Klasifikasi Derajat dan Lokasi Lesi Endometriosis Manifestasi Klinis

2.2.5. Klasifikasi Derajat dan Lokasi Lesi Endometriosis

Pada tahun 1996, ASRM merevisi sistem klasifikasinya, yang dikenal dengan sistem skoring revised – AFS r-AFS. Dalam sistem ini dibagi menjadi empat derajat keparahan, yakni : 21 a. Stadium I minimal : 1 - 5 b. Stadium II ringan : 6 - 15 c. Stadium III sedang :16 - 40 d. Stadium IV berat : 40 Gambar 4. Klasifikasi endometriosis. 21

2.2.6. Manifestasi Klinis

Walaupun wanita dengan endometriosis dapat menjadi asimtomatik, gejala yang muncul biasanya meliputi nyeri pelvis dan infertilitas.

1. Nyeri.

Endometriosis adalah penyebab paling umum dari nyeri pelvis, yang diderita wanita dalam derajat yang bervariasi, dapat terjadi sewaktu- waktu maupun terjadi secara kronik. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa yang dikatakan dengan nyeri pelvis adalah sakit pada daerah pelvik menetap setidaknya 3 bulan. 22 Penyebab dari rasa nyeri ini belum diketahui secara pasti, namun sitokin proinflamasi dan prostaglandin yang dilepaskan oleh implan endometriotik ke cairan peritoneal dapat menjadi salah satu sumbernya. Terdapat pula sumber yang menyebutkan bahwa nyeri berhubungan dengan kedalaman invasi dan lokasi nyeri dapat menentukan tempat implantasi endometriosis. 1,2 Namun, pasien dengan endometriosis sering mengeluhkan nyeri pada abdomen yaitu suprapubik, umbilicus, iliaka kanan dan kiri serta sacrum. 21 Data terbaru menyebutkan nyeri endometriosis dapat berasal dari invasi neuronal terhadap implan endometriotik yang akhirnya menghasilkan suplai saraf sensorik dan simpatik, yang kemudian dapat mengalami sensitisasi sentral Berkley, 2005. Hal ini menyebabkan hipereksitabilitas persisten dari neuron tersebut dan terjadilah nyeri yang persisten, walaupun telah dilakukan eksisi bedah. 23.24

2. Dismenore.

Nyeri siklikal selama menstruasi sering ditemui pada wanita dengan endometriosis. Dismenore yang berhubungan dengan endometriosis biasanya mendahului menstruasi selama 24-48 jam dan kurang responsif pada NSAID maupun kontraseptif oral kombinasi. Nyeri ini akan lebih berat dibandingkan dismenore primer. 1,2

3. Dispareunia.

Gejala ini berhubungan dengan endometriosis pada septum rektovagina atau ligamen uterosakral. Selama terjadinya hubungan seksual, tegangan pada ligamen uterosakral tersebut dapat merangsang nyeri ini. Dispareunia yang berhubungan dengan endometriosis dicurigai telah terjadi bila baru muncul setelah bertahun-tahun dapat berhubungan seksual tanpa rasa nyeri Ferrero, 2005. 1

4. Disuria.

Gejala ini kurang sering dikeluhkan pasien endometriosis, begitu pula keluhan berupa nyeri berkemih, frekuensi maupun urgensi dalam berkemih. Bila kultur urin negatif, maka endometriosis dapat menjadi kemungkinan penyebab dari keluhan diatas Vercillini, 1996. 1,2,4

5. Nyeri panggul kronik.

Nyeri ini juga merupakan gejala yang paling sering ditemukan berhubungan dengan endometriosis. Sekitar 40-60 wanita dengan nyeri panggul kronik ditemukan memiliki endometriosis saat laparoskopi Eskenazi, 1997. Fokus nyeri kronik ini bervariasi antar wanita, apabila septum rektovagina yang terlibat, nyeri dapat beradiasi ke rektum ataupun punggung bawah. 1

6. Infertilitas.

Insidensi endometriosis pada wanita dengan subfertilitas adalah 20 hingga 30 Waller, 1993. Walaupun terdapat banyak variasi, pasien dengan infertilitas terlihat memiliki insiden endometriosis yang lebih tinggi dibandingkan kontrol fertil, 13 hingga 33 dibandingkan 4 hingga 8, D’Hooghe, 2003; Strathy, 1982. Matorras dkk , di tahun 2001 memperhatikan tingginya prevalensi endometriosis derajat berat pada wanita dengan infertilitas. Hal ini dapat terjadi dari adhesi yang disebabkan oleh endometriosis dan rusaknya pengambilan oosit normal dan transportasinya ke tuba fallopi. Diluar gangguan mekanis ovulasi dan fertilisasi, defek yang lebih ringan juga diperkirakan terlibat dalam patogenesis infertilitas oleh endometriosis. 1,2,4

2.2.7. Diagnosa banding