EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA FILM DRAMA PENDEK UNTUK MENGURANGI KEJENUHAN BELAJAR SISWA KELAS XI SMA PIRI I YOGYAKARTA.

(1)

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA FILM DRAMA PENDEK UNTUK MENGURANGI KEJENUHAN (BURNOUT) BELAJAR SISWA KELAS XI

SMA PIRI I YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Lulut Putri Hamumpuni NIM. 12104241070

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Ketakutan bukan untuk dihindari tapi untuk dihadapi” (Penulis)

“Menunda pekerjaan sama dengan menunda rejeki” (Penulis)


(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini aku persembahkan untuk:

1. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendoakanku, menyayangiku dengan tulus, motivasi terbesarku, mengajarkan sebuah perjuangan hidup.


(7)

vii

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA FILM DRAMA

PENDEK UNTUK MENGURANGI KEJENUHAN BELAJAR

SISWA KELAS XI SMA PIRI I YOGYAKARTA

Oleh

Lulut Putri Hamumpuni NIM 12104241070

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan media film untuk mengurangi kejenuhan (burnout) belajar yang dialami oleh Siswa kelas XI di SMA PIRI I Yogyakarta Tahun Pelajaran 2015/2016.

Penelitian ini mengunakan metode penelitian quasi eksperimen. Pada tataran teknis dilakukan sebagai berikut: pra-treatment, treatment, dan pasca treatment. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA PIRI I Yogyakarta sebanyak dua kelas dengan total 40 siswa. Penentuan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Sampel penelitian adalah 15 siswa untuk kelompok eksperimen dan 15 Siswa kelompok kontrol. Metode pengumpulan data dalam penelitian menggunakan skala psikologis kejenuhan belajar. Hasil uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach yakni sebesar 0,862. Uji Hipotesis menggunakan Uji T-tes paired sample test.

Hasil akhir penelitian ini adalah penggunaan media film untuk mengurangi kejenuhan belajar siswa terbukti efektif dari nilai Thitung menggunakan Uji T Paired sample T-tes sebesar 27,179 dengan nilai signifikan 0,00. Hal ini dapat dilihat dari nilai p = 0,00 < 0.05 artinya Ha diterima atau hasil akhir penelitian menunjukan bahwa intensitas menurun tingkat kejenuhan belajar siswa, berbeda secara siginifikan antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan dengan menggunakan media film drama pendek pada kelompok eksperimen.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat, hidayah, dan inayah-Nya karena penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Media Film Untuk Mengurangi Kejenuhan Belajar Pada Siswa Kelas XI di SMA PIRI I Yogyakarta” skripsi ini merupakan laporan penelitian ilmiah yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini juga tidak lepas dari kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan bagi peneliti selama proses penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Fathur Rahman, M.Si., Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan proses pengurusan izin penelitian ini.

4. Bapak Dr. Suwarjo, M.Si., Dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat selesai tepat waktu dengan baik.

5. Ibu Diana Septi Purnama, M.Pd., Dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan motivasi serta dukungan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar.


(9)

ix

6. Orang tuaku tercinta Bapak Sutoyo dan Ibu Prinsari yang selalu mendoakan, memotivasi, memberi kasih sayang tiada henti, dan memberikan segalanya hingga saat ini.

7. Adikku tersayang Ber Budi yang selalu memberikan dukungan semangat 8. Sahabatku Binul (Dara, Atus, Asri, Jasmine, dan Desi) yang selalu

memberi warna, semangat, canda tawa di setiap moment selama kita berjuang.

9. Kelompok penelitian Danang, Atus, Novian, Fani, Ita, Fitri, dan Gun terima kasih kalian selalu siap sedia dan mendengarkan keluh kesah saat mengerjakan skripsi ini.

10.Teman-teman BKB 48 yang selalu saling memberi semangat satu sama lain untuk bangkit dari rasa malas.

11.Bapak Kepala Sekolah SMA PIRI I Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

12.Bapak Ibu Guru SMA PIRI I Yogyakarta yang telah berperan serta pada saat proses penelitian.

13. Siswa kelas XI SMA PIRI I Yogyakarta yang telah membantu dalam proses penelitian

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah turut membantu terselesaikannya penelitian ini. Terima kasih untuk doa, bantuan, dan motivasinya.


(10)

(11)

xi DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PESETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Film ... 9

1. Pengertian film ... 9

2. Klasifikasi Film ... 10

3. Manfaat Film ... 13

4. Indikator Film yang dapat digunakan untuk pemberian layanan bimbingan dan konseling ... 14

5. Proses Kerja Kognitif Saat Menonton Film ... 16

B. Konsep Modeling ... 16


(12)

xii

2. Jenis-jenis Modeling ... 18

3. Proses Modeling ... 20

4. Pengaruh Modeling ... 21

C. Kejenuhan (Burnout) Belajar ... 22

1. Pengertian Kejenuhan (Burnout) Belajar ... 22

2. Faktor Kejenuhan (Burnout) Belajar ... 25

3. Aspek Kejenuhan (Burnout) Belajar ... 27

4. Indikator Kejenuhan (Burnout) Belajar ... 28

5. Fase Kejenuhan (Burnout) Belajar ... 30

D. Penelitian Yang Relevan ... 32

E. Kerangka Berfikir... 34

F. Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 37

B. Desain Penelitian ... 38

C. Variabel Penelitian ... 42

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

E. Subyek Penelitian ... 43

F. Teknik Pengumpulan Data ... 44

G. Definisi Oprasional ... 45

H. Instrumen Penelitian ... 46

I. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 50

J. Teknik Analisis Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 55

1. Deskripsi Proses Penelitian ... 55

2. Data Deskriptif ... 58

3. Data Hasil Pengujian Hipotesis ... 61

B. Pembahasan ... 64


(13)

xiii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Data Hasil Pretest dan Postest Kelompok Eksperimen ... 59

Tabel 2. Data Hasil Pretest dan Postest Kelompok Kontrol ... 59

Tabel 3. Data Rata-rata Pretest, Postest Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ... 61

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas ... 61

Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas ... 62


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Kerangka Berfikir ... 35 Gambar 2. Desain Pretest- Postest Control Group ... 38 Gambar 3.Tahapan Dalam Penelitian Eksperimen ... 39


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Kisi-kisi Skala Kejenuhan Belajar ... 74

Lampiran 2. Instrumen Skala Kejenuhan Belajar ... 75

Lampiran 3. Lembar Expert Judgment Media Film ... 79

Lampiran 4. Hasil Data Pretest Kelompok Ekperimen ... 80

Lampiran 5. Hasil Data Pretest Kelompok Kontrol ... 84

Lampiran 6. Hasil Data Postest Kelompok Ekperimen ... 88

Lampiran 7. Hasil Data Postest Kelompok Kontrol... 92

Lampiran 8. Perhitungan Kategorisasi Pretest ... 96

Lampiran 9. Perhitungan Kategorisasi Postest... 97

Lampiran 10. Perhitungan Uji Normalitas Data ... 98

Lampiran 11. Perhitungan Uji Homogenitas ... 99

Lampiran 12. Perhitungan Uji Hipotesis ... 100

Lampiran 13. Dokumentasi ... 102


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia yang pada intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia. Menurut Driyarkara (Dwi Siswoyo, dkk. 2011: 64) Pendidikan adalah fenomena yang fundamental atau asasi dalam kehidupan manusia. Di mana ada kehidupan manusia disitu pasti ada pendidikan. Selanjutnya menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, mengembangkan segala potensi yang dimiliki siswa melalui proses pembelajaran. Dengan demikian pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi siswa agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya melalui proses belajar.

Belajar diartikan sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan


(18)

2

perubahan-perubahan dalam pengetahuan serta pemahaman, keterampilan dan nilai sikap (W.S Winkel, 2004: 56).

Sebagai subyek dalam proses pendidikan, seperti yang tercantum dalam pasal 4 dijelaskan bahwa siswa adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Siswa selalu dituntut untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sedangkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa antara yang satu dengan yang lainnya pasti berbeda. Beberapa siswa kecewa dengan hasil belajarnya karena hasilnya tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dicapai. Ketika mereka mendapatkan sebuah kegagalan dalam proses belajarnya maka akan menimbulkan sebuah tekanan dan apabila siswa tidak dapat mengatasi tekanan-tekanan tersebut maka akan timbul kejenuhan dalam belajar (burnout).

Istilah kejenuhan (Burnout) diartikan sebagai suatu keadaan keletihan (exhaustion) fisik, emosional dan mental di mana cirinya sering disebut physical depletion, dengan perasaan tidak berdaya dan putus harapan, keringnya perasaan, konsep diri yang negatif dan sikap negatif yang identik dengan distress, discontent, dan perasaan gagal untuk mencapai tujuan ideal (Suwarjo & Diana Septi Purnama, 2015:12).

Kejenuhan belajar merupakan fenomena yang sering terjadi pada siswa. Terdapat beberapa studi yang mengkaji secara mendalam tentang kejenuhan belajar pada siswa di SMA. Penelitian dilakukan oleh


(19)

3

(Suwarjo,dkk. 2015) pada siswa SMA kelas XI di Kota Yogyakarta menemukan bahwa secara keseluruhan ada 93,08% siswa SMA di Kota Yogyakarta mengalami kejenuhan (burnout) belajar dan 6,02% siswa tidak mengalami kejenuhan (burnout) belajar. 34% siswa mengalami kelelahan emosi, 29% siswa mengalami kelelahan fisik, 17% siswa mengalami kelelahan kognitif, 20% siswa kehilangan motivasi. Ditinjau dari faktor penyebab kejenuhan belajar ada 33% siswa menyatakan faktor penyebab kejenuhan belajranya pada karakteristik individu, 30% siswa merasa kejenuhan belajar disebabkan oleh faktor lingkungan belajar, dan 37% siswa mengalami kejenuhan belajar lebih pada area keterlibatan emosional dengan lingkungan belajar. Adapun strategi coping yang dilakukan oleh siswa dalam mengatasi kejenuhan belajar yang dialaminya yaitu 53% siswa lebih cenderung melakukan strategi coping negatif dan 47% siswa melakukan strategi coping positif untuk megatasi kejenuhan belajar yang dialaminya.

Penelitian tersebut menggambarkan bahwa kejenuhan (burnout) belajar pada siswa di sekolah menengah yang masih berada pada usia remaja telah menjadi fenomena yang memprihatinkan dan perlu perhatian dari semua pihak khususnya guru Bimbingan dan Konseling agar hasil belajar siswa tidak menurun. Kejenuhan belajar seringkali terjadi pada siswa yang kurang memiliki motivasi belajar sehingga akan berdampak pada hasil prestasi belajarnya (Muhibin Syah, 2003: 181).

Selain pendidikan, hiburan atau rekreasi merupakan salah satu kebutuhan utama yang harus dipenuhi oleh manusia. Hiburan adalah sesuatu


(20)

4

atau perbuatan yang dapat menghibur hati atau melupakan kesedihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia – Depdiknas, 2008). Hiburan juga dapat memperbaiki kondisi mental yang sangat berhubungan erat dengan tingkat produktivitas seseorang atau kinerja seseorang. Siswa yang mempunyai beban mental yang besar tidak akan bisa bekerja lebih baik bila dibanding dengan siswa yang tidak mempunyai beban mental. Dewasa ini perkembangan kebutuhan akan hiburan dengan segala sarana dan prasarananya meningkat cukup pesat, seiring dengan fenomena aktivitas dan tuntutan siswa yang semakin meningkat pula. Salah satu hiburan yang diminati oleh siswa adalah menonton film.

Menurut Wolz (Demir, 2008: 1) banyak orang merasa lega setelah menonton film. Manfaat dari sebuah film yaitu dapat memberikan kesehatan emosi karena film dapat menghubungkan tingkat perasaan atau emosional, kognitif, dan/atau tingkahlaku yang ada di dalam film dengan kehidupan yang dialami oleh individu, sehingga individu tersebut dapat tertawa, menangis, dan memberikan pemikiran baru serta dapat meniru perilaku yang diperankan oleh tokoh dalam sebuah film. Menurut Lappin (Demier, 2000: 165) Persoalan seperti budaya, gender, golongan ras, kekuasaan, orientasi dalam memilih pasangan dapat dieksplor melalui film. Film akan memberikan pengalaman baru melalui cerita yang diperankan oleh tokoh dalam sebuah film sehingga siswa dapat menemukan makna dari cerita yang terkandung dalam film tersebut. Selain itu Film juga dapat digunakan sebagai contoh model dalam proses belajar yang sering disebut dengan proses modeling.


(21)

5

Bandura (Asrori, 2008: 23) menjelaskan bahwa modeling merupakan proses tindakan belajar yang dilakukan oleh individu dengan cara mengamati dan meniru perilaku, sikap orang lain sebagai model. Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Proses modeling dapat melalui model simbolik yaitu belajar di mana seseorang meniru orang lain melalui perantara simbol atau media. Individu mencoba melakukan hal yang sama dengan subyek yang ditiru setelah individu melihat apa yang dilakukan oleh subjek melalui rekaman, video, gambar, dan lain-lain sehingga individu tidak belajar langsung dengan subjek yang ditiru.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru Bimbingan dan Konseling di SMA PIRI Yogyakarta pada tanggal 15 Agustus 2015 diketahui bahwa layanan Bimbingan dan Konseling dengan menggunakan media film belum pernah dilakukan guru Bimbingan dan Konseling di sekolah. Dengan adanya fenomena kejenuhan belajar yang banyak dialami oleh siswa di Kota Yogyakarta salah satunya di SMA PIRI I Yogyakarta serta belum adanya Pemberian layanan Bimbingan dan Konseling menggunakan media film sebagai salah satu upaya untuk mengurangi kejenuhan belajar yang di alami, maka peneliti tertarik menggunakan media film untuk mengurangi kejenuhan belajar yang dialami oleh siswa. Meskipun cara ini tidak dapat menjamin penyelesaian secara tuntas mengenai permasalahan burnout yang terjadi pada siswa, dan keberhasilannya tergantung pada seberapa besar kejenuhan (burnout) yang telah dialami siswa, akan tetapi diharapkan dengan menonton


(22)

6

film akan membuat siswa lebih terhibur sehingga kejenuhan yang dialami pada saat proses sbelajar dapat berkurang.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latarbelakang masalah di atas maka peneliti dapat mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Kegagalan yang dialami sebagian siswa pada saat proses belajar dapat menimbulkan tekanan-tekanan yang menyebabkan motivasi belajar siswa menurun.

2. Fenomena kejenuhan belajar merupakan masalah yang

memerlukan perhatian dan dialami oleh sebagian besar siswa. 3. Siswa mengalami kejenuhan belajar pada area kelelahan emosi

sebesar 34%, kelelahan fisik sebesar 29%, kelelahan kognitif sebesar 17%, dan kehilangan motivasi sebesar 20%.

4. Penggunaan media film belum pernah diterapkan sebagai upaya strategi coping untuk mengurangi kejenuhan belajar yang dialami oleh siswa SMA PIRI Yogyakarta sehingga belum diketahui efektivitas media film tersebut.

C. Batasan Masalah

Dalam hal ini batasan masalah sangat penting agar permasalahan utama yang akan diteliti bisa tercapai. Dari identifikasi masalah tersebut peneliti membatasi pada belum diketahuinya efektivitas media film untuk mengurangi kejenuhan (burnout) belajar pada siswa kelas XI di SMA PIRI I Yogyakarta.


(23)

7 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah apakah media film efektif untuk mengurangi kejenuhan (burnout) belajar pada siswa kelas XI di SMA PIRI I Yogyakarta.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui keefektifan penggunaan media film drama untuk mengurangi tingkat kejenuhan (burnout) belajar pada siswa kelas XI di SMA PIRI I Yogyakarta F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat, yaitu: 1. Secara Teoritis

Menambah data dalam khasanah keilmuan yang dapat dijadikan referensi untuk mengurangi kejenuhan belajar pada siswa.

2. Secara Praktis

a. Bagi Siswa Kelas XI di SMA PIRI Yogyakarta

Siswa dapat mengurangi kejenuhan belajarnya melalui media film. Setelah sesi berkelompok, siswa dapat melakukan sesi terapi secara mandiri di rumah.

b. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Guru Bimbingan dan Konseling mendapat pengetahuan baru mengenai cara mengurangi kejenuhan belajar siswa yang dapat dilakukan yakni dengan film. Sehingga jika di kemudian


(24)

8

hari, siswa merasa jenuh kembali dalam belajar maka guru Bimbigan dan Konseling sudah memiliki alternatif tindakan yang dapat dilakukan.


(25)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Film

1. Pengertian film

Film, Sinema, Movie atau Gambar Bergerak, (dalam bahasa Inggris disebut motion picture) adalah serangkaian gambar-gambar yang diproyeksikan pada sebuah layar agar tercipta ilusi (tipuan) gerak yang hidup. Gambar bergerak, movie, film atau sinema adalah salah satu bentuk hiburan yang populer, yang menjadikan manusia melarutkan diri mereka dalam dunia imajinasi untuk waktu tertentu.

Alfred Hitchock (Wolz, 2004) mendefinisikan movie atau film sebagai ilusi kehidupan yang dilakukan dengan cara menghilangkan bagian tertentu dalam kehidupan tersebut. Dalam hal ini bagian yang dihilangkan adalah bagian yang tidak penting untuk di publish. Senada dengan Hitchock, Graeme Turner ( Suwasono. 2014: 1) menjelaskan film sebagai media untuk menghadirkan kembali realita berdasarkan kode-kode, konvensi serta idelogi dari kebudayaan. Film dijadikan media untuk melihat kembali realita yang pernah terjadi di suatu tempat dengan menyesuaikan ideologi atau kebudayaan yang ada di lingkungan tersebut.

Pendapat lain menurut Suwasono (2014:1) Film adalah media komunikasi seseorang kepada audiens yang sering diyakini mempunyai power untuk menghipnotis manusia sehingga dapat


(26)

10

menerima nilai budaya tertentu, atau bahkan secara tidak sadar audiens akan menginternalisasikan nilai ideologi yang terkandung dalam sebuah film. Suwasono lebih menekankan bahwa film mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi penonton sehingga penonton mudah menginternalisasikan nilai yang terkandung dalam sebuah film. Dalam proses menonton film seringkali penonton merasa bahwa cerita yang ada dalam film hampir sama dengan kehidupan nyata yang dialami oleh penonton sehingga secara tidak sadar penonton akan menerima dan semakin yakin dengan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita sebuah film tersebut.

Dari beberapa pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan film merupakan media komunikasi kepada penonton melalui gaya dan isi yang melambangkan berbagai pola perilaku pemeran (tindakan, karakter, plot, dan tema) yang memiliki kekuatan sehingga membuat penonton mudah menginternalisasikan nilai yang terkandung dan meniru peran yang dilakukan oleh tokoh dalam cerita tersebut.

2. Klasifikasi Film

Untuk mengelompokkan film ke dalam jenis, klasifikasi, atau mode film memang belum ada kejelasan yang baku. Beberapa pakar film masih mengelompokkan film sesuai dengan interpretasinya masing-masing, sehingga dalam mengetahui jenis film memang perlu di lihat dari pernyataan masing-masing pembicara. Adapun metode yang paling mudah dan sering digunakan untuk mengklasifikasikan


(27)

11

film adalah berdasarkan genre. Genre secara umum membagi film berdasarkan jenis dan latar ceritanya. Menurut Suwasono (2014:13-17) genre film yang masih popular hingga sekarang adalah sebagai berikut:

a. Aksi

Film-film aksi berhubungan dengan adegan aksi fisik seru, menegangkan, berbahaya, nonstop dengan tempo cerita yang cepat. Film aksi memiliki karakter protagonis dan antagonis yang jelas serta konflik berupa konfrontasi fisik. Film aksi sering digunakan untuk memacu adrenalin penonton.

b. Drama

Film drama umumnya berhubungan dengan tema, cerita, setting, karakter, dan suasana yang memotret kehidupan nyata. Kisahnya seringkali menggugah emosi, dramatik, dan mampu menguras air mata penontonnya. Tema yang sering dipakai dalam film drama adalah isu-isu sosial baik dalam masyarakat maupun keluarga seperti ketidakadilan, kekerasan, diskriminasi, rasialisme, ketidakharmonisan, masalah kejiwaan, penyakit, kemiskinan, politik, dan kekuasaan. Selain itu film drama juga dapat memuat kisah-kisah inspiratif yang dapat memberikan dan membangkitkan motivasi kepada penonton. Kisah dalam film drama sering diadaptasi dari sebuah novel, puisi, catatan harian, ataupun sebuah kisah nyata.


(28)

12

c. Komedi

Film komedi adalah jenis film yang tujuan utamanya memancing tawa penonton. Film komedi biasanya berupa drama ringan yang melebih-lebihkan aksi, situasi, bahasa, hingga karakternya. Film komedi ini dapat digunakan untuk mengurangi stres yang dialami oleh seseorang karena dengan tawa maka penonton akan dapat mengurangi kecemasan yang dialami, dengan tertawa maka akan berdampak pada kognitif yang dapat mengubah pikiran-pikiran negatif menjadi pikiran positif (Barkmann dkk, 2012). Selain itu tertawa juga dapat mengubah mood seseorang dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Bennett (2003:1258) Tertawa dalam seting kesehatan terbukti mampu meningkatkan mood pasien dan hidupnya menjadi lebih berkualitas. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari tertawa juga memiliki efek yang serupa seperti menghilangkan rasa jenuh.

d. Horor

Film horor memiliki tujuan untuk memberikan efek takut, kejutan, serta teror yang mendalam bagi penonton. Film horor biasanya berhubungan dengan dimensi supernatural atau sisi gelap manusia. Film horor dapat meningkatkan adrenalin penonton.


(29)

13 e. Fantasi

Film fantasi berhubungan dengan tempat, peristiwa, serta karakter yang tdak nyata. Fillm fantasi berhubungan dengan unsur magis, mitos, negeri dongeng, imajinasi, halusinasi, serta alam mimpi. Film fantasi sering ditujukan untuk penonton dikalangan anak-anak dan remaja.

f. Fiksi ilmiah

Film fiksi ilmiah berhubungan dengan masa depan, perjalanan angkasa luar, percobaan ilmiah, penjelajahan waktu, atau proses kehancuran bumi. Film ini berhubungan dengan teknologi yang berada di luar jangkauan teknologi masa kini. Film ini lebih fokus pada kehidupan masa depan atau kehidupan di luar angkasa yang sulit di jangkau manusia.

g. Film pendek

Film pendek merupakan film yang berdurasi di bawah 50 menit. Film pendek bisa juga hanya berdurasi 60 detik karena yang terpenting adalah ide dan pemanfaatan media komunikasinya berlangsung efektif.

3. Manfaat Film

Menurut Solomon (Demir, 2008:1) Film bermanfaat untuk memberikan efek positif pada individu yang bermasalah. Senada dengan pendapat Solomon, Wolz (Demir, 2008:1) menjelaskan bahwa film juga dapat digunakan untuk terapi. Banyak orang


(30)

14

merasa lega dengan menonton film pada saat terapi (psicotheraphy). Selain itu film dapat memberikan kesehatan emosi serta dapat meningkatkan pengetahuan seseorang terhadap nilai yang terkandung dalam sebuah film sehingga penonton dapat meniru perilaku yang diperankan oleh tokoh dalam film tersebut dan dapat menjalankan pengetahuan baru yang diperoleh dari cerita dalam sebuah film.

Dari beberapa pendapat para ahli peneliti menyimpulkan manfaat film yaitu film dapat memberikan pengetahuan baru terhadap penonton serta memberikan contoh agar penonton lebih mudah dalam menginternalisaikan nilai-nilai yang disampaikan melalui film.

4. Indikator Film yang dapat digunakan untuk pemberian layanan Bimbingan dan Konseling

Solomon (Demier: 2008) berpendapat bahwa film dapat digunakan untuk terapi. Film yang dapat digunakan untuk terapi adalah film yang memiliki cerita sesuai atau hampir mendekati dengan permasalahan yang dialami oleh individu. Hal tersebut bertujuan agar seseorang yang menonton film dapat meniru apa yang di perankan oleh tokoh dalam film tersebut. Pendapat lain yaitu menurut Wolz (2004: 31) indikator film yang dapat digunakan untuk terapi yaitu film yang memiliki:


(31)

15

Alur merupakan rangkaian peristiwa yang tersusun secara kronologis dalam kaitan sebab akibat sampai akhir kisah.

b. Naskah dialog

Menurut KBBI (2015) naskah adalah karangan seseorang yang masih ditulis dengan tangan. Sedangkan dialog adalah karya tulis yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih.

c. Gambar, warna, dan simbol

Kata symbol berasal dari bahasa Yunani sim-ballein atau symbolos. Simbol memiliki arti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu pada seseorang. Sementara itu, dalam KBBI (2015) simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana, dan sebagainya yang menyatakan sesuatu atau mengandung maksud tertentu.

d. Suara dan musik

Suara adalah bunyi yang dikeluarkan dari mulut manusia contoh saat berbicara, bunyi binatang, dan juga alat perkakas. (KBBI, 2015) dalam sebuah film suara yaitu dialog atau percakapan tokoh cerita. Sedangkan musik juga berpengaruh untuk memberikan sugesti ke dalam alam bawah sadar penonton. Penggunaan musik dalam film adalah hal yang mendukung dalam proses pemberian sugesti.


(32)

16

e. Self- reflection atau arahan sebagai demonstrasi terutama pada film-film inspirasional.

5. Proses kerja Kognitif saat menonton film

Proses yang terjadi pada saat memahami alur cerita dan karakter tokoh dalam sebuah film (Demir,2008: 2) yakni:

a. Dengan melihat film, itu menandakan bahwa terjadi kerja aktif dalam otak yang menunjukkan diri kita memahami isu-isu emosi yang ditandai dengan tibulnya kepahaman dengan sebuah alur cerita dalam film.

b. Treatment dengan menggunakan film atau sinema dapat membangkitkan semangat di alam bawah sadar kita. Dengan menonton film luapan ekspresi emosi terjadi. Penonton seperti terkena sihir, seolah berada di dalam alur cerita film.

c. Titik akhir dari treatment adalah menemukan makna atau maksud dari alur cerita film. Penemuan makna ini yang kemudian dapat mendorong untuk tampil seperti apa yang semestinya, bisa berupa motivasi, hubungan depresi, percaya diri, dan masalah lain. Jadi dalam proses terapi film dapat digunakan sebagai contoh model dalam pembelajaran agar seseorang yang menonton dapat meniru hal-hal yang terkandung dalam sebuah film melalui peran yang dilakukan oleh tokoh dalam film tersebut.


(33)

17 B. Konsep Modeling

1. Pengertian Modeling

Bandura (Asrori, 2008: 23) menjelaskan bahwa:

“Modeling merupakan proses tindakan belajar yang dilakukan oleh individu dengan cara mengamati dan meniru perilaku, sikap orang lain sebagai model. Perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.”

Dalam proses meniru sikap model, kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh terhadap pola belajar sosial individu tersebut. Misalnya seseorang yang hidupnya dilewati dalam lingkungan prostitusi, maka orang tersebut akan cenderung bersikap positif terhadap praktik prostitusi atau minimal bersikap netral terhadap praktik perjudian.

Belajar model (modeling) adalah proses menirukan tingkah laku orang lain yang dilihat, dilakukan secara sadar/langsung. Sinonim dari belajar model adalah proses imitasi (Muhibin Syah, 2003: 111). Selanjutnya, Komalasari, Wahyuni dan Karsih (2011: 176) memberikan penjelasan mengenai belajar model (modeling) sebagai bentuk belajar melalui observasi dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif.

Bandura juga menjelaskan bahwa dalam proses modeling seseorang akan melibatkan proses-proses kognitif, bukan hanya meniru namun lebih menyesuaikan diri dengan tindakan orang lain karena melibatkan proses prepresentasian informasi dan menyimpannya untuk


(34)

18

digunakan dimasa yang akan datang (Feist dan Feist, 2010: 204). Dalam proses belajar model (modeling) individu mengamati tokoh model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Bandura (Corey, 2005: 221) menyatakan bahwa belajar bisa diperoleh melalui pengalaman langsung dan bisa pula secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain. Jadi, keterampilan berperilaku yang dimiliki seseorang bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Seseorang meniru perilaku orang lain karena apa yang dilakukan dari hasil meniru itu membawa kepuasan atau kesenangan sehingga model sebagai penguatan positif terhadap diri sendiri setelah meniru perilaku orang lain (Monks, 2004: 68).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa modeling merupakan proses menyimpan informasi melalui observasi kemudian mengimitasi perilaku yang dilakukan oleh individu melalui tokoh model (orang lain) dengan cara menambah atau mengurangi perilaku orang lain yang telah diamati karena apa yang dilakukan dari hasil meniru itu membawa kepuasan atau kesenangan sehingga model berperan sebagai penguatan positif terhadap perilaku diri sendiri.

2. Jenis- jenis Modeling

Asrori (2008: 25) menyebutkan bahwa belajar model (modeling) terdiri dari dua jenis yakni model langsung (live model) dan model tidak langsung (model simbolik). Live model yaitu seseorang meniru perilaku orang lain secara langsung kepada subjek yang ditiru. Individu mencoba


(35)

19

melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh subjek, bahkan sama persis karena individu dapat belajar secara langsung dengan subjek yang ditiru. Model simbolik yaitu belajar di mana seseorang meniru orang lain melalui perantara simbol atau media. Individu mencoba melakukan hal yang sama dengan subyek yang ditiru setelah individu melihat apa yang dilakukan oleh subjek melalui rekaman, video, gambar, dan lain-lain sehingga individu tidak belajar langsung dengan subjek yang ditiru.

Pendapat lain yaitu menurut Komalasari, Wahyuni dan Karsih (2011: 179) membagi macam-macam modeling kedalam tiga macam, yakni:

a. Penokohan nyata (live model) seperti terapis, guru, anggota keluarga atau tokoh yang dikagumi untuk dijadikan model oleh individu

b. Penokohan simbolik (symbolc model) seperti tokoh yang dilihat melalui film, video atau media lain

c. Penokohan ganda (multiple model) seperti terjadi dalam kelompok, seseorang anggota mengubah sikap dan mempelajari sikap baru setelah mengamati anggota lain bersikap.

Berdasarkan pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa ada tiga macam modeling yaitu live model yaitu model nyata yang dapat di lihat langsung, symbolic model yaitu model melalui penokohan dalam media tertentu seperti film atau video, dan multiple model yaitu model yang terjadi dalam suatu kelompok untuk mewujudkan suatu perilaku dengan cara mengamati perilaku orang lain secara langsung dan mengubah perilaku sendiri dalam kelompok tersebut.


(36)

20 3. Proses Modeling

Bandura (Muhibin Syah, 2003) menjelaskan bahwa

“dalam setiap proses belajar model terjadi dalam urutan antara lain tahapan peristiwa yang meliputi tahap perhatian (attentional phase), tahap penyimpanan dalam ingatan (retention phase), tahap reproduksi (reproduction phase), dan tahap motivasi (motivation phase)”.

a. Tahap perhatian (attentional phase)

Pada tahap ini, individu memusatkan perhatian pada objek materi atau perilaku model yang lebih menarik terutama karena keunikannya dibanding dengan materi atau perilaku lain yang sebelumnya yang telah mereka ketahui dan mereka dapat mengimitasi langsung pada perilaku model. Salah satu contoh perilaku model dalam penelitian ini adalah tokoh yang mengalami kejenuhan karena banyaknya tugas yang harus diselesaikan.

b. Tahap penyimpanan dalam ingatan (retention phase)

Pada tahap ini, informasi berupa materi dan contoh perilaku model itu ditangkap, diproses dan disimpan dalam memori otak. Adapun contoh dalam perilaku model dalam penelitian ini adalah peran yang di alami oleh tokoh yang menunjukkan bahwa tokoh dalam cerita mengalami kejenuhan belajar dan cara tokoh dalam mengatasi kejenuhan yang dialaminya. Dengan penampilan tokoh tersebut siswa dapat mengimitasi cara-cara dalam mengatasi kejenuhan belajar.


(37)

21

Pada tahap ini, segala bayangan atau kode-kode simbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku telah tersimpan dalam memori individu untuk direproduksi kembali.

d. Tahap motivasi (motivation phase)

Pada tahap ini, proses terjadinya peristiwa atau perilaku belajar adalah tahap penerimaan dorongan yang dapat berfungsi sebagai penguatan (reinforcement) yang menyimpan segala informasi dalam memori individu sebagai pembelajar.

Dalam tahapan proses modeling, motivasi individu yang dimaksud oleh Bandura (Boeree, 2010: 243) terdiri dari motivasi positif dan juga motivasi negatif. Motivasi positif yaitu motivasi yang dapat dicontoh seseorang untuk mengikuti perilaku yang ditunjukkan oleh model seperti: dorongan-dorongan yang berasal dari masa lalu, dorongan-dorongan yang dijanjikan serta dorongan-dorongan yang kentara. Sedangkan motivasi negatif adalah alasan seseorang untuk tidak mengikuti perilaku yang ditunjukkan oleh model seperti: hukuman yang pernah diterima, hukuman yang telah dijanjikan serta hukuman yang kentara.

4. Pengaruh modeling

Bandura dan Walters (Sarwono, 2004: 25) menyebutka tiga pengaruh yang terjadi dari proses belajar melalui pengamatan (modeling) yakni:

a. Efek modeling (modeling effect) dimana peniru melakukan tingkah laku baru sehingga sesuai dengan tingkah laku model.


(38)

22

b. Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan

(disinhibition) yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku model dihambat kemunculannya, sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatan-hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata.

c. Efek kemudahan (fascilitation effects). Tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.

C. Kajian Tentang Kejenuhan (burnout) Belajar 1. Pengertian tentang kejenuhan (burnout) Belajar

Herbert Freudenberger menggunakan istilah burnout pertama kali pada tahun 1974 dengan mempublikasikan buku yang berjudul Staff Burnout. Freudenberger juga dianggap salah seorang tokoh yang

penting dalam sejarah pengkajian burnout. Freudenberger

menggunakan istilah burnout untuk menjelaskan kondisi seseorang yang mengalami kelelahan emosi, kehilangan motivasi, dan komitmen (Engelbrecth, 2006:26).

Tokoh lain juga mencoba mendifinisikan burnout diantaranya yaitu Maslach dan Jackson (1981) mendefinisikan “Burnout is a syndrome of emotional exhaustion and cynicism that occurs frequently among individuals who do ‘people work’ of some kind.”, kejenuhan merupakan sebuah kelelahan emosi dan sinisme seringkali terjadi pada


(39)

23

individu yang bekerja pada bidang sosial. Senada dengan Maslach dan Jackson, Pines & Aronson (Slivar, 2001: 22) mendefiniskan burnout sebagai kondisi emosional individu ketika merasa lelah dan jenuh baik secara mental ataupun fisik sebagai akibat dari tuntutan pekerjaan yang meningkat. Situasi individu dalam menghadapi tuntutan dari penerima layananan menggambarkan keadaan yang menuntut secara emosional (emotionally demanding).

Sedangkan Demeuroti dkk (2002: 428) mendefinisikan burnout sebagai:

“....burnout is syndrom of work-related experience, including feelings of exhaustion and disengagement from work. Exhaustion is defined as a consequence of prolonged and intense pshycal, affective and cognitive strain, as a result of prolonged exposure to specific working conditions (or stressor).”

Burnout adalah sindrom dari pengalaman kerja negatif yang mencakup kelelahan dan keluar dari pekerjaan. Kelelahan diartikan sebagai konsekuensi dari aktivitas fisik, emosi, dan ketegangan kognitif yang berkepanjangan sebagai penyebab stres dengan kondisi pekerjaan tertentu. Demeuroti lebih menekankan bahwa kejenuhan terjadi akibat dari kelalahan fisik, kelelahan emosi serta kelelahan kognitif yang berkepanjangan.

Senada dengan Demeuroti dkk, Kohan & Mazmanian (2003:561) menyebutkan “Burnout is an extreme state of depleted resources that can result from chronic exposure to work stress”. Burnout adalah kondisi ekstrem dimana terkurasnya akal (kognitif)


(40)

24

yang diakibatkan oleh stres kerja atau tuntutan pekerjaan secara terus menerus. Kohan dan Mazmanian lebih menekankan pada aspek kognitif yang menyebabkan terjadinya kejenuhan.

Istilah burnout juga dijelaskan oleh Suwarjo & Diana Septi Purnama (2014:12) sebagai suatu keadaan keletihan (exhaustion) fisik, emosional, dan mental di mana cirinya sering disebut physical depletion, dengan perasaan tidak berdaya dan putus harapan, keringnya perasaan, konsep diri yang negatif dan sikap negatif yang identik dengan distress, discontent, dan perasaan gagal untuk mencapai tujuan ideal.

Jika dikaitkan dengan proses belajar, Reber (Muhibin Syah, 2003:180) mendefinisikan kejenuhan sebagai rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan kemajuan hasil belajar. Siswa yang merasa jenuh pada saat belajar tidak dapat menerima berbagai informasi yang telah disampaikan oleh orang lain pada saat belajar sehingga siswa merasa seakan-akan tidak ada kemajuan dalam proses belajarnya.

Definisi lain dari Zunita Eka K & Elisabeth C (2014:4) menyatakan kejenuhan belajar merupakan suatu kondisi dimana siswa merasa bosan, lelah, kurang perhatian dalam belajar, tidak ada minat dan motivasi, serta tidak mendatangkan hasil yang maksimal dalam belajar. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa siswa yang kurang memiliki motivasi dan merasa tidak mendapatkan hasil yan


(41)

25

maksimal dalam proses belajarnya, tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh faktor kejenuhan yang dialami oleh siswa. Gejala tersebut harus segera mendapat perhatian dari pihak sekolah ataupun guru agar dampak yang ditimbulkan tidak semakin besar.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kejenuhan (Burnout) belajar merupakan suatu kondisi keletihan fisik, kognitif, emosional, mental, serta kurangnya motivasi dalam belajar yang disebabkan oleh meningkatnya tuntutan tugas secara terus menerus sehingga seakan-akan siswa jalan di tempat dan tidak mendapatkan hasil yang maksimal.

2. Faktor Penyebab Kejenuhan (Burnout) belajar

Menurut Maslach dan Leiter (1997: 26) ada 6 faktor penyebab kejenuhan yaitu:

a. work overload, terlalu banyak beban pekerjaan yang harus dilakukan oleh individu

b. lack of control over one’s work, kurang adanya kontrol atas pekerjaan yang dilakukan oleh individu

c. insufficient reward, kurang adanya penghargaan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh individu

d. unfairness, kurang adanya kejujuran serta keadilan hubungan sosial dalam bekerja tidak terjalin dengan baik


(42)

26

e. breakdown of community, kurang adanya dukungan dari lingkungan kerja seperti hubungan interpersonal antara individu yang satu dengan yang lain tidak terjalin dengan baik

f. value conflict, adanya kesenjangan nilai/kebiasaan/norma yang berlaku di lingkungan kerja dengan prinsip yang dimiliki individu

Senada dengan enam faktor penyebab kejenuhan menurut Maslach dan Leiter, Slivar (2001:22) juga merumuskan enam faktor penyebab terjadinya kejenuhan dalam proses belajar antara lain:

a) Tuntutan tugas dari sekolah yang terlalu banyak. Siswa harus mengerjakan tugas yang banyak dengan waktu yang relatif singkat dan sumber pengetahuan yang sangat sedikit sehingga seringkali siswa merasa terbebani.

b) Metode yang digunakan guru saat melaksanakan proses belajar-mengajar kurang kreatif serta kurangnya partisipasi dari siswa sehingga siswa cepat jenuh.

c) Guru kurang memberikan penghargaan atas pencapaian tugas yang dilakukan oleh siswa sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar. Selain itu pihak sekolah juga kurang memberikan penguatan kepada siswa agar dapat memiliki motivasi dari dalam diri untuk lebih berprestasi.

d) Hubungan interpersonal guru dengan siswa maupun hubungan interpersonal teman sebaya kurang terjalin dengan baik sehingga


(43)

27

membuat siswa merasa kurang nyaman dalam proses belajar di sekolah

e) Harapan yang terlalu tinggi dari keluarga sering membuat siswa merasa khawatir akan terjadinya kegagaan dalam proses belajarnya. Beberapa siswa merasa takut di kritik serta dibandingkan dengan anggota keluarga yang lain berdasarkan hasil belajar yang telah dicapai meskipun di sekolah banyak terjadi ketidakadilan yang dialami terutama dalam hal penilaian.

f) Adanya kesenjangan antara aturan yang ada di sekolah dengan aturan yang ada di rumah.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya kejenuhan (burnout) belajar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu karakteristik siswa, lingkungan belajar, dan keterlibatan emosional dengan lingkungan belajar.

3. Aspek Kejenuhan (Burnout) Belajar

Freudenberger (Engelbrecht. 2006: 26) menyebutkan tiga aspek penyebab burnout yaitu kelelahan emosi, kehilangan motivasi, dan komitmen. Pendapat lain dari Maslach dan Jackson (1981:1) menyebutkan tiga aspek penyebab burnout yaitu emotion exhaustion, depersonalization, dan personal accomplishmen. Ketiga aspek tersebut kemudian dijadikan instrumen yang terkenal dalam ranah kajian burnout yakni Maslach Burnout Inventory (MBI). Sedangkan


(44)

28

Pines dan Aronson (Slivar, 2001 : 22) lebih menekankan tiga aspek burnout pada kelelahan fisik, kelelahan emosi, dan kelelahan mental.

Selain itu aspek burnout terbaru dijelaskan oleh Demerouti (Demerouti, Bakker, Nachreiner, Ebbinghaus. 2002:428) yaitu lebih menekankan pada aspek bunout pada kelelahan fisik, kelelahan emosi, dan kelelahan kognitif.

Freudenberger, Mashlach & leiter, Pines & Aronson, serta Demeuroti sependapat bahwa aspek utama burnout adalah kelelahan emosi. Freudenberger dan Mashlach juga menyebutkan aspek lain burnout yaitu kehilangan motivasi dimana dalam pendapatnya Mashlach kehilangan motivasi disebutkan dengan istilah ineffectivness. Selain itu Pines Aronson dan Demeuroti menyebutkan kelelahan fisik sebagai aspek burnout yang dapat terlihat. Selanjutnya hal yang menarik dari pendapat Demerouti yaitu kelelahan kognitif juga disebutkan sebagai salah satu aspek burnout.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa aspek kejenuhan (burnout) belajar yaitu kelelahan fisik, kelelahan emosi, kelelahan kognitif, dan kehilangan motivasi.

4. Indikator Kejenuhan (burnout) Belajar

Seperti yang telah dijelaskan bahwa kejenuhan belajar dapat dilihat dari empat aspek yaitu: kelelahan emosi, kelelahan fisik, kelelahan


(45)

29

kognitif, dan kehilangan motivasi. Adapun indikator kejenuhan menurut Schaufeli dan Enzmann (1998: 21-22) berupa:

a. Kelelahan emosi: perasaan depresi, perasaan sedih, perubahan suasana hati, penurunan kemampuan mengendalikan emosio, ketakutan yang tidak jelas, kecemasan, dan peningkatan ketegangan.

b. Kelelahan fisik: sakit kepala, mual, gelisah, kedutan, sakit otot, masalah seksual, gangguan tidur (tidak bisa tidur, mimpi buruk, atau tidur yang berlebihan), penurunan berat badan secara tiba-tiba, kurang nafsu makan, sesak napas, meningktanya ketegangan pra-menstruasi, siklus menstruasi tidak normal, hiperventilasi (pernafasan yang berlebihan), kelamahan tubuh (lelah, letih, lesu), bisul, gangguan pencernaan, penyakit jantung koroner, sering pilek, timbul wabah yang sebeumnya sudah ada (asma, diabetes), peningkatan deyut jantung, cedera akibat aktivitas yang mengandung resiko, tekanan darah tinggi, peningkatan respon kulit, serta kolesterol tinggi

c. Kelelahan kognitif: ketidakberdayaan, ketakutan menjadi “gila”, perasaan terjebak, perasaan gagal, perasaan tidak cukup (insufisiensi), harga diri yang rendah, kesibukan diri, rasa bersalah, muncul ide untuk bunuh diri, sulit berkonsentrasi, pelupa, memiliki kesulitan dengan tugas-tugas yang kompleks, pemikiran yang kaku


(46)

30

dan skematik, kesulitan dalam pengambilan keputusan, melamun dan berkhayal, kesepian, frustasi.

d. Kehilangan motivasi: kehilangan semangat, kehilangan idealisme, kekecewaan, penarikan diri, sserta kebosanan.

5. Fase-fase Kejenuhan (Burnout) Belajar

Kejenuhan tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan terbentuk melalui sekian proses yang dialami individu dalam beberapa waktu. Hal tersebut seperti yang dijabarkan Freudenberger (Kraft, 2006:31) mengenai 12 tahap pembentukan kejenuhan yakni:

a. A compulsion to prove oneself,

Keharusan untuk membuktikan diri. Siswa ingin menunjukkan prestasi, baik akademik maupun non akademik secara sempurna.

b. Working harder,

Siswa ingin membuktikan bahwa dirinya mampu mengerjakan tugas secara sempurna dengan kemampuan yang dimiliki tanpa bantuan orang lain.

c. Neglecting their needs,

Siswa beranggapan bahwa untuk membuktikan

kemampuannya, mereka harus mengorbankan kebutuhan-kebutuhan dasarnya seperti tidur, makan dan berkunjung dengan teman maupun keluarga.


(47)

31

d. Displacement of conflicts, Siswa menyadari bahwa ada masalah yang sedang dialami, akan tetapi sumber masalah tersebut tidak diketahui. Gejala burnout belajar mulai muncul pada tahap ini.

e. Revision of values, Nilai-nilai yang dianut siswa mulai berubah, dimana siswa mulai menyampingkan hobi dan teman dari kehidupan sehari-hari.

f. Denial of emerging problems,

siswa mulai tidak memiliki toleransi mereka menganggap temannya bodoh, malas, terlalu tergantung atau tidak disiplin. Kontak sosial mulai menyempit sinisme dan perlawanan dan persaingan sangat terlihat.

g. Withdrawal,

Penarikan diri, siswa mengurangi kontak sosial sampai batas terendah, menjadi individubyang tertutup terhadap lingkungan. Mereka merasa semakin tidak memliki arah da harapan banyak yang melampiaskan ke alkohol dan obat-obatan terlarang. h. Obvious behavioral changes,

siswa menjadi penakut, pemalu dan apatis dan mereka merasa dirinya tidak berharga


(48)

32

siswa kehilangan dirinya sendiri dan tidak dapat nilai-nilai dari lingkungannya lagi pandangan mereka terbatas hanya pada masa kini.

j. Inner emptiness,

kekosongan dalam diri siswa berkembang semakin buruk siswa semakin menjadi putus asa. Reaksi yang berlebihan seperti membesar-besarkan seksualitas, terlalu banyak makan serta memakai alkohol dan obat-obatan terlarang

k. Depression,

pada fase ini siswa menjadi ascuh tak acuh, lelah, putus asa dan merasa bahwa masa depan tidak ada artinya.

l. Burnout syndrome,

siswa korban burnout memiliki kecenderungan untuk mengakhiri sekolahnya agar dapat keluar dari situasi kejenuhannya bahkan sampai putus sekolah.

D. Penelitian Yang Relevan

Terdapat beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki relevansi sekaligus berkaitan dengan topik tentang burnout dan terapi film ini, yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sapiana (2014) di SMK Negeri 1 Limboto Kabupaten Gorontalo bahwa bimbingan kelompok dengan teknik cinema therapy berpengaruh terhadap motivasi belajar. Penelitian ini memiliki kesamaan yaitu teknik yang digunakan sebagai intervensi yaitu


(49)

33

menggunakan film. Perbedaan yang dilakukan peneliti yaitu variabel kedua dalam hal ini peneliti akan lebih menekankan pada tingkat kejenuhan belajar yang dialami oleh siswa SMA.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Anansi Sun Ebu (2014) di kelas VIII SMP Negeri 1 Bulango Timur, Gorontalo bahwa bimbingan kelompok dengan teknik cinema therapy dapat meningkatkan percaya diri. Penelitian ini memiliki unsur kemiripan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dimana intervensi yang diberikan yaitu dengan menggunakan film. Adapun perbedaannya yaitu terletak pada variabel terikat. Peneliti menggunakan variabel terkat yaitu kejenuhan belajar yang dialami oleh siswa.

3. Penelitian yang dilakukan Ipt. Edi Sutarjo, Dewi Arum WMP, Ni. Kt.Suarni (2014) menunjukkan baik konseling behavioral dengan pendekatan teknik relaksasi maupun brain gym efektif untuk menurunkan burnout belajar siswa. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu sama-sama meneliti tentang kejenuhan belajar serta upaya strategi coping untuk mengurangi kejenuhan belajar. Namun hal yang membedakan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu metode strategi coping yang diberikan. Peneliti menggunakan media film sebagai simbolik model agar siswa dapat menemukan strategi coping untuk mengurangi kejenuhan belajar yang dialami oleh siswa.


(50)

34 E. Kerangka Berfikir

Kejenuhan belajar merupakan fenomena yang sering terjadi pada siswa. Siswa yang merasa jenuh pada saat belajar tidak akan dapat menerima berbagai informasi yang telah disampaikan oleh orang lain pada saat belajar sehingga siswa merasa seakan-akan tidak ada kemajuan dalam proses belajarnya. Dengan munculnya kejenuhan tersebut maka seringkali motivasi siswa menurun serta berdampak pada prestasi siswa.

Untuk menghindari timbulnya dampak negatif tersebut, peneliti akan memberikan film sebagai simbolik model bagi siswa kelas XI SMA PIRI I Yogyakarta. Film menjadi simbolik model untuk memberikan contoh alternatif strategi coping yang akan diberikan kepada siswa, agar siswa dapat mengetahui cara mengatasi kejenuhan (burnout) saat belajar. Dalam belajar model (modeling) individu mengamati tokoh model dan menyimpan informasi tentang cara mengatasi kejenuhan (burnout) belajar untuk di produksi kembali selanjutnya siswa mendapatkan penguatan untuk mencontoh tingkah laku sang model. Film dapat memberikan kesehatan emosi serta dapat meningkatkan pengetahuan terhadap nilai yang terkandung dalam sebuah film dan siswa dapat meniru serta menginternalisasikan perilaku yang diperankan oleh tokoh dalam film tersebut. Dengan diberikan film yang dibuat oleh peneliti siswa akan meniru perilaku tokoh model saat mengatasi kejenuhan belajar yang diperankan oleh tokoh model dalam film tersebut. Film yang ditayangkan oleh peneliti mengandung unsur cerita inspiratif yang akan memberikan


(51)

35 Pre-Treatment Data penelitian yang menunjukkan bahwa siswa mengalami kejenuhan dalam belajar Treatment

Siswa mengamati film insipiratif yang berisi cerita tentang seseorang yang mengalami kejenuhan belajar dengan indikator: siswa kurang memiliki motivasi belajar, siswa mengalami kelelahan secara kognitif, mental, serta fisik, dan strategi coping untuk mengatasi kejenuhan belajar, kemudian siswa menyimpan informasi dalam memori otak untuk diproduksi kembali, selanjutnya siswa mendapatkan penguatan untuk mencontoh tingkah laku tokoh model

Pasca Treatment

Kejenuhan belajar yang dialami oleh siswa berkurang dan siswa lebih terinspirasi untuk bersemangat dalam belajar

motivasi dan menggugah emosi siswa, sehingga dengan adanya unsur cerita insipiratif yang diperankan oleh tokoh pemeran film dapat memberikan pengetahuna yang lebih terhadap siswa untuk mengatasi kejenuhan belajar yang dialami. Selain itu siswa akan lebih memiliki penguatan untuk dapat meningkatkan motivasi belajar dari dalam diri. Dalam penelitian ini film yang digunakan oleh peneliti berperan sebagai simbolik model agar siswa dapat meniru atau menambah wawasan cara mengatasi kejenuhan belajar yang dialami melalui perilaku tokoh dalam film tersebut. Agar lebih jelas kerangka berfikir dapat digambarkan sebagai berikut:


(52)

36 F. Hipotesis Eksperimen

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah media film efektif untuk mengurangi kejenuhan (burnout) belajar pada siswa kelas XI di SMA PIRI I Yogyakarta.


(53)

37 BAB III

METODE PENELITIAN A. Rancangan penelitian

Dalam rancangan ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif karena variabel yang diukur menggunakan instrumen penelitian dengan data yang terdiri dari angka-angka dan dapat dianalisis berdasarkan proses statistik yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah di tetapkan serta peneliti ingin menguji keragu-raguan tentang validitas variabel yang sudah ditentukan (Sugiyono, 2010:13). Pendekatan kuantitatif memiliki ciri khusus yaitu data yang dihasilkan berupa angka dan bisa di proses menggunakan statistik.

Dalam penelitian yang akan dilakukan, peneliti menggunakan metode penelitian quasi experiment. Menurut Sugiyono (2010: 107) penelitian eksperimen ialah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan (treatment) tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Dalam penelitian eksperimen pengaruh perlakuan menjadi penyebab berubahnya kondisi variabel yang lain atau variabel terikat. Pendapat lain yang sejalan yaitu menurut Suharsimi Arikunto (2013: 9) penelitian eksperimen ialah suatu cara untuk menemukan atau mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dan berkaitan dengan tujuan untuk mengetahui akibat atau pengaruh dari suatu perlakuan. Penelitian quasi eksperiment adalah penelitian dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian dan adanya kontrol.


(54)

38

Tujuan dari penelitian quasi eksperiment adalah untuk mencari atau mengujicobakan pengaruh hubungan sebab akibat dari suatu perlakuan (treatment) terhadap variabel terikat.

B. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Pretest-Posttest control group design. Desain penelitian ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil Pretest yang baik yaitu jika kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama secara signifikan. Kemudian kelompok eksperimen diberikan perlakuan (treatment) menggunakan media film sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan (treatment) dengan media film melainkan dengan diskusi. Setelah diberikan perlakuan (treatment) pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen, kedua kelompok tersebut diberikan tes ke dua (post-test) untuk mengetahui pengaruh pemberian perlakuan terhadap kejenuhan belajar yang dialami setelah diberikan perlakuan (treatment) dengan media film maupun dengan diskusi.

Sugiyono (2010:116) memvisualisasikan model ini sebagai berikut:

Gambar 2. Pretest-posttest control group design R O1 X O2


(55)

39 Keterangan:

O1 : Kondisi kelompok eksperimen sebelum diberi treatment (pre-test) O3 : Kondisi kelompok control sebelum diberikan treatment (pre-test) X : Pemberian treatment (penggunaan media film)

Y : Pemberian treatment dengan diskusi

O2 : Kondisi kelompok eksperimen setelah pemberian treatment dengan penggunaan media film (post-test)

O4 : Kondisi kelompok control yang tidak diberikan pemberian treatment menggunakan media film(post-test).

R : dipilih secara random

Untuk mengetahui keefektifan perlakuan yang diberikan dapat dibandingkan dengan rumus (O2 - O1) (O4 - O3)

Dalam penelitian eksperimen terdapat 3 tahapan yang harus dilakukan yaitu pra-treatment, treatment, dan pasca treatment. Tahapan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 3. Tahapan dalam penelitian eksperimen Pra-treatment

Pasca treatment treatment


(56)

40 1. Pra treatment

a. Mempersiapkan skala kejenuhan (burnout) belajar

Peneliti mempersiapkan instrumen berupa skala burnout untuk mengukur tingkat burnout yang terjadi pada siswa.

b. Penentuan sampel

Peneliti menentukan sampel yang akan dijadikan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Peneliti menggunakan teknik simple random sampling untuk menentukan sampel penelitian.

2. Treatment

Pada tahap treatment terdiri dari test awal (pretest), pemberian perlakuan (treatment), dan pemberian tes akhir (posttest).

a. Tes awal

Test awal (pretest) dilakukan untuk mengetahui tingkat burnout siswa sebelum diberikan treatment pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah diadakan pretest hasilnya dianalisis untuk mengetahui tingkat burnout yang terjadi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

b. Pemberian treatment

Pemberian treatment kepada kelompok eksperimen melalui media film, dan kelompok kontrol hanya diberikan perlakuan dengan metode diskusi. Film yang digunakan yaitu film yang mengandung unsur cerita nyata kehidupan seorang siswa. Sedangkan kelompok kontrol hanya diberikan perlakuan dengan metode diskusi seperti


(57)

41

yang sering dilakukan oleh guru Bimbingan dan Konseling di SMA PIRI I Yogyakarta.

Langkah-langkah dalam pemberian layanan kepada kelompok eksperimen menggunakan media film yaitu:

1) Peneliti mempersiapkan alat yang perlu digunakan dalam memberikan perlakuan

2) Semua Siswa dipastikan sudah masuk di dalam kelas dan diarahkan agar mencari posisi yang nyaman untuk menonton film

3) Sebelum film ditayangkan, peneliti menyampaikan tujuan yang akan dicapai.

4) Peneliti mengarahkan kepada siswa agar dapat rileks saat menonton film.

5) Siswa mulai mengamati sebuah film yang disajikan, apabila saat film ditayangkan dan dipandang ada yang perlu dijelaskan maka peneliti dapat menghentikan film sejenak untuk menjelaskan atau memberikan keterangan terkait dengan isi film tersebut.

6) Setelah film selesai ditayangkan, peneliti meminta siswa untuk menyampaikan perasaan serta makna yang terkadung dalam sebuah film dan mendiskusikan film bersama-sama dengan Peneliti.


(58)

42

Pelaksanaan pemberian perlakuan (treatment) menggunakan media film di lakukan selama satu kali dalam satu minggu.

c. Memberikan Post-test

tujuan memberikan Post-test yaitu untuk mengetahui perbedaan penurunan nilai rata-rata kejenuhan belajar siswa antara kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan (treatment) menggunakan media film dengan kelompok control yang hanya diberikan perlakuan dengan metode diskusi.

3. Pasca treatment

Pada tahap ini hasil data pre-test dan post-test dianalisis dengan menggunakan uji beda rata-rata (uji-t) antara data hasil pretest dan posttest. Uji t dilakukan untuk menguji perubahan yang terjadi akibat suatu perlakuan peneliti terhadap sampel dan membandingkan skor pre-test dan post-test (Sugiyono, 2010).

C. Variabel penelitian

Menurut Sugiyono (2010: 60) variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti utuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut dan ditarik kesimpulannya. Variabel adalah gejala yang bervariasi, yang menjadi objek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2013:169).

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel penelitian merupakan sesuatu yang ditetapkan menjadi objek penelitian


(59)

43

oleh peneliti untuk memperoleh informasi tentang hal tersebut. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu:

1. Variabel bebas (X)

Variabel bebas ialah variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab berubahnya variabel terikat. Dalam penelitia ini, variabel bebasnya ialah media film sebagai pengaruhnya atau perlakuannya. 2. Variabel terikat (Y)

Variable terikat merupakan variabel yang dipengaruhi, dalam penelitian ini variable bebasnya adalah kejenuhan belajar yang dialami siswa.

D. Tempat dan waktu penelitian 1. Tempat penelitian

Dalam penelitian ini tempat yang digunakan adalah sekolah yaitu SMA PIRI I Yogyakarta

2. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2016 - Maret 2016 E. Subyek penelitian

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2010: 119) Populasi ialah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di SMA PIRI YOGYAKARTA tahun akademik 2015/2016 yang berjumlah dua


(60)

44

kelas dengan total 40 siswa. Pertimbangan ini dilakukan mengingat beberapa hal : (1) siswa kelas XI telah banyak mendapatkan perlakuan pembelajaran yang cukup lama; (2) siswa kelas XI telah berinteraksi dengan individu (baik sebagai teman ataupun pengajar) dalam waktu yang relatif lama; dan (3) siswa kelas XI diprediksi telah mengetahui dan belajar tentang cara mengurangi dampak kejenuhan dalam belajar. 2. Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010: 118) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian ini untuk menentukan sampel, peneliti menggunakan teknik simple random sampling dengan pertimbangan bahwa populasi dianggap homogen. Pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari siswa kelas XI SMA PIRI Yogyakarta tahun akademik 2015/2016 yang mengalami kejenuhan belajar yaitu sebanyak 30 siswa dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan oleh peneliti untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala untuk mengetahui kejenuhan belajar yang terjadi pada siswa SMA PIRI 1 Yogyakarta. Menurut Saifuddin Azwar (Anwar Sutoyo. 2012: 189) skala adalah alat ukur yang memiliki karakteristik khusus


(61)

45

yaitu: cenderung mengukur aspek afektif, stimulusnya berupa pernyataan atau pertanyaan yang mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan, selalu berisi banyak item dari indikator tersebut, jawabannya lebih bersifat proyektif, jawaban responden tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”, semua jawaban dianggap benar sepanjang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Alasan digunakan skala psikologis dalam penelitian ini antara lain:

1. Siswa kelas XI SMA PIRI I Yogyakarta sebagai subyek adalah orang yang paling mengetahui tentang dirinya sendiri.

2. Apa yang ditafsirkan subyek mengenai pernyataan yang diajukan dalam skala sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti

3. Jawaban subyek dianggap benar sepanjang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya

4. Peneliti mendapakan data yang banyak dalam waktu yang relatif singkat.

G. Definisi Operasional

Guna menghindari kesalahpahaman dalam memaknai istilah yang digunakan, maka peneliti menetapkan batasan istilah atau definisi operasionalnya sebagai berikut:

1. Kejenuhan (Burnout) Belajar

Kejenuhan Belajar merupakan suatu kondisi keletihan fisik, kognitif, emosional, mental, serta kurangnya motivasi dalam belajar yang disebabkan oleh meningkatnya tuntutan tugas


(62)

46

secara terus menerus sehingga seakan-akan siswa jalan di tempat, tidak mendapatkan hasil yang maksimal, timbul rasa bosan, dan stress dalam belajar.

2. Film Drama Pendek

Film Drama Pendek merupakan media komunikasi kepada penonton melalui gaya dan isi yang melambangkan berbagai pola perilaku pemeran (tindakan, karakter, plot, dan tema) yang memiliki unsur cerita kehidupan nyata dan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi penonton sehingga penonton mudah menginternalisasikan nilai yang terkandung dalam cerita tersebut dengan durasi yang sangat singkat.

H. Instrumen Penelitian

Sugiyono (2010:148) mendefinisikan instrumen penelitian sebagai suatu alat yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala kejenuhan (Burnout) belajar yang mengacu pada Maslach Bunrout Inventory (MBI). Skala yang digunakan yaitu menggunakan model skala Guttman yang mengacu pada pilihan yang jelas serta konsisten terhadap pilihan permasalahan yang ditanyakan melalui penggunaan rasio dikotomi atau dua alternatif jawaban. Dalam hal ini pilihan jawaban yang digunakan adala “YA” dan “TIDAK”.

Dengan skala kejenuhan belajar tersebut, peneliti mendapatkan data mengenai tingkat kejenuhan belajar yang dialami oleh siswa. Skala


(63)

47

kejenuhan belajar disusun berdasarkan aspek-aspek yang mempengaruhi kejenuhan belajar dan penyebab kejenuhan belajar. Titik tolak dari penyusunan skala ini adalah variabel penelitian, kemudian diberi definisi operasional, selanjutnya ditentukan sub variabel yang akan diukur melalui indikator-indikator, dari indikator tersebut dibuatlah butir-butir pernyataan maupun pertanyaan. Untuk mempermudah membuat dan mengkaji skala kejenuhan, maka penelitian kemudian membuat pedoman skala kejenuhan belajar. Berikut ini langkah-langkah dalam penyusunan skala kejenuhan belajar:

1. Mengidentifikasi variabel penelitian dan definisi operasional

Variabel dalam penelitian ini adalah media film dan kejenuhan belajar. Tetapi dalam penelitian ini hanya kejenuhan belajar yang dapat dijadikan skala yang mengungkap tentang tingkat kejenuhan belajar siswa. Sedangkan variabel lain yaitu media film berperan sebagai variabel bebas. Setelah ditentukan variabel maka dibuat definisi operasional dari kejenuhan (Burnout) belajar yaitu suatu kondisi keletihan fisik, kognitif, emosional, mental, serta kurangnya motivasi dalam belajar yang disebabkan oleh meningkatnya tuntutan tugas secara terus menerus sehingga seakan-akan siswa jalan di tempat dan tidak mendapatkan hasil yang maksimal.

2. Mencari sub variabel dari definisi operasional

Dari definisi operasional diatas, ditemukan sub variabelnya yang meliputi:


(64)

48

a. Kejenuhan belajar siswa yang memiliki aspek yaitu kelelahan emosi, kelelahan fisik, kelelahan kognitif, dan kehilangan motivasi. b. Faktor penyebab kejenuhan belajar siswa yang memiliki aspek

seperti: karakteristik siswa, faktor lingkungan belajar, dan keterlibatan emosi dengan lingkungan belajar.

3. Dari sub variabel dijabarkan menjadi indikator-indikator a. Kejenuhan belajar siswa

1) Kelelahan emosi

Merasa gagaldalam belajar, merasa bersalah dan menyalahkan, merasa dikejar-kejar waktu, mudah marah dan benci, mudah cemas, mudah kehilangan kendali diri saat belajar, dan mengalami ketakutan yang berlebihan

2) Kelelahan fisik

Merasa lelah dan letih setiap hari, mudah sakit, sulit tidur, mengalami gangguan pencernaan, nafsu makan berkurang, sering menggunakan obat-obatan, dan jantung sering berdebar-debar.

3) Kelelahan kognitif

Kehilangan makna dan harapan dalam belajar, kehilangan gairah dan kekuatan dalam belajar, enggan membantu dalam kegiatan belajar, merasa terjebak dalam belajar, kesulitan saat berkonsentrasi dan mudah lupa, terbebani dengan banyak tugas belajar, serta merasa rendah diri


(65)

49 4) Kehilangan motivasi

Kehilangan idealisme diri, kehilangan semangat belajar, mudah menyerah, mengalami ketidakpuasan dalam belajar dan kehilangan minat belajar.

b. Faktor penyebab kejenuhan belajar 1) Karakteristik siswa

Keinginan untuk sempurna, penghargaan diri yang rendah, kurang bisa mengendalikan emosi, serta motif berprestasi yang rendah.

2) Faktor lingkungan belajar

Iklim kelas negatif, kurang mendapat penghargaan dalam belajar, beban tugas yang terlalu berat, konflik diri dengan individu lain dalam lingkungan belajar, serta suasana belajar yang statis.

3) Keterlibatan emosi dengan lingkungan belajar

Ketidakmampuan untuk asertif, konflik peran, kurang dukungan dalam belajar, serta perbedaan nilai pribadi.

4. Membuat butir-butir pernyataan berdasarkan indikator

Setelah menemukan deskriptor, maka langkah selanjtnya adalah membuat pernyataan-pernyataan yang mewakili deskriptor. Subyek


(66)

50

diminta untuk memilih satu dari dua alternatif jawaban yang telah disediakan.

5. Melengkapi instrumen dengan kalimat instruksi dan kata pengantar Tahap akhir adalah melengkapi pedoman instrumen dengan cara melengkapi data diri atau identitas, bahasa yang digunakan jelas dan mudah dipahami, pernyataan tidak terlalu panjang, serta dilengkapi dengan contoh sehingga responden paham dalam mengerjakan instrumen penelitian ini.

Adapun pedoman/ kisi-kisi instrumen yang disusun dalam penelitian terlampir pada halaman lampiran.

I. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Uji Validitas instrumen

Menurut Sugiyono (2010: 363) Validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Instrumen penelitian diuji menggunakan validitas isi. Instrumen yang diuji berupa pedoman skala kejenuhan (burnout) belajar pada siswa dan instrumen penggunaan media film. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap kelayakan atau relevansi isi tes melalui analisis rasional oleh panel yang berkompeten melalui expert judgement (Saifuddin Azwar, 2012: 42). Dalam validitas ini akan dilakukan expert judgement oleh ahli film, untuk mengetahui kekurangan dan kelayakan film yang akan digunakan untuk pemberian perlakuan. Aspek yang dinilai oleh expert


(67)

51

judgement yaitu kelayakan film yang akan digunakan saat pemberian perlakuan. Validitas film menggunakan expert judgment dengan tujuan untuk mendapatkan masukan, saran dan ide-idenya dari para ahli film untuk menyempurnakan film sebelum dilakukan treatment. Expert memberikan saran terhadap film yang akan digunakan pada saat treatment. Sedangkan untuk Instrumen skala kejenuhan (Burnout) belajar yang akan digunakan mengacu pada Maslach Burnout Inventory (MBI). Dimana validitasnya menggunakan expert judgment yang dilakukan oleh dosen pembimbing.

2. Uji Reliabilitas instrumen

Berdasarkan pendapat Saifudin Azwar (2000: 3), reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, maksudnya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika berapa kali diambil pun datanya tetap sama. Instrumen pengukur kejenuhan belajar yang akan digunakan ini memiliki koefisien reliabilitas Rxx = 0,862.

J. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data kuantitatif. Adapun penjabarannya sebagai berikut:

1. Kategori Diagnostik

Peneliti menggunakan kajian kategorisasi jenjang (ordinal) untuk menempatkan skor hasil tes terhadap distribusi proporsi kejenuhan


(68)

52

siswa kedalam 3 bagian, yakni tinggi, sedang dan rendah. Menurut Saifudin Azwar (2015:147-149), tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan individu dalam kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang telah diukur, yang kemudian dinyatakan sebagai acuan norma dalam pengelompokan skor individu yang dikenai skala agresivitas tersebut. Penentuan kategorisasi tersebut dapat dilakukan menggunakan rumus:


(69)

53

selanjutnya dapat dilakukan uji hipotesis menggunakan Uji T (Uji Beda).

a. Uji Normalitas

Pengujian Normalitas atau biasa disebut Uji Normalitas Data, berfungsi untuk mengetahui apakah data yang masuk tergolong normal atau tidak normal. Uji Normalitas terkomputerisasi menggunakan software SPSS versi 22.0 dengan uji Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi 5% atau 0,05. Data berdistribusi

normal (Ha) jika taraf signifikasinya ≥ 0,05 sedang yang tidak

berdistribusi normal (Ho) jika taraf signifikansinya ≤ 0,05. Jika data berdistribusi normal maka menggunakan uji parametrik, sedang jika tidak normal maka analisisnya menggunakan uji non parametrik.

b. Uji Beda (Uji T)

Uji beda digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yakni hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha). Pengujiannya menggunakan software SPSS versi 22.0. Langkahnya yakni peneliti menentukan Ho yaitu penggunaan media film tidak efektif untuk mengurangi kejenuhan belajar dan Ha-nya yaitu penggunaan media film daram pendek efektif untuk mengurangi kejenuhan (burnout) belajar. Langkah selanjutnya yakni menentukan taraf signifikansi dalam hal ini sebesar 5% atau 0,05. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:


(70)

54

Ha: (Sig) ≤ 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak Ho: (Sig) ≥ 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak.


(71)

55 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian

Dalam deskripsi data hasil penelitian ini akan disajikan beberapa hal antara lain proses penelitian, data deskriptif, dan hasil uji hipotesis. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Deskripsi Proses Penelitian a. Pra Tratement

Sebelum dilaksanakan treatment, peneliti melaksanakan beberapa hal antara lain menentukan sampel dari populasi yaitu dengan simple random sampling dan didapatkan sampel kelas XI IPA yang berjumlah 15 siswa sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas XI IPS yang berjumlah 15 siswa sebagai kelompok kontrol. Setelah mendapatkan subjek, peneliti mendiskusikan dengan guru bimbingan dan konseling terkait dengan jadwal penelitian. Selanjutnya peneliti mengadakan pre-test untuk seluruh siswa kelas XI baik IPA maupun IPS untuk memperoleh data kejenuhan belajar siswa sebelum diberikan perlakuan. Pretest dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2015 di dalam kelas pada saat pelajaran PKN

b. Pemberian Treatment

Treatment dilakukan dengan memberikan film dengan durasi 20 menit sebagai media dalam pemberian layanan Bimbingan dan Konseling. Film yang digunakan oleh peneliti termasuk dalam


(72)

56

kategori film drama pendek karena dalam film tersebut berdurasi 20 menit dan menceritakan suasana kehidupan nyata seorang siswa yang sering menunda-nunda pekerjaan sehingga nilai yang diperoleh kurang maksimal kemudian mengalami kejenuhan belajar serta diceritakan pula cara mengatasi kejenuhan belajar yang di alami oleh Siswa dalam film tersebut. Treatment dilakukan pada tanggal 25 Februari 2016 bertempat di dalam kelas XI IPA pada jam pelajaran Agama yaitu pukul 07.30 sampai 08.45 adapun langkah-langkah perlakuannya adalah sebagai berikut:

a) Persiapan

Sebelum memulai treatment peneliti menyiapkan alat yang diperlukan yaitu film, Proyektor, Laptop, Speaker dan Absensi Siswa. Persiapan dibantu oleh partisipan

b) Pembukaan

Untuk mengawali kegiatan menonton film drama pendek dengan durasi 20 menit, peneliti mengajak siswa untuk berdoa, melakukan perkenalan, dan menanyakan kabar untuk membangun kedekatan peneliti dengan subyek. Selanjutnya peneliti mengabsen kehadiran siswa dan memastikan semua siswa sudah siap mengikuti treatment menggunakan media film. Film tersebut menceritakan tentang kehidupan siswa yang memiliki banyak tugas, sering menunda-nunda pekerjaan, sering mendapatkan nilai


(73)

57

yang kurang memuaskan sehingga siswa mengalami kejenuhan belajar serta ditampilkan cara mengatasi kejenuhan belajar yang dilakukan oleh siswa.

c) Kegiatan inti (treatment)

Sebelum film ditayangkan peneliti menjelaskan manfaat menonton film dan langkah-langkah yang akan dilakukan saat menonton film. Penjelasan dilakukan kurang lebih 10 menit. Setelah semua siswa dipastikan berada pada kondisi sadar dan sudah merasa nyaman dengan posisi duduknya, peneliti memutarkan film. Setelah film selesai diputar peneliti mengajak siswa untuk menyampaikan inti cerita yang terkandung dalam film tersebut. Pada saat menyampaikan inti cerita yang terkandung dalam sebuah film yang telah ditonton siswa terlihat antusias dan bersemangat. Setelah siswa menyampaikan inti cerita Film tersebut, peneliti melakukan crosscheck kepada subjek tentang bagaimana perasaannya setelah menonton film. Ada sepuluh siswa menjawab setelah menonton film mereka menjadi lebih mengetahui cara mengatasi kejenuhan belajar, tiga orang siswa menjawab lebih fresh setelah menonton film, dan dua orang menjawab biasa saja. Dalam penelitian ini film digunakan sebagai media


(74)

58

pemberian informasi, hiburan, serta sebagai contoh dalam mengatasi kejenuhan belajar yang dialami oleh siswa. d) Penutup

Untuk mengakhiri sesi menonton film peneliti menutup dengan tepuk tangan gembira dengan mengatakan “syukuri dalam hati, ekspresikan dengan senyum dan diakhiri dengan tepuk tangan”

c. Posttest

Posttest pada kelompok kontrol dilakukan pada tanggal 24 Februari 2016 di kelas XI IPS 1 pada pukul 12.30 – 12.50 dan posttest kelompok eksperimen dilakukan pada tanggal 26 februari 2016 pada pukul 08.50 – 09.10. Posttest dilakukan agar dapat mengetahui kondisi kejenuhan belajar siswa setelah diberikan perlakuan.

2. Data Deskriptif

Pretest dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2015 di SMA PIRI I Yogyakarta. Pretest diberikan kepada semua siswa kelas XI dan dilakukan sebelum treatment. Postest dilakukan pada tanggal 24 Februari 2016 dan 26 Februari 2016 di SMA PIRI I Yogyakarta setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan media film kepada kelompok eksperimen. Sedangkan untuk kelompok kontrol hanya diberikan layanan dengan metode diskusi. Tabel hasil pretest dan posttest disajikan pada tabel 1 halaman 58.


(75)

59

Tabel 1. Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen Kriteria

Eksperimen

Pre test Post test

F % F %

Sangat rendah 0 0 6 40

Rendah 5 33.3 8 53.3

Sedang 6 40.0 1 6.7

Tinggi 4 26.7 0 0.0

Sangat tinggi 0 0 0 0

Jumlah 15 100 15 100

Tabel 2. Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol

Kriteria

Kontrol

Pre test Post test

F % F %

Sangat rendah 0 0 0 0

Rendah 6 40.0 7 46.7

Sedang 5 33.3 5 33.3

Tinggi 4 26.7 3 20.0

Sangat tinggi 0 0 0 0

Jumlah 15 100 15 100

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa hasil pretes kelompok eksperimen menunjukkan ada 26,7% siswa mengalami kejenuhan (Burnout) belajar pada kategori tinggi, 40% siswa mengalami kejenuhan (Burnout) pada kategori sedang, dan 33,3% siswa mengalami kejenuhan (Burnout) belajar pada kategori rendah. Setelah peneliti memberikan perlakuan menggunakan media film drama pendek yang berdurasi 20 menit maka dilakukan posttest dengan hasil 6,7% siswa mengalami kejenuhan (Burnout) belajar pada kategori sedang, 53,3% siswa mengalami kejenuhan (Burnout) pada kategori rendah dan 40% siswa mengalami kejenuhan (Burnout) belajar pada tingkat sangat rendah. Dari hasil pretest dapat


(76)

60

disimpulkan bahwa rata-rata subjek berada pada kategorisasi sedang dan setelah diberi perlakuan posttest rata-rata subjek berada pada kategorisasi sangat rendah.

Hasil pretest kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 2 yang menunjukkan hasil data pretest ada 26,7% siswa mengalami kejenuhan (Burnout) belajar pada kategori tinggi, 33,3% siswa mengalami kejenuhan (Burnout) pada kategori sedang, dan 40% siswa mengalami kejenuhan (Burnout) belajar pada kategori rendah. Setelah diberikan pretest subyek pada kelompok kontrol hanya diberikan perlakuan dengan metode diskusi lalu diberikan posttest dan menghasilkan data sebanyak 20% siswa mengalami kejenuhan (Burnout) belajar pada kategori tinggi, 33,3% siswa mengalami kejenuhan (Burnout) belajar pada kategori sedang, dan 46,7% siswa mengalami kejenuhan (Burnout) belajar pada kategori rendah. Adapun rata-rata hasil pretest dan posttest dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3. Hasil Rata-rata pretest kelompok eksperimen, pretest kelompok kontrol, posttest kelompok eksperimen, dan posttest kelompok kontrol

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 pretest_eksperimen 42,27 15 11,380 2,938

posttest_eksperimen 21,87 15 6,312 1,630 Pair 2 pretest_kontrol 41,33 15 12,500 3,227

posttest_kontrol 39,60 15 10,398 2,685

Dari tabel 3 Dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pretest kelompok eksperimen sebesar 42,27 dan posttest kelompok eksperimen sebesar 21,87, sedangkan pada kelompok kontrol nilai rata-rata pretest sebesar 41,33 dan posstest sebesar 39,60. Hal ini dapat diketahui juga penurunan rata-rata tingkat


(1)

98

UJI NORMALITAS DATA

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

pretest_eksperimen pretest_kontrol posttest_eksperimen posttest_kontrol

N 15 15 15 15

Normal Parametersa,b

Mean 42,27 41,33 21,87 39,60

Std.

Deviation 11,380 12,500 6,312 10,398 Most

Extreme Differences

Absolute ,126 ,124 ,141 ,172

Positive ,126 ,124 ,141 ,172

Negative -,126 -,096 -,108 -,117

Test Statistic ,126 ,124 ,141 ,172

Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d ,200c,d ,200c,d ,200c,d a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.


(2)

99

Uji Homogenitas

Group Statistics

pretest N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean pretest eksperimen

15 42,27 11,380 2,938

kotntrol 15 41,33 12,500 3,227

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper pretest Equal

variances

assumed ,163 ,689 ,214 28 ,832 ,933 4,365 -8,007 9,874 Equal

variances not assumed


(3)

100

Uji Hipotesis

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 pretest_eksperimen

42,27 15 11,380 2,938

posttest_eksperimen

21,87 15 6,312 1,630

Pair 2

pretest_kontrol

41,33 15 12,500 3,227

posttest_kontrol

39,60 15 10,398 2,685

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair

1

pretest_eksperimen &

posttest_eksperimen

15 ,136 ,629

Pair 2

pretest_kontrol & posttest_kontrol


(4)

101

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair

1

pretest_eksperimen -

posttest_eksperimen

20,400 12,240 3,160 13,621 27,179 6,455 14 ,000

Pair 2

pretest_kontrol - posttest_kontrol


(5)

102

Siswa mengisi Skala Kejenuhan Belajar

Siswa mengamati film

Siswa Mengamati film

Peneliti mengajak Siswa menyimpulkan


(6)