK ………. 98

Tabel 5.5 Hasil Uji Beda DNI DNK dan NK………... 98

Tabel 5.6 Hasil Uji Beda Keluhan Muskuloskeletal ……… 99

Tabel 5.7 Hasil Uji Beda Ketegangan Otot ……….……. 100

Tabel 5.8 Hasil Uji Beda Kelelahan……….………. 101

Tabel 5.9 Hasil Uji Beda Fungsi Paru………...……… 102


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses yang dialami signal SEMG………. 18

Gambar 2.2 Rekaman Raw EMG untuk 3 kontraksi m.biceps brachii. 18 Gambar 2.3 Teknik Penentuan Dimensi Undakan………. 31

Gambar 2.4 Kurva Distribusi Normal ………..………. 33

Gambar 2.5 Konsep Arah Orientasi Ruang dan Konsep Sanga Mandala……….……….. 55

Gambar 2.6 Konsep Keseimbangan dalam Ergonomi………...….….. 58

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian….……….. 74

Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian.………. 76

Gambar 4.2 Skema Alur Penelitian……… 87

Gambar 5.1 Undakan Sebelum Redesain..……….…………. 96

Gambar 5.2 Undakan Setelah Redesain………….……….. 96


(18)

xviii

DAFTAR RUMUS

Rumus 1 Denyut Nadi………... 15

Rumus 2 Produktivitas……….. 27

Rumus 3 Persamaan NPV………. 28

Rumus 4 Persamaan PBP……….. 28

Rumus 5 Persamaan RoI……… 29

Rumus 6 Jumlah Sampel………... 77


(19)

xix

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

: Mean/rata-rata

µ1 : Rerata variabel penelitian kelompok kontrol. µ2 : Rerata variabel penelitian kelompok perlakuan C : Biaya pengeluaran

CO2 : Karbon dioksida CF : Pendapatan bersih

Cm : Centimeter

CVL : Cardiovasculair load

D : Diameter pulley

DNI : Denyut nadi istirahat DNK : Denyut nadi kerja DNMax : Denyut nadi maksimum dpm : Denyut per menit

EMG : Electromyography

f ( β) : Faktor untuk peluang kesalahan FGD : Focus Group Discussion i : Perbandingan reduksi I : Masukan (input)

ILO : International Labour Organization

IMT : Indeks Massa Tubuh k : Suku bunga bank Kcal : Kilo kalori Kg : Kilogram Klp : Kelompok

KTP : Kartu Tanda Penduduk KTP : Kartu Tanda Penduduk L : Lampiran

Menyama Braya : Konsep Persaudaraan

MVIC : Maximal Voluntary Isometric Contraction

n : Jumlah sampel atau umur ekonomis peralatan kerja

n1 : Input

n2 : Output

NIOSH :National for Occupational Safety and Health

NPV : Net Present Value

O : Output (luaran)/Observasi

O2 : Oksigen

o

C : Derajat Celcius


(20)

xx

PBP : Pay back Period

RoI : Return on Investment

Rp : Rupiah

RS : Random Sampling

RSI : Repetition Strain Injuries S : Sampel

SB : Simpang Baku

SEMG :Surface Electromyography

SHIP : Sistemik Holistik Interdisipliner Partisipatori SNI : Standar Nasional Indonesia

T : Waktu

Tat Twam Asi : Aku Adalah Kamu THK : Tri Hita Karana TTG : Teknologi Tepat Guna

WHO : World Health Organization

WITA : Waktu Indonesia Tengah Z : Nilai Normalitas

Z : Nilai Z score  untuk tingkat kesalahan tipe I = 0,95 (Z = 1,96) Z : Nilai Z score  untuk tingkat kesalahan tipe II = 0,01 (Z = -1,645) Ø : Diameter


(21)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Keterangan Kelaikan Etik ………. 140

Lampiran 2 Penjelasan dan Informasi………... 141

Lampiran 3 Surat Persetujuan………... 146

Lampiran 4 Formulir Pencatatan Data Antropometri……….….. 147

Lampiran 5 Kuesioner Aplikasi Ergo-THK………... 148

Lampiran 6 Kuesioner Nordic Body Map……….. 150

Lampiran 7 Kuesioner Kelelahan………. 151

Lampiran 8 Formulir Pengumpulan Data Subjek Penelitian……… 152

Lampiran 9 Psychrometric Chart……….. 153

Lampiran 10 Uji Reliabilitas dan Validitas Kuesioner Ergo-THK…………. 154

Lampiran 11 Alat Ukur yang Digunakan dalam Penelitian……… 156

Lampiran 12 Undakan Ergonomis sesuai Antropometri pekerja Penggilingan Padi………... 158

Lampiran 13 Jadwal Pemberian Perlakuan……….……… 159

Lampiran 14 Data Antropometri Subjek………. 160

Lampiran 15 Uji Deskriptif Karakteristik Subjek……….. 161

Lampiran 16 Uji Normalitas Data……….. 162

Lampiran 17 Uji Independent-Samples t test Karaktersitik Subjek………. 164

Lampiran 18 Uji Independent-Samples t test Mikroklimat Tempat Penelitian……… 165 Lampiran 19 Uji Independent-Samples t test Data Denyut Nadi Isrirahat… 166 Lampiran 20 Uji Independent-Samples t test Data Keluhan Muskuloskeletal, Ketegangan Otot, Kelelahan, Fungsi Paru dan Ergo-THK Sebelum Bekerja………. 167 Lampiran 21 Uji Independent-Samples t test Data Denyut Nadi Kerja, Keluhan Muskuloskeletal, Ketegangan Otot, Kelelahan, Fungsi Paru, Produktivitas dan Ergo-THK Sesudah Bekerja… 169 Lampiran 22 Grafik Hasil Pengukuran Mikroklimat……….. 171

Lampiran 23 Perbandingan rerata DNI, DNK dan P antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan... 173 Lampiran 24 Biaya Membuat Undakan sesuai Antropometri Pekerja Penggilingan Padi yang Ergonomis………..…………. 174 Lampiran 25 Biaya Untuk Perbaikan Lingkungan Kerja Penggilingan Padi yang Ergonomis di Desa Jinengdalem Buleleng……… 175 Lampiran 26 Foto Pelaksanaan Penelitian……….. 176


(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desa Jinengdalem adalah salah satu desa di Kecamatan Buleleng yang merupakan

daerah agraris yang mengandalkan sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian.

Sebagian besar penduduk Desa Jinengdalem bermata pencaharian bercocok tanam padi

dengan luas lahan terbanyak adalah persawahan yang membentang di bagian timur dan

barat, yang menghasilkan padi. Untuk memproses hasil panen padi, di Desa

Jinengdalem terdapat usaha penggilingan padi yang sudah ada sejak tahun 1976 sebagai

usaha sektor informal yang menyerap tenaga kerja lokal dari desa setempat.

Desa Jinengdalem terletak kurang lebih lima kilometer arah timur dari kota

Singaraja. Berbatasan dengan: sebelah selatan Desa Alasangker, barat Desa Penglatan,

utara Kelurahan Penarukan, timur Desa Sinabun. Desa Jinengdalem memiliki

ketinggian berkisar 75-100 meter dari permukaan air laut. Luas daerah 288,10 Ha

dengan jumlah penduduk 4.626 orang dibagi lima wilayah dusun yaitu: Dusun Bukit,

Dusun Tingkih, Dusun Gambang, Dusun Ketug Ketug dan Dusun Dalem. Potensi yang

ada di Desa Jinengdalem adalah: pertanian, peternakan, kerajinan (tenun dan songket)

(BPS Kabupaten Buleleng 2012).

Penggilingan padi merupakan salah satu usaha di sektor informal yang diusahakan secara turun temurun oleh masyarakat Desa Jinengdalem, di samping memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi perekonomian pekerja, penggilingan padi juga memberi dampak yang merugikan kesehatan bagi pekerja karena proses produksi selain menghasilkan beras, juga menimbulkan polutan berupa debu dan bising. Polutan ini mengganggu kenyamanan pekerja dan masyarakat yang tinggal di sekitar penggilingan


(23)

2

padi. Debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan

kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru bahkan dapat menimbulkan

keracunan umum (Depkes RI, 2003). Lingkungan kerja yang bising dapat menyebabkan

tenaga kerja mengalami gangguan konsentrasi, gangguan komunikasi, gangguan berfikir, penurunan kemampuan kerja, emosi meningkat, otot menjadi tegang dan metabolisme tubuh menjadi meningkat (Suma’mur 2011). Lingkungan kerja pada proses penggilingan padi belum memberikan kenyamanan terhadap pekerja. Hasil

pengukuran di empat titik tempat kerja ditemukan intensitas bising mencapai 88,33

dB(A). Intensitas tersebut melebihi ketentuan Kemenakertrans No 13/MEN/X/2011

yang menyarankan agar intensitas bising tidak melebihi 85 dB(A). Intensitas bising

yang melebihi 85 dB(A) pada penggilingan padi memapar pekerja selama delapan jam

kerja dan keadaan ini akan mempengaruhi kenyamanan pekerja, gangguan komunikasi,

sehingga dapat meningkatkan beban kerja, keluhan muskuloskeletal, ketegangan otot

dan kelelahan. Konsekuensinya tentu akan berpengaruh terhadap kesehatan kerja dan

produktivitas kerja. Sedangkan kadar debu di penggiling padi yaitu sebesar 3,22 mg/m³

melebihi NAB yaitu 3 mg/m³ menimbulkan gangguang pernafasan, keluhan sesak nafas

yang dirasakan pekerja, pencemaran lingkungan kerja karena debu, maupun lingkungan

masyarakat di sekitar tempat penggilingan padi.

Pada penelitian pendahuluan, proses kerja penggilingan padi di Desa Jinengdalem diawali dengan datangnya petani pemilik gabah untuk menggiling gabah, akan tetapi tidak menutup kemungkinan perusahaan penggilingan padi menjemput gabah yang akan digiling ke setiap pemilik gabah bila ada pesanan. Usaha penggilingan padi di

Desa Jinengdalem produksinya berupa beras siap konsumsi rata-rata 4000 kg per hari

(420 kg per jam). Bila musim panen tiba, maka perusahaan perlu menambah jam kerja


(24)

3

Dari proses penggilingan padi tersebut masalah ergonomi muncul ketika proses

pengolahan gabah bersih menjadi beras pecah kulit, di mana pekerja bekerja dengan

sikap membungkuk mengangkat gabah dalam karung untuk dipindahkan ke mesin

pecah kulit yang dilakukan berulang kali (50 kali/jam). Kondisi tersebut mengakibatkan

beban kerja bertambah.

Pada proses pecah kulit, pekerja menggunakan meja kerja berundak untuk

mencapai mesin dengan ketinggian 208 cm, undak pertama tingginya 78 cm dari lantai

dan undak ke dua dengan ketinggian 61 cm dari undak pertama. Di mana sebelumnya

pekerja mengangkat karung berisi gabah kering seberat 50 kg menaiki undakan setinggi

78 cm dengan sikap membungkuk dan kaki ditekuk sehingga paha menyentuh perut.

Pada mesin penyosohan pekerja memindahkan beras pecah kulit dengan sikap

menengadah, posisi lengan melebihi tinggi bahu yang dilakukan secara berulang (175

kali/jam). Di mana sikap kerja ini merupakan sikap kerja yang tidak alamiah. Menurut

Suyoga (2003), dimensi tangga dan antropometri pengguna memiliki hubungan erat,

desain ini diperlukan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna.

Jam kerja pada penggilingan padi ini dimulai dari pukul 08.00-17.30 WITA, bila

musim panen, jam kerja bisa mencapai pukul 18.00 WITA. Istirahat siang atau waktu

makan diberikan pada pukul 11.30-12.30 WITA. Berdasarkan kurva laju produksi

individu yang bekerja fisik tampak bahwa produksi akan meningkat mulai jam kerja

pukul 08.00 dan produksi maksimum pada pukul 10.00 setelah itu menurun hingga

istirahat makan siang pada pukul 12.00. Setelah istirahat satu jam produktivitas

meningkat lagi dari pukul 13.00 dan konstan hingga pukul 13.30, kemudian terus

menurun (Meyer dan Steward, 2002). Waktu produksi yang terlalu panjang melebihi

waktu kerja normal (>8 jam/hari) dan tidak menentu, akan menyebabkan kelelahan


(25)

4

kerja normal dalam satu hari adalah delapan jam dan 40 jam kerja dalam satu minggu

untuk lima hari, perlu ada pembenahan dalam waktu produksi.

Pada penelitian terhadap lima orang pekerja, ditemukan hasil pengukuran denyut

nadi pada saat bekerja menunjukkan rerata 128,8±1,92 dpm. Beban kerja tersebut

termasuk katagori beban kerja berat (Grandjean dan Kroemer, 2009). Posisi kerja

berdiri dengan sikap kerja membungkuk dan kepala menunduk terutama gerak lengan

dan tangan mengangkat dan mengangkut yang dilakukan berulang kali, menyebabkan

keluhan muskuloskelatal dan kelelahan meningkat, dengan beda keluhan

muskuloskeletal rerata 10,53±1,11. Kondisi kerja yang tidak sesuai dengan kaidah

ergonomi akan menimbulkan terjadinya (a) beban kerja tambahan; (b) keluhan

muskuloskeletal pada leher, bahu, lengan, tangan, pinggang, paha, kaki; (c) kelelahan;

(d) waktu penggilingan yang tidak efisien; dan (e) produktivitas yang rendah. Sikap

kerja yang tidak alamiah akan menyebabkan adanya gerakan otot yang tidak seharusnya

terjadi serta pemborosan energi, sehingga menimbulkan risiko kelelehan dan cedera

otot (Adiputra, 2004).

Menurut Suyasning (1998) bahwa suatu pekerjaan yang dilakukan dengan posisi

berdiri memerlukan rancangan meja kerja yang sesuai dengan pemakainya, jika terlalu

tinggi akan menyebabkan bahu akan sering terangkat sehingga bisa menimbulkan rasa

sakit di daerah leher dan bahu, sedangkan bila terlalu rendah akan menyebabkan

punggung terlalu membungkuk yang dapat menyebabkan timbul rasa sakit di pinggang

(Grandjean, 2000). Menurut Manuaba (1999) alat kerja yang tidak dirancang dengan

baik (secara ergonomis) dapat menyebabkan keluhan subjektif, beban kerja yang berat,

tidak efektif dan efisien kepada pekerja dan secara lebih jauh lagi menyebabkan

terjadinya ketidaknyamanan kerja sehingga menyebabkan produktivitas menurun.


(26)

5

hendaknya prinsip-prinsip ergonomis harus sudah dimasukkan semenjak mendesain

suatu alat atau sistem kerja atau pada tahap perancangan.

Sikap kerja membungkuk menyebabkan reaksi berupa keluhan muskuloskeletal

(Pheasant dan Haslegrave, 2006; Grandjean dan Kroemer, 2009). Diperkirakan bahwa

sekitar 30% cedera otot skeletal bagian belakang disebabkan karena sikap kerja

membungkuk dan memutar, sehingga ikut terputarnya tulang belakang (Pheasant, 2003;

Bridger, 2008). Adnyana (2001) menyampaikan, bahwa perubahan sikap paksa menjadi

sikap kerja secara alamiah atau fisiologis pada proses penggilingan kopi, dapat

menurunkan keluhan muskuloskeletal. Sikap kerja hendaknya diupayakan dalam posisi

alamiah sehingga tidak menimbulkan sikap paksa yang melampaui kemampuan

fisologis tubuh (Grandjean, 2000).

Pada penelitian ergonomi yang selalu melibatkan manusia di dalamnya tidak

terlepas dari faktor sosial budaya di mana orang tersebut dilahirkan dan dibesarkan.

Dalam arti luas konsep kebudayaan diartikan sebagai seluruh total dan pikiran, karya

dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya dan dicetuskan oleh

manusia sesudah proses belajar (Koentjaraningrat, 2000). Kebudayaan Bali pada

hakekatnya dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber pada ajaran agama Hindu. Budaya

Bali banyak disebut sebagai budaya unik yang lahir dari perkawinan antara spiritualitas,

agama, tradisi, seni, kecerdasan, dan lingkungan alam Bali yang me-taksu (Sudira,

2011).

Kebudayaan Bali menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi

hubungan manusia dengan Tuhan (parhyangan), hubungan sesama manusia

(pawongan), dan hubungan manusia dengan lingkungan (palemahan), yang tercermin

dalam filosofi Tri hita karana (THK). Dunia tradisi Bali yang berjiwa Hindu dengan elemen pemujaan alam dan para leluhur adalah hasil evolusi dan akulturasi dari


(27)

6

beberapa budaya yang datang ke pulau Bali. Filosofi THK merupakan konsep nilai

kultur lokal yang telah tumbuh, berkembang dalam tradisi masyarakat Bali yang

dilandasi masyarakat agraris, dan bahkan saat ini telah menjadi landasan falsafah bisnis,

filosofi pengembangan pariwisata, pengaturan tata ruang, dan rencana strategi

pembangunan daerah (Riana, 2007).

Usaha penggilingan padi di Desa Jinengdalem tidak terlepas dari budaya THK.

THK merupakan sebuah filosofi sekaligus telah menjadi way of life masyarakat Hindu di Bali dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam usaha penggilingan padi. Konsep

ini mengandung makna bagaimana mencari keharmonisan dengan tidak semata-mata

mencari materi ataupun keuntungan, namun bagaimana tujuan hidup untuk

mendapatkan kebahagian yang kekal. Budaya THK merupakan konsep harmonisasi

hubungan yang selalu dijaga meliputi: parahyangan (hubungan manusia dengan

Tuhan), pawongan (hubungan antar-manusia), dan palemahan (hubungan manusia

dengan lingkungan) yang bersumber dari kitab suci agama Hindu Baghawad gita yang pada dasarnya analog dengan sistem kebudayaan (Windia dan Ratna, 2007).

Tujuan ergonomi adalah: (a) meningkatkan kesejahtetaan fisik dan mental; (b)

meningkatkan kesejahteraan sosial; (c) keseimbangan rasional antara sistim manusia

atau manusia-alat dengan aspek teknis, ekonomi, antropologi dan budaya. Untuk

mengimplementasikan tujuan tersebut di atas perlu berpijak kepada kemampuan,

kebolehan dan keterbatasan manusia, dengan memperhatikan aspek task, organisasi dan lingkungan (Manuaba, 2003a). Task atau tugas/aktivitas penggilingan padi

dihubungkan dengan budaya THK adalah upaya menjaga keselamatan dalam bekerja

yang terwujud dalam berdoa sebelum dan setelah bekerja, menghaturkan sesajen,

mebanten saiban sebagai ungkapan terima kasih atau rasa syukur kepada Tuhan dan


(28)

7

tidak hanya dipersembahkan kepada peralatan kerja, tetapi juga kepada dewa-dewa atau

manifestasi Tuhan dan bhuta kala (energi negatif) di setiap tempat yang umumnya digunakan sebagai tempat persembahyangan (sanggah/merajan), tempat kerja, halaman,

lebuh atau jalan. Dengan harapan setiap aktivitas penggilingan padi dapat dilakukan dengan aman, nyaman dan tidak mendapat gangguan dari hal-hal negatif/buruk.

Organisasi pada ergonomi adalah bagaimana aktivitas penggilingan padi

diorganisisir, seperti perbaikan sikap kerja, pengaturan jam kerja, pemberian istirahat

pendek dan kudapan. Hal ini sangat jelas mengacu pada konsep tat twam asi (aku adalah kamu) dan menyama braya yaitu konsep persaudaraan, kebersamaan, kejujuran, dan saling menghargai sesama pekerja ataupun antara pemilik usaha dan pekerja.

Lingkungan kerja yang tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi

kesehatan kerja pekerja dan juga mengganggu masyarakat sekitar penggilingan padi.

Lingkungan kerja di penggilingan padi yang perlu diperhatikan adalah suhu,

kelembaban, bising dan debu di tempat kerja. Dilihat dari budaya THK aspek ini

mengacu pada redisain undakan dan pemberian pelindung vent belt yang menggunakan antropometri pekerja penggilingan padi. Penambahan ventilasi yang mengarah pada

kelod kauh untuk mengurangi kadar debu dan bising di ruang kerja. Sehingga pekerja

dapat bekerja dengan efektif, aman, nyaman, sehat dan efisien.

Permasalahan ergonomi dari aspek budaya THK di penggilingan padi adalah: (1)

jam kerja melebihi delapan jam sehari, (2) sikap kerja yang tidak ergonomis, (3)

istirahat satu kali pada saat makan siang tanpa adanya istirahat pendek, hal ini

bertentangan dengan aspek pawongan (hubungan manusia-manusia) dengan nilai-nilai toleransi didasarkan atas konsep Tat twam asi sebagai bentuk rasa empati dan

menyama braya berupa hubungan antara pemilik usaha dan pekerja, (4) pekerja bekerja


(29)

8

pekerja, dan (5) pekerja bekerja dalam kondisi lingkungan kerja yang bising dan

berdebu, hal ini bertentangan dengan aspek palemahan (hubungan manusia dengan lingkungan). Selain mengganggu masyarakat di sekitar penggilingan padi, hal ini

menimbulkan beban kerja bagi pekerja ditambah lagi dengan cara mengangkat dan

mengangkut yang tidak ergonomis disertai gerakan tidak fisiologis yang berulang-ulang

akan menimbulkan gangguan pada otot.

Aplikasi konsep ergonomi total yang selaras dengan THK di penggilingan padi

dari aspek pawongan yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya, telah dilaksanakan pada aktivitas kerja sehari-hari seperti para pekerja sembahyang sebelum bekerja,

mempersembahkan sesaji setiap hari rerainan (purnama, tilem, kajeng kliwon), memberikan sesaji pada peralatan kerja setiap tumpek landep untuk mendoakan agar selamat/rahayu selama melaksanakan pekerjaan penggilingan padi.

Dalam menganalisis suatu permasalahan ergonomi dari aspek budaya THK di

penggilingan padi, segalanya perlu dipertimbangkan dalam satu kesatuan secara utuh,

dikaji dari sudut pandang berbagai disiplin ilmu dan melibatkan berbagai unsur terkait.

Pemecahan masalah secara komprehensip dapat dilakukan dengan berorientasi pada

pendekatan ergonomi total. Penelitian maupun usaha pemecahan masalah dengan

menitikberatkan pada satu aspek saja tanpa berpikir secara holistik cenderung akan

menimbulkan masalah baru pada aspek lain (Manuaba, 2006).

Pendekatan ergonomi total merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan

secara komprehensif dan menyeluruh. Pendekatan ergonomi total merupakan gabungan

penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG) melalui pendekatan SHIP (Sitemic, Holistic, Interdisiplinary dan Partisipatory. Keberhasilan pendekatan ini telah terbukti melalui penelitian yang dilakukan Adnyani (2013) pada perajin kain endek di Kecamatan


(30)

9

menggunakan penerapan TTG melalui pendekatan SHIP mampu menurunkan kelelahan

17,05%.

Upaya untuk mengurangi berbagai masalah yang dijumpai dengan pendekatan

ergonomi total pada pekerja penggilingan padi dapat menjadi salah satu intervensi yang

mampu memberikan suatu perbaikan secara menyeluruh. Perbaikan yang dilakukan

dengan mengedepankan partisipasi pekerja sehingga mampu menciptakan kondisi kerja

yang nyaman, sehat, efektif dan efisien. Oleh karena itu diperlukan adanya pendekatan

secara interdisipliner dengan melibatkan berbagai ahli seperti ahli budaya, ahli

kesehatan, ahli ergonomi, dan ahli tehnik. Untuk itu perlu adanya pendekatan ergonomi

total yang mengkaji permasalahan ergonomi dari aspek sosio budaya serta intervensi

yang diajukan dalam memecahkan masalah ergonomi sangat efektif dan efisien.

Dengan mengkaji permasalahan ergonomi dari aspek budaya THK menyebabkan

perbaikan yang dilakukan lebih mudah diterima dan dilaksanakan tanpa adanya

resistensi dari penggunanya serta tidak menimbulkan benturan dengan masyarakat

setempat (Manuaba, 2003a).

Modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK di penggilingan padi bertujuan untuk

meningkatkan kesehatan kerja pekerja dengan indikator adalah beban kerja, keluhan

muskuloskeletal, ketegangan otot, kelelahan, dan fungsi paru. Beberapa aspek yang

mempengaruhi peningkatan kesehatan kerja yang diperbaiki dalam modifikasi kondisi

kerja berbasis ergo THK adalah: (a) perbaikan sikap kerja; (b) perbaikan jam kerja, dan

pemberian istirahat aktif; (c) redesain undakan dan pemberian pengaman pada vent belt

disesuaikan dengan antropometri pekerja penggilingan padi; (d) redisain ventilasi

sesuai konsep sanga mandala.

Menurut Adiputra (2011), ergonomi kultural agar menjadi kesadaran para ahli


(31)

10

Hal ini sejalan dengan tujuan akhir ergonomi untuk meningkatkan kualitas hidup

manusia. Karenanya, sudah selayaknya dimulai memakai pertimbangan sosio budaya

dalam penerapan ergonomi.

Keberhasilan penerapan budaya THK dapat dilihat melalui penelitian yang

dilakukan oleh Wijaya (2012) pada perawat dan bidan di Unit Rawat Inap RSU Bangli

di mana penerapan manajemen kinerja klinik berbasis THK meningkatkan komitmen

kerja sebesar 7%. Penelitian tentang redesain berbasis ergonomi dan kearifan lokal

yang dilakukan oleh Sutarja (2012) pada penghuni rumah tradisional di Desa Pengotan,

dilaporkan dapat meningkatkan kepuasan hidup penghuni sebesar 270%.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dipandang perlu melakukan penelitian tentang

modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK dalam penerapan TTG melalui pendekatan

SHIP. Hal ini perlu dilakukan guna meningkatkan kesehatan kerja dilihat dari

menurunnya beban kerja, keluhan muskuloskeletal, ketegangan otot, kelelahan, serta

meningkatnya fungsi paru dan produkivitas pekerja penggilingan padi di Desa

Jinengdalem Buleleng.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai

berikut:

1. Apakah modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meningkatkan kesehatan kerja

dilihat dari penurunan beban kerja pekerja penggilingan padi di Desa Jinengdalem

Buleleng?

2. Apakah modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meningkatkan kesehatan kerja

dilihat dari penurunan keluhan muskuloskeletal pekerja penggilingan padi di Desa


(32)

11

3. Apakah modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meningkatkan kesehatan kerja

dilihat dari penurunan ketegangan otot pekerja penggilingan padi di Desa

Jinengdalem Buleleng?

4. Apakah modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meningkatkan kesehatan kerja

dilihat dari penurunan kelelahan pekerja penggilingan padi di Desa Jinengdalem

Buleleng?

5. Apakah modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meningkatkan kesehatan kerja

dilihat dari peningkatan fungsi paru pekerja penggilingan padi di Desa Jinengdalem

Buleleng?

6. Apakah modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meningkatkan produktivitas

pekerja penggilingan padi di Desa Jinengdalem Buleleng?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Tujuan Umum penelitian adalah untuk mengetahui manfaat modifikasi kondisi

kerja berbasis ergo THK meningkatkan kesehatan kerja dan produktivitas pekerja

penggilingan padi di Desa Jinengdalem Buleleng.

Tujuan khusus

1. Membuktikan modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meningkatkan

kesehatan kerja dilihat dari penurunan beban kerja pekerja penggilingan padi di

Desa Jinengdalem Buleleng.

2. Membuktikan modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meningkatkan

kesehatan kerja dilihat dari penurunan keluhan muskuloskeletal pekerja


(33)

12

3. Membuktikan modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meningkatkan

kesehatan kerja dilihat dari penurunan ketegangan otot pekerja penggilingan padi

di Desa Jinengdalem Buleleng.

4. Membuktikan modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meningkatkan

kesehatan kerja dilihat dari penurunan kelelahan pekerja penggilingan padi di Desa

Jinengdalem Buleleng.

5. Membuktikan modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meningkatkan

kesehatan kerja dilihat dari peningkatan fungsi paru pekerja penggilingan padi di

Desa Jinengdalem Buleleng.

6. Membuktikan modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meningkatkan

produktivitas pekerja penggilingan padi di Desa Jinengdalem Buleleng.

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat akademik

Manfaat akademik yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dimanfaatkan sebagai pengetahuan dan informasi tentang modifikasi kondisi kerja

berbasis ergo THK pada penggilingan padi di Desa Jinengdalem Buleleng.

2. Dimanfaatkan sebagai acuan dalam penerapan ergonomi terkait dengan pemecahan

masalah ergonomi dari aspek sosio budaya.

3. Dimanfaatkan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

khususnya dalam bidang ergonomi-fisiologi kerja.

1.4.2 Manfaat praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut

1. Dengan mengetahui hal hal yang diteliti tersebut dapat diambil langkah yang lebih


(34)

13

ketegangan otot, kelelahan, fungsi paru dan produktivitas pekerja penggilingan

padi di Desa Jinengdalem Buleleng.

1. Hasil penelitian ini akan dapat mengungkapkan seberapa besar penurunan beban

kerja, keluhan muskuloskeletal, ketegangan otot, kelelahan, peningkatan fungsi


(35)

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa

sakit yang disebabkan lingkungan kerja (Mangkunegara, 2003). Dalam penelitian ini

indikator kesehatan kerja dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.1.1 Beban kerja

Interaksi antara manusia, mesin dan lingkungannya dipengaruhi oleh rekayasa

performasi manusia yaitu kemampuan manusia beradaptasi dengan mesin dan

lingkungannya. Kemampuan manusia berinteraksi tersebut mempunyai

keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan ini tergantung pada kesiapan, keahlian, kondisi mental dan

motivasinya. Keterbatasan tersebut disebut dengan beban kerja (work load). Beban kerja mencakup external load (stressor) dan internal load atau functional load atau

strain internal load (Adiputra, 1998).

1. External load (stressor) adalah beban kerja yang berasal dari pekerjaan yang sedang

dilakukan. Beban kerja eksternal meliputi tugas, organisasi dan lingkungan kerja.

Tugas-tugas yang dilakukan baik bersifat fisik (seperti, sarana kerja, dan kondisi

kerja) maupun bersifat mental seperti kompleksitas atau sulit tidaknya pekerjaan

yang mempengaruhi tingkat emosi pekerja dan kenyamanan dalam bekerja.

Organisasi mencakup sikap kerja, lamanya waktu kerja, proses kerja, jam kerja dan

istirahat kerja. Lingkungan kerja seperti mikroklimat (suhu, kelembaban udara,

kecepatan udara, radiasi), intensitas kebisingan, intenstas penerangan, debu, dan


(36)

15

2. Internal load (strain) adalah beban kerja yang berasal dari dalam tubuh pekerja

yang berkaitan erat dengan harapan, keinginan, kepuasan, tabu, dan lain-lain.

Beban kerja pada proses kerja penggilingan padi berupa beban kerja yang berasal

faktor eksternal dan faktor internal. Untuk pengukuran beban kerja dapat dilakukan

dengan beberapa cara:

1. Mengukur suhu badan dengan indikator semakin tinggi suhu badan

menunjukkan beban kerja semakin berat.

2. Mengukur kapasitas ventilasi paru dengan indikator semakin tinggi kapasitas

ventilasi paru menunjukkan beban kerja semakin berat (Grandjean dan

Kroemer, 2009).

3. Mengukur denyut nadi kerja dengan indikator semakin tinggi frekwensi denyut

nadi kerja maka beban kerja semakin berat (Sutjana dan Sutajaya, 2000; Astrand

dkk., 2003)

Pengukuran beban kerja secara objektif pada pekerja penggilingan padi

menggunakan metode 10 denyut (Kilbon, 1992), dimana dengan metode ini dapat

dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut:

Denyut Nadi (denyut/menit) = 10 denyut x 60 ...(1) Waktu perhitungan

Mengukur peningkatan denyut nadi dengan metode 10 denyut adalah mengukur

denyut nadi secara palpasi dengan menghitung waktu untuk sepuluh denyut nadi

(stopwatch ditekan start saat denyutan ke satu dan ditekan stop pada denyutan ke 11).

Beban kerja (nadi kerja) dihitung berdasarkan selisih denyut nadi kerja saat kerja

dengan nadi istirahat. Denyut nadi istirahat dihitung berdasarkan jumlah denyutan nadi


(37)

16

Peningkatan denyut nadi istirahat ke denyut nadi saat kerja yang diijinkan adalah 35

denyut/menit untuk laki-laki dan 30 denyut/menit untuk wanita (Grandjean dan

Kroemer, 2009).

Kategori beban kerja berdasarkan denyut nadi kerja disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1.

Kategori Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja

Kategori beban kerja Denyut Jantung (x/mnt) Sangat Ringan 60–70

Ringan 75–100 Sedang 100–125

Berat 125–150 Sangat Berat 150–175 Sangat Berat Sekali >175 Sumber: (Grandjean dan Kroemer, 2009)

Menurut Rodahl (2003) bahwa beban kerja suatu pekerjaan berhubungan linier

dengan peningkatan denyut nadi/jantung. Denyut nadi merupakan salah satu cara untuk

memperkirakan laju metabolisme. Hal tersebut berarti juga bahwa denyut nadi bisa

dijadikan sebagai prediktor beban kerja.

2.1.2 Keluhan muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal atau disebut juga sistem otot dan rangka yang terdiri dari

otot skelet dan tulang–tulang rangka tempat otot skelet melekat. Beberapa fungsi sistem muskuloskeletal adalah mempertahankan postur dan menimbulkan gerakan tubuh.

Dalam melakukan fungsinya sistem ini harus disokong oleh sistem yang lain seperti

sistem syaraf dan sistem kardiorespirasi.

Keluhan pada sistem muskuloskeletal bisa merupakan keluhan yang sangat ringan

sampai dirasakan sangat sakit. Keluhan ini bisa terjadi akibat sikap kerja yang tidak


(38)

17

ergonomis sering dihubungkan dengan timbulnya keluhan atau cedera muskuloskeletal

(musculoskeletal injuries). Keluhan ini ditandai dengan rasa tidak nyaman, kaku sampai

rasa nyeri hebat pada daerah otot maupun sendi. Keluhan ini bisa diukur dengan

penilaian subjektif menggunakan peta tubuh yang dikenal dengan Nordic Body Map.

Secara objektif, salah satu parameter yang dapat dipakai untuk mengukur keluhan

pada sistem muskuloskeletal adalah dengan electromyography (EMG) adalah merupakan ilmu yang mempelajari fungsi otot melalui sinyal listrik yang dihasilkan

oleh otot (Konrad, 2005). Sinyal listrik otot dibentuk karena adanya variasi fisiologi

pada membran serabut otot. Arus listrik yang dihasilkan dapat direkam berupa sinyal

yang disebut elektromiogram. Arus listrik sudah mulai dihasilkan oleh serat otot

sebelum otot berkontraksi.

Pencatatan dengan EMG dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pencatatan

dengan memakai jarum (fine wire) yang ditusukkan ke perut otot yang diteliti dan dengan elektroda permukaan yang ditempelkan pada kulit di permukaan otot yang

diteliti (Konrad, 2005; Day, 2006; Cram, 2011). Elektromiografi yang menggunakan

elektroda permukaan sebagai penangkap sinyal listrik otot disebut surface

electromyography (SEMG).

Pada SEMG pencatatan aktivitas listrik otot dilakukan dengan menempelkan

elektroda permukaan pada kulit di permukaan otot. Data pada SEMG yang ditampilkan

dalam bentuk raw signal, digital, grafik garis, maupun grafik batang mengalami beberapa proses seperti Gambar 2.1. Sumber sinyal elektomiografi adalah motor unit

action potential (MUAP). Aksi potensial motor unit diaktivasi selama kontraksi otot.

Surface electromyography (SEMG) mengukur aktivitas listrik otot atau voltage

listrik otot yang disebut work average voltage. Sinyal listrik otot yang belum difiltrasi disebut raw EMG signal seperti Gambar 2.2.


(39)

18

Gambar 2.1 Proses yang dialami signal SEMG Sumber: Cram, 2011

Gambar 2.2 Rekaman Raw EMG untuk 3 kontraksi m. biceps brachii

Sumber: Konrad, 2005

Perekaman sinyal listrik otot dengan EMG dapat juga dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Salah satunya adalah karakteristik jaringan yang berbeda-beda antar individu.

Karakteristik jaringan meliputi jenis jaringan, ketebalan jaringan, perubahan fisiologis,

dan suhu sangat bervariasi antar individu. Jaringan adiposa dapat mengurangi

amplitudo sinyal EMG yang menyebabkan perbedaan sifat jaringan dalam menghantar

listrik. Perekaman juga dipengaruhi oleh adanya cross talk yang bersumber pada otot yang letaknya berdekatan dengan otot yang diukur aktivitas listriknya. Cross talk


(40)

19

dipengaruhi elektrokardiogram (EKG), terutama saat pengukuran otot-otot bahu.

Pemilihan elektroda, amplifier, perubahan jarak elektroda dengan sumber sinyal serta

noise juga dapat mempengaruhi kualitas rekaman EMG.

Seperti pengukuran kurva lainnya, EMG juga dianalisis berdasarkan parameter

amplitude standar, seperti rerata, nilai puncak, nilai minimum, area, dan slope. Penghitungan nilai puncak dilakukan dengan menghitung nilai rerata untuk sepuluh

nilai puncak. Nilai rerata amplitudo mempunyai arti penting dalam analisis SEMG.

Rerata nilai SEMG menggambarkan inervasi otot pada suatu gerakan. Hal ini sering

digunakan untuk membandingkan aktivitas listrik satu otot dengan otot lainnya pada

suatu gerakan.

SEMG mengukur aktivitas listrik pada otot dalam bentuk amplitude dan frekuensi.

Perubahan aktivitas listrik pada otot tergantung pada rekruitmen dan firing rate motor unit. Kuantifikasi sinyal listrik otot sering dilakukan untuk membandingkannya antar otot, individu, dan aktivitas. Sinyal listrik otot sering berubah-ubah karena perubahan

penempatan elektroda, perubahan geometri antara perut otot dan lokasi elektroda,

perubahan jaringan sekitar otot, cross talk, noise, dan perubahan suhu (Konrad, 2005; Day, 2006).

Amplitudo juga berbeda-beda untuk orang yang berbeda. Oleh karena itu, penting

untuk menormalisasi skala microvolt ke nilai referensi seperti Maximal Voluntary

Isometric Contraction (MVIC) dalam satuan persen. Maximal Voluntary Isometric

Contraction dilakukan dengan melawan tahanan statik. MVIC seharusnya dilakukan

pada kondisi tidak ada cedera jaringan dan pengukuran MVIC dilakukan pada setiap

otot yang akan dianalisis.

NIOSH (2007) melaporkan bahwa keluhan sistem muskuloskeletal merupakan


(41)

20 (1) Tempat kerja yang tidak memadai.

(2) Aktivitas yang bersifat repetitif.

(3) Desain alat dan peralatan yang tidak sesuai dengan si pemakai.

(4) Organisasi kerja yang tidak efisien.

(5) Jadwal istirahat yang tidak teratur.

(6) Sikap kerja yang tidak alamiah.

Bazroy dkk. (2003) melaporkan bahwa 40,6% pekerja di pabrik botol kaca India

yang bekerja secara repetitive mengalami cedera atau keluhan otot pada tangan dan pergelangan tangan. Bhattacherjee dkk. (2003) melaporkan bahwa keluhan

muskuloskeletal menempati urutan pertama di antara penyakit akibat kerja lainnya yang

dipengaruhi oleh karakteristik individu (umur lebih dari 30 tahun), di mana pekerja

yang mengalami gangguan tersebut sebanyak 44,9%. Nala (2002) menyatakan bahwa

sikap kerja yang tidak alamiah menimbulkan konstruksi otot secara statis (isometrik)

pada sejumlah besar sistem otot tubuh manusia dan konstruksi otot statis dapat

mengakibatkan: (a) tenaga atau energi yang diperlukan lebih tinggi dalam usaha yang

sama; (b) denyut nadi meningkat lebih tinggi; (c) cepat merasa lelah; dan (d) setelah

bekerja, otot memerlukan waktu pemulihan yang lebih lama (Nala, 2002). Evelyn

(1996) melaporkan bahwa 63% pekerja mengeluh sakit pada leher, bahu, punggung dan

pinggang yang diakibatkan oleh kerja statis.

Gerakan tubuh diatur sedemikian rupa sehingga mengambil keuntungan

maksimum dari prinsip-prinsip fisiologi. Pada otot yang menggerakkan lebih dari satu

persendian, menyebabkan gerakan pada satu sendi dapat mengkompensasi gerakan

pada sendi lainnya sedemikian rupa sehingga terjadi relatif sedikit pemendekan otot

saat konstraksi. Jenis konstraksi yang hampir merupakan konstraksi isometri ini


(42)

21

Keluhan muskuloskeletal dapat terjadi pada hampir semua jenis pekerjaan baik

dalam kategori ringan, sedang, berat maupun amat berat. Beberapa istilah yang sering

digunakan untuk mengelompokkan keluhan ini adalah: (1) cumulative trauma disorders

(CTDs); (2) repetitive strain injuries (RSIs); (3) repeated motion disorders; dan (4)

averuse syndromes (Susila, 2002).

Repetitive strain injuries (RSIs) merupakan keluhan yang sering dijumpai pada

pekerja penggilingan padi. Keluhan ini terjadi akibat penggunaan bagian tubuh secara

statis. Faktor risiko terjadinya RSIs adalah postur awkward maupun statis, repetitive

(gerakan berulang), penggunaan kekuatan otot berlebih, serta adanya getaran (WSIB,

2010).

Postur awkward merupakan keadaan tubuh yang ditandai dengan adanya perubahan sebagian atau seluruh bagian tubuh dari postur netral. Contoh awkward

posture adalah membungkuk, menggapai sesuatu di atas bahu, menggapai benda di

belakang, dan posisi memutar, dan membengkokkan pergelangan tangan. Pada pekerja

penggilingan padi, postur seperti ini sering dijumpai akibat ketidaksesuaian

antropometri pengguna dengan stasiun kerja.

Postur membungkuk akan menyebabkan ketegangan pada otot erector spinae, tekanan pada syaraf, dan pembuluh darah. Peningkatan ketegangan otot akan

menyebabkan meningkatnya aktivitas listrik otot yang bersangkutan. Dalam keadaan ini

aktivitas listrik otot erector spinae yang diukur dengan SEMG akan meningkat.

Posisi statis merupakan posisi bagian tubuh yang netral maupun awkward yang dipertahankan dalam waktu yang cukup lama. Pada postur awkward maupun statis akan terjadi peregangan dan tekanan pada tendon, saraf, dan pembuluh darah. Pada saat

ini bagian tubuh tertentu akan digunakan secara terus menerus dan mengganggu


(43)

22

metabolisme berupa asam laktat akan menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan

kelelahan. Contoh posisi statis adalah berdiri lama pada saat melakukan pekerjaaan

penggilingan padi disertai dengan mengangkat dan mengangkut beras secara terus

menerus.

Gerakan repetitive atau berulang akan sangat berisiko menyebabkan cedera bila terjadi pada sendi dan kelompok otot yang sama, terjadi dalam waktu lama, sering, dan

gerakan yang dilakukan secara cepat. Pada pekerjaan semacam ini akan memberikan

tekanan dan tegangan pada kelompok otot tertentu, saraf, tendon, dan pembuluh darah

sehingga menghambat waktu pemulihan. Akibatnya adalah tertumpuknya sisa–sisa metabolisme di otot–otot sehingga timbul rasa nyeri dan kelelahan.

Postur netral merupakan keadaan badan yang ditandai dengan posisi sendi–sendi dalam keadaan istirahat sehingga akan memberikan tegangan dan tekanan seminimal

mungkin terhadap otot, tulang, tendon, dan saraf. Pada posisi netral, otot–otot akan berada dalam kondisi istirahat tanpa ada peregangan sehingga dengan panjang otot

sedemikian akan dihasilkan kontraksi maksimal yang efisien (Warren dan Morse,

2012). Pada postur/sikap netral, kita akan menggunakan energi secara efisien sehingga

jumlah energi yang digunakan sangat sedikit.

Pekerjaan menggiling padi dalam ruang kerja yang bising dan berdebu dengan

sikap tubuh pekerja membungkuk, mengangkat, dan menengadah dilakukan dengan

cara berulang. Gerakan gerakan seperti ini berakibat terjadinya keluhan otot-otot tubuh

seperti leher, bahu, tangan, pinggang, punggung, dan kaki.

Metode subjektif yang digunakan menilai keluhan otot skeletal pada pekerja

penggilingan padi adalah dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map. Subjek ditanya bagian-bagian anggota tubuh yang mengalami kenyerian, sakit atau


(44)

23

untuk menentukan klasifikasi subjektivitas tingkat risiko otot skeletal Sedangkan

metode objektif menggunakan surface electromyography (SEMG) pada otot erector

spinae pekerja (keluhan otot yang paling banyak dialami pekerja pada penelitian

pendahuluan).

2.1.3 Kelelahan

Kelelahan secara umum merupakan suatu keadaan yang tercermin dari gejala

perubahan psikologis berupa kelambanan aktivitas motoris dan respirasi, adanya

perasaan sakit, berat pada bola mata, pelemahan motivasi aktivitas dan fisik lainnya

yang akan mempengaruhi aktivitas fisik maupun mental (Grandjean, 2000;

Sedarmayanti, 2007). Kelelahan sesungguhnya merupakan suatu mekanisme

perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut atau dapat dikatakan

sebagai alarm tubuh yang mengisyaratkan seseorang untuk segera beristirahat.

Mekanisme ini diatur oleh sistem syaraf pusat yang dapat mempercepat impuls yang

terjadi di sistem aktivitas oleh sistem syaraf simpatis dan memperlambat impuls yang

terjadi di sistem inhibisi oleh saraf parasimpatis. Menurunnya kemampuan dan

ketahanan tubuh akan mengakibatkan menurunnya efisiensi dan kapasitas kerja.

Seandainya kondisi seperti ini dibiarkan berlanjut tentunya akan mempengaruhi

produktivitas seseorang. Grandjean, (2000) dan Sedarmayanti, (2007) menyatakan

bahwa kelelahan yang berlanjut dapat menyebabkan kelelahan kronis dengan gejala

seperti: (1) terjadinya penurunan stabilitas fisik; (2) kebugaran berkurang;(3) gerakan

lamban dan cenderung diam; (4) malas bekerja atau beraktivitas; (5) adanya rasa sakit

yang semakin meningkat.

Kelelahan yang berlanjut dapat menimbulkan efek psikologis yang ditandai dengan


(45)

24

sosial); (2) kecenderungan kearah depresi (kebingungan yang tidak bermotif), dan

kelemahan umum dalam perjuangan dan malas akan pekerjaan.

Di samping itu kelelahan juga menyebabkan gangguan psikosomatik yang ditandai

dengan (Grandjean, 2000; Pheasant dan Haslegrave, 2006): sakit kepala, pusing– pusing, mengantuk, jantung berdebar, keluarnya keringat dingin, nafsu makan

berkurang atau hilang, dan adanya gangguan pencernaan.

Menurut Nurmianto (2008), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan

menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan

peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statispun

(static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan

mengakibatkan Repetition Strain Injuries (RSI), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain–lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).

Pada umumnya kelelahan yang diakibatkan oleh aktivitas kerja statis dipandang

mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan aktivitas kerja dinamis.

Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi energi yang

lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama.

Dalam suasana kerja dengan otot statis kontraksi otot bersifat isometrik yaitu

sementara, tegangan otot bertambah, ukuran panjangnya praktis tidak berubah. Pada

kerja otot statis tidak terjadi perpindahan beban akibat bekerjanya suatu gaya sehingga

aliran darah agak menurun sehingga asam laktat terakumulasi dan mengakibatkan

kelelahan otot lokal. Suma’mur (2011) menyatakan bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat (strenuous). Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama satu menit, sedangkan pada


(46)

25

pengerahan otot statis sebesar 15–20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pekerjaan berlangsung sepanjang hari.

Pada kerja dinamis, kontraksi otot bersifat isotonik yaitu ukuran panjang otot

berubah, sementara tegangan tetap. Kontraksi otot yang menghasilkan perpindahan

gerak badan dinamis biasanya bersifat ritmik, sehingga waktu kerja dapat berlangsung

lama. Kontraksi otot yang bergantian maka aliran darah tidak cepat terganggu, sehingga

rasa sakit pada otot yang bersangkutan tidak cepat timbul.

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi

pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa faktor, seperti monotoni,

kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan antropometri

pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomis, sikap paksa dan pengaturan waktu

kerja–istirahat yang tidak tepat.

Untuk melihat tingkat kelelahan pekerja dilakukan pengukuran secara subjektif

menggunakan kuesioner 30 items of rating scale yang dikeluarkan oleh Japan

Association of Industrial and Health. Kuesioner terdiri dari tiga kategori meliputi

aktivitas (item 1-10), motivasi (item 11-20), dan kondisi fisik (item 21-30). Jika

aktivitas melemah, ini merupakan kelelahan yang dirasakan sebagai ketidakmampuan

melakukan aktivitas. Apabila motivasi menurun, hal ini berhubungan dengan

menurunnya semangat pekerja dalam melakukan pekerjaan. Jika terjadi kelelahan fisik,

hal ini merupakan kelelahan yang dirasakan pada bagian-bagian tubuh pekerja.

Kelelahan yang dialami pekerja penggilingan padi dapat dilihat dari monotonnya

pekerjaan yang dilakukan seperti mengangkat, mengangkut, dan membungkuk yang


(47)

26

Sikap kerja statis pada pekerja yang berdiri secara terus-menerus juga

mengakibatkan kelelahan yang dapat terjadi pada tubuh bagian bawah. Kurangnya

istirahat pendek selain istirahat makan siang. Pengukuran kelelahan pada pekerja

penggilingan padi dilakukan dengan menggunakan kuesioner 30 item kelelahan. Upaya

untuk mengurangi kelelahan pekerja di penggilingan padi dapat dilakukan dengan cara

melakukan perubahan sikap kerja statis menjadi sikap kerja yang dinamis atau lebih

bervariasi, agar sisrkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke anggota tubuh.

2.2 Produktivitas Kerja

Produktivitas adalah suatu perbandingan antara keluaran (output) dan masukan

(input) per satuan waktu. Produktivitas dapat dikatakan meningkat apabila jumlah

keluaran meningkat dengan jumlah masukan yang sama (Chew,1991; Hardjosoedarmo,

1996). Manuaba (2004a) menyatakan bahwa produktivitas dapat ditingkatkan melalui

pendayagunaan seoptimal mungkin sumber daya manusia atau mengalihkan teknologi

tepat guna, di samping upaya mengefisienkan kemampuan melalui penggunaan alat,

cara kerja, dan lingkungan yang serasi.

2.2.1 Pengukuran produktivitas

Produktivitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input) per satuan waktu (time). Konsep ini bisa dipakai di dalam menghitung produktivitas kerja di semua sektor kegiatan termasuk kegiatan penggilingan padi. Pengukuran

produktivitas dapat dilakukan dengan menghitung produktivitas total, yaitu

perbandingan antara total keluaran dengan total masukan per satuan waktu. Hal ini

semua faktor masukan terhadap total keluaran diperhitungkan. Menghitung

produktivitas parsial, yaitu perbandingan dari keluaran dengan satu jenis masukan


(48)

lain-27

lain. Produktivitas dihitung secara parsial dari sudut pandang ergonomi. Manuaba

(2005a) secara umum produktivitas dapat diformulasikan adalah sebagai berikut.

Luaran (output)

Produktivitas = ………..(2) Masukan (input) x Waktu (time)

Peningkatan produktivits kerja dapat dicapai dengan menekan sekecil-kecilnya

segala macam biaya termasuk memanfatkan sumber daya manusia dan meningkatkan

keluaran sebesar-besarnya.

2.2.2 Aspek ekonomi dalam ergonomi

Analisis ekonomi bertujuan untuk mengetahui kemungkinan timbulnya

keuntungan (profitability) yang diperoleh baik perusahaan maupun pekerja dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang. Selain itu, analisis ekonomi dilakukan

untuk menentukan tingkat kemanfaatan (benefit) dengan dilakukannya investasi.

Dalam mengambil keputusan berinvestasi sebenarnya tidaklah cukup dengan

mengandalkan pertimbangan bersifat teknis dalam suatu alternatif perbaikan, karena

tindakan ini belum tentu akan memberi keuntungan finansial di masa yang akan datang.

Untuk memprediksikan bahwa upaya tersebut merupakan dan layak investasi atau memberi

keuntungan jika direalisasikan, maka perlu juga diadakan perhitungan investasi melalui

beberapa metode (Giatman, 2006).

Untuk mengetahui kelayakan usaha (aspek ekonomi) penggilingan padi maka

dilakukan analisis berdasarkan metode: (a) Net Present Value (NPV); (b) Payback Period

(PBP)dan (c) Return on Investment (RoI).

a) Net Present Value (NPV)

Net Present Value adalah metode penghitungan nilai bersih (netto) pada waktu sekarang


(49)

28

dikonversikan ke masa sekarang dengan mengunakan tingkat bunga terpilih. Asumsi

present yaitu menjelaskan waktu awal perhitungan bertepatan dengan saat evaluasi

dilakukan atau pada periode tahun ke-nol (0) dalam penghitungan cash flow investasi. Persamaan NPV yang digunakan untuk mengetahui apakah rencana suatu investasi

layak ekonomis atau tidak (Husnan,1999).

... (3)

Keterangan :

C = biaya pengeluaran CF = pendapatan

n = umur ekonomis alat mesin (tahun operasi) Vn = nilai akhir alat mesin diakhir umur ekonomis k = Suku bunga bank

Kriteria keputusan investasi: NPV > 0 artinya layak investasi.

b) Pay Back Period (PBP)

Metode ini bertujuan untuk mengukur seberapa lama (periode) investasi akan dapat

dikembalikan. Satuan hasil perhitungan dinyatakan dalam satuan waktu (tahun).

Persamaan (PBP) adalah sebagai berikut dengan asumsi komponen aliran dana (cash flow), manfaat (benefit) dan kerugian(cost) bersifat annual:

... (4)

Kriteria keputusan investasi: PBP ≤ umur investasi artinya layak investasi.

c) Return on Investment (RoI)

Istilah ini juga sering disebut dengan return on total assets merupakan perbandingan antara laba bersih dengan jumlah biaya perusahaan atau jumlah investasi.

Untuk menghitung RoI perlu diketahui data tentang jumlah laba bersih dan jumlah

investasi (Wasis, 1981). RoI adalah alat ukur yang sangat umum digunakan untuk


(50)

29

dalam menerima sebuah proyekbaru atau kebanyakan dipakai sebagai tolak ukur atas

rencana bisnis atau proposal yang akan dikembangkan, sehingga proyek tersebut

bekontribusi terhadap entitas suatu purusahaan (Linawati, 1999). Rumus untuk

menghitung RoI adalah laba operasi dibagi dengan investasi rerata selama satu periode

sebagai berikut:

... (5)

Kriteria keputusan investasi: Untuk penetapan kriteria tersebut, dapat

dibandingkan antara hasil perhitungan RoI dengan tingkat suku bunga (rate of

interest) yang berlakuk umum. Jika: RoI > Tingkat suku bunga umum (r) artinya

layak investasi (Sukanto, 2004).

2.3 Modifikasi Kondisi Kerja

Kondisi kerja merupakan faktor yang cukup penting dalam pelaksanaan proses

produksi yang dilaksanakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Yang dimaksud

dengan kondisi kerja adalah kondisi yang dapat dipersiapkan oleh manajemen

perusahaan yang bersangkutan pada pabrik, sehingga diperoleh kenyamanan kerja yang

memadai bagi para karyawan yang bekerja di dalam perusahaan (Susilo, 2007).

Menurut Nathalia (2004), perencanaan kondisi kerja akan dilaksanakan selaras

dengan perencanaan tata letak pabrik yang didirikan, oleh karena kondisi kerja ini erat

hubungannya dengan tata letak pabrik yang didirikan perusahaan. Faktor–faktor yang mempengaruhi kondisi kerja banyak sekali, terutama persyaratan teknis dari

pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan. Mesin dan peralatan produksi berikut


(1)

66

Pendekatan partisipatori dilakukan melalui diskusi bertahap dan dalam bentuk kelompok terbatas, baik dengan pemilik usaha maupun dengan pekerja penggilingan padi. Hasil diskusi dibahas dengan pemilik usaha, untuk menemukan wujud final intervensi yang memenuhi harapan pekerja. Pemilihan modifikasi kondisi kerja penggilingan padi di Desa Jinengdalem mempertimbangkan asas manfaat, mudah dikerjakan, biaya produksi dan perawatan murah, mengacu pada aspek budaya THK, ramah lingkungan, menarik serta harga terjangkau.

Modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK pada penggilingan padi di Desa Jinengdalem yang berdasarkan pendekatan SHIP meningkatkan kesehatan kerja melalui indikator penurunan: beban kerja, keluhan muskuloskeletal, ketegangan otot, kelelahan, peningkatan fungsi paru dan produktivitas pekerja melalui indikator: memperpendek waktu proses kerja dan meningkatkan produktivitas. Metode SHIP approach diharapkan berhasil mewujudkan produktivitas kerja yang manusiawi.

2.6.2 Penerapan teknologi tepat guna (TTG)

Penerapan teknologi tepat guna (TTG) adalah suatu pendekatan dengan teknologi yang akan dirancang harus dikaji secara komprehensif melalui enam kriteria (Manuaba, 2004b; 2005a), dan ditambah satu kriteria (Sutjana, 2011) sebagai berikut.

1. Teknis

Modifikasi kondisi kerja yang ergonomis berorientasi THK bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat pekerjaan. Redesain undakan dan pemberian pengaman pada vent belt yang dibuat sesuai antropometri pekerja penggilingan padi (atapak ngandang untuk lebar dan dan duang gemel untuk tinggi setiap undak) ventilasi ruang mengacu pada konsep sanga mandala (nistaningnista/kelod kauh) menempatkan kegiatan yang dipandang bersifat kotor mengandung limbah pada arah kelod dan kauh. Menggunakan bahan lokal yaitu kayu pohon kelapa.


(2)

67

Dikerjakan oleh tukang yang berasal dari Desa Jinengdalem, menggunakan peralatan sederhana, mudah diperbaiki dan dirawat, aman dan kuat, meringankan pekerjaan dan memberikan kenyaman dalam bekerja.

2. Ekonomis

Redesain undakan, ventilasi dan pemasangan pengaman pada vent belt pada penggilingan padi seoptimal mungkin memanfatkan bahan lokal berupa kayu pohon kelapa, dan tukang yang mengerjakan berasal dari desa setempat, tidak menimbulkan kesenjangan, dan terjangkau dari segi biaya. Pembuatannya mempertimbangkan jumlah bahan yang dipakai, ongkos pengerjaan yang relatif murah, aspek sosial budaya (sesuai antropometri pekerja penggilingan padi, dan konsep sanga mandala) bahan-bahan yang dipakai mudah didapat, dan umur pakai yang cukup panjang.

3. Ergonomis/kesehatan

Modifikasi kondisi kerja penggilingan padi di Desa Jinengdalem bertujuan meningkatkan kesehatan kerja pekerja secara fisik dan mental untuk produktivitas yang lebih meningkat. Modifikasi kondisi kerja penggilingan padi harus memenuhi syarat-syarat kenyamanan saat digunakan, seperti tinggi, jangkauan, kapasitas dan kekuatan konstruksi. Sikap kerja yang fisiologis, sedikit memanfaatkan otot, sehingga pekerja bekerja dengan ENASE. Dalam budaya THK, sikap kerja yang fisiologis, sedikit memanfaatkan otot dapat menjaga keseimbangan dalam konsep tri pramana (bayu/tenaga, sabda/pikiran, idep/jiwa). Tenaga otot menjadi hal penting dalam beraktivitas/bergerak melakukan pekerjaan. Sehingga keseimbangan pada tri pramana, dapat dicapai yang berdampak pada meningkatnya kesehatan kerja pada pekerja penggilingan padi.


(3)

68 4. Sosio-budaya

Modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK merupakan pemecahan masalah ergonomi di penggilingan padi melalui aspek sosio-budaya yang dapat dipertanggungjawabkan. Sosio-budaya merupakan salah satu aspek dalam pendekatan SHIP dan penerapan TTG. Aspek sosio budaya dalam penelitian ini adalah THK sebagai keraifan lokal yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Bali merupakan konsep keseimbangan dalam kehidupan melalui harmonisasi hubungan manusia dengan Tuhan (parhyangan), manusia dengan manusia (pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (palemahan) dengan harapan modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK lebih mudah diterima oleh masyarakat setempat. Sehingga keseimbangan antara task, organisasi dan lingkungan dalam ergonomi dapat terwujud. Di samping itu redesain undakan dan pengaman pada vent belt pada penggilingan padi didesain fashionable/trendi sehingga menarik bagi pengguna dan tidak ketinggalan jaman (Sutjana, 2011).

5. Hemat energi

Redesain undakan, pemberian pengaman pada vent belt, dan redesain ventilasi pada penggilingan padi. Bertujuan untuk menghindari penggunaan energi secara berlebihan dari pekerja dimana pada kondisi kerja lama, pekerja melakukan pekerjaan dengan sikap kerja yang tidak alamiah (posisi membungkuk, posisi lengan melebihi tinggi bahu) menyebabkan adanya gerakan otot yang tidak seharusnya terjadi serta pemborosan energi, sehingga menimbulkan risiko kelelehan dan cedera otot. Dengan Redesain undakan dan pemberian pengaman pada vent belt sesuai antropometri pekerja penggilingan padi, dan redesain ventilasi sesuai konsep sanga mandala, pekerja dapat menghemat energi/bayu sehingga terjadi keseimbangan dalam tri pramana (bayu, sabda, idep). Hal ini berdampak pada


(4)

69

penurunan beban kerja, keluhan muskuloskeletal, ketegangan otot, kelelahan, meningkatkan fungsi paru dan produktivitas. Disamping itu dengan redesain ventilasi, cahaya alami dapat masuk ke dalam ruang kerja sehingga tidak perlu menghidupkan lampu pada siang hari.

6. Tidak merusak lingkungan

Redesain ventilasi pada ruang kerja penggilingan padi sesuai konsep sanga mandala menempatkan kegiatan yang dipandang bersifat kotor mengandung limbah debu dan bising dilakukan di nistaning-nista di daerah kelod-kauh untuk menanggulangi masalah debu dan bising pada lingkungan kerja sehingga tidak menimbulkan polusi bagi pekerja dan lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Pada lokasi penelitian arah kelod kauh letaknya lebih rendah dari pada arah timur (kangin), sehingga angin berhembus dari arah kangin ke kelod kauh (dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah), hal ini sangat sesuai dengan konsep sanga mandala (nistaning nista), dimana debu dan bising dihembuskan ke arah kelod kauh sebagai tempat yang dipandang bersifat kotor.

7. Trendi

Redesain undakan, pengaman pada vent belt, dan redesain ventilasi pada penggilingan padi didesain menarik bagi pengguna dan tidak ketinggalan jaman dengan tetap mengacu pada enam kriteria sebelumnya.

Secara keseluruhan modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK di penggilingan padi dilakukan dengan menempatkan karakteristik pekerja sebagai pertimbangan utama, di antaranya adalah antropometri pekerja. Dalam penelitian ini untuk redesain undakan dan pengaman vent belt ukuran antropometri yang digunakan adalah antropometri pekerja penggilingan padi.


(5)

70

2.7Ergo THK

Merupakan suatu model yang memecahkan permasalahan ergonomi dari aspek budaya THK dengan penerapan ergonomi total melalui pendekatan SHIP dan penerapan TTG pada penggilingan padi di Desa Jinengdalem Buleleng dengan tujuan menciptakan kondisi kerja yang serasi dengan pekerja, task, organisasi dan lingkugan kerja.

Dengan mengkaji permasalahan ergonomi dari aspek sosio budaya menyebabkan perbaikan yang dilakukan lebih mudah diterima dan dilaksanakan tanpa adanya resistensi dari penggunanya serta tidak menimbulkan benturan dengan masyarakat setempat. Aspek budaya dalam penelitian ini adalah THK sebagai keraifan lokal yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Bali.

Modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK menerapkan pendekatan ergonomi total dengan penekanan aspek budaya THK yang menerapkan prinsip-prinsip ergonomi yang built in dalam modifikasi kondisi kerja di penggilingan padi di Desa Jinengdalem. Yang menjadi pertimbangan budaya THK adalah: hubungan manusia dengan Tuhan, sesama dan lingkungan, hal ini juga merupakan pertimbangan dalam ergonomi yang terdiri dari: task, organisasi dan lingkungan yang dijabarkan melalui 8 aspek ergonomi. Intervensi diawali dengan identifikasi masalah melalui pendekatan SHIP dan penerapan TTG dengan cara diskusi dengan pekerja dan pengusaha. Mulai dari identifikasi masalah hingga saran dan solusi dari permasalahannya.

Berdasarkan prioritas dari masalah maka modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK meliputi (1) perbaikan sikap kerja, (2) pengaturan jam kerja, (3) pemberian istirahat aktif dan kudapan, (4) redesain undakan dan pemberian pengaman pada vent belt sesuai antropometri pekerja penggilingan padi, (5) meredesain lubang ventilasi sesuai konsep sanga mandala (nistaning-nista/kelod-kauh). Sehingga tercipta iklim


(6)

71

kerja pada penggilingan padi yang enase, ergonomis, dan peningkatan produktivitas tercapai. Parameter penilaian modifikasi kondisi kerja berbasis ergo THK menggunakan kuesioner aplikasi ergo THK (Lampiran 5).