10
2.1.2 Tahapan Perkembangan Moral
Kohlberg, seorang ahli perkembangan moral dalam Haditono 1999, membagi perkembangan moral ke dalam 3 tiga tingkatan yang masing-masing dibagi ke
dalam 2 dua stadium sehingga terdapat 6 stadium, sebagai berikut: Tingkatan I, Penalaran moral yang pra-konvensional
Tingkatan ini mendasarkan pada objek di luar individu sebagai ukuran benar atau salah. Stadiumnya adalah sebagi berikut:
Stadium 1: Orientasi patuh dan takut pada hukum, artinya suatu tingkah laku dinilai benar apabila tidak dikenakan hukuman dan salah apabila dikenakan
hukuman. Di sini, hukum sebagai otoritas harus dipatuhi karena hukum berkuasa.
Stadium 2: Orientasi naif egoistishedonisme instrumental. Stadium ini mendasarkan pada orang atau kejadian di luar diri individu dengan memperhatikan
alasannya melakukan sesuatu. Sebagai contoh, mencuri dinilai salah, tetapi masih bisa dimaafkan jika alasannya adalah untuk memenuhi
kebutuhan dirinya atau orang lain yang disenangi. Tingkatan II, Penalaran moral yang konvensional.
Tingkatan ini berdasar pada pengharapan sosial di mana suatu perbuatan dianggap benar jika sesuai dengan peraturan dalam masyarakat. Stadiumnya sebagai berikut:
Stadium 3: Orientasi anak atau person yang baik. Anak menilai perbuatan dikatakan baik jika suatu perbuatan menyenagkan orang lain Jika seorang anak
dapat melakukan apa yang diharapkan oleh orang lain atau masyarakat, maka ia dipandang sebagai anak yang bermoral baik. Jika tidak, ia tidak
akan dianggap sebagai anak yang baik. Stadium 4: Orientasi pelestarian otoritas dan aturan sosial, artinya, anak memandang
aturan sosial sebagai sesuatu yang perlu dijaga atau dilestarikan. Apabila seseorang “melakukan tugasnya”, maka ia dipandang bermoral sehingga
dapat melestarikan aturan dan sistim sosial. Tingkatan III, Penalaran moral yang post-konvensional
11
Tingkatan ini memandang bahwa aturan-aturan dalam masyarakat tidak absolut tetapi relatif; dapat diganti dengan yang lain.
Stadium 5: Orientasi kontrol legalistis, memahami bahwa aturan-aturan dalam masyarakat merupakan kontrol perjanjian antara diri orang dan
masyarakat. Di sini, individu dituntut untuk memenuhi kewajibannya, sedangkan masyarakat dituntut pula untuk menjamin kesejahteraan
individu. Peraturan dalam masyarakat bersifat subjektif. Stadium 6: Orientasi yang berdasar pada prinsip serta konsensia sendiri. Dalam
stadium ini, peraturen dan norma hingga batasan-batasannya dianggap subjektif dan tidak pasti. Dengan demikian, ukuran penilaian tingkah laku
moral adalah konsensia masing-masing pribadi. Prinsipnya sendiri lepas dari segala norma yang ada. Kohlberg menganggap prinsip ini sebgai
prinsip moral yang universal di mana suatu norma moral yang dasarnya ada pada konsensia orang itu sendiri.
2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Krisis Moral