Faktor Penyebab Kejenuhan Belajar

32 dan motivasi serta tidak mendatangkan hasil. Dari sini dapat dipahami bahwa siswa yang tidak juga mendapatkan kemajuan dari proses belajarnya, tidak menutup kemungkinan hal ini disebabkan oleh faktor kejenuhan yang dialami siswa. Gejala ini harus segera mendapat perhatian dari guru agar dampak kejenuhan belajar yang terjadi, tidak menjadi semakin besar. Sedang pendapat yang sering dijadikan rujukan untuk menjelaskan definisi kejenuhan belajar secara spesifik adalah dari Muhibbin Syah 2003:180 “Secara harfiah, arti jenuh ialah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun. Selain itu, jenuh juga dapat berarti jemu atau bosan .... jenuh belajar yang dalam psikologi lazim disebut learning plateu atau plateu baca: platou saja. Peristiwa jenuh ini kalau dialami seorang siswa yang sedang dalam proses belajar kejenuhan belajar dapat membuat siswa tersebut merasa telah memubazirkan usahanya” Dari beberapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa kejenuhan burnout belajar adalah suatu kondisi kelelahan fisik, kelelahan emosional, kelelahan kognitif dan kehilangan motivasi yang menyebabkan kebosanan dan stres dalam belajar. Kejenuhan ini harus segera ditangani agar siswa bisa belajar dan memahami materi secara optimal.

2. Faktor Penyebab Kejenuhan Belajar

Burnout secara etiologis disebabkan oleh 3 faktor: interpersonal, individual dan organizational Schaufeli, Maslach, Marek, 1993:256; Halbesleben Buckley, 2004:863; Schaufeli, 33 2003:9. Burnout tidak hanya dipandang sebagai masalah karakteristik individual, melainkan juga faktor lingkungan dan hubungan individu dengan lingkungannya. Hallsten mengidentifikasi beberapa faktor kunci yang menyebabkan kejenuhan dalam konteks karakteristik individual yakni : sifat mudah terluka, kekuatan dari orientasi yang mengarah pada tujuan strength of goal orientation, dan merasakan lingkungan yang tidak sesuai Schaufeli, Maslach Marek, 1993:72. Disini terlihat selain sifat individu yang mudah terluka, faktor lingkungan yang kurang mendukung, juga motivasi diri untuk berorientasi pada tujuan atau prestasi sangat berpengaruh. Lebih lanjut penghargaan diri juga berpengaruh terhadap tingkat kejenuhan yang dialami individu Janssen, Schaufeli, Houkes, 1999:76; Schaufeli, Buunk, 1999:23-24. Individu yang memiliki penghargaan diri yang tinggi akan memiliki resistensi terhadap burnout yang lebih baik dari pada individu yang memandang dirinya negatif dalam hal penghargaan diri. Faktor lain yakni keinginan individu untuk melakukan tindakan yang sempurna dalam pekerjaannya Schutte, dkk, 2000:54 dan faktor sikap neurotic yang ditandai dengan emosional yang kurang stabil Schaufeli, Buunk, 1999:23-24. Kaitannya dengan hubungan interpersonal, individu yang menjalani hubungan emosi dengan lingkungannya juga mengalami 34 kondisi-kondisi yang bersifat mengganggu hingga menyebabkan burnout. Kondisi tersebut seperti yang dikaji Leiter Maslach 1988:297-300 berupa role conflict konflik peran, kurangnya dukungan positif dari atasan dan kurangnya reward yang akan diberikan sebagai bentuk dukungan sosial, konflik intra-individual berupa konflik nilai dalam diri pekerja dengan lingkungannya, overload of contact yang disebabkan kurangnya kemampuan untuk asertif. Faktor penyebab burnout yang lain dalam ranah lingkungan kerja telah dikaji Maslach Leiter 1997:38 yang mendeskripsikan enam penyebab paling berpengaruh terhadap munculnya kejenuhan yakni work overload, lack of control, insufficient reward, breakdown in community, absence in fairness and conflicting value. Ke-enam area ini dianggap Maslach dan Leiter paling bertanggung jawab dalam munculnya kejenuhan dalam lingkungan kerja. Sedang untuk lingkup pembelajaran, Slivar 2001:22-23 telah berusaha menjabarkan penyebab kejenuhan belajar disesuaikan dengan enam penyebab tadi, yakni: a. Work overload : ditandai dengan terlalu banyaknya tugas yang harus dikerjakan peserta didik sehingga menyebabkan siswa merasa terbebani secara berlebihan. 35 b. Lack of control : kurangnya kesempatan yang diberikan guru agar murid lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran serta metode yang digunakan guru kurang kreatif. c. Insufficient reward : kurangnya pemberian reward terhadap siswa yang melakukan tugas dengan baik sebagai penambah motivasi. Selain itu sekolah kurang memberikan penguatan untuk siswa agar memiliki penghargaan terhadap pencapaian diri. d. Breakdown in community : kurangnya rasa nyaman ketika berhubungan sosial di sekolah, baik dengan teman sebaya maupun dengan guru. e. Absence in fairness : Ekspektasi yang tinggi dari keluarga menimbulkan rasa khawatir akan kegagalan dalam studi, meskipun di sekolah sering terjadi ketidakadilan yang dialami siswa terutama dalam hal penilaian. f. Conflicting value : adanya konflik nilai yang dibawa anak dari rumah dengan nilai yang diajarkan di sekolah, serta konflik nilai antara anak dan guru.

3. Aspek Kejenuhan Belajar